Post on 10-Feb-2018
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
1/47
1
MAKALAH
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN PERITONITIS
Oleh :
OKTOVIA LISTYAWATI PUTRI
Nomor Induk Mahasiswa: 11883
Dosen Pembimbing : Ns. Rufina Hurai, S.Kep
AKADEMI KEPERAWATAN DIRGAHAYU
SAMARINDA
2012
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
2/47
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
3/47
3
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................................................ i
Kata Pengantar ....................................................................................................................... ii
Daftar Isi ........................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
B. Tujuan ........................................................................................................................ 2
BAB II LANDASAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi ...................................................................................................... 4
B. Konsep Penyakit ...................................................................................................... 10
1. Pengertian ......................................................................................................... 10
2. Penyebab ............................................................................................................ 11
3. Gejala dan tanda ................................................................................................ 13
4. Klasifikasi .......................................................................................................... 16
5. Patofisiologi Penyakit ........................................................................................ 17
6. Pemeriksaan Fisik .............................................................................................. 22
7.
Pemeriksaan Diagnostik .................................................................................... 228. Penatalaksanaan ................................................................................................. 23
9. Pencegahan ........................................................................................................ 24
10.Komplikasi ........................................................................................................ 25
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian ............................................................................................................... 26
2. Diagnosa .................................................................................................................. 30
3. Intervensi ................................................................................................................. 31
4.
Implementasi ........................................................................................................... 405. Evaluasi ................................................................................................................... 40
6. Dokumentasi ........................................................................................................... 41
iii
BAB IV PENUTUP
A.
Kesimpulan .............................................................................................................. 42B. Saran ........................................................................................................................ 42
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
4/47
4
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................... 43
LAMPIRAN ....................................................................................................................... 45
A.
Gambar .................................................................................................................... 45B. SAP .......................................................................................................................... 46
C. Rencana Pulang ....................................................................................................... 51
iv
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
5/47
5
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gawat abdomen menggambarkan keadaan klinik akibat kegawatan di rongga perut
yang biasanya timbul mendadak dengan nyeri sebagai keluhan utama. Keadaan ini
memerlukan penanggulangan segera yang sering berupa tindakan bedah, misalnya
pada obstruksi, perforasi, atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan
cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga perut
oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Peritonitis Bakterial Spontan (PBS) adalah komplikasi serius pada pasien sirosis
dengan asites. PBS didefinisikan sebagai infeksi cairan asites tanpa dapat ditemukan
penyebab dari intraabdominal yang dapat diterapi secara bedah. Disebut PBS bila
didapatkan peningkatan sel polimorfonuklear PMN melebihi 250/mm3 dengan atau
tanpa bakteriemia yang diisolasi dari dalam cairan asites. Penelitian-penelitian dan
dokumen konsensus mengenai PBS telah banyak dipublikasikan akhir-akhir ini dalam
rangka mempermudah identifikasi pasien dengan risiko PBS serta membantu
menentukan terapi yang optimal. Namun demikian diera diagnosis dini dan pemberian
terapi antibiotika segera, prevalensi PBS masih berkisar antara 10-30%, dan yang
lebih meresahkan adalah angka kematian yang masih cukup tinggi sekitar 20-40%.
Menurut surpey WHO Jumlah penderita peritonitis di dunai berkisar 5,9 jt/tahun.
Peradangan peritoneum (peritonitis) merupakan komplikasi berbahaya yang sering
terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis,
salpingitis, perforasi ulkus gastroduodenal), ruptura saluran cerna, komplikasi post
operasi, iritasi kimiawi, atau dari luka tembus abdomen.
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
6/47
6
Pada keadaan normal, peritoneum resisten terhadap infeksi bakteri secara inokulasi
kecil-kecilan. Kontaminasi yang terus menerus, bakteri yang virulen, penurunan
resistensi, dan adanya benda asing atau enzim pencerna aktif, merupakan faktor-faktor
yang memudahkan terjadinya peritonitis.
Keputusan untuk melakukan tindakan bedah harus segera diambil karena setiap
keterlambatan akan menimbulkan penyakit yang berakibat meningkatkan morbiditas
dan mortalitas. Ketepatan diagnosis dan penanggulangannya tergantung dari
kemampuan melakukan analisis pada data anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang.
B. Tujuan1. Tujuan Umum
Setelah mempelajari asuhan keperawatan peritonitis mahasiswa mampu
mengetahui, memahami, konsep penyakit peritonitis dan mampu melakukan
asuhan keperawatan pada pasien peritonitis.
2. Tujuan Khusus
1) Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi fisiologi peritonium
2)
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian penyakit peritonitis
3) Mahasiswa mampu menjelaskan penyebab /faktor predidposisi penyakit
peritonitis
4) Mahasiswa mampu menjelaskan gejala dan tanda penyakit peritonitis
5) Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi penyakit peritonitis
6) Mahasiswa mampu menentukan pemeriksaan fisik pada penyakit peritonitis
7) Mahasiswa mampu menentukan pemeriksaan diagnostik pada penyakit
peritonitis8) Mahasiswa mampu melakukan penatalaksanaan pada penyakit peritonitis
9) Mahasiswa mampu menjelaskan pencegahan penyakit peritonitis
10)Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi penyakit peritonitis.
11)Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada penyakit peritonitis
12)Mahasiswa mampu menentukan diagnosa pada penyakit peritonitis
13)Mahasiswa mampu melakukan implementasi pada penyakit peritonitis
14)Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada penyakit peritonitis
15)Mahasiswa mampu membuat pendokumentasian pada penyakit peritonitis.
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
7/47
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi
(Evelyn C. Pearce, Anatomi & Fisiologi Untuk Paramedis)
Sistem organ pencernaan adalah sistem organ yang menerima makanan, mencerna,
untuk dijadikan energi dan nutrien, serta mengeluarkan sisa proses tersebut. Susuna
saluran pencernaan terdiri dari oris (mulut); faring (tekak); esofagus (kerongkong);
ventrikulus (lambung); intestinum minor (usus halus) yang terbagi menjadi duodenum
(usus 12 jari), ileum (usus penyerapan), jejenum; intestinum mayor (usus besar) yang
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
8/47
8
terbagi menjadi kolon asendens (usus besar yang naik), kolon transversum (usus besar
mendatar), kolon desenden (usus besar turun), kolon sigmoid; rektum; dan anus
(dubur).
Organ Pencernaan
1. Mulut
Merupakan organ pertama dari saluran pencernaan yang meluas dari bibir sampai
ke istmus fausium yaitu perbatasan antara mulut dengan faring ,terdiri dari :
a. Vestibulum oris : Bagian di antara bibir dan pipi di luar, gusi dan gigi bagian
dalam. Bagian atas dan bawah vestibulum dibatasi oleh lipatan membran
mukosa bibir, pipi, dan gusi.
b. Kavitas oris propia : Bagian di antara arkus alveolaris, gusi, dan gigi, memiliki
atap yang dibentuk oleh palatum durum bagian depan , palatum mole bagian
belakang.
Organ kelengkapan mulut diantaranya ada bibir, pipi yang merupakan alat
kelengkapan mulut bagian luar dilapisi oleh kulit bagian dalam dilapisi oleh
jaringan epitel mengandung selaput lendir (membran mukosa) gigi yang
merupakan alat bantu yang berfungsi untuk mengunyah dan berbicara, lidah dan
kelenjar lidah.
2. Faring
Faring atau tekak merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan panjangnya 12 cm, terbentang tegak lurus antara basis kranii
setinggi vertebra servikalis VI, ke bawah setinggi tulang rawan krikoidea. Faring
dibentuk oleh jaringan yang kuat (jaringan otot melingkar). Faring terdiri atas 3bagian yaitu nasofaring, orofaring, dan laringofaring.
3. Esofagus
Esofagus (kerongkong) merupakan saluran pencernaan setelah mulut dan faring.
panjangnya 25 cm. Posisi vertikal dimulai dari bagian tengah leher bawah faring
sampai ujung bawah rongga dada di belakang trakhea. Pada bagian dalam di
belakang jantung menembus diafragmasampai rongga dada. Fundus lambung
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
9/47
9
melewati persimpangan sebelah kiri diafragma. Lapisan dinding esofagus dari
dalam keluar :
a.
Lapisan selaput lendir (mukosa)
b. Lapian submukosa
c. Lapisan otot melingkar (M. Sirkuler)
d. Lapisan otot memanjang (M. Longitudinal).
4. Lambung
Lambung merupakan sebuah kantong muskuler yang letaknya antara esofagus dan
usus halus, sebelah kiri abdomen, di bawah diafragma bagian depan pankreas dan
limpa. Lambung merupakan saluran yang dapat mengembang karena adanya
gererakan peristaltik terutama di daerah epigaster.
