Post on 12-Jan-2017
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Defenisi Gastritis
Gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung sebagai
respon terhadap jejas (injury) yang dapat bersifat akut maupun kronik.1
Gastritis adalah inflamasi mikroskopis yang merupakan diagnosis histologis, bukan
klinis. Sejak tahun 1761, Morgagni menggunakan istilah erosi untuk mendeskripsikan
gastritis. Gastritis (erosi gaster) didefinisikan adanya kerusakan mukosa yang tidak
menembus mukosa muskularis. Perbedaan antara gastritis dan ulkus gaster berdasarkan
kedalaman rusaknya mukosa, sementara ulkus gaster menembus sampai mukosa
muskularis. Dari endoskopi, kedalaman rusaknya mukosa hanya bisa diperkirakan. Durasi
gastritis bisa akut, kronik, maupun rekuren. Gastritis sering ditemukan pada 3-12%
subjek penelitian yang asimtomatik dan 4-49% pada pasien klinis.9
Gambar 2.1. Struktur potong lintang dinding gaster.9
Keterangan: A: struktur normal, B erosi superfisial, C erosi dalam, D ulkus gaster
akut. E ulkus gaster kronik
2.2 Epidemiologi Gastritis
Gastritis merupakan salah satu masalah kesehatan yang umum terjadi, hampir
10% dari orang-orang yang dirawat dibagian unit gawat darurat rumah sakit datang
dengan kasus gastritis. Berdasarkan penelitian WHO ( Word Health Organitation )
dilaporkan prevalensi gastritis dibeberapa negara sebagai berikut: Inggris 22%, China
31%, Kanada 3%, dan Perancis 29,5%. Sekitar 1,8-2,1 juta penduduk mengalami gastritis
setiap tahunnya. 10
Angka kejadian gastritis menurut WHO adalah 40,8%, dan merupakan salah satu
dari sepuluh penyakit terbanyak pada passien rawat inap di rumah sakit.10
2.3 Klasifikasi Gastritis
Sampai saat ini tidak didapati sebuah klasifikasi gastritis yang diterima secara
luas. Salah satu klasifikasi yang digunakan oleh banyak ahli adalah The Sydney System
yang diperbaharui. Seperti terlihat pada tabel1:
Tabel 2.1: Klasifikasi Gastritis Menurut Sydney Sistem yang Diperbaharui . 11
Type of gastritis Etiologic factors Gastritis
Synonyms
Nonatrophic
Atropic
Helicobacter pylori?other factor
Autoimunity
Superficial
Diffuse antral gastritis(DAG)
Chronic antral gastritis(CAG)
Intertitial-folicular
Hypersecretory
Type B+
Autoimune
Multifocal atropic
Special forms
Chemical
Radiation
Lymphacylic
Noninfectious
Granulomatous
Eosinophilic
Other infectious gastritides
Helicobacter pylori
Dietary ?Enviromental factors
Chemical irritation
Radiation Injury
Idiopathic?Immune mechanism
Gluten
Drug(ectopidine)? H.Pylori
Crohn,s disease
Sarcoidosis
Wegener,s granulomatous and other vasculitides
Foreign substances
Idiopatic
Food sensitivity?other allergies
Bacteria (other than H.pylori)
Viruses
Fungi
Type A+
Diffuse Corporal
Pernicious anemia-associated
Type B+,Type AB+
Enviromental
Metaplastic
Reactive
Reflux
NSAID
Type C+
Varialforms(endoscopic)
Coliac disease-associated
Isolated granulamatous
Parasites
Alergic
Phiegmoncus
Gastritis dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu berdasarkan ada tidaknya
atropi dan distribusi topografi dari atrofi seperti terlihat pada gambar 2 :
Gambar 2.2: Representasi dari distribusi inflamasi dan atropi .11
Terdapat beberapa klasifikasi dari gastritis antara lain klasifikasi berdasarkan
infiltrat inflamasi yang membagi menjadi akut dan kronik; klasifikasi secara
makroskopis yang membagi menjadi gastritis erosiva dan non erosiva; klasifikasi
berdasarkan endoskopi yang membagi menjadi gastritis komplit, inkomplit, dan erosif
hemoragik; serta klasifikasi menurut ICD-10.
2.3.1 Klasifikasi secara Histopatologis
Penelitian pemetaan dari sejumlah spesimen biopsi dengan H.pylori positif
ditemukan dari pemeriksaan empat spesimen(dua daerah antrum dan dua daerah korpus )
kedua lokasi ini memiliki probabilitas H. pylori yang tinggi. Biopsi daerah korpus
berfungsi untuk menilai respon terapi setelah pengobatan, khususnya proton pump
inhibitor.
Sistem grading untuk gastritis yang paling banyak digunakan adalah updated
Sydney system. Protokol biopsi yang direkomendasikan adalah spesimen di 3
kompartemen yaitu antrum, insisura angularis, dan korpus yang diserahkan terpisah ke
laboratorium patologi. Masing-masing tampilan patologi yang relevan (kepadatan
H.pylori, intensitas neutrofil, inflamasi mononuklear, atrofi antrum dan korpus, dan
metaplasia intestinal) digradasikan menurut standardized visual analogue scale seperti
gambar di bawah ini .11
Gambar 2.3. The Updated Sydney System visual standardized visual analogue
scale.11
Tabel 2.2. Kriteria Grading Biopsi Gaster menurut revised Sydney System
oleh Aydin. 12
Type of Feature Density Of The Histological Feature Grade
Chronic
Inflammation
2-3 chronic inflammatory cells scattered
(Lymphocytes and
plasma cells)
randomly in the biopsy
10-15 chronic inflammatory cells/hpf
Some areas with dense cronic inflammatory
cells
Diffuse infiltration with dense chronic
inflammatory cells
Nil (0)
Mild (1)
Moderator(2)
Marked (3)
Neutrophilic
infiltration
No neutrophils any where in the biopsy
Scattered neutrophils in the biopsy
Foci of dense neutrophilic infiltrate with
scattred neutrophils in the rest if the biopsy
Several foci of dense inflammatory
infiltrate in the biopsy with involvement of
crypts
Nil (0)
Mild (1)
Moderate (2)
Marked (3)
Atrophy No evidence of gastric gland loss
Small areas where gastric glands have
disappeared(<25%)
25-50% of the biopsy shows loss of gastric
glands
>50% of the biopsy shows loss of gastric
glands
Nil (0)
Mild (1)
Moderate (2)
Marked (3)
Intestinal
metaplasia
No intestinal metaplasia
Focal areas intestinal metaplasia (1-4
crypts)
Multiple foci involving > 4 crypts but <
Nil (0)
Mild (1)
50% of the biopsy
Intestinal metaplasia involving > 50 % of
the biopsy specimen
Moderate (2)
Marked (3)
Masing-masing variabel diberi skor numerik atau deskriptif: 0 untuk absen, 1 untuk
ringan, 2 untuk moderate, 3 untuk berat. Nilai masing-masing spesimen dirata-rata secara
terpisah untuk masing-masing kompartemen (antrum dan korpus). Langkah selanjutnya
adalah menentukan derajat inflamasinya di 2 kompartemen gaster (antrum dan korpus)
dan untuk menentukan apakah inflamasi sama beratnya (pangastritis) atau lebih berat
pada antrum (antrum-predominant gastritis) atau korpus (corpus-predominant gastritis). 11
2.3.2 Klasifikasi secara Makroskopis
Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis erosiva dan gastritis non erosiva.
