Post on 23-Feb-2020
4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Proses Produksi
Prosesadiartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana
sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang
ada diubah untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk
menciptakan atau menambah kegunaan barang atau jasa. (Assauri, 1995)
Proses juga diartikan sebagai cara, metode ataupun teknik
bagaimana produksi itu dilaksanakan. Produksi adalah kegiatan untuk
menciptakan danan menambah kegunaan (utility) suatu barang dan jasa.
Proses produksi adalah suatu cara, metode ataupun teknik menambah
kegunaan suatu barang dan jasa dengan menggunakan faktor produksi
yang ada. (Ahyari 2002)
Pada industri manufaktur, proses produksi bisa terhambat ataupun
kurang efisien jika selama proses produksi tersebut masih terdapat
kegiatan-kegiatan yang tidak memberikan nilai tambah (non value added).
Kegiatan-kegiatan tersebut biasanya terjadi karena adanya pemborosan
(waste) yang terjadi selama proses produksi berlangsung. Dengan
menggunakan pendekatan metode Lean Six Sigma, diharapkan mampu
mereduksi waste yang terjadi selama proses produksi berlangsung.
2.2 Lean
Lean pertama kali diperkenalkan oleh Toyota dan dikenal dengan
Toyota Production System. Sistem Produksi Toyota. Lean manufacturing
merupakan metode untuk meningkatkan responsiveness melalui usaha
pengurangan waste (Najib, 2014).
Menurut (Gaspersz, 2007) Lean adalah suatu cara yang dilakukan
secara terus – menerus agar suatu pemborosan (waste) dapat dihilangkan
dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan/atau
5
jasa) agar dapat menyerahkan nilai kepada pelanggan (customer value).
Dalam (Dictionary, 2005) menjelaskan Lean sebagai suatu filosofi bisnis
yang berlandaskan pada minimasi penerapan sumber – sumber daya
(termasuk waktu) dalam beragam kegiatan perusahaan. Lean berpusat pada
identifikasi dan menghilangkan kegiatan – kegiatan tidak bernilai tambah
(non – value – adding activities) dalam desain, produksi (untuk dibidang
manufaktur) atau operasi (untuk bidang jasa), dan supply chain
management, yang berhubungan langsung dengan pelanggan.
(Worley, 2004) memberikan pengertian yang lebih sederhana,
yaitu lean merupakan mengeliminasi limbah sistematis oleh seluruh
anggota organisasi di seluruh bagian rantai nilai.
Dari berbagai macam pengertian lean maka dapat disimpulkan
bahwa lean adalah suatu konsep operasional suatu perusahaan bertujuan
mengeliminasi pemborosan (waste) dan menghasilkan nilai lebih dalam
proses produksi dengan target untuk peningkatan kualitas dan kecepatan
kepada konsumen.
2.2.1 Prinsip Dasar Lean
Menurut Gaspersz (2007) terdapat lima prinsip dasar Lean, yaitu :
1. Mengidentifikasi nilai produk (barang/jasa) berdasarkan
prespektif pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk
(barang/jasa) berkualitas superior, dengan harga yang
kompetitif dan penyerahan yang tepat waktu
2. Mengidentifikasi value stream process mapping (pemetaan
proses pada valuestream) untuk setiap produk (barang/jasa).
3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari
semua aktivitas sepanjang proses value stram itu.
4. Mengorganisasikan agar material, informasi dan produk itu
mengalir secara lancar dan efisien sepanjang proses value
stream menggunakan sistem tarik (pull system).
6
5. Terus-menerus mencari berbagi teknik dan alat peningkatan
(improvement tools dan techniques) untuk mencapai
keunggulan dan peningkatan terus-menerus.
2.3 Waste
Waste dapat didefinisikan sebagai segala aktivitas kerja yang tidak
memberikan nilai tambah dalam proses transformasi input menjadi output
sepanjang value stream mapping (Gaspersz, 2007)
Berdasarkan perspektif Lean, semua jenis pemborosan yang
terdapat sepanjang proses value stream, yang mentransformasikan input
menjadi output, harus dihilangkan guna meningkatkan nilai produk
(barang/jasa) dan selanjutnya meningkatkan customer value.
