Post on 16-Mar-2019
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepuasan Pernikahan Pada Suami Istri
1. Pengertian kepuasan pernikahan pada Suami Istri
Perkawinan diyakini sebagai langkah ibadah sesuai dengan Surat
Al-Nisa [4] ayat 21, “Dan bagaimana kalian akan mengambilnya kembali,
padahal kalian telah bergaul satu sama lain dan mereka telah mengambil
janji yang kuat dari kalian“. Menurut Undang-Undang Republik
Indonesia No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan atau pernikahan pasal 1
tentang perkawinan disebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir
bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri
dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang berbahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
(http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_1_74.htm).
Menurut Santrock (2002), pernikahan merupakan penyatuan dua
pribadi yang unik, dengan membawa pribadi masing-masing berdasar latar
belakang budaya serta pengalamannya. Hal tersebut menjadikan
pernikahan bukanlah sekedar bersatunya dua individu, tetapi lebih pada
persatuan dua sistem keluarga secara keseluruhan dan pembangunan
sebuah sistem yang baru. Artinya, perbedaan-perbedaan yang ada perlu
disesuaikan satu sama lain untuk membentuk sistem baru bagi keluarga
mereka. Perkawinan menurut hukum islam adalah ikatan atau akad yang
12
sangat kuat (mitsaqan ghalizhan) dalam ketentuan sebagai ikatan lahir-
batin antara suami dan istri.Sehubungan dengan firman Allah “Dan
bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, padahal kalian telah
bergaul satu sama lain dan mereka telah mengambil janji yang kuat dari
kalian”, dalam arti yang lebih transcendental, perkawinan diyakini sebagai
langkah ibadah sesuai dengan firman Allah Swt, Surat Al-Nisa [4] ayat 21.
Perkawinan menurut Lestari (2012), adalah pintu gerbang
kehidupan yang wajar atau biasa dilalui umat manusia pada umumnya. Di
segala pelosok permukaan bumi, sampai kepada sudut paling jauh yang
pernah ditempuh penyelidik pengembaraan didapati orang laki-laki dan
perempuan yang hidup sebagai suami istri. Perkawinan dapat dirumuskan
sebagai akad pertalian antara pria dan wanita yang berisi persetujuan
hubungan, dengan maksud menyelenggarakan kehidupan yang lebih akrab,
menurut syarat-syarat dan hukum susila yang dibenarkan Tuhan
Khaaliqul’alam.
Menurut Gullota, Adams dan Alexander (1986), kepuasan
pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya
mengenai hubungan pernikahannya. Duval & Miller (1985) mengatakan
bahwa kepuasan pernikahan adalah suatu perasaan yang subjektif akan
kebahagiaan, kepuasan dan pengalaman menyenangkan yang dialami oleh
masing-masing pasangan suami istri dengan mempertimbangakan
keseluruhan aspek dalam pernikahan. Olson, Defrain & Skogran (2010),
kepuasan perkawinan adalah perasaan yang bersifat subjektif dari
13
pasangan suami istri mengenai perasaan bahagia, puas, dan menyenangkan
terhadap perkawinannya secara menyeluruh. Menurut Dowlatabadi, Sadaat
dan Jahangiri (2013) kepuasan perkawinan adalah perasaan bahagia
terhadap perkawinan yang dijalani, kepuasan perkawinan berhubungan
dengan kualitas hubungan dan pengaturan waktu, juga bagaimana
pasangan mengelola keuangannya.
Kepuasan pernikahan menurut Berk (2012) adalah menjalin rasa
kebersamaan yang memungkinkan masing-masing untuk berkembang
sebagai seorang individu. Kesabaran, kepedulian, nilai bersama,
kegembiraan saat bersama, berbagi pengalaman pribadi melalui
percakapan, bekerja sama dalam tanggung jawab rumah tangga, dan
kerampilan penyesuaian konflik yang baik pada suami istri. Lestari (2012)
menambahkan kepuasan perkawinan merujuk pada perasaan positif yang
dimiliki pasangan suami istri dalam perkawinan yang maknanya lebih luas
dari pada kenikmatan, kesenangan dan kesukaan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kepuasan
pernikahan yaitu perasaan yang bersifat subjektif dari pasangan suami istri
mengenai perasaan bahagia, puas, dan menyenangkan terhadap
perkawinannya secara menyeluruh dan kebahagiaan yang mereka miliki
dalam hubungan pernikahannya.
14
2. Aspek-aspek Kepuasan Pernikahan
Kepuasan pernikahan dapat diukur dengan melihat aspek-aspek
dalam perkawinan sebagaimana yang dikemukakan oleh Clayton (1975).