Gastritis erosiva merupakan erosi mukosa gaster disebabkan kerusakan/ defek pertahanan
mukosa. Umumnya bersifat akut, bisa dengan perdarahan, namun bisa bersifat subakut
atau kronik dengan sedikit gejala atau asimtomatis. Paling sering disebabkan oleh
NSAID, alkohol, stres. Penyebab lain yang jarang seperti radiasi, infeksi virus, injuri
vaskular, dan trauma langsung. Erosi superfisial dan lesi mukosa punktata bisa terjadi.
Erosi dalam, ulkus, bahkan perforasi terjadi pada kasus berat atau yang tidak ditangani.
Lesi khas muncul di korpus, tetapi antrum juga bisa terlibat. Ciri khas dari gastritis
erosiva adalah lesi mukosa tidak menembus lapisan mukosa muskularis. Sementara
gastritis non-erosiva mengacu pada kelainan histologis yang terutama akibat infeksi
H.pylori. Kebanyakan pasien gastritis non-erosiva asimtomatis.13
2.3.3 Klasifikasi Gastritis Berdasarkan Endoskopi
Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi gastritis komplit dengan tipe matur dan
imatur, gastritis inkomplit, serta gastritis erosif hemoragik.
Sistem diagnosis gastritis yang dikembangkan sekarang adalah gabungan antara
temuan endoskopi dan histologis yang dikenal dengan nama Sydney System. Klasifikasi
Sydney dari gastritis per endoskopi bertujuan untuk menstandarisasi laporan klasifikasi
gastritis per endoskopi berdasarkan tampilan mukosa seperti edema, punctuate and
confluent erythema, friability, punctuate and confluent exudate, flat and raised erosion,
rugal hyperplasia and atrophy, visibility of vascular pattern, punctuate and confluent
intramural bleeding spots, dan coarse nodularity. Semua hasil endoskopi dilaporkan
termasuk penilaian subjektif dari tingkat keparahan seperti ringan, sedang, berat, lalu
diklasifikasikan ke salah satu dari 8 kategori yaitu gastritis superfisial, gastritis hemoragik,
gastritis erosiva, gastritis verukosa, gastritis atrofik, gastritis metaplastik, gastritis
hiperplastik, dan gastritis khusus.14
Tabel 2.4. Temuan gastritis dari endoskopi dan kriteria diagnosisnya. 14
Fundamental types Definition according to endoscopic findings
Superficial Gastritis Findings including edema and redness (spotted, patchy, linear),
friabililty and/or exudate are observed
Hemorrhagic
Gastritis
Hemorrhage is evidenced
Erosive Gastritis Erosive changes including flat or depressed types
Verrucous Gastritis Erosive changes including elevated type
Atrophic Gastritis Findings such as color change of mucosa, visible vascular
pattern and thinning are observed
Metaplastic Gastritis Intestinal metaplasia was defined as the lesion visualized as an
ash-colored nodular change by conventional endoscopy alone
dyeing
Hyperplastic
Gastritis
Remarkable irregularity of mucosa or rugal hypertrophy of
greater curvature in corpus
Special Gastritis Congestive gastropathy: the term “portal hypertensive
gastropathy” refers to the mosaic-like pattern, congestion and
edema of the mucosa with or without red spots seen
endoscopically in patients with portal hypertension
Dengan masih menggunakan kerangka sistem Sydney, dikembangkan juga skema
grading dan staging dari gastritis.
Sydney system adalah klasifikasi dan grading gastritis yang dihasilkan oleh para
ahli di 9th World Congress of Gastroenterology di Sydney, Australia pada tahun 1990.
Para ahli mengemukakan pentingnya menggabungkan informasi topografi, morfologi,
dan etiologi untuk evaluasi diagnosis gastritis. Pada tahun 1994 di Houston, Texas,
dihasilkan The new updated Sydney system.11
2.3.4 Klasifikasi Berdasarkan Infiltrat Inflamasi
Klasifikasi ini membagi gastritis menjadi akut dan kronik. Gastritis akut
menunjukkan inflamasi yang singkat dan ditandai dengan infiltrat neutrofil, sementara
gastritis kronik menunjukkan inflamasi jangka panjang yang ditandai infiltrat sel
mononuklear terutama limfosit dan makrofag.15 Berdasarkan waktu gastritis dapat
muncul tiba-tiba ( gastritis akut ) ataupun membutuhkan waktu yang lama ( gastritis
kronik ). Gastritis akut adalah proses inflamasi akut pada mukosa lambung biasanya
berupa erosi dan hemoragik. Penyebab yang paling sering diantaranya non steroid anti
inflammatory drug ( NSAID ), kortikosteroid, paparan zat kimia seperti alkohol, kondisi
stress seperti luka bakar, miokard infark, lesi intra kranial dan periode post operatif,
kemoterapi dan iskemia. Secara endoskopi berupa hyperemia, mukosa dengan erosi
multiple, kecil dan erosi superficial dan dapat ditemukan juga ulkus. Secara mikroskopis
dapat ditemukan epitel superficial injury dan nekrosis pada kelenjar
superfisial.Perdarahan pada lamina propria dan ditemukan. Sel-sel inflamasi dijumpai
dalam jumlah kecil meskipun netrofil ditemukan lebih dominan. Pada kasus ringan pasien
biasanya asimtomatik atau hanya memiliki gejala dispepsia ringan. Pada kasus sedang
sampai berat, biasanya pasien dengan nyeri ulu hati, mual, muntah, hematemesis dan
melena. Pada kasus berat biasanya pasien telah mengalami ulkus yang dalam dan
komplikasi berupa perforasi.