2.3.1 Jenis-jenis Waste
Pada dasarnya dikenal dua kategori utama pemborosan,
yaitu Type One Waste dan Type Two Waste.Type One Waste adalah
aktivitas kerja yang tidak menciptakan nilai tambah dalam proses
transformasi input menjadi output di sepanjang value stream,
namun aktivitas itu pada saat sekarang tidak dapat dihindarkan
karena berbagai alasan. Misalnya, aktivitas inspeksi dan
penyortiran dari perspektif Lean merupakan aktivitas tidak bernilai
tambah sehingga merupakan waste, namun pada saat sekarang kita
masih membutuhkan inspeksi dan penyortiran karena mesin yang
digunakan sudah tua sehingga tingkat keandalannya berkurang.
Demikian pula pengawasan terhadap orang, misalnya, merupakan
aktivitas tidak bernilai tambah berdasarkan perspektif Lean,namun
pada saat sekarang kita masih harus melakukannya, karena orang
tersebut baru saja direkrut oleh perusahaan sehingga belum
berpengalaman. Dalam jangka panjang Type One Waste harus
dapat dihilangkan atau dikurangi
7
Type Two Waste merupakan ativitas yang tidak
menciptakan nilai tambah dan dapat dihilangkan dengan segera.
Misalnya, menghasilkan produk cacat (defect) atau melakukan
kesalahan (error) yang harus dapat dihilangkan dengan segera.
Type Two Waste sering disebut sebagai Waste saja, karena benar-
benar merupakan pemborosan yang harus dapat diidentifikasi dan
dihilangkan dengan segera.
Berikut adalah tujuh jenis waste, yaitu :
1. Overproduction
Stasiun kerja atau unit kerja sebelumnya memproduksi
terlalu banyak sehingga mengakibatkan terganggunya
aliran material dan inventory berlebih
2. Waiting
Kondisi dimana tidak terdaat aktivitas yang terjadi pada
produk, maupun pekerja (misal: operator menunggu
material atau part yang akan diproses, material atau part
menunggu untuk diproses, operator menunggu instruksi
kerja, dsb) sehingga mengakibatkan waktu tunggu lebih
lama
3. Excessive Transportation
Proses perpindahan baik manusia, material atau produk
yang berlebihan sehingga mengakibatkan pemborosan
waktu, tenaga dan biaya
4. Inappropriate Processing
Kesalahan proses produksi yang disebabkan oleh
kesalahan penggunaan mesin atau tool atau diakibatkan
kesalahan prosedur, operator maupun sistem
5. Unnecessary Inventory
Dapat berupa penyimpanan inventory melebihi volume
gudang yang ditentukan, material yang rusak karena
8
terlalu lama disimpan atau terlalu cepat dikeluarkan dari
tempat penyimpanan, material yang sudah kadaluarsa
6. Unnecessary Motion
Berhubungan dengan kondisi lingkungan kerja yang
dapat mempengaruhi performasi operator. Kondisi ini
umumnya diakitkan dengan tata letak tool atau mesin
terhadap benda kerja sehingga operator melakukan
gerakan berlebih pada aktivitas kerjanya (misalnya
terlalu banyak membungkuk, berjongkok)
7. Defects
Yaitu pengerjaan ulang (revisi atau rework) pada
produk maupun pada desain serta pada cacat produk
yang dihasilkan.
2.3.2 Big Picture Mapping
Menurut Hines and Taylor (2000) big picture mapping
digunakan untuk menggambarkan secara lengkap aliran proses
yang meliputi aliran fisik material dan aliran informasi
yangmenyertainya dan juga menggambarkan interaksi antar elemen
yang terdapat pada aliran tersebut.
Penggambaran big picture mapping ini bertujuan untuk
lebih memahami sistem yang diamati dan untuk memudahkan
dalam mencari potensi – potensi pemborosan, penyebab, akibat
serta solusi yang mungkin dapat diterapkan. Untuk
menggambarkan big picture mapping diperlukan data –data aliran
fisik dan informasi beserta data – data pendukungnya, seperti data
biaya, waktu, interaksi dan sebagainya (Dewi, 2014).
Big picture mapping merupakan sebuah tool yang biasa
digunakan pada lean manufacturing untuk mengidentifikasi waste
dalam proses manufaktur pada sebuah perusahaan (McWilliams &
Tetteh, 2008).