Adapun aspek-aspek tersebut antara lain:
a. Kemampuan Sosial Suami Istri
Kemampuan sosial suami istri, yaitu kemampuan suami istri dalam
bergaul dengan lingkungan sosial. Meskipun bukan indikasi yang
menentukan, bisa diasumsikan bahwa dengan terciptanya
kenyamanan dalam rumah tangga akan memunculkan sikap-sikap
positif dalam pasangan suami istri tersebut bergaul dengan
masyarakat.
b. Persahabatan Dalam Perkawinan
Persahabatan dalam perkawinan, artinya suami istri harus bisa
menjalin komunikasi, merasakan kegembiraan, kebahagiaan dan
pergaulan yang menyenangkan. Jadi ketika suami ataupun istri
mampu merasakan kegembiraan, kebahagiaan, ataupun perasaan
menyenangkan dari pergaulan antar keduanya, bisa
menggambarkan adanya rasa puas dalam perkawinannya.
c. Urusan Ekonomi
Urusan ekonomi yaitu segala urusan ekonomi dan keuangan dalam
rumah tangga yang meliputi penggunaan uang untuk kebutuhan
keluarga, pribadi, rekreasi serta pekerjaan suami maupun istri.
Pasangan suami istri yang memiliki manajemen keuangan yang
15
baik, tidak akan dipusingkan dengan persoalan-persoalan sepele
yang berkaitan dengan pengeluaran rumah tangga. Kondisi seperti
ini tidak akan terwujud tanpa adanya suasana yang nyaman dalam
keluarga.
d. Kekuatan Perkawinan
Kekuatan perkawinan yaitu kelekatan suami istri terhadap
perkawinan yang dijalani, pengaruh suami terhadap istri atau
sebaliknya, adanya rasa ketertarikan dan ekspresi suami istri.
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa salah satu hal yang mampu
menandai diperolehnya kepuasan dalam perkawinan seseorang
yaitu fondasi perkawinan yang kokoh.
e. Hubungan Dengan Keluarga Besar
Hubungan dengan keluarga besar yaitu hubungan dengan keluarga
yang ada di luar keluarga inti. Pasangan suami istri yang mampu
menciptakan kepuasan dalam perkawinannya akan memiliki
hubungan yang baik dengan keluarga besar. Hal ini dikarenakan
mereka tidak disibukkan dengan persoalan-persoalan dalam rumah
tangganya sehingga mampu menjalin kedekatan dengan anggota
keluarga besar yang lain.
f. Persamaan Ideologi
Persamaan ideologi yaitu kesamaan tujuan dan pandangan hidup
yang mencangkup kesamaan pandangan tentang perilaku yang baik
dan benar. Semakin banyak kesamaan yang dimiliki oleh pasangan
16
suami istri dalam hal tujuan serta pandangan hidup, bisa dikatakan
bahwa suami ataupun istri cukup puas dengan pasangannya.
g. Keintiman Perkawinan
Keintiman perkawinan yaitu keintiman antara suami istri yang
meliputi ekspresi kasih sayang dalam hubungan seksual. Pasangan
suami istri yang berhasil membangun kepuasan dalam
perkawinannya bisa ditandai dengan munculnya keintiman dari
keduanya.
h. Taktik Interaksi
Taktik interaksi yaitu cara suami dalam berinteraksi dan
menyelesaikan masalah dalam perkawinan diantara penyatuan
perbedaan, kerjasama, dan pembagian tugas dalam rumah tangga.
Ketika sebuah keluarga mampu mewujudkan interaksi yang sehat,
dapat diyakini bahwa pasangan tersebut mampu menciptakan
perkawinan yang memuaskan.
Aspek-aspek yang digunakan dalam menentukan gambaran
kepuasan pernikahan, pada teori Robinson dan Blanton (2003), antara lain:
a. Keintiman
Keintiman antara pasangan di dalam pernikahan mencakup aspek
fisik, emosional, dan spiritual. Hal-hal yang terkandung dalam
keintiman adalah saling berbagi baik dalam minat, aktivitas,
pemikiran, perasaan, nilai serta suka dan duka. Keintiman akan
tercipta melalui keterlibatan pasangan satu sama lain baik dalam
17
situasi yang menyenangkan maupun menyedihkan. Selain itu,
keintiman dapat ditingkatkan melalui kebersamaan, saling
ketergantungan atau inter independensi, dukungan dan perhatian.