Bagian-bagian dari lambung yaitu fundus vertrikuli, korpus vertrikuli, antrum
pilorus, kurvatura minor, kurvatura mayor, dan ostium kardia.
5. Usus halus
Intestinum minor merupakan bagian sistem pencernaan makanan yang berpangkal
pada pilorus dan berakhir pada sekum. Panjangnya 6 m, merupakan saluran
pencernaan yang paling panjang dari tempat proses pencernaan dan absorbsi
pencernaan berdiameter sekitar 2,5 cm. Di dalam kavitas abdominis, kolon akan
melingkari liku-liku intestinum tenue. Yang terdiri dari doudenum, jejenum, dan
ileum.
6.
Usus besarUsus besar atau yang disebut kolon memiliki diameter kurang lebih 6,3 cm dan
panjang sekitar 1,5 m. Usus besar ini menghubungkan bagian usus halus yang
disebut ileum dan anus yang merupakan lubang paling akhir.
a. Sekum
Sekum adalah bagian yang paling awal, dan persambungannya dengan ileum
di sebut valva ileosekalis yang sebenarnya bukan sfingter, tetapi memiliki
fungsi yang sama Kolon asenden. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah
abdomen sebeluh kanan membujur ke atas dari ileum ke bawah hati .
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
10/47
10
b. Apdendiks (usus buntu)
Bagian dari usus besar yang muncul seperti corong dari ujung sekum,
mempunyai pintu ke luar yang sempit tetapi masih memungkinkan dapat
dilewati oleh beberapa isi usus.
c. Kolon transversum
Panjangnya + 38 cm, membujur dari kolon asendens, sampai ke kolon
desenden berada di bawah abdomen. Sebelah kanan terdapat felksura
hepatica dan sebelah kiri terdapat felksura lienalis.
d.
Kolon Desenden
Panjangnya +25 cm, terletak dibawah abdomen bagian kiri membujur dari atas
ke bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan
kolong sigmoid
e. Kolond Sigmoid
Kolon sigmoid merupakan kelanjutan dari kolon desenden, terletak miring
dalam rongga pelvis
f.
Anus
Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan resiturn
dengan dunia luar ( udara luar).
7. Peritonium
Peritonium terdiri dari dua bagian yaitu peritonum parietal yang melapisi dinding
rongga abdomen dan pentoneum viseral yang melapisi semua organ yang berada
dalam rongga abdomen. Ruang yang terdapat diantara dua lapisan ini disebut
ruang peritonial atau kantong peritonium.Fungsi peritoneum adalah ;
1) Menutup sebagian dari organ abdomen dan pelvis
2) Membentuk pembatas yang halus sehingga organ yang ada di dalam rongga
peritonium tidak saling bergesakan.
3) Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap dinding
posterior abdomen
4) Tempat kelenjar limfe dan pembulu darah yang membantu melindungi
terhadap infeksi.
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
11/47
11
Gambar 2.2
faculty.southwest.tn.edu
(gambar peritoneum)
B. Konsep Penyakit1. Pengertian
Peritonitis adalah inflamasi rongga peritoneum yang disebabkan oleh infiltrasi
isi usus dari suatu kondisi seperti ruptur apendiks, perforasi/trauma lambung dankebocoran anastomosis. (Tucker : 1998,32)
Peritonitis adalah peradangan pentoneum yang merupakan komplikasi
berbahaya akibat penyebaran infeksi dari organ organ abdomen (apendisitis,
pankreatitis, dll) reputra saluran cerna dan luka tembus abdomen. (Sylvia
Anderson & Larraine Carry Wison, 1995: 402).
Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu lapisan endotelialtipis yang
kaya akan vaskularisasi dan aliran limpa. ( Soeparman,dkk).
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
12/47
12
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membrane serosa rongga
abdomen dan meliputi viseral yang merupakan penyulit berbahaya yang dapat
terjadi dalam bentuk akut maupun kronik /kumpulan tanda dan gejala, diantaranya
nyeri tekan dan nyeri lepas pada palpasi, defans muscular dan tanda tanda
umum inflamasi.( Santosa, Budi. 2005)
Peritonitis adalah inflarnasi peritonium lapisan membran serosa rongga
abdomen dan meliputi visera. Biasanya, akibat dari infeksi bakteri; Organisme
berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau, pada wanita, dari organ
reproduktif internal. Peritonisi dapat juga akibat dari sumber eksternal seperti
cedera atau trauma (misalnya, luka tembak atau luka tusuk) atau oleh inflamasi
yang luas yang berasal dari organ di luar area peritoneum, seperti ginjal. Bakteri
paling umum yang terlibat adalah E.Coli, Klebsiella, Proteus dan pseudomona.
Inflamasi dan ileus paralitik adalah efek - langsung dari infeksi. Penyebab umum
lain dari peritonitis adalah apendisitis, ulkus perforasi, divertikulitis, dan perforasi
usus. Peritonitis juga dapat dihubungkan dengan proses badah abdominal dan
dialisis peritoneal. (Brunner & Suddarth. 2001).
Peritonitis adalah peritonium yang disebabkan oleh iritasi kimia atau invasi
bakteri. (Poppy Kumala et.al : 1998)
Peritonitis adalah inflasmasi rongga peritoneal dapat berupa primer dan
sekunder, akut atau kronis dan di akibatkan oleh kontaminasi kapasitas peritoneal
oleh bakteri atau kimia. (Doenges Maryllinn E. : 1999, 513).
2. Penyebab Peritonitis
Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastro instestiral misalnya :
a)
Apendistis yang meradang dan perforasi.Ini terjadi inflamasi atau meradang yang dapat menyebar di daerah apendisitis
sehingga terjadilah peradangan dan kuman bakteri masuk dan akan
mengakibatkan inflamasi atau peritonitis.
1. Tukak peptic ( Lambung/ Duodenum )
2. Tukak Tumor
Tukak tumor ini adalah luka atau borok pada tumor jika mengalami
perforasi maka akan mengakibatkan infeksi atau peradangan pada daerah
peritoneum.
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
13/47
13
3. Tukak Thypoid
4. Salpingitis
Ini adalah peradangan pada tuba uterine ( Saluran rahim ) sehingga terjadi
inflamasi atau peradangan pada daerah saluran rahim ini dan kuman bakteri
pun masuk terjadi infeksi atau inflamasi yang dapat mengakibatkan
peritonitis.
5. Diverkulasi
Ini adalah peradangan pada vertikulum. Diverkulasi kantong yang terbatas
tegas yang terjadi secara normal adalah terbentuk karena horniasi lapisan
membrane mukosa melalui celah yang terdapat selubung otot organ yang
berbentuk seperti tabung. Ini juga dapat terinfeksi karena adanya kuman dan
bakteri sehingga bisa terjadi peradangan akibatnya peritonitis.
6. Kuman Ecoli
Sebenarnya kuman ini normal di usus tidak berbahaya tapi karena daya
tahan tubuh turun maka kuman ini dapat menginfeksi saluran pencernaan
(Usus). Sehingga mengakibatkan peradangan.
7. Kuman Streptococous, Stapilococus, aurens, enterokokus
Kuman-Kuman ini berada dalam jumlah yang sangat banyak bila berada
dalam saluran pencernaan bisa menginfasi berkembangbiak dan dapat
mengakibatkan peradangan.
b) Peritonitis dapat terjadi setelah suatu pembedahan, cedera pada kandung empedu,
ureter, kandung kemih atau usus selama pembedahan dapat memindahkan
bakteri ke dalam perut. Kebocoran juga dapat terjadi selama pembedahan untuk
menyambungkan bagian usus. Dialisa peritoneal (Pengobatan gagal ginjal)
sering mengakibatkan peritonitis. Penyebab biasanya adalah infeksi pada pipasaluran yang ditempatkan di dalam perut. Iritasi tanpa infeksi, misalnya
peradangan pankreas (Pankreatitis akut) atau bubuk bedak pada sanmg tangan
dokter bedah juga dapat menyebabkan peritonitis tanpa infeksi. Bila ditinjau dari
penyebabnya, infeksi peritonitis terbagi atas penyebab primer (peritonitis
spontan), sekunder (berkaitan dengan proses patologis pada organ viseral), atau
penyebab tersier (infeksi rekuren atau persisten sesudah terapi awal yang
adekuat).Secara umum, infeksi pada abdomen dikelompokkan menjadi
peritonitis infektif (umum) dan abses abdomen (lokal). Infeksi peritonitis relatif
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
14/47
14
sulit ditegakkan dan sangat bergantung dari penyakit yang mendasarinya.