9
Menurut Womack & Jones (2003), value stream mapping
adalah semua kegiatan (value added atau non-value added) yang
dibutuhkan untuk membuat produk melalui aliran proses produksi
utama. Value stream dapat mendiskripsikan kegiatan-kegiatan
seperti product design, flow of product, dan flow of information
yang mendukung kegiatan-kegiatan tersebut. Value stream
mapping atau juga sering dikenal denga Big Picture Mapping
merupakan alat yang digunakan untuk menggambarkan sistem
secara keseluruhan dan value stream yang ada didalamnya. Alat ini
menggambarkan aliran material dan informasi dalam suatu value
stream. Berikut adalah contoh dari Big picture mapping pada lantai
produksi:
Gambar 2.1 Big Picture Mapping
Sumber: Hines dan Taylor. 2000. Going Lean
Merancang aliran material pada big picture map perlu
diawali dengan proses yang paling memiliki hubungan dengan
10
pelanggan, seperti pada departemen pengiriman kemudian menuju
proses produksi awal. Aliran material digambar pada bagian bawah
peta. Tiap – tiap proses diiringi segala informasi penting seperti
lead time, tingkat inventori, cycle time dan pergantian waktu.
Bagian kedua dari big picture map yaitu aliran informasi yang
menujukkan berapa banyak tiap – tiap proses akan menjalankan
proses yang bersifat value adding terhadap produk akhir. Di bagian
atas peta dari kanan ke kiri menggambarkan aliran informasi dan
dihubungkan ke aliran material yang sebelumnya telah digambar.
Sesudah selesai menggambar peta, pada bagian bawah kotak
proses menggambarkan timeline yang menyarakan lead time
produksi. Lalu waktu untuk value adding yang menjelaskan total
waktu proses untuk tiap – tiap proses juga ditambahkan. Lead time
dijumlah dengan cara waktu komponen yang akan menunggu pada
setiap mesin ditotal dengan waktu tunggu selesai untuk semua
proses. Untuk membuat big picture mapping harus diperhatikan
simbol-simbol yang digunakan, seperti pada tabel 2.1 dibawah ini
Tabel 2.1 Simbol-simbol dalam Value Stream Mapping
Simbol Proses dalam Value Stream Mapping
Simbol ini merepresentasikan Supplier bila diletakkan di kiri
atas, yakni sebagai titik awal yang umum digunakan dalam
penggambaran aliran material. Sementara gambar akan
merepresentasikan Customer bila ditempatkan di kanan atas,
biasanya sebagai titik akhir aliran material.
Simbol ini menyatakan proses, operasi, mesin atau departemen
yang dilalui aliran material. Secara khusus, untuk menghindari
pemetaan setiap langkah proses yang tidak diinginkan, maka
simbol ini biasanya merepresentasikan satu departemen dengan
aliran internal yang kontinu
11
Simbol ini merepresentasikan pergerakan raw material dari
supplier hingga menuju gudang penyimpanan akhir di pabrik.
Atau pergerakan dari produk akhir di gudang penyimpanan
pabrik hingga sampai ke konsumen.
Simbol ini memiliki lambang-lambang di dalamnya
menyatakan informasi/data yang dibutuhkan unuk menganalisis
dan mengamati sistem. C/T adalah waktu siklus yang
dibutuhkan untuk memproduksi satu barang sampai barang yang
akan diproduksi selanjutnya datang. C/O adalah changeover
time yang merupakan waktu pergantian produksi satu produk
dalam suatu proses untuk yang lainnya. Uptime adalah
persentase waktu yang tersedia pada mesin untuk proses.
Simbol ini menunjukkan keberadaan suatu inventory diantara
dua proses. Ketika memetakan current state, jumlah inventory
dapat diperkirakan dengan satu perhitungan cepat, dan jumlah
tersebut dituliskan dibawah gambar segitiga. Jika terdapat lebih
dari satu akumulasi inventory, gunakan satu lambang untuk
masing-masing inventory. Lambang ini juga dapat digunakan
untuk merepresentasikan penyimpanan bagi raw material dan
finished goods
Simbol ini melambangkan sebuah persediaan “hedge” (safety
stock) yang mengatasi masalah seperti downtime, untuk
melindungi sistem dalam mengatasi fluktuasi pemesanan
konsumen secara tiba-tiba atau terjadinya kerusakan pada
sistem.
Simbol ini berarti pengiriman yang dilakukan dari supplier ke
konsumen atau pabrik ke konsumen dengan
menggunakan pengangkutan eksternal (di luar pabrik).
Simbol Informasi dalam Value Stream Mapping
12
Simbol ini merepresentasikan operator. Lambang ini
menunjukkan jumlah operator yang dibutuhkan untuk
melakukan suatu proses.