Meskipun pasangan memiliki keintiman yang sangat tinggi, bukan
berarti pasangan selalu melakukan berbagai hal bersama. Suami
atau istri juga berhak melakukan aktivitas dan minat yang berbeda
dengan pasangannya.
b. Komitmen
Salah satu karakteristik pernikahan yang memuskan adalah
komitmen yang tidak hanya ditujukan terhadap pernikahan sebagai
sebuah intuisi, tetapi juga terhadap pasangannya. Beberapa
pasangan berkomitmen terhadap perkembangan hubungan
pernikahannya, antara lain kematangan hubungan, penyesuaian diri
dengan pasangan, perkembangan pasangan, serta terhadap
pengalaman dan situasi baru yang dialami pasangan.
c. Komunikasi
Kemampuan berkomunikasi yang baik mencakup berbagi pikiran
dan perasaan, mendiskusikan masalah bersama-sama, dan
mendengarkan sudut pandang satu sama lain. Pasangan yang
mampu berkomunikasi secara konstruktif, mereka dapat
mengantisipasi kemungkinan terjadi konflik dan dapat
menyesuaikan kesulitan yang dialaminya.
18
d. Kongruensi
Untuk dapat mencapai pernikahan yang memuaskan, pasangan
harus memiliki kongruensi atau kesesuaian dalam mempersepsi
kekuatan dan kelemahan dari hubungan pernikahannya. Pasangan
yang mempersepsikan hubungan pernikahannya kuat, cenderung
merasa lebih nyaman dengan pernikahannya.
e. Keyakinan Beragama
Sebagian besar pasangan meyakini bahwa keyakinan beragama
merupakan komponen penting dalam pernikahan. pasangan yang
dapat berbagi dalam nilai-nilai agama yang dianutnya dan
beribadah secara bersama-sama dapat menciptakan ikatan kuat dan
nyaman diantara mereka serta berpengaruh positif bagi kepuasan
pernikahan pasangan memperoleh dukungan sosial, emosional, dan
spiritual melalui agama yang dianutnya.
Berdasarkan beberapa teori di atas, pernyataan ini menggunakan
aspek-aspek kepuasan pernikahan menurut Clayton (1975) yang
menjelaskan aspek-aspek kepuasan pernikahan yaitu, aspek kemampuan
sosial suami istri, persahabatan dalam perkawinan, urusan ekonomi,
kekuatan perkawinan, hubungan dengan keluarga besar, persamaan
ideologi, keintiman perkawinan dan taktik interaksi. Aspek-aspek dari
Clayton tersebut dapat dilihat dengan detail dalam mengungkapkan
kepuasan pernikahan pada setiap pasangan suami istri.
19
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Pernikahan
Terdapat beberapa tokoh yang mengemukakan faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan pernikahan. Menurut Duvall dan Miller
(2002), faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan perkawinan
adalah sebagai berikut :
a. Adanya Kebijaksanaan
Merupakan suatu kepandaian dalam menggunakan akal budinya
dalam menghadapi setiap permasalahan yang muncul yaitu selalu
memakai pengalaman, pengetahuan dan selalu berhati-hati serta
teliti.
b. Saling Pengertian
Suami istri berusaha untuk saling memahami keadaan kedua belah
pihak baik secara fisik maupun psikologis sehingga setiap ada
permasalahan yang muncul dapat diatasi dengan baik.
c. Kerjasama Yang Baik, dapat dilakukan melalui sikap tolong
menolong antar suami istri sehingga segala permasalahan yang ada
dapat di atas bersama sehingga kemungkinan tercapainya kepuasan
perkawinan akan lebih besar.
d. Kemampuan Komunikasi
Komunikasi merupakan kunci untuk saling mengerti keadaan
masing-masing pribadi, sehingga apabila komunikasinya lancar
maka dalam menghadapi semua permasalahan akan berjalan
dengan lancar juga.
20
e. Kesamaan Latar Belakang (baik dalam pendidikan, sosial ekonomi
dan suku bangsa
Semakin sama latar belakang yang dimiliki suami istri maka maka
dalam membina kehidupan perkawinan akan lebih mudah karena
sudah mempunyai pandangan yang sama.
f. Kemampuan Menyesuaikan Diri
Dengan adanya kemampuan menyesuaikan diri yang baik antar
suami istri akan mempengaruhi terciptanya kepuasan dalam
perkawinan.
g. Tekad yang Sama dalam Perkawinan
Suami istri yang sudah memiliki tekat sama dalam perkawinan
maka dalam mencapai kepuasan perkawinan akan lebih mudah
karena sudah mempunyai arah atau keinginan arah yang sama.
Menurut Hendrick & Hendrick (1992), ada dua faktor yang
dapat mempengaruhi kepuasan pernikahan, yaitu:
a. Premarital Factors:
1) Latar Belakang Ekonomi, dimana status ekonomi yang
dirasakan tidak sesuai dengan harapan dapat menimbulkan
bahaya dalam hubungan pernikahan.
2) Pendidikan, dimana pasangan yang memiliki tingkat pendidikan
yang rendah, dapat merasakan kepuasan yang lebih rendah
karena lebih banyak menghadapi stressor seperti pengangguran
atau tingkat penghasilan rendah.