Penyebab utama peritonitis ialah spontaneous bacterial peritonitis(SBP) akibat
penyakit hati yang kronik. SBP terjadi bukan karena infeksi intraabdomen,
namun biasanya terjadi pada pasien dengan asites akibat penyakit hati kronik.
Akibat asites akan terjadi kontaminasi hingga ke rongga peritoneal sehingga
menjadi translokasi bakteri menuju dinding perut atau pembuluh limfe
mesenterium, kadang-kadang terjadi pula penyebaran hematogen jika terjadi
bakterimia. Sekitar 10-30% pasien dengan sirosis dan asiten akan mengalami
komplikasi seperti :ni. Semakin rendah kadar protein cairan asites, semakin
tinggi resiko terjadinya peritonitis dan abses. Hal tersebut terjadi karena ikatan
opsonisasi yang rendah antarmolekul komponen asiten. Sembilan puluh persen
kasus SBP terjadi akibat infeksi monomicroba. Patogen yang paling sering
menyebabkan infeksi ialah bakteri gram negatif, yakni 40% Eschericia coli, 7%
Klebsiella pneumoniae, spesies Pseudomonas, Proteus, dan gram negatif lainnya
sebesar 20%. Sementara bakteri gram positif, yakni Streptococcus pneumoniae
15%, jenis Strepcoccus lain 15%, dan golongan Staphylococcus sebesar 3%.
Pada kurang dari 5% kasus juga ditemukan mikroorganisme anaerob dan dari
semua kasus, .10% mengandung infeksi campur beberapa mikroorganisme.
Penyebab lain yang menyebabkan peritonitis sekunder ialah perforasi
apendisitis, pelforasi ulkus peptikum dan duodenum, perforasi kolon akibat
divertikulitis, volvulus, atau kanker, dan strangulasi kolon asendens.
3. Gejala dan Tanda
Gejala tergantung pada lokasi dan luas inflamasi. Manifestasi klinis awal dari
peritonitis adalah gejala dari gangguan yang menyebabkan kondisi ini. Padaawalnya nyeri menyebar dan dan sangat terasa. Nyeri cenderung menjadi konstan,
terlokalisasi, lebih terasa di dekat sisi inflamasi dan biasanya di perberat oleh
gerakan, Area yang sakit dari abdomen menjadi sangat nyeri apabila ditekan, dan
otot menjadi kaku, nyeri tekan lepas dan ileus paralitik dapat terjadi. Biasanya
terjadi mual dan muntah serta penununan peristaltik, suhu dan frekuensi nadi
meningkat dan hampir selalu terdapat peningkatan jumlah leukosit.
a.
Syok
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
15/47
15
Ketika terjadinya perforasi maka terjadilah perdarahan yang mengakibatkan
kehilangan banyak cairan.
b.
Demam
Demam ini karena terjadinya inflamasi atau kumman yang masuk sehingga
terjadinya proses peradangan dimana prostaglandin mengacu fungsi hipotalamus
sehingga hipotalamus rnengeluarkan rangsangan demam.
c. Distensi abdomen
Ketegangan rongga abdomen sehingga mengakibatkan tekanan dan
mengakibatkan nyeri. Nyeri tekan abdomen dan regiditas yang lokal, difus,
atrofi umum yang tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
d. Nausea
Adalah sensasi yang tidak menyenangkan pada epigastrium yang dapat
menyebabkan muntah.
e. Vomiting
Semburan isi lambung yang keluar dengan paksa melalui mulut.
f. Penurunan peristaltik usus
Ini karena terjadinya radang sehingga usus tidak berperistaltik dengan baik.
Gejala peritonitis sangat bervariasi tergantung dari bagian dan luasnya
peritoneum yang terkena, sifat kuman penyebab, dan akutnya permulaan penyakit.
Diagnosa dapat dibantu dengan memperhatikan gejala yang secara kassar di
kelompokkan ke dalam dua kelas, refleks dan toksik :
Refleks : Nyeri , vomitus
Ekspresi muka penuh ketakutan
Hiperaesthesia superficial
Kolaps. Perubahan temperatur
Toksik : Distensi, Paresa usus, Toksemia umum
Pentingnya mengenal kedua kelompok gejala ini terletak pada kenyataan bahwa
Permulaan gejala refleks terjadi lebih dini kalau bagian demonstratif peritoneum
terkena, tetapi dapat terjadi sangat lambat kalau bagian non-demonstratif yang
terkena. Pembagian peritoneum menjadi dua kelompok ini didasarkan pada suplai
saraf cerebrospinal yang secara relatif tidak terdapat atau sedikit. Abdomen bagian
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
16/47
16
anterior lateral dilapisi oleh peritoneum yang memperoleh persarafan cerebrospinal,
dan akibatnya iritasi pada bagian ini menyebabkan gejala refleks yang minimal.
Permulaan gejala toksik hampir selalu terlambat. Sesungguhnya terdapat suatu
hubungan yang terbalik antara kedua kelompok tersebut, karena toksemia yang
berat mengurangi sensibilitas lengkung refleks. Akibat selanjutnya, kalau suatu
bagian peritoneum yang non-demonstratif (yaitu pelvis) secara primer telah terkena,
gejala refleks seluruhnya minimal, karena toksemia yang terjadi kemudian akan
menguraiigi refleks bagian demonstratif setelah bagian ini seluruhnya terlibat.
Tanpa mengerti kenyataan ini, peritonitis sentral atau pelvis mudah terlewatkan
sampai infeksinya berkembang lebih lanjut tnenjadi suatu keadaan yang serius.
Terlihat bahwa kedua gejala - kolaps dan perubahan temperatur tercakup di
dalam kedua kelompok. Kolaps yang kita maksudkan sebagai penurunan yang
cepat dan nyata dari sirkulasi serta metabolisme, dapat terlihat dini atau kemudian
dalam perjalanan peritonitis. Dalam stadium dini, kolaps merupakan gejala refleks,
sedangkan dalam stadium perjalanan penyakit yang lebih lanjut, merupakan akibat
toksin yang terabsorpsi. Kolaps refleks yang dini biasanya cepat membaik,
sekalipun kolaps toksik kadang-kadang mengikuti kolaps refleks. Kolaps yang dini
tidak terdapat pada kasus dengan pemulaan yang insidious clan jarang terjadi kalau
bagian yang pertama-tama terkena ialah daerah peritoneum yang tidak
menimbulkan gejala (silent area).
Perubahan temperatur umumnya terdapat pada peritonitis, namun tidak cukup
konstan atu teratur sehingga dapat membantu menegakkan diagnosa. Kolaps yang
dini disertai temperatur subnormal, sementara stadium penyakit yang bertambah
parah biasanya ditunjukkan dengan adanya panas yang tidak teratur. Pada stadium
peritonitis yang lebih lanjut, temperatur dapat normal, subnormal atau sedikitmeninggi.
GEJALA REFLEKS
Gejala dini dan refleks pada peritonitis, tanpa adanya kolaps permulaan, dapat
sangat meragukan. Gejala ini lebih pasti pada orang muda yang refleksnya secara
normal lebih sensitif Sebaiknya, gejala refleks ini tidak mempunyai arti pada
penderita yang tua dan kecil.
GEJALA TOKSIK
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
17/47
17
Gejala toksik pada peritonitis timbul belakangan clan menunjukkan stadium
penyakit yang lebih serius. Denyut nadi yang kadangkala terputus-putus sering
merupakan salah satu indikasi peritonitis yang bertambah lanjut. Setelah
peradangan meliputi berbagai belitan usus, maka usus akan mengalami distensi clan
paralisa, sedangkan isinya akan terhalang dan mengakibatkan peningkatan
obstruksi. Dengan terjadinya paralisa usus, peristaltik akan berhenti dan pada
auskultasi abdomen tidak terdengar bising usus. Substansi toksik akan diserap dari
isi usus yang terhalang tadi, cairan akan berkumpul di dalam abdomen dari sirkulasi
darah, dan timbul kolaps sekunder. Pada stadium ini, gejala umumnya berupa
muntah obstruktif yang sebenarnya. Dan denyut nadi yang kecil dan cepat biasanya
digambarkan sebagai indikasi peritonitis. Nadi seperti ini teraba pada stadium
peritonitis yang paling lanjut dan bukan pada stadium yang lebih dini ketika
penegakan diagnosa sangat penting.
4. Klasifikasi
Berdasarkan patogenesis peritonitis dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Peritonitis Bakterial Primer
(1)Merupakan peritonitis akibat kontaminasi bakterial secara hematogen pada
cavum peritoneum dan tidak ditemukan fokus infeksi dalam abdomen.