Sedangkan gastritis kronik didefenisikan secara histologi berupa peningkatan
jumlah limfosit dan sel plasma pada mukosa lambung. Berdasarkan etiologi gastritis
kronik dikelompokkan menjadi tipe A, yaitu berasal dari autoimun, tipe B yaitu berasal
dari infeksi H. pylori dan beberapa kasus lain dengan etiologi yang belum jelas. Secara
endoskopi mukos menunjukkan gambaran atropi. Sedangkan secara histology ditemukan
infiltrasi sel limfosit-plasma pada daerah mukosa sel-sel parietal. Neutrofil jarang
ditemukan. Mukosa dapat menunjukkan perubahan kea rah metaplasia intestinal. Pada
stsdium akhir mukosa atropi dan sel-sel parietal tidak ditemukan namun H. pylori dapat
ditemukan. Gejala gastritis kronik dapat asimtomatik, beberapa gejala yang dapat
ditemukan berupa nyeri epigastrium ringan, mual, tidak nafsu makan. Pemeriksaan
endoskopi perlu dilakukan oleh karena gastritis kronik beresiko terhadap terjadinya ca
gaster. Pasien gastritis tipe A memiliki kelainan autoimun pada organ lain khususnya
penyakit tiroid.16
Tabel 2.5. Klasifikasi Gastritis Akut dan Kronik 1
Klasifikasi Tipe Subtipe
Kronik H.pylori related
Pernicious anemia
(auto-immune)
Granulomatous
Antral predominant gastritis
Pan gastritis
Atrophic gastritis
Lymphocytic gastritis
Granulomatous
Corpus predominant gastritis
Crohn’s, sarcoid
Miscellaneous Collagenous gastritis (same question: acute or
chronic?)
Gastritis cystica profunda
Bile reflux
Akut Granulomatous
Infectious
Eosinophilic
Drug Induced
Miscellaneous
Foreign body
Bacterial (eg Helicobacter heilmanni,
Enterococcus, Syphilis, and Typhoid), viral,
tubercular, fungal
Alcohol, cocaine, radiation, ischaemia
Stress, bile reflux (chemical gastropathy, acute or
chronic?)
2.4 Etiologi Gastritis
Berikut akan dijelaskan etiologi gastritis. Rugge, 2011 membagi etiologi gastritis
berdasarkan agen yang ditransmisikan, kimiawi, fisik, faktor imun, dan idiopatik. Rugge
juga membagi etiologi gastritis berdasarkan 3 bentuk utama antara lain gastritis
Helicobacter pylori, gastritis kimiawi, dan gastritis autoimun. Lalu Toljamo, 2012
mengelompokkan berbagai etiologi gastritis menjadi 3 kelompok yaitu agen kimiawi,
penyakit, dan faktor fisik/ mekanik. Adapun Adibi, 2014 menuliskan etiologi gastritis
menjadi 2 bagian besar yaitu gastritis Helicobacter pylori dan gastritis non Helicobacter
pylori.
2.4.1 Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang ditransmisikan, Kimiawi, Fisik,
Imun, dan Idiopatik
Berikut ditampilkan tabel etiologi gastritis yang ditulis oleh Rugge, 2011.
Tabel 2.6. Etiologi Gastritis Berdasarkan Agen yang Ditransmisikan,
Kimiawi, Fisik, Imun, dan Idiopatik. 2
Etiologi Agen Etiologi Spesifik Klinis Keterangan
Agen
yang
ditransmi
sikan
Virus
Bakteri
Fungi
Parasit
Cytomegalovirus
Virus herpes
Helicobacter pylori
M. tuberculosis
M. avian complex
M. diphteriae
Actinomyces
Spirochetes
Candida
Histoplasma
Phycomycosis
Cryptosporidium
Strongyloides
Anisakiasis
Ascaris lumbricoides
Akut
Akut
Akut/kronik
Akut?
Akut?
Akut
Akut
Akut
Akut
Akut
Akut
Akut
Akut
Akut
Akut
Non atrofik**
Non atrofik**
Non atrofik&
atrofik,tipe B***
Non atrofik*
Non atrofik*
Non atrofik*
Non atrofik*
Non atrofik*
Non atrofik**
Non atrofik*
Non atrofik*
Non atrofik*
Non atrofik*
Non atrofik*
Non atrofik*
Agen
kimiawi
(paling
sering
menyeba
bkan
gastropati
)
Lingku
ngan
(diet
dan
obat)
Faktor diet
Obat:NSAID,
ticlopidine
Alkohol
Kokain
Empedu (refluks)
Kronik
Akut
Akut
Akut
Akut/kronik
Non atrofik &
atrofik ***
Non atrofik,tipe
C***
Non atrofik,tipe
C**
Non atrofik,tipe C*
Non atrofik,tipe
C***
Agen
Fisik
Radiasi Akut/kronik Non atrofik &
atrofik*
Immuno-
mediated
Autoimun
Obat : Ticlopidine
?Gluten
Kronik
Akut
Kronik
Atrofik korpus,
tipeA**
Gastritis
limfositik**
Sensitivitas makanan
H.pylori (komponen
autoimun)
GVHD
Idiopatik
Akut/kronik
Kronik
Akut/kronik
Akut/kronik
Gastritis
eosinofilik**
Non atrofik &
atrofik
Non atrofik &
atrofik*
Idiopatik Crohn’s disease
Sarkoidosis
Wegener’s
granulomatosis
Collagenous gastritis
Kronik?
Kronik?
Kronik?
Akut
Non atrofik/atrofik
fokal**
Non atrofik/atrofik
fokal*
Non atrofik/atrofik
fokal*
Non atrofik*
Keterangan: prevalensi : *** tinggi, ** rendah, * sangat rendah
2.4.2. Etiologi Utama menurut Adibi 2014
Adibi menulis ada 2 etiologi utama dari gastritis yaitu gastritis H.pylori dan
gastritis non H.pylori .15
Berbagai macam penyebab terjadinya gastritis non H.pylori antara lain:
1.Gastritis kimiawi
i.Gastritis alkoholik
ii.Gastritis yang diinduksi obat
Obat yang berhubungan dengan gastritis antara lain acarbose, alkohol, antibiotik
(eritromisin oral), bifosfonat, herbal (garlic, ginkgo, saw palmetto, feverfew,
chaste tree berry, white willow), zat besi, metformin, miglitol, NSAID (termasuk
COX-2), opiat, orlistat, potasium klorida (KCl), teofilin. 19
iii.Gastritis refluks (empedu atau duodenal juice)
iv.Gastritis kimiawi lainnya
2.Gastritis radiasi
3.Gastritis alergi
4.Gastritis autoimun
5.Bentuk khusus gastritis, gastritis NOS/ unspecified
6.Duodenitis
2.5 Patofisiologi
2.5.1 Patofisiologi Gastritis secara Umum
Terjadinya gastritis secara umum karena ketidakseimbangan faktor agresif dan
defensif, di mana faktor agresif lebih dominan daripada faktor defensif. Yang termasuk
faktor agresif antara lain asam lambung, pepsin, refluks bilier, nikotin, alkohol, NSAID,
kortikosteroid, H.pylori, dan adanya radikal bebas. Yang termasuk faktor defensif antara
lain mikrosirkulasi mukosa, sel epitel permukaan, prostaglandin, fosfolipid, mukus,
bikarbonat, dan motilitas saluran pencernaan.17
Gambar 2.4. Patofisiologi Gastritis 18
Keterangan : (A) mukosa gaster normal akibat adanya keseimbangan antara faktor agresif
dan pertahanan mukosa. (B) pembentukan ulkus gaster karena ketidakseimbangan faktor
agresif dan faktor pertahanan mukosa.