21
3) Hubungan dengan orangtua yang akan mempengaruhi sikap
anak terhadap romantisme, pernikahan dan perceraian.
b. Postmarital Factors:
1) Kehadiran Anak, sangat berpengaruh terhadap menurunnya
kepuasan pernikahan terutama pada wanita (Bee & Mitchell,
1984). Penelitian menunjukkan bahwa bertambahnya anak bisa
menambah stress pasangan, dan mengurangi waktu bersama
pasangan (Hendrick & Hendrick, 1992). Kehadiran anak dapat
mempengaruhi kepuasan pernikahan suami istri berkaitan
dengan harapan akan keberadaan anak tersebut.
2) Lama Pernikahan, dimana dikemukakan oleh Duvall bahwa
tingkat kepuasan pernikahan tinggi di awal pernikahan,
kemudian menurun setelah kehadiran anak dan kemudian
meningkat kembali setelah anak mandiri. Holahan dan Levenson
(dalam Lemme, 1995) menyatakan bahwa pria lebih puas
dengan pernikahannya daripada wanita. Pada umumnya wanita
lebih sensitif daripada pria dalam menghadapi masalah dalam
hubungan pernikahannya.
Menurut Hurlock (2012) faktor yang dapat mempengaruhi
kepuasan pernikahan dalam penyesuaian terhadap pasangan, yaitu:
a. Konsep Pasangan Yang Ideal
Dalam memilih pasangan, baik pria maupun wanita sampai sejauh
tertentu dibimbing oleh konsep pasanagan ideal yang dibentuk
22
selama masa dewasa. Semakin orang tidak terlatih menyesuaikan
diri terhadap realitas semakin sulit penyesuaian dilakukan terhadap
pasangan.
b. Pemenuhan Kebutuhan
Apabila penyesuaian yang baik dilakukan, pasangan harus
memenuhi kebutuhan yang berasal dari pengalaman awal. Apabila
orang dewasa perlu pengenalan, pertimbangan prestasi dan status
sosial agar bahagia, pasangan harus membantu pasanagan lainnya
untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
c. Kesamaan Latar Belakang
Semakin sama latar belakang suami dan istri, semakin mudah
untuk saling menyesuaikan diri. Bagaimana juga apabila latar
belakang mereka sama, setiap orang dewasa mencari pandangan
unuk tentang kehidupan. Semakin berbeda pandangan hidup ini,
makin sulit penyesuaian diri dilakukan.
d. Minat dan Kepentingan Bersama
Kepentingan yang saling bersamaan tentang suatu hal yang dapat
dilakukan pasangan cenderung membawa penyesuaian yang baik
dari kepentingan bersama yang sulit dilakukan dan dibagi bersama.
e. Keserupaan Nilai
Pasangan yang menyesuaikan diri dengan baik mempunyai nilai
yang lebih serupa daripada mereka yang penyesuaian dirinya
23
buruk. Barangkali latar belakang yang sama menghasilkan nilai
yang sama pula.
f. Konsep Peran
Setiap lawan pasangan mempunyai konsep yang pasti mengenai
bagaimana seharusnya peranan seorang suami dan istri, atau setiap
orang mengharapkan pasangannya memainkan perannya. Jika
harapan terhadap peran tidak terpenuhi, akan mengakibatkan
konflik dan penyesuaian yang buruk.
g. Perubahan dalam Pola Hidup
Penyesuaian terhadap pasanagannya berarti mengorganisasikan
pola kehidupan, mengubah persahabatan dan kegiatan-kegiatan
sosial, serta mengubah persyaratan pekerjaan, terutama bagi
seorang istri.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan pernikahan menurut Duvall dan Miller
(2002), yaitu adanya kebijaksanaan, saling pengertian, kerjasama yang
baik, kemampuan komunikasi, kesamaan latar belakang (baik dalam
pendidikan, sosial ekonomi dan suku bangsa), kemampuan menyesuaikan
diri, tekad yang sama dalam perkawinan.Terdapat juga faktor lain
premarital factors: latar belakang ekonomi, pendidikan, hubungan dengan
orangtua,dan postmarital factors: kehadiran anak, dan lama pernikahan.
Penelitian yang akan dilaksanakan ini akan menggunakan salah satu faktor
dari Duvall & Miller yaitu komunikasi, sejalan dengan hasil penelitian
24
yang dilakukan oleh Defrain dan Olson menyimpulkan bahwa 90%
pasangan suami istri merasa bahagia dalam hubungannya dengan
berkomunikasi satu dengan lainnya sehingga mereka dapat merasakan dan
mengerti keinginan dan perasaan pasangan, dan apabila terdapat suatu
perbedaan atau masalah dapat diselesaikan dengan saling berkomunikasi
(dalam Pratiwi, 2006). Dari penelitian tersebut komunikasi menjadi salah
satu faktor yang dapat meningkatkan kepuasan pernikahan pada pasangan
suami-istri.