Penyebabnya bersifat monomikrobial, biasanya E. Coli, Sreptococus atau
Pneumococus. Peritonitis bakterial primer dibagi menjadi dua, yaitu:
Spesifik misalnya Tuberculosis.
(2)Non spesifik: misalnya pneumonia non tuberculosis dan Tonsilitis. Faktorresiko yang berperan pada peritonitis ini adalah adanya malnutrisi,
keganasan intra abdomen, imunosupresi dan splenektomi. Kelompok resiko
tinggi adalah pasien dengan sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus
eritematosus sistemik, dan sirosis hepatis dengan asites.
2) Peritonitis Bakterial Akut Sekunder (Supurativa).
Peritonitis yang mengikuti suatu infeksi akut atau perforasi traktusi
gastrointestinal atau traktus urinarius. Pada umumnya organisme tunggal tidak
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
18/47
18
akan menyebabkan peritonitis yang fatal. Sinergisme dari multipel organisme
dapat memperberat terjadinya infeksi ini.
3)
Peritonitis tersierBiasanya terjadi pada pasien dengan Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis
(CAPD), dan pada pasien imunokompromise. Organisme penyebab biasanya
organisme yang hidup di kulit, yaitu coagulase negative Staphylococcus,
S.Aureus, gram negatif bacili, dan candida, mycobacteridan fungus. Gambarannya
adalah dengan ditemukannya cairan keruh pada dialisis. Biasanya terjadi abses,
phlegmon, dengan atau tanpa fistula.Pengobatan diberikan dengan antibiotika IV
atau ke dalam peritoneum,yang pemberiannya ditentukan berdasarkan tipe kuman
yang didapat pada tes laboratorium. Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya
adalah peritonitis berulang,abses intraabdominal. Bila terjadi peritonitis tersier ini
sebaiknya kateter dialisis dilepaskan.
5. Patofisiologi Penyakit
Peritoneum viseral secara relatif tidak sensitif. Insiden peritonitis sulit di
tentukan. Data biasanya berhubungan dengan penyebab dasar. Peritonitis
menimbulkan beberapa efek sistemik. Perubahan sirkulasi, perpindahan cairan,
dan masalah pernapasan dapat menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit kritis. Sistem sirkulasi mengalami stress besar dari beberapa sumber.
Respon inflamasi mengirimkan darah ekstra ke area usus yang terinflamasi.
Cairan dan udara di tahan dalam lumen ini, meningkatkan tekanan dan
meningkatkan sekresi cairan ke dalam usus. Jadi volume sirkulasi darah
berkurang. Proses inflamasi meningkatkan kebutuhan oksigen pada waktu
kemampuan klien untuk ventilasi telah berkurang. Klien mengalami kesulitan
ventilasi karena nyeri abdomen dan peningkatan tekanan abdomen, yang
meninggikan diafragma.
Peritonitis di sebabkan oleh kebocoran isi dari organ abdomen kedalam
rongga abdomen biasanya sebagai akibat dari inflamasi. Infeksi, iskemia, trauma,
atau perforasi tumor. Terjadi proliferasi bacterial. Terjadi edema jaringan, dan
dalam waktu singkat terjadi eksudasi cairan. Cairan dalam rongga peritoneal
menjadi keruh dengan peningkatan jumlah protein, sel darah putih, debris
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
19/47
19
seluler, dan darah. Respon segera dari saluran usus adalah hipermotilitas, diikuti
oleh ileus paralitik, disertai akumulasi udara dan cairan dalam usus.
1) Peradangan : peritonitis ini akibat dari inflasi kuman akibat daerah
peritoneum sehingga mengakibatkan terjadinya proses peradangan oleh
penyebaran kuman-kuman atau bakteri yang ada di daerah peritoneum
sehingga terjadilah. peradangan dan peritonitis ini di akibatkan.
2) Taruma karena cidera bisa di sebabkan oleh benda tajam atau tumpul dan bila
trauma tersebut memberikan benturan yang cukup besar di daerah peritoneum
maka bisa saja organ-organ di dalamnya misalnya ginjal, hepar, lambung,
bisa pecah apalagi selaput peritoneum yang lebih tipis dari organ-organ yang
lain itu karena abses kuman terjadilah inflamasi.
3) Tumor: tumor ini berisi nanah, atau pes dan kuman bakteripun masuk
sehingga terjadi peradangan atau inflamsi sehingga terjadilah peritonitis.
Dari ketiga penyebab ini (peradangan, trauma dan tumor) mengakibatkan
keluarnya isi rongga abdomen terjadilah edema jaringan (pembengkakan
jaringan) dan eksudat ini adalah hasil dari pagosit makanannya kuman yang
berada didalamnya yaitu protein, leukosit, sel yang rusak, ini dapat
mengakibatkan cairan menjadi keruh karena sudah meradang selnya pun sudah
rusak dan fungsi tidak dapat berjalan dengan baik sehingga saluran cerna
terganggu mengakibatkan mual muntah, ileus paralistik (obstruksi usus)
terjadilah penimbunan udara mengakibatkan kembung.
Kembung terjadilah distensi abdomen (ketengganga7 abdomen) akibat dari
kembung tadi. Tekanan karena distensi abdomen naik yang mengakibatkan rasa
nyeri dan rasa nyeri itu berforasi (pecah) menyebar didaerah teritonium sehinggaisi usus yang mengandung kuman keluar. Perlu kita ketahui etiologinya karena
apendisitis jadi kuman yang ada di usus tadi keluar karena adanya penyebaran
kuman dan akan mengenai daerah peritoneum. Didalam peritoneum ini kirman,
bakteri, yang keluar bereaksi, terjadilah inflamasi sel peritoneum pun rusak
akibat inflamasi tadi terjadilah abses (nanah) menyeluruh diperitonium. Abses ini
adalah nanah yang berisi kuman, bakteri dan sel yang rusak. Di daerah
peritoneum menyebar akibatnya panas tinggi karena reaksi tubuh melawan
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
20/47
20
kuman sehingga mengakibatkan demam. Karena demam terjadilah dis.ensi
abdarnen (ketegangan pada otot perut) sehingga mengakibatkan nyeri.
Reaksi awal peritoneum terhadap irvasi oleh bakteri adalalt keluarnyaeksudat fibrinosa, yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya
sehingga infeksi. Bila bahan-bahan infeksi tersebar luas pada permukaan
peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum, aktivitas
peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni
dan meregang. Cairan dan elektrolit hilang ke dalam lumen usus, mengakibatkan
dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi, dan oliguri.
Peritonitis menyebabkan penurunan aktivitas fibrinolitik intraabdomen
(meningkatkan aktivitas inhibitor activator plasminogen) dan sekuestrasi fibrin
dengan adanya pembentukan jejaring pengikat. Produksi eksudat fibrin
merupakan mekanisme terpenting dari sistem pertahanan tubuh, dengan cara ini
akan terikat bakteri dalam jumlah yang sangat banyak di antara matriks fibrin.
Pembentukan abses pada peritonitis pada prinsipnya merupakan mekanisme
tubuh yang melibatkan subtasi pembentuk abses dan kuman-kuman itu sendiri
untuk menciptakan kondisi abdomen yang steril. Pada keadaan jumlah kuman
yang sangat banyak, tubuh sudah tidak mampu mengeliminasi kuman dan
berusaha mengendalikan penyebaran kuman dengan membentuk kompartemen-
kompartemen yang kita kenal sebagai abses. Masuknya bakteri dalam jumlah
besar ini bisa berasal dari berbagai sumber. Yang paling sering ialah kontaminasi
bakteri transient akibat penyakit viseral atau intervensi bedah yang merusak
keadaan abdomen.
Selain jumlah bakteri transient yang terlalu banyak di dalam rongga
abdomen, peritonitis terjadi juga memang karena virulensi kuman yang tinggi
hingga mengganggu proses fagositosis dan pembunuhan bakteri dengan
neutrofil. Keadaan makin buruk jika infeksinya dibarengi dengan pertumbuhan
bakteri lain atau jamur, misalnya pada peritonitis akibat koinfeksi Bacteroides
fragilis dan bakteri gram negatif, terutama E. coli. Isolasi peritoneum pada pasien
peritonitis menunjukkan jumlah Candida albicans yang relatif tinggi, sehingga
dengan mengunakan skor APACHE II (acute physiology and cronic health
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
21/47
21
evaluation) diperoleh mortalitas tinggi, 52%, akibat kandidosis tersebut. Saat ini
peritonitis juga teliti lebih lanjut karena melibatkan mediasi respon imun tubuh
hingga mengaktiflcan systemic inflammatory response syndrome (SIRS) dan
multiple organ failure (MOF).