Menunjukkan waktu yang memberikan nilai tambah (cycle
times) dan waktu yang tidak memberikan nilai tambah (waktu
menunggu). Gunakan lambang ini untuk menghitung Lead Time
dan Total Cycle Time.
(Sumber : Rother, M dan Shook, J. 2003. Learning to See, Value Stream Mapping
to Create Value and Eliminate Muda. The Lean Enterprise Institute, Inc)
2.3.3 Metode Borda
Metode Borda merupakan metode voting yang dapat
menyelesaikan pengambilan keputusan kelompok, dimana dalam
penerapannya masing-masing decision maker memberikan
peringkat berdasarkan alternatif pilihan yang ada (Ilham, 2017).
Metode Borda juga mampu menyatukan setiap keputusan yang
dihasilkan oleh masing-masing pengambilan keputusan (Hamka,
Utami et al. 2014)
Menurut Kurniawan dan Supriyanto (2011) metode Borda
adalah suatu metode memberikan peringkat di dalam kuisioner
yang telah disebar untuk mengidentifikasi waste dominan. Menurut
Cheng dan Deek (2009) Borda merupakan suatu metode
pemungutan suara (voting) yang digunakan pada pengambilan
keputusan kelompok. Borda menentukan pemenang dengan
memberikan sejumlah poin tertentu untuk masing-masing kandidat.
Selanjutnya pemenang akan ditentukan oleh banyaknya jumlah
poin yang dikumpulkan kandidat. Metode Borda ditemukan oleh
Jean-Charles de Borda pada abad ke 18. Metode ini digunakan
untuk menganalisis keberagaman variabel yang diteliti.
Keistimewaan metode ini dapat mengatasi kesulitan pada metode
13
lain dimana orang-orang/sesuatu yang tidak berada pada ranking
pertama akan secara otomatis dihapuskan.
Gambar 2.2 Contoh Perhitungan Metode Borda
(Sumber: Kurniawan dan Supriyanto, 2011)
2.3.4 Value Stream Analysis Tools (VALSAT)
Menurut Hines & Rich (1997) Value stream analysis tools
digunakan sebagai alat bantu untuk memetakan secara detail aliran
nilai (value stream) yang berfokus pada value adding process.
Detailed mapping ini kemudian dapat digunakan untuk
menemukan penyebab waste yang terjadi.
Pemilihan Value Stream Mapping Tools dilakukan dengan
mengalikan skor rata-rata tiap waste dengan matriks kesesuaian
value stream mapping.
VALSAT merupakan tool yang dikembangkan oleh Hines
& Rich (1997) untuk mempermudah pemahaman terhadap value
stream yang ada dan mempermudah untuk membuat perbaikan
berkenaan dengan waste yang terdapat di dalam value stream.
VALSAT merupakan sebuah pendekatan yang digunakan dengan
melakukan pembobotan waste, kemudian dari pembobotan tersebut
14
dilakukan seleksi terhadap tool dengan menggunakan matrik.Pada
proses ini dilakukan proses pemetaan dari future state yang
direkomendasikan. Alasan yang melandasi pengumpulan dan
pemanfaatan serangkaian tool ini adalah untuk meringankan para
peneliti dalam mengidentifikasikan pemborosan pada individual
value stream dan memperoleh jalan yang sesuai untuk
mengeliminasinya. Tools yang digunakan pada value stream
mapping adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 The Seven Stream Mapping Tools
Waste
Process
Activity
Mapping
Supply
Chain
Response
Matrix
Production
Variety
Funnel
Quality
Filter
Mapping
Demand
Amplification
Mapping
Decesion
Point
Analysis
Physical
Structure
(a)
Volume
(b) Value
Overproduction L M L M M
Waiting H H L M M
Excessive
Transportation H L
Inapropriate
Processing H M L L
Unecessary
Inventory M H M H M
Unecessary
Motion H L
Defect L H
(Sumber: Hines, Lamming, Jones, Cousins and Rich, 2000)
Keterangan:
H (High) = Korelasi dan kegunaan tinggi, faktor pengali 9.
M (Medium) = Korelasi dan kegunaan sedang, faktor pengali 3.
L (Low) = Korelasi dan kegunaan rendah, faktor pengali 1.