Gambar 2.5 Perjalanan alamiah infeksi Helicobacter pylori 20
2.5.2 Patofisiologi Gastritis akibat NSAID
Beberapa sel di mukosa gaster berkontribusi terhadap produksi asam lambung.
Sel G di antrum gaster melepaskan hormon gastrin. Hormon ini bekerja pada
enterochromaffin-like cells (ECL) di korpus lambung menyebabkan pelepasan histamin.
Histamin akan menstimulasi sel parietal untuk mensekresikan asam. Hormon gastrin juga
menstimulasi secara langsung sel parietal dan meningkatkan kerja ECL serta sel parietal.
Prostaglandin merupakan faktor pertahanan yang penting untuk melindungi mukosa
gaster. Sintesis prostaglandin dipengaruhi aktivitas cyclooxygenase (COX) enzyme. Ada 2
bentuk COX yaitu COX-1 dan COX-2. COX-1 bertanggungjawab memproduksi
prostaglandin, yang secara fisiologis akan menjaga integritas mukosa dan aliran darah
mukosa. NSAID dapat menekan aktivitas COX-1, yang berakibat pada lesi mukosa
gaster.21
Aspirin, salah satu NSAID yang digunakan secara luas di klinis bisa menyebabkan
stres ulcer dan mengeksaserbasi ulkus gaster sebelumnya. Interaksi NSAID dan stres
dapat menyebabkan lesi pada gaster dengan salah satu mekanismenya adalah dengan
meningkatkan sitokin inflamasi salah satunya TNF-α .22
Gambar 2.6. Pembentukan lesi gaster akibat aspirin 22
Penggunaan analgetik berhubungan dengan erosi gaster. Dilaporkan juga jumlah
erosi gaster yang sama antara penggunaan COX-2 selektif dengan NSAID non selektif,
yaitu celecoxib vs diklofenak (Cheung et al., 2010). Banyak studi yang melaporkan ada
hubungan signifikan terjadinya gastritis dengan penggunaan NSAID. Mekanisme NSAID
menginduksi erosi antara lain dengan menghambat sintesis prostaglandin dan fosforilasi
oksidatif, mengganggu mikrosirkulasi lokal, yang berdampak terjadinya nekrosis iskemik.
Penggunaan NSAID jangka panjang pada pasien H.pylori secara signifikan menyebabkan
erosi yang lebih berat dibandingkan pada pada pasien yang tidak terinfeksi H.pylori,
namun hal ini masih kontroversi.9
2.5.3 Patofisiologi Gastritis Helicobacter pylori
Helicobacter pylori
Helicobacter pylori merupakan bakteri gram negatif, bentuk heliks, mikroaerofilik,
dengan panjang 3 mikrometer dan diameter sekitar 0,5 mikrometer. yang ditemukan
digaster. Pertama kali diidentifikasikan tahun 1982 oleh ilmuwan Australia Barry
Marshall dan Robin Warren, yang saat itu ditemukan pada pasien gastritis kronik dan
ulkus gaster. 23
Gambar 2.7 H. pylori merupakan bakteri gram-negatif dengan bentuk batang
melengkung. mempunyai flagela, yang membantu menembus lapisan mucous lambung
yang tebal. 20
Berikut akan dijelaskan mengenai faktor virulesi utama dari H.pylori
a.Cytotoxin-associated gene (cag) pathogenicity island (cagPaI)
CagPaI adalah regio DNA yang disusun oleh 30 gen yang mengkode Type IV
Secretion System (T4SS). Infeksi strain H.pylori dengan cagPaI sekitar 2x beresiko
terkena ulkus peptikum dan adenokarsinoma gaster .24
T4SS dapat menginduksi ekspresi sitokin proinflamasi ketika berinteraksi dengan
sel pejamu, dengan mekanisme yang tidak melibatkan CagA tetapi komponen dinding sel
H.pylori seperti peptidoglikan. Peptidoglikan dikenali oleh molekul pertahanan pejamu,
NOD1, dan hal ini menyebabkan aktivasi NF-κB, dan dapat meningkatkan ekspresi
sitokin proinflamasi seperti IL-8. IL-8 merupakan kemoatraktan penting untuk neutrofil
dan limfosit. Infiltrasi neutrofil pada mukosa gaster lebih berat secara signifikan pada
pasien yang terinfeksi strain cag(+) dibandingkan yang (-). Kondisi ini menunjukkan
adanya cagPaI berperan besar menginduksi inflamasi. Banyak penelitian melaporkan
adanya hubungan antara prognosis klinis dengan adanya cag. CagA meningkatkan
produksi reactive oxidative species (ROS) dan dapat menginduksi stres oksidatif terhadap
mukosa gaster .25,26,27
Gambar 2.8. Interaksi CagA dengan molekul pejamu 28
b.Vacuolating cytotoxin A (VacA)
Semua strain H.pylori memiliki gen vacA dan sekitarnya separuhnya
mensekresikan protein VacA aktif. Protein ini toksin yang dapat menginduksi
pembentukan vakuola secara masif pada sel epitel in vitro dan mengurangi proliferasi sel
T. Inhibisi sel T menyebabkan H.pylori dapat menyebabkan infeksi kronik. Toksin dapat
membentuk pori-pori pada sel epitel gaster yang mengangkut cairan interstisial bersama
urea menuju ke bakteri. Dengan cara ini bakteri mendapatkan nutrisi, mempertahankan
pH dengan mengubah urea menjadi amonia sehingga membantu H.pylori untuk tumbuh.
VacA juga berperan melonggarkan tight junction antara sel-sel dan menyebabkan
kerusakan epitel.29,30
c.Duodenal ulcer promoting gene A (dupA)
Gen dupA terutama berhubungan dengan ulkus peptikum. Pada penelitian di China
menunjukkan pasien ulkus duodenum memiliki prevalensi strain dupA positif
dibandingkan pasien Ca gaster dan ulkus gaster.Penelitian Lu et al menemukan bahwa
infeksi strain dupA+ berkaitan dengan peningkatan kadar IL-8 pada mukosa gaster dan
infiltrasi neutrofil yang lebih berat. 31,32
d.Outer inflammatory protein (oipA)
Gen oipA juga dapat menginduksi ekspresi IL-8 dari sel epitel gaster. Adanya
oipA berkorelasi dengan ulkus duodenum dan Ca gaster .33
e.Protein membran luar lainnya
Banyak protein membran luar H.pylori memungkinkan perlekatan H.pylori
terhadap sel epitel gaster, seperti BabA, SabA, HpaA, Omp18, AlpA, AlpB, dan HopZ.