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
22/47
22
Penyebaran infeksi dari
organ abdomen:
- Appendicitis
- Salpingitis
- kolesistitis
- Pankreatitis dll.
Mikroorganisme dariluar:
- Stapilococcus
- Streptococcus
Merangsang pusat
termoregulator
dihipotalamus anterior
Terjadi reaksi immune
yang mengeluarkan zat
pirogen endogen:
Peradangan pada
Peritoneum
Methermostat
set point
destruksi jaringan
yang terinfeksi
melepaskan
mediator kimiawi (
histamine, bradikinin,prostaglandin) dan
enzim proteolitik
Merangsang ujung
saraf aferen
simpatisotak
Nyeri
Informasi kurang
/tidak akurat
Perubahan status
kesehatan
Kurang
pengetahuan
tentang kondisi/
pengobatan
Hipertermi
Aspek psikologis
Cemas
Peristaltic menurun
Kekurangan volume
cairan
Atonia usus dan
meregang
Cairan & electrolit
masuk kedalam lumen
ususObstruksi usus
Tek.
Intralumen
Iskemia dinding
usus
Distensi
Akumulasi
gas&cairan dlm
lumen proximal dari
letak obstruksi
Kehilangan
cairan menuju
ruang
eritoneum
Resti
Septicemia
Terbentuk
perlekatan lengkung
usus yg meregang
Pelepasan bakteri&toxin
dari usus yg necrotic
kedlm peritoneum
&sirkulasi sistemik
Mengurangi
pengembangan
paru/ diafragma
saat ins irasi
Napas tidak
efektif
Trauma tembus
abdomen
Perforasi tumor dll.
PATOFISIOLOGI PENYIMPANGAN PADA PERITONITIS
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
23/47
23
6. Pencegahan
Cara terbaik untuk mencegah komplikasi serius dari peritonitis adalah untuk mendapatkan
bantuan medis segera setelah gejala muncul. Jika Anda menerima dialisis peritoneal, Anda
dapat membantu menghindari peritonitis dengan membersihkan area di sekitar kateter dengan
antiseptik dan mencuci tangan sebelum menyentuh kateter.
7. Pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Laboratorium
1) Leukosit
Leukosit normal 5000-10.000, jika leukosit ini melebihi dari hasil normal
otomatis terjadi infeksi.
2) Hematokrit
Kadar volume sel darah rendah otomatis, bias kehilangan darah.
Normalnya Hemotokrit adalah 41%-47%.
3) Asidosis Metabolic.
b) X-Ray
Foto polos 3 posisi (anterior, posterior, lateral) didapatkan :
1) III merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
2) Usus halus dan usus besar dilatasi.
3) Udara bebas rongga abdomen pada usus peroprasi.
7. Penatalaksanaan
a)
Penatalaksanaan Medikal
Bila peritonitis meluas dan pembedahan di kontraindikasikan karena syok
dan kegagalan sirkulasi, cairan oral di hindari dan cairan intravena perlu
untuk penggantian elektrolit dan kehilangan protein. Biasanya, selang usus
panjang dimasukkan melalui hidung keda(am usus untuk mengurangi tekanan
dalarn usus. Bila infeksi telah reda dan kondisi klien membaik, drainase
bedah dan perbaikan dapat diupayakan. Pengobaan utama lain dari peritonitis
adalah terapi antibiotic intravena dengan agen spectrum luar yang paten.
Penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah focus utama dari
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
24/47
24
penatalaksanaan medis. Beberapa liter larutan isotonic diberikan. Hipovolemi
terjadi karena sejumlah besar cairan dan elektrolit bergerak dari lumen usus
ke dalam rongga peritoneal dan menurunkan caran kedalam ruang vaskuler.
Analgesik diberikan untuk mengatasi nyeri. Antiemetik dapat diberikan
sebagai terapi untuk mual dan muntah. Intubasi usus dan pengisapan
membantu dalam menghilangkan distensi abdomen dan meningkatkan fungsi
usus. Cairan dalam rongga abdomen dapat menyebabkan tekanan yang
membatasi ekspansi paru dan menyebabkan distress pernapasan. Terapi
oksigen dengan kanula nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi
secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bantuan
ventilasi diperlukan.
Tindakan bedah mencangkup mengangkat materi terinfeksi dan
memperbaiki penyebab. Tindakan pembedahan diarahkan kepada eksisi
terutama bila terdapat apendisitis, reseksi dengan atau tanpa anastomosis
(usus), memperbaiki pada ulkus peptikum yang mengalami perforasi atau
divertikulitis dan drainase pada abses. Pada peradangan pancreas
(pankreatitis akut) atau penyakit radang panggul pada wanita, pembedahan
darurat biasanya tidak dilalukan. Diberikan antibiotic yang tepat, bila perlu
beberapa macam antibiotic diberikan bersamaan.
Akhir-akhir ini drainase dengan panduan CT-scan dan USG merupakan
pilihan tindakan monoperatif yang mulai gencar dilakukan karena tidak
terlalu invasive, namun terapi ini lebih bersifat komplementer, bukan
kompetitif disbanding laparoskopi, karena seringkali letak luka atau abses
tidak terlalu jelas sehingga hasilnya tidak optimal. Sebaliknya, pembedahan
memungkinkan lokalisasi peradangan yang jelas, kemudian dilakukaneliminasi kuman dan inokulum peradangan tersebut, hingga rongga perut
benar-benar bersih dari kuman.
b) Penatalaksanaan Bedah.
Pembedahan mungkin dilakukan untuk mencegah peritonitis, seperti pada
apendektomi untuk apendiks yang terinflamasi atau reseksi kolon untuk
inflamasi divertikulum. Bila perforasi tidak dicegah, intervensi pembedahan
mayor adalah insisi dan drainase terhadap abses.
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
25/47
25
8. Komplikasi
a) Inflamasi tidak local
Ini terjadinya peradangan tidak pada satu tempat saja.
b)
Sepsis adalah penyebab umum dari kematian pada peritonitis.
Maksudnya adanya mikroorganisme pathogen atau toksin didalam jaringan
sehingga menyebar kepembuluh darah dan aliran darah menujuh keseluruh
tubuh akibat dari sepsis tersebut.
c) Syok dapat diakibatkan dari septikomia atau hipovolemia
d) Obstruksi usus (sumbatan pada usus) yang berhubungan dengan terjadinya
pelekatan usus.
e)
Pasca operatif yaitu luka dan pembentukan abses.
Maksudnya setelah dilakukan operasi luka dan terbentuklah abses (nanah).
Dua komplikasi pasca operasi paling umum adalah eviserasi luka dan
pembentukan abses. Komplikasi pembedahan dengan laparotomi eksplorasi
memang tidak sedikit. Secara bedah dapat terjadi trauma diperitoneum,
fistula enterokutan, kematian dimeja operasi, atau peritonitis membedahan
dua jenis peritonitis, Anamnesis yang lengkap, penilaian cairan peritoneal,
dan pemerikasaan diagbostik tambahan diperlukan untuk mengakkan
diagnosis dan tata laksana yang tepat untuk pasien seperti ini.
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
26/47
26
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Identitas
1. Nama pasien :
2. Umur :
3. Jenis kelamin : perempuan/laki-laki
4. Suku /Bangsa :
5.
Pendidikan :6. Pekerjaan :
7. Alamat :
B. Keluhan utama: Keluhan utama yang sering muncul adalah nyeri kesakitan di bagian
perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Peritinotis dapat terjadi pada seseorang dengan peradangan iskemia, peritoneal diawali
terkontaminasi material, sindrom nefrotik, gagal ginjal kronik, lupus eritematosus, dan
sirosis hepatis dengan asites.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Seseorang dengan peritonotis pernah ruptur saluran cerna, komplikasi post operasi,
operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti ruptur
limpa dan ruptur hati.
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Secara patologi peritonitis tidak diturunkan, namun jika peritonitis ini disebabkan oleh
bakterial primer, seperti: Tubercolosis. Maka kemungkinan diturunkan ada.