15
Konsep value stream analysis tools (VALSAT) digunakan
untuk pemilihan tools yang akan digunakan untuk menganalisis
dan mengidentifikasi lebih lanjut dengan cara mengalikan hasil
pembobotan waste dengan faktor pengendali yang ada pada tabel
The Seven Stream Mapping Tools. Tool dengan nilai terbesar
adalah yang paling sesuai untuk mengeliminasi waste yang terjadi
(Ristyowati, Muhsin et al. 2017)
Tujuh tool tersebut berfungsi untuk mengetahui keadaan
yang terjadi di lantai produksi, penggunaan tool tersebut dilakukan
dengan melakukan pemilihan dengan menggunakan matrik. Untuk
tahap pokok dalam pemilihan tool yang tepat dengan keadaan yang
berkaitan diantaranya melakukan pembobotan terhadap waste.
Melakukan pembobotan sangat berguna sekali, karena dengan
pembobotan waste yang sempurna maka tool yang akan datang
juga sesuai sehingga mudah ketika dilakukan usulan perbaikan.
Terdapat tujuh macam jenis tools dalam VALSAT menurut
Hines & Rich (1997) :
a. Process Activity Mapping (PAM)
Tool ini berfungsi untuk membuat pemetaan yang
rinci dalam proses pemenuhan pesanan. Secara lebih
luas penerapannya untuk mengidentifikasi lead time
baik dari aliran fisik produk ataupun aliran informasi,
diterapkan di area pabrik dan juga diterapkan di daerah
lainnya dalam supply chain, mengurangi waste pada
tempat kerja dan menyediakan goods dengan mutu
tinggi serta murah, murah, dan cepat. Dalam tools ini
berusaha mengurangi kegiatan yang tidak perlu,
memudahkan, menggabungkan dan mencari perubahan
rangkaian yang akan menegliminasi waste.
b. Supply Chain Response Matrix
16
Sebuah diagram sederhana yang menunjukkan the
critical lead time constraint untuk setiap bagian proses
dalam supply chain, yaitu cumulative lead time di
dalam distribusi sebuah perusahaan baik suppliernya
dan downstream retailernya. Diagram ini memiliki 2
axis dimana untuk vertical axis menunjukkan rata – rata
jumlah inventory (hari) dalam setiap bagian rantai
persediaan. Sedangkan untuk horizontal axis
menggambarkan comulative lead timenya.
c. Production Variety Funnel
Pendekatan ini sama dengan metode analisa IVAT
yang melihat proses internal perusahaan sebagai
kegiatan yang disinkronkan ke I, V, A, atau T adalah
pemetaan visual yang berupaya untuk memetakan
jumlah variasi produk tiap langkah proses manufaktur.
Tools ini berfungsi untuk mengenali titik dimana
sebuah produk generic diproses menjadi beberapa
produk yang spesifik. Tool ini bisa dipakai untuk
membantu memilih tujuan perbaikan, reduksi inventory
dan membuat perubahan untuk proses dari produk.
d. Quality Filter Mapping
Pendekatan Quality Filter Mapping merupakan tool
baru yang berfungsi untuk mengidentifikasi dimana
terdapat adanya kasus kualitas pada supply chain. Peta
ini menunjukkan tiga tipe cacat kualitas yang tidak
sama yang terdapat pada value stream yaitu:
1. Product defect: cacat pada fisik produk yang
terlepas dari proses inspeksi dan tiba ke pihak
pelanggan.
2. Scrap defect: cacat yang dijumpai pada proses
pemeriksaan.
17
3. Service defect: permasalahan dari pelanggan yang
tidak secara langsung berkaitan dengan produk,
namun dengan tingkat servis dari perusahaan.
Pendekatan ini dibuat untuk membangun tingkat
kualitas baik internal maupun eksternal semaksimal
mungkin sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
e. Deman Amplification Mapping
Merupakan diagram yang menggambarkan
bagaimana permintaan tidak menentu sepanjang jalur
supply chain dalam interval waktu tertentu. Informasi
yang diperoleh dari diagram ini merupakan dasar untuk
mengatur fluktuasi dan mengeliminasinya, membuat
ketetapan berhubungan dengan value stream
configuration. Dalam diagram ini vertical axis
menunjukkan interval waktu, grafik diperoleh untuk
setiap chain dari supply chain configuration yang ada.
f. Decision Poit Analysis
Merupakan tool yang berfungsi untuk memastikan
titik dimana permintaan aktual dilaksanakan dengan
sistem pull sebagai dasar untuk membuat forecast pada
sistem push pada supply chain atau dengan kata lain
titik batas dimana produk dibuat berdasarkan demand
aktual selanjutnya produk harus dibuat dengan
melakukan forecast. Dengan tool ini bisa diukur kinerja
dari proses upstream dan downstream sesuai dengan
titik tersebut, sehingga mampu dinyatakan filosofi pull
(tarik) atau push (tekan) yang tepat.
g. Physical Structure
Tool ini berfungsi untuk mengetahui keadaan dan
kegunaan bagian–bagian dari supply chain untuk
beraneka ragam tingkatan industri. Dengan pengertian
18
tersebut bisa diketahui keadaan industri tersebut,
bagaimana berproses dan bisa memberikan kepedulian
pada tingkatan area yang kurang dipedulikan. Untuk
tingkatan yang lebih kecil tool ini dapat
menggambarkan inbound supply chain di lantai
produksi.