BabA (blood group antigen binding adhesion A), salah satu faktor yang paling banyak
dipelajari, ditemukan pada sel epitel dan memfasilitasi kolonisasi H.pylori dan
meningkatkan respons IL-8, yang menyebabkan inflamasi mukosa.34
f.HP-NAP
HP-NAP adalah faktor lain yang dapat mengaktivasi neutrofil. HP-NAP
mengaktivasi sel mast sehingga menyebabkan pelepasan isi granul dan sitokin
proinflamasi IL-6. Faktor ini dapat menyebabkan datangnya monosit dan neutrofil ke
lokasi infeksi. HP-NAP juga dapat menginduksi respons Th1 yang kuat, induksi neutrofil
untuk memproduksi ROS dan menyebabkan inflamasi dan kerusakan sel. 35,64
H.pylori tinggal di lapisan mukus yang melapisi epitel gaster. H.pylori
mensekresikan faktor-faktor, peptida, dan lipopolisakarida yang bersifat kemotaktik
terhadap neutrofil dan monosit. In vivo, infeksi H.pylori di mukosa gaster menginduksi
produksi sitokin-sitokin IL-1β, IL-6, IL-8 dan TNF-α. IL-1 atau TNF-α saja, maupun
TNF-α bersinergis dengan IFN-γ menginduksi produksi IL-8 di sel gaster. Peningkatan
produksi IL-8 bisa disebabkan infeksi H.pylori maupun sekunder dari peningkatan kadar
IL-1 atau TNF-α. Produksi IL-8 oleh sel epitel gaster berkepanjangan dapat menyebabkan
rekruitmen neutrofil dan limfosit ke jaringan yang terinfeksi. 13
Gambar 2.9. Imunopatogenesis Infeksi H.pylori 13
H.pylori menginduksi sitokin-sitokin proinflamasi seperti IL-1β, IL-6, TNF-
α, IL-8 melalui aktivasi NF-κB. Respons inflamasi yang terjadi menyebabkan Treg
mensekresikan sitokin imunosupresif, yang mempertahankan kadar H.pylori dalam
mukosa gaster. Peran Treg dalam memodulasi respon imun pejamu selama infeksi
H.pylori telah beberapa kali dipikirkan. Treg adalah subset dari sel T yang mensupresi
respon imun pejamu dan berhubungan dengan kanker. Sel T khusus tersebut
mengekspresikan marker seperti CD4, CD25, dan FoxP3. Treg meningkatkan toleransi
terhadap antigen diri sendiri dan pada saat bersamaan memfasilitasi pertumbuhan tumor
melalui imunosupresi. Beberapa studi menyebutkan peningkatan dari TH1, TH2, Treg,
mengindikasikan keseimbangan imunomodulasi pejamu untuk inflamasi. Infeksi
H.pylori memiliki respon TH1 yang kuat yang dimediasi oleh sitokin TH1
termasuk IFN-γ, IL-12, TNF-α, dll. Kondisi inflamasi ini diseimbangkan dengan IL-10
dari Treg untuk menyebabkan infeksi kronik dengan imunosupresi parsial. 36
Gambar 2.10. Respons Inflamasi akibat Helicobacter pylori 36
Tabel 2.7. Faktor-faktor pejamu yang diregulasi oleh aktivasi NF-κB sebagai
respons terhadap infeksi H.pylori 37
H.pylory-induced
Host factors
regulated by NF-
kB activation
Role
References
IL-8 Chemotaxis for neurotrophil
and lymphocytes
(Chu et all., 2003)
iNOS Enzyme that generates cell
damaging NO
(Lim et al., 2001)
COX-2 The rate limiting enzyme in the
synthesis of prostaglandins
(Kim et al., 2001)
hBD-2 Anti-bacterial peptide (Wada et al., 2001)
MMP-9 and -7 Matrix metalloproteinases
tumour invasiveness
(Mori et al., 2003;
Wroblewski et al.,
2003)
IAP and Mel-1 Anti-apoptotic genes (Chang et al., 2004;
Maeda et al., 2002)
IL-12p40.TNF-α.
IFN-γ. IL-2.IL-6
Pro-inflammatory cytokines (Lu et al., 2005;
Takesima et al., 2009;
Toyoda et al., 2009)
VEGF.HIF-α Angiogenic growth factors (Yeo et al., 2006)
Bax Apoptotic gene (Cha et al., 2009)
PAI-2 Inhibit fibrinolysis (degradation
Of blood clots
(Varro et al., 2004)
2.6. Metode diagnostic Helicobacter pylori
Metode diagnostik untuk mendeteksi kuman H.pylori dibagi menjadi pemeriksaan
invasif dan pemeriksaan non invasif. Beberapa metode telah dikembangkan untuk
mendeteksi keberadaan infeksi kuman H.pylori, yang dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 2. 8. Pemeriksaan diagnostik untuk Helicobacter pylori 38
Test Sensitivity(%) Specificity(%) Comments
Nonivasive
Serologi ELISA 85 79 Detect exposure to
H.pylori but cannot
be used to confirm
succesfull cure after
treatment
Urea breath test 95-100 91-98 Recommended for
Both screening and
confirming cure,
Recent use of
antibiotics and
PPIs can increase
false-negative
results.
H.pylori stool 91-98 91-99 Can be used for initial
Antigen test diagnosis and to
Confirm succesfull
cure
Invasive
Endoscopy with
Biopsy
* Histology >95 95-98 Widely used method
of diagnosis during
endoscopy,sensitivity
is improved by takin
at least 2 biopsies
from antrum and 1
From body of
stomach
*Rapid urease test 93-97 95-100 Reduce accuracy
CLO Reported among
patients with GI
Bleeding
*Culture 70-80 100 Technically
Demanding,sensitiviti
Varies among
laboratories
H.pylori dapat dideteksi dari endoskopi melalui histologi, kultur, maupun tes
urease, dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Semua metode berbasis
biopsi tersebut dapat mengalami kesalahan pengambilan sampel karena infeksi tersebut
bersifat patchy. Sekitar 14% pasien tidak mengalami infeksi di antrum namun memiliki
H.pylori di suatu tempat di lambung, terutama jika pasien tersebut mengalami atrofi
gaster, metaplasia intestinal, ataupun refluks empedu. Selain itu, pasca-eradikasi dengan
efektivitas parsial, infeksi dalam kadar rendah dapat terlewatkan pada biopsi melalui
endoskopi. Hal ini menimbulkan overestimasi efikasi eradikasi dan tingkat reinfeksi.
Penghambat pompa proton mempengaruhi pola kolonisasi H.pylori di lambung dan
mengurangi akurasi biopsi di antrum. Oleh karena itu, pedoman konsensus
merekomendasikan untuk dilakukan biopsi multipel dari antrum dan korpus untuk
histologi dan satu untuk metode lain (baik kultur maupun pemeriksaan urease). 39
2.6.1Pemeriksaan invasive
1. Histologi. Meskipun H.pylori dapat dikenali dari bagian yang diwarnai dengan
hematoksilin dan eosin saja, dibutuhkan pengecatan tambahan (seperti Giemsa,
Genta, Gimenez, perak Warthin-Starry, violet Creosyl) untuk mendeteksi infeksi
dalam kadar rendah dan untuk menunjukkan karakteristik morfologi H.pylori.