F. Pemeriksaan Fisik
a) Sistem pernafasan (B1)
Pola nafas irregular (RR> 20x/menit), dispnea, retraksi otot bantu pernafasan serta
menggunakan otot bantu pernafasan.
b) Sistem kardiovaskuler (B2)
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
27/47
27
Klien mengalami takikardi karena mediator inflamasi dan hipovelemia vaskular
karena anoreksia dan vomit. Didapatkan irama jantung irregular akibat pasien syok
(neurogenik, hipovolemik atau septik), akral : dingin, basah, dan pucat.
c)
Sistem Persarafan (B3)
Klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya
mengalami penurunan kesadaran.
d) Sistem Perkemihan (B4)
Terjadi penurunan produksi urin.
e) Sistem Pencernaan (B5)
Klien akan mengalami anoreksia dan nausea. Vomit dapat muncul akibat proses
ptologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi
peritoneal. Selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan
peristaltic usus turun (11.000 sel/ L) dengan adanya pergerakan ke
bentuk immatur pada differential cell count. Namun pada pasien
dengan immunocompromiseddan pasien dengan beberapa tipe infeksi (seperti
fungal dan CMV) keadaan leukositosis dapat tidak ditemukan atau malah
leucopenia
2) PT, PTT dan INR
3) Test fungsi hati jika diindikasikan
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
28/47
28
4) Amilase dan lipase jika adanya dugaan pancreatitis
5) Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih (seperti
pyelonephritis, renal stone disease)
6)
Cairan peritoneal, cairan peritonitis akibat bakterial dapat ditunjukan dari pH dan
glukosa yang rendah serta peningkatan protein dan nilai LDH
H. Pemeriksaan Radiologi
1) Foto polos
2) USG
3) CT Scan
4)
Scintigraphy
5) MRI
Pemeriksaan radiologis merupakan pemeriksaan penunjang untuk pertimbangan
dalam memperkirakan pasien dengan abdomen akut. Pada peritonitis dilakukan foto
polos abdomen 3 posisi, yaitu:
1) Tiduran telentang (supine), sinar dari arah vertikal dengan proyeksi
anteroposterior (AP).
2)
Duduk atau setengah duduk atau berdiri kalau memungkinkan, dengan sinar
horizontal proyeksi AP.
3) Tiduran miring ke kiri (left lateral decubitus = LLD), dengan sinar horizontal,
proyeksi AP.
Sebaiknya pemotretan dibuat dengan memakai kaset film yang dapat mencakup
seluruh abdomen beserta dindingnya. Perlu disiapkan ukuran kaset dan film ukuran
35 x 43 cm. Sebelum terjadi peritonitis, jika penyebabnya adanya gangguan pasase
usus (ileus) obstruktif maka pada foto polos abdomen 3 posisi didapatkan gambaranradiologis antara lain:
1) Posisi tidur, untuk melihat distribusi usus, preperitonial fat, ada tidaknya
penjalaran. Gambaran yang diperoleh yaitu pelebaran usus di proksimal daerah
obstruksi, penebalan dnding usus, gambaran seperti duri ikan (Herring bone
appearance).
2) Posisi LLD, untuk melihat air fluid level dan kemungkinan perforasi usus. Dari air
fluid level dapat diduga gangguan pasase usus. Bila air fluid level pendek berarti
ada ileus letak tinggi, sedang jika panjang-panjang kemungkinan gangguan di
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
29/47
29
kolon. Gambaran yang diperoleh adalah adanya udara bebas infra diafragma dan
air fluid level.
3) Posisi setengah duduk atau berdiri. Gambaran radiologis diperoleh adanya air
fluid level dan step ladder appearance. Jadi gambaran radiologis pada ileus
obstruktif yaitu adanya distensi usus partial, air fluid level, dan herring bone
appearance.
Sedangkan pada ileus paralitik didapatkan gambaran radiologis yaitu:
1) Distensi usus general, dimana pelebaran usus menyeluruh sehingga kadang-
kadang susah membedakan anatara intestinum tenue yang melebar atau intestinum
crassum.
2)Air fluid level.
3) Herring bone appearance.
Bedanya dengan ileus obstruktif: pelebaran usus menyeluruh sehingga air fluid level
ada yang pendek-pendek (usus halus) dan panjang-panjang (kolon) karena diameter
lumen kolon lebih lebar daripada usus halus. Ileus obstruktif bila berlangsung lama
dapat menjadi ileus paralitik. Pada kasus peritonitis karena perdarahan, gambarannya
tidak jelas pada foto polos abdomen. Gambaran akan lebih jelas pada pemeriksaan
USG (ultrasonografi). Gambaran radiologis peritonitis karena perforasi dapat dilihat
pada pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi. Pada dugaan perforasi apakah karena
ulkus peptikum, pecahnya usus buntu atau karena sebab lain, tanda utama radiologi
adalah:
1) Posisi tiduran, didapatkan preperitonial fat menghilang, psoas line menghilang,
dan kekaburan pada cavum abdomen.
2) Posisi duduk atau berdiri, didapatkan free air subdiafragma berbentuk bulan sabit
(semilunair shadow).3) Posisi LLD, didapatkan free air intra peritonial pada daerah perut yang paling
tinggi. Letaknya antara hati dengan dinding abdomen atau antara pelvis dengan
dinding abdomen. Jadi gambaran radiologis pada peritonitis yaitu adanya
kekaburan pada cavum abdomen, preperitonial fat dan psoas line menghilang, dan
adanya udara bebas subdiafragma atau intra peritonea
I. X. Ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan :
1) Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
30/47
30
2) Usus halus dan usus besar dilatasi.
3) Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus perforasi.
2. Diagnosa
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.
5. Ketidakefektifan pola nafas b.d penurunan kedalaman pernafasan sekunder distensi
abdomen dan menghindari nyeri.
6.
Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3. Intervensi
1. Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi, demam dan kerusakan jaringan.
Tujuan: Nyeri klien berkurang
Kriteria hasil:
1) Laporan nyeri hilang/terkontrol
2) Menunjukkan penggunaan ketrampilan relaksasi.
3) Metode lain untuk meningkatklan kenyamanan
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
31/47
31
Tindakan/Intervensi
Mandiri:
1. Selidiki laporan nyeri, catat lokasi, lama,
intensitas (skala 0-10) dan karakteristiknya
(dangkal, tajam, konstan).
2. Pertahankan posisi semi Fowler sesuai
indikasi
3. Berikan tindakan kenyamanan, contoh
pijatan punggung, napas dalam, latihan
relaksasi atau visualisasi.
4. Berikan perawatan mulut dengan sering.
Hilangkan rangsangan lingkunagan yang
tidak menyenangkan.
Rasional
1. Perubahan pada lokasi/intensitas tidak
umum tetapi dapat menunjukkan
terjadinya komplikasi. Nyeri cenderung
menjadi konstan, lebih hebat, dan
menyebar ke atas, nyeri dapat lokal bila
terjadi abses.
2. Memudahkan drainase cairan/luka karena
gravutasi dan membantu meminimalkan
nyeri karena gerakan.
3. Meningkatkan relaksasi dan mungkin
meningkatkan kemampuan koping pasien
denagn memfokuskan kembali perhatian.
4. Menurunkan mual/muntah yang dapat
meningkatkan tekanan atau nyeri
intrabdomen.
Kolaborasi:
Berikan obat sesuai indikasi:
1. Analgesik, narkotik
2. Antiemetik, contoh hidroksin (Vistaril)
3. Antipiretik, contoh asetaminofen (Tylenol)
1. Menurunkan laju metabolik dan iritasi
usus karena toksin sirkulasi/lokal, yang
membantu menghilangkan nyeri dan
meningkatkan penyembuhan.
Catatan: Nyeri biasanya berat dan
memerlukan pengontrol nyeri narkotik,
analgesik dihindari dari proses diagnosis
karena dapat menutupi gejala.
2. Menurunkan mual/munta, yang dapt
meningkatkan nyeri abdomen
3. Menurunkan ketidaknyamanan
sehubungan dengan demam atau
menggigil.
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
32/47
32
2. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan.
Tujuan: Mengurangi infeksi yang terjadi, meningkatkan kenyamanan pasien.
Kriteria hasil:
1) Meningkatnya penyembuhan pada waktunya, bebas drainase purulen atau
eritema, tidak demam.
2) Menyatakan pemahaman penyebab individu / faktor resiko.
Intervensi Keperawatan:
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Catat faktor risiko individu contoh trauma
abdomen, apendisitis akut, dialisa peritoneal.
2.
Kaji tanda vital dengan sering, catat tidakmembaiknya atau berlanjutnya hipotensi,
penurunan tekanan nadi, takikardia, demam,
takipnea.
3. Catat perubahan status mental (contoh
bingung, pingsan).
4. Catat warna kulit, suhu, kelembaban.
5. Awasi haluaran urine.
1. Mempengaruhi pilihan intervensi.
2. Tanda adanya syok septik,
endotoksin sirkulasi menyebabkanvasodilatasi, kehilangan cairan
dari sirkulasi, dan rendahnya
status curah jantung.