B. Komunikasi Interpersonal
1. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Komunikasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu
pengiriman dan penerimaan pesan atau berita antara dua orang atau lebih
sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami hubungan kontak. Menurut
Walgito (2003) komunikasi merupakan proses penyampaian dan
penerimaan lambang-lambang yang mengandung arti, baik yang berujud
informasi-informasi, pemikiran-pemikiran, pengetahuan ataupun yang
lain-lain dari penyampaian atau komunikator kepada penerima atau
komunikan.
Komunikasi yang sering digunakan suami istri dalam berinteraksi
adalah komunikasi interpersonal. Menurut Devito (1997) komunikasi
interpersonal merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima
oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung. Menurut
25
Wiryanto (2004) komunikasi interpersonal adalah komunikasi yang
berlangsung dalam situasi tatap muka antara dua orang atau lebih, baik
secara terorganisasi maupun pada kerumunan orang. Komunikasi
interpersonal merupakan komunikasi antara orang-orang secara tatap
muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain
secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal (Mulyana, 2008).
Komunikasi interpersonal yang digunakan dalam berinteraksi pada
pasangan suami istri adalah yang bersifat diadik yaitu melalui komunikasi
dalam situasi yang lebih intim, lebih dalam dan personal. Komunikasi
interpersonal yang terjalin antar suami istri mempunyai peranan yang
penting untuk menjaga kelangsungan berumah tangga.
Sastropoetro (1986) menyatakan bahwa dengan komunikasi yang
baik berarti memelihara hubungan yang telah terjalin sehingga
menghindari diri dari situasi yang dapat merusak hubungan. Komunikasi
yang baik adalah komunikasi yang efektif, yang mempunyai ciri saling
terbuka, empati, saling mendukung, sikap positif dan kesetaraan (Devito,
1997).
Berdasarkan beberapa pengertian mengenai komunikasi
interpersonal maka disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal yaitu
proses penyampaian dan penerimaan pesan terhadap orang lain yang
dilakukan secara tatap muka antara dua orang atau lebih secara langsung
baik secara verbal maupun nonverbal, komunikasi yang lebih intim, lebih
dalam dan personal.
26
2. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal
Menurut Kumar (2000) bahwa ciri-ciri komunikasi interpersonal
mempunyai lima ciri, yaitu:
a. Keterbukaan (openess)
Yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang
diterima di dalam menghadapi hubungan interpersonal.
b. Empati (empathy)
Yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain.
c. Dukungan (supportiveness)
Yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung
efektif.
d. Rasa positif (positivenes)
Yaitu seseorang harus memiliki perasaan positif terhadap dirinya,
mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan menciptakan
situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif.
e. Kesetaraan atau kesamaan (equality)
Yaitu pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak
menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk
disumbangkan.
Julia Wood (2013), menyebutkan ada delapan ciri dari komunikasi
interpersonal, yaitu:
27
1. Selektif
Komunikasi interpersonal tidak bisa dilakukan dengan semua orang. Kita
tentu akan memilih-milih orang, karena komunikasi interpersonal
memerlukan lebih banyak energi, waktu dan usaha yang kita berikan pada
orang lain.
2. Sistematis
Komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh sistem, situasi, waktu,
masyarakat, budaya, latar belakang personal, namun kita meski memehami
seluruh sistem tersebut saling berkaitan dengan kata lain tiap bagian dalam
sistem komunikasi saling terkait satu sama lain.
3. Unik
Mengutip dari Nicholson dalam buku komunikasi interpersonal. Setiap
orang selalu unik, begitu pula dengan persahabatan. Sekelompok sahabat
pasti menciptakan pola unik sendiri dan bahkan istilah-istilah yang hanya
memiliki oleh kelompok mereka sendiri. Berdasarkan hal tersebut maka
sertiap komunikasi interpersonal adalah unik karena kita berkomunikasi
pada orang yang berbeda-beda dengan komunikan mereka masing-masing.
4. Processual
Komunikasi interpersonal adalah proses yang berkelanjutan. Komunikasi
interpersonal akan berkembang seiring berjalannya waktu. Hubungan
komunikasi interpersonal dapat menjadi renggang atau lebih dekat
nantinya, tergantung bagaimana komunikasi interpersonal tersebut
berlangsung.
28
5. Transaksional
Komunikasi interpersonal adalah hubungan timbal balik, sifat komunikasi
interpersonal berdampak pada tanggung jawab komunikator untuk
menyampaikan pesan secara jelas.