2.4 Six Sigma
Six sigma dapat didefinisikan sebagai suatu metodologi yang
menyediakan alat-alat untuk penimgkatan proses bisnis dengan tujuan
menurunkan variasi proses dan meningkatkan kualitas produk. Pendekatan
six sigma merupakan sekumpulan konsep dan praktik yang berfokus pada
penurunan variasi proses dan penurunan kegagalan atau kecacatan produk.
Six Sigma adalah upaya yang kontinu untuk meminimasi
pemborosan, meminimasi variansi dan mencegah defect. Six sigma adalah
sebuah ide bisnis yang berupaya untuk menjawab customer demand
terhadap kualitas yang paling baik dan proses bisnis yang tanpa cacat.
Customer satisfaction dan pengembangannya menjadi pengutamaan paling
tinggi, dan six sigma berupaya meniadakan keraguan pencapaian tujuan
bisnis.
Konsep Six Sigma diawali oleh perusahaan Motorola pada tahun
1980-an. Kemudian pada tahun 1995 General Electric (GE) menetapkan
untuk mengaplikasikan konsep six sigma. Konsep six sigma yang
diterapkan GE dapat memberikan penghematan biaya sebesa $320 juta
pada dua tahun pertama dan lebih dari $1 miliar pada tahun 1990. Six
Sigma Motorola merupakan suatu metode atau teknik pengelolaan dan
pengembangan mutu dramatik yang dilakukan oleh perusahaan Motorola
sejak tahun 1986, yang merupakan inovasi baru dalam bidang manajemen
kualitas. Beberapa ahli manajemen kualitas mengungkapkan bahwa
metode six sigma Motorola dikembangkan dan diperoleh secara luas oleh
dunia industri, sebab manajemen industri frustasi terhadap proses – proses
19
manajemen kualitas yang tersedia, yang tidak sanggup melakukan
peningkatan kualitas secara dramatik menuju tingkat zero defects
(Gaspersz, 2007).
2.4.1 Metodologi Six Sigma
Menurut (Stamatis, 2004) usaha untuk meningkatkan
menuju target six sigma bisa dilaksanakan menggunakan
implementasi DMAIC, yang merupakan akronim dari Define –
Measure – Analyze – Improve – Control. Model DMAIC ialah
metodologi yang berfungsi untuk pendekatan pemecahan persoalan
six sigma. Pada intinya, model ini membantu dalam hal berikut :
a. Mengerti apa yang bermanfaat bagi konsumen
b. Mengidentifikasi sasaran
c. Meminimalkan variasi
d. Mengurangi perhatian
DMAIC berfungsi untuk memajukan proses bisnis yang
sudah ada. Langkah DMAIC tersebut saling berkaitan membuat
suatu siklus, dimana setiap proses yang satu dengan proses
berikutnya saling berhubungan. DMAIC merupakan pusat dari
analisis six sigma yang menjamin suara pelanggan berlangsung
dalam keseluruhan proses sehingga produk yang dihasilkan
memenuhi customer needs.