3. Hipoksemia, hipotensi, dan
asidosis dapat menyebabkan
penyimpangan status mental.
4. Hangat, kemerahan, kulit kering
adalah tanda dini septikemia.
Selanjutnya manifestasi termasuk
dingin, kulit pucat lembab dan
sianosis sebagai tanda syok.
5. Oliguria terjadi sebagai akibat
penurunan perfusi ginjal, toksin
dalam sirkulasi mempengaruhi
antibiotik.
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
33/47
33
6. Pertahankan teknik aseptik ketat pada
perawatan drein abdomen, luka
insisi/terbuka, dan sisi invasif. Bersihkan
dengan Betadine atau larutan lain yang tepat
kemudia bilas dengan PZ.
7. Observasi drainase pada luka.
8. Pertahankan teknik steril bila pasien
dipasang kateter, dan berikan perawatan
kateter/ atau kebersihan perineal rutin.
9. Awasi/batasi pengunjung dan staf sesuai
kebutuhan. Berikan perlindungan isolasi bila
diindikasikan.
6. Mencegah meluas dan membatasi
penyebaran organisme
infektif/kontaminasi silang.
7. Memberikan informasi tentang
status infeksi.
8. Mencegah penyebaran, membatasi
pertumbuhan bakteri pada traktus
urinarius.
9. Menurunkan resiko terpajan
pada/menambah infeksi sekunder
pada pasien yang mengalami
tekanan imun.
Kolaborasi:
1. Ambil contoh/awasi hasil pemeriksaan seri
darah, urine, kultur luka.
2. Bantu dalam aspirasi peritoneal, bila
diindikasikan.
3. Berikan antibiotik, contoh gentacimin
(Garamycyin), amikasin (amikin),
Klindamisin (Cleocin). Lavase pritoneal/IV.
4. Siapkan untuk intervensi bedah bila
diindikasikan
1. Mengidentifikasikan
mikroorganisme dan membantu
dalam mengkaji keefektifan
prigram antimikrobial.
2. Dilakukan untuk membuang
cairan dan untuk mengidentifikasi
organisme infeksi sehingga tetapi
antibiotik yang tepat dapat
diberikan.
3. Terapi ditujukan pada bakteri
anaerob dan basil aerob gram
negatif.Lavase dapat digunakan
untuk membuang jaringan
nekrotik dan mengobati inflamasi
yang terlokalisasi/menyebar
dengan buruk.
4. Pengobatan pilihan (kuratif) pada
peritonitis akut atau lokal, contoh
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
34/47
34
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia dan muntah.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan dapat timbul kembali
danstatus nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil:
1. Status nutrisi terpenuhi
2. Nafsu makan klien timbul kembali
3.
Berat badan normal
4. Jumlah Hb dan albumin normal
Intervensi Keperawatan :
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Awasi haluan selang NG, dan
catat adanya muntah atau
diare.
2. Timbang berat badan tiap
hari.
3. Auskultasi bising usus, catat
bunyi tak ada atau hiperaktif
1. Jumlah besar dari aspirasi gaster dan muntah atau
diare diduga terjadi obstruksi usus, memerlukan
evaluasi lanjut.
2. Kehilangan atau peningkatan dini menunjukkan
perubahan hidrasi tetapi kehilangan lanjut diduga ada
defisit nutrisi.
3. Meskipun bising usus sering tak ada, inflamasi atau
iritasi usus dapat menyertai hiperaktivitas
usus, penurunan absorpsi air dan diare.
untuk drainase abses lokal,
membuang eksudat peritoneal,
membuang
rupturapendiks/kandung empedu,
mengatasi perforasi ulkus, atau
reseksi usus.
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
35/47
35
4. Catat kebutuhan kalori yang
dibutuhkan.
5. Monitor Hb dan albumin
6. Kaji abdomen dengan sering
untuk kembali ke bunyi yang
lembut, penampilan bising
usus normal, dam kelancaran
flatus.
4. Adanya kalori (sumber energi) akan mempercepat
proses penyembuhan.
5. Indikasi adekuatnya protein untuk sistem imun.
6. Menunjukan kembalinya fungsi usus ke normal
Kolaborasi:
1. Kolaborasi pemasangan NGT
jika klien tidak dapat makan
dan minum peroral.
2. Kolaborasi dengan ahli gizi
dalam diet.
3. Berikan informasi tentang zat-
zat makanan yang sangat
penting bagi keseimbangan
metabolisme tubuh
1. Agar nutrisi klien tetap terpenuhi.
2. Tubuh yang sehat tidak mudah untuk terkena infeksi
(peradangan).3. Klien dapat berusaha untuk memenuhi kebutuhan
makan dengan makanan yang bergizi.
4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan aktif.
Tujuan: Mengidentifikasi intervensi untuk memperbaiki keseimbangan cairan dan
meminimalisir proses peradangan untuk meningkatkan kenyamanan.
Kriteria hasil:
1) Haluaran urine adekuat dengan berat jenis normal,
2) Tanda vital stabil
3) Membran mukosa lembab
4) Turgor kulit baik
5)
Pengisian kapiler meningkat6) Berat badan dalam rentang normal.
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
36/47
36
Intervensi keperawatan
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Pantau tanda vital, catat adanya
hipotensi (termasuk perubahan
postural), takikardia, takipnea,
demam. Ukur CVP bila ada.
2. Pertahankan intake dan output yang
adekuat lalu hubungkan dengan berat
badan harian.
3. Rehidrasi/ resusitasi cairan
4. Ukur berat jenis urine
5. Observasi kulit/membran mukosa
untuk kekeringan, turgor, catat edema
perifer/sacral.
6.
Hilangkan tanda bahaya/bau darilingkungan. Batasi pemasukan es
batu.
7. Ubah posisi dengan sering berikan
perawatan kulit dengan sering, dan
pertahankan tempat tidur kering dan
bebas lipatan.
1. Membantu dalam evaluasi derajat defisit
cairan/keefektifan penggantian terapi
cairan dan respons terhadap pengobatan.
2. Menunjukkan status hidrasi
keseluruhan.
3.
Untuk mencukupi kebutuhan cairan
dalam tubuh (homeostatis).
4. Menunjukkan status hidrasi dan
perubahan pada fungsi ginjal.
5. Hipovolemia, perpindahan cairan, dan
kekurangan nutrisi mempeburuk turgor
kulit, menambah edema jarinagan.
6.
Menurunkan rangsangan pada gasterdan respons muntah.
7. Jaringan edema dan adanya gangguan
sirkulasi cenderung merusak kulit
Kolaborasi:
1. Awasi pemerikasaan laboratorium,
contoh Hb/Ht, elektrolit, protein,
albumin, BUN, kreatinin.
2. Berikan plasma/darah, cairan,
elektrolit.
1. Memberikan informasi tentang hidrasi
dan fungsi organ.
2. Mengisi/mempertahankan volume
sirkulasi dan keseimbangan elektrolit.
Koloid (plasma, darah) membantu
menggerakkan air ke dalam areaintravaskular dengan meningkatkan
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
37/47
37
3. Pertahankan puasa dengan aspirasi
nasogastrik/intestinal
tekanan osmotik.
3. Menurunkan hiperaktivitas usus dan
kehilangan dari diare.
4. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan kedalaman pernafasan
sekunder distensi abdomen dan menghindari nyeri.
Tujuan: Pola nafas efektif, ditandai bunyi nafas normal, tekanan O2dan saturasi
O2normal.
Kriteria Hasil:
1) Pernapasan tetap dalam batas normal
2) Pernapasan tidak sulit
3) Istirahat dan tidur dengan tenang
4) Tidak menggunakan otot bantu napas
Intervensi Keperawatan:
Tindakan Intervensi Rasional
Mandiri:
1. Pantau hasil analisa gas darah
dan indikator hipoksemia:
hipotensi, takikardi,
hiperventilasi, gelisah,
depresi SSP, dan sianosis.
2.
Auskultasi paru untuk
mengkaji ventilasi dan
mendeteksi komplikasi
pulmoner.
3. Pertahankan pasien pada
posisi semifowler.
4. Berikan O2 sesuai program
1. Indikator hipoksemia; hipotensi, takikardi,
hiperventilasi, gelisah, depresi SSP, dan sianosis
penting untuk mengetahui adanya syok akibat
inflamasi (peradangan).
2. Gangguan pada paru (suara nafas tambahan)
lebih mudah dideteksi dengan auskultasi.
3. Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru
dan menurunkan upaya pernafasan, ventilasi
maksimal membuka area atelektasis dan
meningkatkan gerakan sekret kedalam jalan
nafas besar untuk dikeluarkan.