6. Individual
Komunikasi interpersonal hanya terjadi jika kita dapat memahami diri
sendiri sebagai manusia yang unik, kita belajar untuk memahami
ketakutan, harapan, masalah dan kegembiraan dalam berinteraksi secara
utuh bersama orang lain. Ketika kepercayaan sudah terbangun maka kita
bisa berbagi privasi pada orang lain.
7. Pengetahuan personal
Komunikasi interpersonal membantu perkembangan pengetahuan personal
dan wawasan kita terhadap interaksi manusia. Ketika berinteraksi kita
membuka pemahaman terhadap kepribadian orang lain. Ketika
berinteraksi kita membuka pemahaman terhadap kepribadian orang lain.
Kita dapat belajar dan mengetahui karakter seseorang.
8. Menciptakan makna
Mengutip Duck dalam buku Komunikasi Interpersonal inti dari
komunikasi interpersonal adalah berbagi makna dan informasi antara dua
belah pihak. Dalam berkomunikasi kita dapat bertukar pikiran, yang
didalamnya mengandung pesan, tujuan dan makna yang ingin dicapai.
Komunikasi interpersonal merupakan jenis komunikasi yang
frekuensi terjadinya cukup tinggi dalam kehidupan sehari-hari. Apabila
29
diamati dan dikomprasikan dengan jenis komunikasi lainnya, maka dapat
dikemukakan ciri-ciri komunikasi interpersonal (Aw, 2011), antara lain:
1. Arus pesan dua arah
Komunikasi interpersonal menempatkan sumber pesan dan penerima
dalam posisi yang sejajar, sehingga memicu terjadinya pola penyebaran
pesan mengikuti arus dua arah.
2. Suasana nonformal
Komunikasi interpersonal biasanya berlangsung dalam suasana nonformal.
Sebuah komunikasi yang terkekang oleh aturan dan hierarki membuat
suasana komunikasi menjadi terbatas dan kaku.
3. Umpan balik segera
Oleh karena komunikasi interpersonal biasanya mempertemukan para
pelaku komunikasi secara tatap muka, maka umpan balik dapat diketahui
dengan segera. Seorang komunikator dapat segera memperoleh balikan
atas pesan yang disampaikan dari komunikan, baik secara verbal maupun
nonverbal.
4. Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat
Komunikasi interpersonal merupakan metode komunkasi antarindividu
yang menuntut agar peserta komunikasi berada dalam jarak dekat, baik
jarak dalam arti fisik maupun psikologis. Sebuah komunikasi bisa disebut
sebagai komunikasi interpersonal apabila dua orang atau lebih saling
melihat dan bertatap muka. Artinya mereka harus berada dalam sebuah
tempat dan saling berdekatan. Bukan hanya dekat soal jarak, dua orang
30
atau lebih tersebut haruslah memiliki kedekatan hubungan seperti teman,
pasangan, atau keluarga.
5. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan
spontan, baik secara verbal maupun nonverbal
Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi interpersonal, peserta
komunikasi dapat memberdayakan pemanfaatan kekuatan pesan verbal
maupun nonverbal secara stimulant. Peserta komunikasi berupaya saling
meyakinkan, dengan mengoptimalkan penggunaan pesan verbal maupun
nonverbal secara bersamaan, saling mengisi, saling memperkuat sesuai
tujuan sesuai komunikasi. Komunikasi yang berlangsung antara
komunikator dan komunikan akan terasa lebih tulus karena apa yang
dipikirkan akan langsung dikirimkan secara spontan.
Menurut Rongers dalam Depari (1991), ada beberapa ciri komunikasi
interpersonal, yaitu:
1. Arus pesan yang cenderung dua arah
2. Konteks komunikasi tatap muka
3. Tingkat umpan balik yang terjadi tinggi
4. Kemampuan mengatasi tingkat selektivitas (terutama “selective exposure)
yang tinggi.
5. Kecepatan jangkauan terhadap audience yng besar relative lambat
6. Efek yang mungkin terjadi ialah perubahan sikap
Berdasarkan dari beberapa aspek atau ciri-ciri yang telah dijelaskan
oleh Kumar (2000), maka dapat disimpulkan ciri-ciri komunikasi
31
interpersonal yaitu, keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif, dan
kesetaraan atau kesamaan. Dimensi atau ciri yang akan digunakan dalam
penelitian menggunakan ciri-ciri menurut Kumar (2000), karena ciri-ciri
tersebut mencakup tentang hubungan komunikasi pada pasangan suami
istri.
C. Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dengan Kepuasan
Pernikahan pada Suami Istri
Pasangan yang menikah pasti mengharapkan kebahagiaan dalam
pernikahannya dan berharap pernikahannya berjalan memuaskan. Kepuasan
pernikahan sendiri dapat diartikan sebagai evaluasi subjektif berdasarkan
komponen-komponen tertentu dalam hubungan pernikahan, juga berdasarkan
faktor-faktor intraindividual yang mempengaruhi kualitas pernikahan. Olson
dan Flowers (1993) menjabarkan hal-hal yang menentukan kepuasan
pernikahan yaitu, komunikasi, resolusi konflik, menejemen keuangan,
aktivitas waktu luang, hubungan seksual, anak dan pengasuhan, keluarga dan
teman, agama, dan kesetaraan peran.
Bentuk ketidakpuasan dalam perkawinan antara lain terciptanya
suasana murung, kecewa, bosan, hampa, kesepian, masa bodoh, tidak ada
keintiman, kurangnya perhatian antara suami istri, jarang membuat rencana
dari kegiatan bersama, komunikasi tidak mendalam, lebih memperhatikan
kedudukan, uang, selalu berusaha untuk menjauhkan diri dan kemempuan
untuk saling mengagumi menurun (Suardiman, 1991). Tercapainya kepuasan
32
pernikahan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah
adanya kebijaksanaan, saling pengertian, kerjasama yang baik, kesamaan latar
belakang, kemampuan menyesuaikan diri, dan tekad yang sama dalam
perkawinan.
Komunikasi dalam kehidupan pernikahan merupakan faktor yang
cukup penting untuk dibicarakan, karena komunikasi merupakan faktor
penentu bagi tercapai atau tidaknya kepuasan dalam pernikahan. Hal tersebut
sesuai dengan hasil penelitian Weuss dan Heyman (dalam Christensen,
elridge, Bohem dkk, 2016) yang menyatakan bahwa kualitas berkomunikasi
sangat berhubungan erat dengan stabilitas dan kepuasan sebuah hubungan.
Donan dan Jhonson (dalam, Stanley, Markman, dan Whitton, 2002) juga
menjelaskan bahwa pasangan yang dapat menyelesikan masalah dengan
komunikasi yang baik akan dapat menciptakan suatu keadaan yang lebih
terbuka dan dapat menerima kekurangan satu dengan yang lainnya. Adanya
kegiatan komunikasi antara suami dan istri juga akan menciptakan suasana
saling pengertian, rasa aman dan nyaman pada masing-masing anggota
pasangan sehingga akan lebih mudah tercapai kepuasan dalam pernikahannya
(Basri, 2001).
Komunikasi pada suami istri merupakan proses interaksi tatap muka
langsung antara suami dengan istri melalui percakapan dengan saling memberi
dan menerima informasi atau pesan, membahas masalah yang muncul
sekaligus penyelesaian, berbagi ide dan pengambilan keputusan. Komunikasi
antara suami istri termasuk dalam bentuk komunikasi interpersonal (Devito,
33
1995). Ciri-ciri komunikasi interpersonal menurut Kumar (2000), meliputi
keterbukaan, empati, dukungan, rasa positif dan kesamaan. Ciri pertama
keterbukaan, yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang
diterima di dalam menghadapi hubungan interpersonal. Keterbukaan dapat
melihat bagaimana perasaan dan sikap individu terhadap komunikasi dalam
hubungan suami-istri. Laswell (1991) membagi komunikasi pernikahan
menjadi lima eleman dasar, yaitu salah satunya adalah keterbukaan diantara
pasangan. Keterbukaan pasangan terhadap isu-isu pasangan mengenai
eksistensi dan resolusi terhadap konflik dalam hubungan pernikahan (Olson &
Flower). Menurut Trisna (2000) antara suami dan istri harus ada keterbukaan
yang dalam sehingga saling mengetahui keadaan masing-masing. Keterbukaan
komunikasi akan membuat hubungan suami-istri tetap terbina dengan
harmonis dan baik-baik saja, dampak keterbukaan dalam komunikasi terhadap
hubungan interpersonal yaitu hubungan akan menjadi lebih baik dan adanya
timbal balik antara suami-istri (Johnson, 1986). Keterbukaan memudahkan
suami atau istri untuk mengungkapkan keluhan-keluhan dan permasalahan
yang muncul dalam keluarga, sehingga dapat ditemukan solusi yang tepat.
Keterbukaan mendasari munculnya usaha-usaha pemecahan masalah secara
langsung dan demokratis, setiap pihak dapat menyampaikan pendapat dan
pemikirannya, hal ini pada akhirnya akan membawa kepuasan lebih besar
pada masing-masing pihak, baik suami maupun istri terhadap hubungan
perkawinannya (Suardiman, 1991).