Menurut Gaspersz (2007) DMAIC terdiri atas lima tahap
utama yaitu :
1. Define : mendefinisikan secara formal sasaran peningkatan
proses yang konsisten dengan permintaan atau kebutuhan
pelanggan dan strategi perusahaan
2. Measure : mengukur kinerja proses pada saat sekarang
(baseline measurements) agar dapat dibandingkan dengan
target yang ditetapkan. Lakukan pemetaan proses dan
20
mengumpulkan data yang berkaitan dengan indikator kinerja
kunci (key performance indicators = KPIs)
3. Analyze : menganalisis hubungan sebab-akibat berbagai faktor
yang dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang
perlu dikendalikan
4. Improve : mengoptimisasikan proses menggunakan analisis-
analisis seperti Design of Experiments (DOE), dan lain-lain,
untuk mengetahui dan mengendalikan kondisi optimum proses
5. Control : melakukan pengendalian terhadap proses secara
terus-menerus untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju
target Six Sigma
2.5 Lean Six Sigma
Lean six sigma yang merupakan kombinasi antara Lean dan Six
Sigma dapat didefinisikan sebagai filosofi bisnis, pendekatan sistemik dan
sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste)
atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value-added
activities) melalui peningkatan terus-menerus radikal (radical continuous
activities) untuk mencapai tingkat kinerja enam sigma, dengan cara
mengalirkan produk (material, work-in-processII, output) dan informasi
menggunakan sistem tarik (pull system) dari pelanggaran internal untuk
mengejar keunggulan dan kesempurnaan berupa hanya memproduksi 3,4
cacat untuk setiap satu juta kesempatan atau operas-3,4 DPMO (Defects
Per Million Opportunities)
Pendekatan lean bertujuan untuk menghilangkan pemborosan
(waste elimination), memperlancar aliran material, produk dan informasi,
serta peningkatan terus-menerus. Sedangkan pendekatan Six Sigma
bertujuan untuk reduksi variasi (variation reduction), pengendalian proses
dan peningkatan terus-menerus. Integrasi Lean dan Six Sigma akan
meningkatkan kinerja bisnis dan industri melalui peningkatan kecepatan
(shorter cycle time) dan akurasi (zero defects). Pendekatan Lean akan
21
menyingkapkan Non-Value Added (NVA) dan Value Added (VA) serta
membuat Value Added mengalir secara lancar sepanjang value stream
processes, sedangkan Six Sigma akan mereduksi variasi Value Added itu
(Gaspersz, 2007)
2.5.1 Diagram Pareto
Diagram pareto dapat didefinisikan sebagai suatu diagram
yang menggambarkan pengelompokkan data secara menurun mulai
dari kiri ke kanan. Diagram pareto berfungsi untuk memastikan
tahap yang harus diambil berdasarkan persoalan potensial sebagai
usaha mengatasi masalah.
Diagram pareto merupakan salah satu dari yang sering
digunakan dalam hal pengendalian mutu. Pada dasarnya, diagram
pareto adalah grafik batang yang menunjukkan masalah
berdasarkan urutan banyaknya jumlah kejadian. Urutannya mulai
dari jumlah permasalahan yang paling banyak terjadi sampai yang
paling sedikit terjadi.
Selain itu, diagram pareto juga dapat digunakan untuk
membandingkan kondisi proses, misalnya ketidaksesuaian proses
sebelum dan setelah diambil tindakan perbaikan terhadap proses.
Penyusunan diagram pareto sangat sederhana.
22
Gambar 2.3 Diagram Pareto
(Sumber: Besterfield,1998)
2.5.2 DPMO dan Nilai Sigma
Perhitungan DPMO dan nilai sigma bertujuan untuk
mengukur kemampuan dan capability sigma pada saat ini
(Saryatmo, 2016). Berikut ini merupakan persamaan dalam
Microsoft Excel yang berfungsi untuk menghitung nilai sigma
dengan menggunakan nilai DPMO: (Tannady, 2015)
1. Identifikasi CTQ (Critical to Quality)
2. Banyak unit yang cacat dan banyak unit yang diperiksa
3. Hitung DPO (Defect per Opportunity)
𝐷𝑃𝑂 = 𝐷𝑒𝑓𝑓𝑒𝑡 𝑝𝑒𝑟 𝑈𝑛𝑖𝑡 𝑥 𝐶𝑇𝑄 (2.1)
4. Hitung DPMO (Defect per Million Opportunity)
𝐷𝑃𝑀𝑂 = 𝐷𝑃𝑂 𝑥 1.000.000 (2.2)
5. Konversi DPMO ke Nilai Sigma
23
Hasil-hasil dari peningkatan kualitas dapat diukur
berdasarkan nilai DPMO terhadap nilai sigma yang ditunjukkan
dalam tabel:
Tabel 2.3 Manfaat Dari Pencapaian Beberapa Tingkat Sigma
Tingkat Pencapaian
Sigma DPMO Keterangan
1-Sigma 691.462 Sangat tidak kompetitif
2-Sigma 308.534 Rata-rata industri Indonesia
3-Sigma 66.807
4-Sigma 6.210 Rata-rata industri USA
5-Sigma 233 Rata-rata industri Jepang
6-Sigma 3.4 Industri kelas dunia
(Sumber: Gaspersz, 2007)
2.5.3 Root Cause Analysis (RCA)
Root Cuase Analysis (RCA) adalah sebuah metode
terstruktur yang bertujuan untuk mengidentifikasi akar penyebab
masalah dari kegagalan sistem. Dalam praktek aplikasi, RCA
diyakini dapat memecahkan suatu permasalahan yaitu dengan cara
berusaha mencari dan mengkoreksi atau mengeliminasi akar
permasalahan dan tidak hanya sekedar menempatkan gejala-gejala
yang sudah tampak jelas secara langsung. Untuk menentukan
penyebab di dapatkan berdasarkan brainstorming dengan pihak
perusahaan. (Dewi, 2014)
Root Cause Analysis (RCA) merupakan suatu metodologi
untuk mengidentifikasi dan mengoreksi sebab-sebab yang
fungsional. Metode RCA sangat berguna untuk menganalisis suatu
kegagalan sistem tentang hal yang tidak diharapkan yang terjadi,
bagaimana hal itu bisa jadi, dan mengapa hal itu bisa terjadi.