Keuntungan pemeriksaan secara histologi selain dapat disimpan, irisan dari biopsi
dapat diperiksa kapanpun; dan adanya gastritis, atrofi, ataupun metaplasia
intestinal dapat pula diperiksa. Spesimen biopsi dari bagian lain lambung dapat
disimpan dalam formalin untuk diproses hanya jika histologi antrum tidak dapat
disimpulkan. 39
2. Kultur. Isolasi mikrobiologi adalah baku emas teoritis untuk identifikasi infeksi
bakteri, namun kultur H.pylori kurang dapat dipercaya. Risiko pertumbuhan
berlebih maupun kontaminasi membuatnya kurang sensitif, dan metode ini adalah
metode yang paling tidak mudah dikerjakan bersama endoskopi. Meskipun hanya
sedikit pusat kesehatan yang secara rutin menawarkan isolasi mikrobiologis
H.pylori, prevalensi strain multiresisten membuat metode kultur dan uji
sensitivitas terhadap antibiotik menjadi persyaratan bagi pasien dengan infeksi
persisten dengan kegagalan terapi.39
3. Uji urease. Metode ini bersifat cepat dan sederhana untuk deteksi infeksi
H.pylori namun hanya menunjukkan ada atau tidaknya infeksi. Pemeriksaan CLO
dan pemeriksaan urease yang lebih murah ternyata memiliki sensitivitas dan
spesifisitas yang serupa. Namun, sensitivitas pemeriksaan urease seringkali lebih
tinggi dibanding metode berbasis biopsi karena seluruh spesimen biopsi
ditempatkan di dalam media sehingga dapat menghindari sampel tambahan
ataupun kesalahan proses terkait histologi maupun kultur. Sensitivitas
pemeriksaan urease biopsi terlihat jauh lebih rendah (sekitar 60%) pada pasien
dengan perdarahan saluran cerna atas. Namun kondisi tersebut dapat diperbaiki
dengan menempatkan beberapa sampel biopsi di dalam satu vial untuk
pemeriksaan. 39
2.6.2 Pemeriksaan non-invasif
1. Serologi. Infeksi H.pylori menimbulkan respon mukosa lokal dan antibodi
sistemik. Antibodi IgG terhadap H.pylori dalam sirkulasi dapat dideteksi melalui
antibodi enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) atau uji aglutinasi lateks.
Pemeriksaan tersebut umumnya sederhana, reprodusibel, tidak mahal, dan dapat
dilakukan terhadap sampel yang disimpan. Metode ini banyak digunakan dalam
studi epidemiologi, termasuk studi retrospektif untuk menentukan prevalensi
maupun insiden infeksi. Individu sangat bervariasi terkait respon antibodi
terhadap antigen H.pylori, dan tidak ada antigen yang sama yang dapat dikenali
melalui serum dari semua subyek. Oleh karena itu akurasi pemeriksaan serologis
bergantung kepada antigen yang digunakan sehingga penting untuk melakukan
validasi lokal terhadap ELISA H.pylori. Pada orang tua dengan infeksi yang telah
berlangsung lama, gastritis atrofi dikaitkan dengan hasil negatif palsu. Konsumsi
obat anti-inflamasi non-steroid juga dilaporkan mempengaruhi akurasi ELISA.
Titer antibodi turun secara perlahan pasca-keberhasilan eradikasi sehingga
serologi tidak dapat digunakan untuk menentukan eradikasi H.pylori ataupun
untuk menentukan tingkat reinfeksi. Meskipun titer antibodi IgM terhadap
H.pylori menurun seiring bertambahnya usia, tidak ada assay yang menunjukkan
akuisisi baru. Karena infeksi ini biasanya asimtomatik, sulit untuk
mengidentifikasi dan menegakkan jalur transmisi. Keuntungan metode serologi
adalah perkembangan uji finger prick yang menggunakan assay fase solid terfiksir
untuk mendeteksi adanya imunoglobulin H.pylori. Near patient test (NPT) dapat
dilakukan di pusat kesehatan primer dan lebih sederhana dibanding 13C-urea
breath test yang merupakan satu-satunya NPT yang digunakan saat ini. Namun
akurasi NPT serologis lebih rendah dibanding yang dilaporkan untuk pemeriksaan
ELISA standar menggunakan preparat antigen yang sama. Pemeriksaan ini sering
digunakan untuk menenangkan pasien, namun saat ini belum ada studi yang
membandingkan akurasi, efektivitas biaya, dan nilai jaminan dari 13C-urea breath
test dengan NPT serologis di pusat kesehatan primer.39
Tabel 2.9 Perbandingan ketersediaan, dan biaya pemeriksaan infeksi
Helicobacter pylori 39
Tes Ketersediaan Biaya
Invasif
Histologi
Kultur
Tes urease
Non-invasif 13C-UBT
+ + + +
+ +
+ + + +
+ + + +
>>>>
>>>
>>>
>>>
14C-UBT
Serologi
ELISA
NPT
Antigen feses
+ + +
+ + +
+ + + +
+ +
>>
>
>>
>>
2. Urea breath test (UBT). Deteksi non-invasif terhadap H. pylori melalui uji 13C-
urea breath test memiliki prinsip dasar yaitu larutan yang dilabel urea dengan
karbon-13 akan dihidrolisasi secara cepat di sepanjang mukosa lambung dan
melalui sirkulasi sistemik, diekskresikan sebagai 13CO2 dalam udara ekspirasi.
Pemeriksaan ini mendeteksi infeksi saat ini dan tidak bersifat radioaktif, dapat
digunakan sebagai uji skrining untuk H.pylori, menilai eradikasi, dan mendeteksi
infeksi pada anak. Pemeriksaan 14C-urea breath test mirip dengan 13C-urea breath
test namun bersifat radioaktif dan tidak dapat dilakukan di pusat kesehatan primer. 39
3. Faecal antigen test. Dalam pemeriksaan antigen di feses, ELISA sandwich
sederhana digunakan untuk mendeteksi keberadaan antigen H. pylori yang
terbungkus feses. Studi melaporkan sensitivitas dan spesifisitas yang mirip dengan 13C-urea breath test (>90%), dan teknik ini berpotensi untuk dikembangkan
sebagai NPT. Keutungan utama dari pemeriksaan ini adalah dalam studi
epidemiologi berskala besar terhadap akuisisi H. pylori pada anak.39
2.7 Hubungan Sitokin Inflamasi dengan Gastritis
2.7.1 Sitokin Inflamasi terhadap Gastritis non H.pylori
Kadar serum sitokin seperti IL-6, TNF-α, IL-1β, dan IFN-γ pada pasien yang
mengalami inflamasi lebih tinggi daripada individu normal. Penurunan kadar IL-6 dan
TNF-α merupakan petunjuk terjadinya perbaikan inflamasi. IL-6 disekresikan oleh sel T
dan makrofag untuk menstimulasi respons imun terutama selama ada kerusakan jaringan
yang menyebabkan terjadinya inflamasi. IL-6 juga berperan dalam melawan infeksi.