34
Kedua empati, yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain. Empati
salah satu sikap individu terhadap komunikasi dalam hubungan suami istri,
Laswell (1991) membagi komunikasi pernikahan menjadi lima eleman dasar,
yaitu salah satunya adalah empati terhadap pasangan. Suami istri yang mampu
menunjukkan empati dan simpati terhadap pasangannya berarti dirinya tidak
hanya memfokuskan diri pada permasalahan yang dihadapinya namun juga
terhadap orang-orang di sekitarnya. Pada pasangan suami istri perlu sekali
menunjukkan rasa empati dan peduli terhadap pasangannya. Empati didasari
oleh rasa sayang, ingin mengerti dan bekerja sama dengan orang lain (Uripni
dkk, 2003). Dengan adanya rasa pengertian akan dapat meringankan beban
dari pasangan, suami istri berusaha untuk saling memahami keadaan kedua
belah pihak baik secara fisik maupun psikologis sehingga setiap ada
permasalahan yang muncul dapat diatasi dengan baik (Duvall dan Miller,
2002). Melalui kerjasama yang baik segala permasalahan yang ada dapat
diatasi bersama, kerjasama merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
besarnya kepuasan pernikahan (Duvall, 2002).
Ketiga dukungan (supportiveness), yaitu situasi yang terbuka untuk
mendukung komunikasi berlangsung efektif. Dukungan suami atau istri
terhadap tindakan atau sikap pasangannya akan memperkuat hubungan
sekaligus meyakinkan pasangan terhadap tindakan yang diambil. Saling
mendukung antara suami dengan istri secara tidak langsung akan
meningkatkan kualitas hubungan antara suami dan istri, sehingga masing-
masing pihak merasa adanya perhatian, kasih sayang yang diberikan pasangan
35
secara tulus. Saling mendukung, percaya dan tulus dalam berhubungan akan
membangkitkan suasana persahabatan dan keakraban antara suami dan istri,
sehingga kepuasan pernikahan dapat tercapai (Clatyton, 1975)
Keempat rasa positif (positivenes), seseorang harus memiliki perasaan
positif terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan
menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi yang efektif. Sikap
merupakan cara pandang seseorang dalam memahami sebuah keadaan, cara
pandang yang kaku dan negatif cenderung mengakibatkan perasaan cemas dan
khawatir, sebaliknya cara pandang yang positif dan fleksibel membuat
seseorang lebih cermat menangkap adanya hal-hal positif atau menarik akan
membuat individu lebih tenang dan optimis dalam menyikapi keadaan
(Hambly dalam Subandi, 1998). Tercipta hubungan timbal balik yang baik dan
kepercayaan antara suami atau istri pada pasangannya, pada akhirnya akan
membangkitkan perasaan tenang, percaya diri dan yakin ketika menghadapi
permasalahan maupun menyelesaikan tugas dan kewajiban masing-masing
sehingga baik suami maupun istri dapat berperan dengan baik dan tepat.
Seperti diungkapkan oleh Clayton (1975), bahwa kewajiban, dan pembagian
tugas dalam rumah tangga merupakan hal yang diperlukan bagi terciptanya
kepuasan perkawinan.
Kelima kesetaraan atau kesamaan (equality), yaitu pengakuan secara
diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai, berguna, dan mempunyai
sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Menurut Spanier (1976)
penyesuaian dalam pernikahan mencakup kebahagiaan dan kepuasan dalam
36
pernikahan. Penyesuaian pernikahan ini ditentukan oleh seberapa besar
perbedaan-perbedaan dalam pernikahan yang menimbulkan masalah
(troublesome dyadic different), ketegangan-ketegangan interpersonal dan
kecemasan pribadi (interpersonal tension and personal anxiety), kepuasan
dalam hubungan pernikahan (dyadic satisfaction), kedekatan hubungan
(dyadic cohesion), serta kesepakatan pada hal-hal penting bagi
kelangsungan/fungsi pernikahan (consensus on matters of importance to
dyadicfunctioning). Perbedaan-perbedaan yang ada pada masa penyesuaian
tersebut membutuhkan kemampuan-kemampuan agar pasangan suami istri
merasa terpenuhi kepuasan dalam hubungan pernikahan, kedekatan hubungan,
dan sebagainya.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa suami/istri yang
memiliki kemampuan komunikasi interpersonal tinggi akan merasakan
kepuasan pernikahan yang baik, dibandingkan suami/istri yang kemampuan
komunikasi interpersonal rendah.
D. Hipotesis
Hipotesis yang diajukan adalah adanya hubungan positif antara
komunikasi interpersonal dengan kepuasan pernikahan pada pasangan suami
istri. Semakin tinggi komunikasi interpersonal pada suami istri maka tingginya
kepuasan pada pernikahan. Sebaliknya semakin rendah komunikasi
interpersonal pada pasangan suami istri maka rendahnya kepuasan pada
pernikahan.