24
Tujuan dari penggunaan RCA adalah untuk mengetahui penyebab
masalah atau kejadian untuk mengidentifikasi akar-akar penyebab
masalah tersebut. Jika akar penyebab dari suatu masalah tidak
teridentifikasi, maka hanya akan mengetahui gejalanya saja dan
masalah itu sendiri akan tetap ada (Syawalluddin, M.W, 2015).
Langkah-langkah RCA antara lain yaitu mengidentifikasi
dan memperjelas definisi undesired outcome, mengumpulkan data,
menempatkan kejadian-kejadian dan kondisi-kondisi pada event
and causal factor table (tabel kejadian dan faktor penyebab),
gunakan tabel penyebab atau metode yang lain untuk
mengidentifikasi seluruh penyebab yang berpotensi,
mengidentifikasi mode kegagalan samapai dengan mode kegagalan
paling bawah, dan lanjutkan pertanyaan “mengapa” untuk
mengidentifikasikan root causes yang paling kritis (Syawalluddin,
M.W, 2015).
2.5.4 5W + 1H
Metode 5W + 1H ini digunakan pada tahap improve. 5W +
1H adalah (1) What, apa yang menjadi target utama dari perbaikan
kualitas? (2) Why, mengapa rencana tindakan diperlukan? (3)
Where, dimana rencana tersebut dilaksanakan? (4) Who, siapa yang
akan mengerjakan aktivitas rencana itu? (5) When, kapan tindakan
ini akan dilaksanakan? (6) How, bagaimana mengerjakan rencana
tersebut? Contoh petunjuk penggunaan metode 5W + 1H untuk
pengembangan rencana tindakan dapat dilihat dalam tabel 2.5 di
bawah ini.
25
Tabel 2.4 Penggunaan Metode 5W +1H untuk Pengembangan Rencana Tindakan
Jenis 5W + 1H Deskripsi Tindakan
Tujuan
Utama
What
(Apa)
Apa yang menjadi target utama dari
perbaikan atau peningkatan kualitas? Merumuskan target
sesuai dengan
kebutuhan
pelanggan.
Alasan
Kegunaan
Why
(Kenapa)
Mengapa rencana tindakan itu
diperlukan? Penjelasan tentang
kegunaan dari rencana tindakan yang
dilakukan
Lokasi Where
(Dimana)
Dimana rencana tindakan ini akan
dilaksanakan? Apakah aktivitas ini
harus dikerjakan disana? Mengubah sekuens
atau urutan
aktivitas atau
mengkombinasikan
aktivitas – aktivitas
yang dapat
dilaksanakan
bersama.
Sekuens
(Urutan)
When
(Kapan)
Bilamana aktivitas rencana tindakan
itu akan terbaik untuk dilaksanakan?
Apakah aktivitas itu akan
dilaksanakan kemudian?
Orang Who
(Siapa)
Siapa yang akan mengerjakan
aktivitas
rencana tindakan itu? Mengapa harus
orang
itu yang ditunjuk untuk mengerjakan
aktivitas itu?
Metode How
(Bagaimana)
Bagaimana mengerjakan aktivitas
rencana
tindakan itu? Apakah metode yang
diberikan
sekarang merupakan metode terbaik?
Menyederhanakan
aktivitas – aktivitas
rencana tindakan
yang ada.
(Sumber: Gaspersz, 2002)