TNF-α merupakan sitokin yang terlibat dalam inflamasi sistemik dan termasuk kelompok
sitokin yang menstimulasi reaksi akut. TNF-α menginduksi apoptosis dan inflamasi. IL-6
dan TNF-α berperan dalam lesi di lambung. 41
Injuri gaster akibat kimiawi seperti NSAID bisa menyebabkan peningkatan
ekspresi mediator inflamasi seperti TNF-α, IL-1β, maupun IL-8. Penelitian Lee et al pada
tikus menemukan pemberian indometasin secara signifikan meningkatkan ekspresi TNF-
α, IL-1β, IL-8 pada sel epitel gaster. Hal ini mengkorfirmasi mediator inflamasi berperan
dalam kerusakan sel epitel gaster akibat indometasin. Menurut Tanigawa T, et al
pemberian PPI bisa menurunkan produksi TNF-α dan IL-1β. Jadi PPI memiliki efek anti
inflamasi dengan menekan secara langsung induksi TNF-α dan IL-1β melalui inhibisi
NF-κB dan aktivasi ERK pada sel-sel inflamasi. Penelitian Tanigawa T, et al dan Lee
HJ, et al mengkonfirmasi bahwa pada erosi gaster terjadi peningkatan sitokin-sitokin
inflamasi. 42,43
Gastritis kimiawi/ gastropati seperti NSAID memiliki berbagai patogenesis/
mekanisme yang menyebabkan cedera seperti inhibisi prostaglandin, efek toksik langsung
dari NSAID, dan stimulasi sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-1β, IL-6, IL-8, IFN-γ
dan infiltrasi sel-sel inflamasi di lamina propria yang menyebabkan penurunan aliran
darah mukosa, hipoksia, dan penurunan pertahanan mukosa. 44
Pada percobaan terhadap model tikus yang terkena gastritis akibat diinduksi oleh
HCl/etanol, terjadi peningkatan kadar serum dari IL-6 dan TNF-α. Adanya penurunan
sitokin proinflamasi ini setelah mendapatkan gastroprotektor.41
Penelitian Eamlamnam K, et al pada lesi gaster akut yang diinduksi asam asetat
terjadi peningkatan leukosit, TNF-α, dan penurunan IL-10. Sehingga saat terjadi proses
penyembuhan terjadi penurunan TNF-α dan leukosit serta peningkatan kadar IL-10. Pada
inflamasi gaster kronik terjadi peningkatan IL-10 yang secara simultan mengurangi
inflamasi jaringan gaster. Peningkatan IL-10 sebagai sitokin antiinflamasi guna menekan
inflamasi di gaster. 46
Naito Y, et al dan Jainu M, et al melaporkan bahwa inflamasi gaster mukosa
akibat aspirin akibat peningkatan produksi TNF-α dan IL-1 yang berdampak pada
akumulasi neutrofil. 47,48
Iskemiapun menginduksi lesi gaster, kemungkinan akibat banyak pembentukan
radikal bebas, tetapi peranan sitokin proinflamasi seperti IL-1β dan TNF-α dalam proses
penyembuhan lesi ini belum dipelajari mendalam. Konturek PC, et al melakukan
percobaan pada tikus menemukan bahwa lesi gaster dimediasi oleh pembentukan radikal
bebas, menyebabkan supresi mikrosirkulasi gaster dan aktivitas sekresi dari gaster. Serta
terjadi peningkatan superoksida dismutase dan pelepasan IL-1β dan TNF-α bisa
mengaktivasi ekspresi ICAM-1 dan infiltrasi neutrofil, yang berperan penting dalam
progresivitas iskemia yang menginduksi erosi gaster akut menjadi ulkus kronis. 65
2.7.2 Sitokin Inflamasi terhadap Gastritis H.pylori
H. pylori yang menginfeksi kurang lebih 50% penduduk di seluruh dunia, yang
menyebabkan inflamasi lambung kronis yang akan menjadi atrofi, metaplasia, displasia
dan akhirnya kanker lambung. 50
Inflamasi kronis tersebut melibatkan netrofil, limfosit (sel T dan B), sel plasma,
dan makrofag, sesuai dengan tingkat degenerasi dan kerusakan selnya (Israel, 2001).
Mekanisme inflamasi lainnya melalui kontak langsung dengan sel epitel lambung dan
merangsang pembentukan serta pelepasan sitokin inflamasi. Adanya inflamasi karena H
pylori dapat ditunjukkan dengan peningkatan IL-1β, IL-2, IL-6, IL-8 dan TNF-α . 51
Inflamasi lambung ditemukan bervariasi pada pasien yang terinfeksi dengan H
pylori tergantung dari respon imun pejamu terhadap organisme. Mekanisme inflamasi
terhadap infeksi H pylori melibatkan respon imun spesifik dan imun non spesifik, seperti
terlihat pada gambar di bawah ini. Proses tersebut juga akan menimbulkan keluarnya
mediator sitokin, pada gastritis karena H pylori, seperti pada gambar 11 di bawah.52
Gambar 2.11. Respons Inflamasi akibat Helicobacter pylori 53
Tabel 2.10. Sitokin yang dihasilkan sebagai implikasi dari gastritis H.
pylori 52
Mediator Usual actions
Cytokines
TNFα Pro-inflamatory (activation of leukocytes)
IL-1αβ Pro-inflamatory (activation of leukocytes)
IL-6 Pro-inflamatory, B- and T-cell
activation/differentiation
IL-7 T- and B-cell regulation
IL-10 Immune down-regulation
IL-12 Stimulation of Th 1 response
IFN-γ Pro-inflamatory, especially cellular immunity
GM-CSF Pro-inflamatory, maturation factor
Chemokines
IL-8 Nuetrophil recruitment and activation
GRO-α Nuetrophil recruitment and activation
RANTES Mononuclear cell recruitment and activation
MIP-1α Mononuclear cell recruitment and activation
TNF-α berperan untuk meningkatkan reaksi inflamasi dan diyakini berperan
penting dalam kerusakan mukosa gaster akibat H.pylori. TNF-α menyebabkan kaskade
inflamasi terhadap infeksi, respons inflamasi berlebihan di mukosa gaster yang
berhubungan dengan inhibisi sekresi asam lambung dan kerentanan yang lebih tinggi
terhadap Ca gaster. 54
Infeksi H.pylori berkontribusi terhadap rekrutmen neutrofil dan limfosit yang
menyebabkan kerusakan epitel melalui pelepasan sitokin, salah satunya TNF-α. Bodger
K, et al melaporkan bahwa ada hubungan signifikan antara IL-6, IL-8, TNF-α pada pasien
yang terinfeksi H.pylori. Sitokin ini berkorelasi dengan derajat inflamasi dan aktivitas
neutrofil, di mana makin tinggi kadar sitokin sebanding dengan peningkatan derajat
inflamasi dan aktivitas neutrofil. 52
Sementara IL-10 yang merupakan sitokin anti inflamasi dapat mengurangi
inflamasi dan efek sitotoksik dari sitokin-sitokin proinflamasi (Holck et al., 2003).
Lebih lanjut IL-10 dapat menghambat perlengketan monosit ke sel endotel. IL-10
diketahui bekerja menurunkan aktivitas sel imun dan inflamasi seperti sel T dan
neutrofil. Semua data ini menunjukkan IL-10 potensial menekan inflamasi dan
mendukung kolonisasi H.pylori yang lebih lama pada mukosa gaster.37,55,56
2.7.3 Interleukin 8
IL-8 adalah kemokin yang diproduksi oleh monosit, limfosit T, neutrofil, sel
endotel vaskular, fibroblas dermis, keratinosit, hepatosit dan sel kanker gaster manusia.
Pada manusia IL-8 ini dikode oleh gen IL-8. IL-8 bersifat kemotaktik terhadap limfosit T
dan basofil serta neutrofil in vitro. Selain itu, IL-8 dapat menginduksi neutrofil untuk
melepaskan enzim lisosom. IL-8 ini tidak terdeteksi pada plasma orang dewasa normal .57
IL-8 merupakan salah satu faktor penting yang menyebabkan influks neutrofil
menuju sel-sel yang terinfeksi dan jumlah IL-8 diekspresikan oleh sel epitel gaster
sebagai respons terhadap H.pylori yang cukup untuk menginduksi kemotaksis neutrofil.58
Penelitian in vivo dan in vitro menunjukkan adanya peningkatan kadar IL-8 yang
berhubungan dengan infeksi H.pylori.59,60,61 Induksi ekspresi IL-8 dimediasi melalui NF-
κB dan proten activator-1 (AP-1).62 H.pylori secara langsung akan melakukan up regulasi
ekspresi mesenger RNA dari IL-8 dan protein IL-8 pada sel epitel.63
2.8 Hubungan IL-8 dengan gastritis H.pylori
Galur H. pylori mengekspresikan tiga faktor virulensi. Salah satu faktor virulensi
yang banyak diteliti adalah protein CagA yang disandi oleh gen cagA. Infeksi oleh galur
yang menghasilkan cagA berhubungan dengan produksi interleukin 8 ( IL-8 ) yang lebih
banyak dan menimbulkan derajat inflamasi yang lebih berat.63
IL-8 sebagai novel sitokin yang mengaktivasi neutrofil pada pasien yang terinfeksi
H. pylori. IL-8 merupakan mediator potensial pada respon inflamasi. Sebagai kemotaktik
yang potensial, IL-8 dapat mengaktivasi degranulasi leukosit polimorfonuklear (PMN ),
respiratory burst dan jalur 5-lipooksigenase, IL-8 dihasilkan oleh berbagai sel imun dan
non imun termasuk monosit/ makrofag, sel endotel, fibroblast, sel hepatosit dan PMN.
Galur H pylori yang mengandung cag-PAI ( menghasilkan cag A ) menimbulkan respon
IL-8 yang lebih kuat dibandingkan yang tidak.64
Beberapa penelitian tentang hubungan status CagA, kadar IL-8 mukosa gaster dan
derajat inflamasi mukosa menunjukkan hasil yang beragam. Penelitian yamaoka,et al.
menunjukkan derajat severitas yang lebih berat pada H. pylori positif daripada yang
negatif. Infiltrasi PMN dan MN lebih berat pada galur dengan CagA positif. Kadar IL-8
mukosa gas berhubungan derajat severitas yang lebih berat secara signifikan pada galur
dengan CagA positif. CagA positif berhubungan kuat dengan tingginya kadar IL-8
mukosa gaster. Infiltrasi sel MN berkolerasi signifikan ddengan kadar IL-8. 33
Infeksi H.pylori berkontribusi terhadap rekrutmen neutrofil dan limfosit yang
menyebabkan kerusakan epitel melalui pelepasan sitokin, salah satunya TNF-α. Bodger
K, et al melaporkan bahwa ada hubungan signifikan antara IL-6, IL-8, TNF-α pada pasien
yang terinfeksi H.pylori. Sitokin ini berkorelasi dengan derajat inflamasi dan aktivitas
neutrofil, di mana makin tinggi kadar sitokin sebanding dengan peningkatan derajat
inflamasi dan aktivitas neutrofil .52
Xuan, et al. tahun 2005 mendapatkan kadar IL-8 mukosa metode ELISA yang
lebih tinggi pada derajat gastritis yang lebih berat (infiltrasi neutrofil, infiltrasi
mononuklear dan atrofi. 7
Penelitian Andersen et al mendapatkan bahwa IL-8 dan IL-10 meningkat secara
signifikan pada derajat inflamasi yang lebih berat dan tingkat kepadatan H.pylori yang
makin banyak .8
Holck et al melaporkan adanya hubungan signifikan antara IL-8 dan IL-10
dengangastritis maupun tingkat kepadatan H.pylori. Aktivitas sitokin IL-8 dan IL-10
meningkatpada pasien yang terinfeksi H.pylori. IL-8 ditemukan meningkat pada separuh
pasien H.pylori, dibandingkan dengan 25% pada pasien yang tidak terinfeksi H.pylori .25
Gambar 2.12 Interaksi antara pathogen-host di dalam patogenesis infeksi
Helicobacter pylori .20
Pasien Abdominal
Dispepsia
GastritisCL
Endoskopi: mukosamengalami edema, eritema (spotted, patchy,
Biopsi
CLO test: gel tetapkuning (negatif)/ berubahwarnamenjadimerah (positif)
Hubungan IL-8pada gastritis H. pylori (+) Hubungan IL-8padagastritis H. pylori (-)Hubungan IL-8padagastritis H. pylori (+)
Wawancara PADYQ: kuesioner dengan 11 pertanyaan yang mengevaluasi gejala nyeri
epigastrium, mual, muntah, perut kembung, dan early satiation. Gejala nyeri epigastrium,
mual, perut kembung bagian atas dinilai intensitas, durasi, dan frekuensi; sementara muntah dan early satiationdinilai frekuensi.
Biopsi dilakukan pada tempat kurvatura mayor dan minor antrum.
H. pylori (+) H. pylori (-)
IL-8
IL-8
Bakteri gram (-), berkolonidi gastermanusia,,memi
i fl i