4. Oksigen membantu untuk bernafas secara
optimal.
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
38/47
38
5. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
Tujuan: Mengurangi ansietas klien
Kriteria hasil:
1) Mengakui dan mendiskusikan masalah
2) Penampilan wajah tampak rileks
3) Mampu menerima kondisinya
Intervensi:
Tindakan/Intervensi Rasional
1. Evaluasi tingkat pemahaman
klien/orang terdekat tentang
diagnosa.
2. Akui rasa takut/masalah klien dan
dorong mengekspresikan
perasaan.
3. Berikan kesempatan untuk
bertanya dan jawab dengan jujur.
Yakinkan bahwa klien dan
perawat mempunyai pemahaman
yang sama.
4. Terima penyangkalan klien tetapi
jangan dikuatkan.
1. Bila penyangkalan ekstem atau ansietas
mempengaruhi kemajuan penyembuhan,
menghadapi itu klien perlu dijelaskan dan
membuka cara penyelesaiannya.
2. Takut/ansietas menurun klien mulai menerima
secara positif kenyataan dan memiliki kemauan
untuk hidup lagi.
3. Dapat membantu memperbaiki beberapa
perasaan kontrol/kemandirian pada klien yang
merasa tak berdaya dalam menerima diagnosa
dan pengobatan
4. Klien sulit berfikir dengan baik bila berada
dalam kondisi yang tidak nyaman
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
39/47
39
4. Implementasi Keperawatan
Sesuai dengan intervensi keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi sesuai dengan tujuan
6.. Dokumentasi Keperawatan
Pendokumentasian asuhan keperawatan yang dilakukan, penulis menggunakan catatan
pasien yang disusun berdasarkan masalah kesehatan spesifik yang dihadapi klien. Bentuk
catatan perkembangan diantaranya SOAPIE (Subjek, Objek, Analisa, Planning,
Implementasi, Evaluasi).
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
40/47
40
BAB IV
PENUTUP
A.
KesimpulanPeritonitis adalah inflamasi rongga peritoneum yang disebabkan oleh infiltrasi isi usus
dari suatu kondisi seperti ruptur apendiks, perforasi/trauma lambung dan kebocoran
anastomosis. (Tucker : 1998,32). Peritonitis adalah informasi peritanium - lapisan
membrane serosa rongga abdomen yang bisa menjadi akibat infeksi bacterial dan reaksi
kimiawi.Tanda dan gejala : syok, demam, distensi abdomen, nyeri tekan abdomen dan
regiditis yang local, atrofi umum tergantung pada iritasi'peritonitis, nausea, vomiting,
penurunan peristaltik usus. Pemeriksaan diagnostik dilakukan dengan pemeriksaan
laboratorium yaitu test leukosit dan hematokrit serta X-Ray.
B. Saran.
Penulis harapkan makalah ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi
mahasiswa pada mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I khususnya pada materi
pembahasan Asuhan Keperawatan Penyakit Peritonitis. Dan dapat digunakan sebaik -
baiknya untuk menambah ilmu dan sebagai dasar pengembangan materi ini dalam
proses pembelajaran selanjutnya.
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
41/47
41
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. "Keperawatan Medikal Bedah. Edisi8. Vol 2. EGC.
Jakarta.
Darmawan. M., 1995,Peritonitis dalam Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, FKUI, Jakarta
Ester, Monica .2002. "Keperawatan Medikal Bedah . Pendekatan Sistem Gastrointestinal".
EGC. Jakarta.
Inayah, Iin. 2004. "Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pencernaan". EGC. Jakarta.
Hinchliff, sue. 1999. "Kamus Keperawatan" EGC. Jakarta.
M. Mauschenson, peter. 1990. "Ilmu Bedah Untuk Pemula". Binarupa Aksara. Jakarta.
J. Corwin, Elizabeth. 2001 "Patofisiologi" EGC. Jakarta.
Peritonitis. Kumala, Poppy. 1998 "Kamus, Saku Kedokteran Dorland". EGC.
Jakarta.
Scalon, valerie C., Tina sanders. 2006.Buku Ajar Anatomi & fisiologi. Edisi 3. EGC.Jakarta.
Syaifuddin. 2011. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan dan kebidanan. Edisi 4. EGC.
Jakarta.
Sylvia Anderson Price & Lorraine M. Wilson. 2005. "Patofisiologi : Konsep. Klinis Proses-
proses Penyakit". EGC. Jakarta.
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
42/47
42
LAMPIRAN
careplannursing.blogspot.com
catalog.nucleusinc.com
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
43/47
43
SATUAN ACARA PEMBELAJARAN
(SAP)
Nama Mahasiswa : Oktovia Listyawati Putri
Materi : Peritonitis
Waktu : 10-15 menit
Hari/Tanggal :
Tempat :
A. Tujuan
1. Umum
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan yang disampaikan,klien dapat mengikuti
dan memahami arti dari peritonitis.
2. Khusus
a.
Pasien dapat mengetahui tujuan dilakukan pengobatan pada peritonitisb. Pasien dapat mengetahui cara untuk mengobati peritonitis.
c. Pasien dapat mengetahui tujuan dilakukan pengobatan.
d. Pasien mampu untuk menjelaskan kembali tentang penyakit peritonitis.
B. Materi
1. Pengertian
2. Etiologi/penyebab
3. Gejala dan tanda
4. Patofisiologi
5. Komplikasi
6. Pemeriksaan diagnosis
7. Prognosis
C. Alat yang digunakan :
1. Power Point
2. Mikrofon
3. Leaflet.
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
44/47
44
Kegiatan Belajar Mengajar
No Tahap Waktu Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Peserta
1. Pembukaan 5 menit - Mengucap
salam
- Perkenalan
- Menjawab salam
2. Penyajian 10 menit -Menyampikan materi
tentang Peritonitis
-Mendengarkan dan
memperhatikan materi
yang disampaikan
3. Pengembangan 10 menit -Memberi
kesempatan pada
peserta untuk
bertanya
-Menjawab
pertanyaan dari
peserta
-Merespon /bertanya
-Mendengar,
memperhatikan
4. Penutup 5 menit -Menutup dengan
mengucapkan
terimakasih
-Memberi salam
penutup
-Menjawab salam
penutup
B. Evaluasi
Setelah dilakukan penyuluhan selama kurang lebih 30 menit, keluarga mampu
menyebutkan :
a. Pengerian peritonitis
b. Penyebab peritonitis
c. Tanda dan gejala peritonitis
d.
Patofisiologi
e. Komplikasi
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
45/47
45
f. Pemeriksaan diagnostic
g. Prognosis
Lampiran materi :
I. Pengertian
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum-lapisan membran serosa rongga
abdomen dan meliputi visera.
Peritonitis adalah peritoneal yang infeksi akibat bacterial dan reaksi
kimiawi.
II.Etiologi
Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal misalnya :
a. Appendiksitis yangmeradang dan perforasi
b. Tukak peptic (lambung/duodenum)
c. Tukak tipoid
d. Tukak disentri amuba/colitis
e. Tukak pada tumor
f.
Salpingitisg. Diverticulitis
Kuman yang paling sering yaitu E. coli, sterptoccocus dan hemolitik,
stapiloccocus aurens, enterccocus, dan yang paling berbahaya adalah
colistidium lechci.
III. Gejala dan tanda
a.
Syokb. Demam
c. Distensi abdomen
d. Nyeri tekan abdomen dan nyeri regiditas yang lokal, difus, atrofi umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis
e. Nausea
f. Vomiting
g. Penurunan peristaltic usus
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
46/47
46
IV. Patofisiologi
peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen biasanya sebagai
akibat dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atu perforasi tumor. Terjadi
proliferasi bacterial, edema jaringan dan dalam waktu singkat terjadi eksudasi
cairan. Cairan dalam rongga peritoneal menjadi keruh degan peningkatan
jumlah protein, sel darah putih, debriseluler, dan darah. Respon segera dari
saluran usus adalah hypermotilitas, diikutu oleh illius paralitik, disertai
akumulasi udara dan cairan dalam usus.
V.Komplikasi
a.
Inflamasi tidak local
b. Sepsis adalah penyebab umum dari kematian pada peritonitis
c. Syok dapat di akibatkan dari septicemia/hypovolemia
d. Obstruksi usus yang berhubungan dengan terjadinya perlekatan usus
e. Pasca operatif yaitu eviserasi luka dan pembentukkan abses
VI. Pemeriksaan diagnostic
a.
Test laboratorium
(a).Leukosit
(b).Hematokrit
(c).Asidosis metabolic
b. X-ray
Foto polos 3 posisi (anterior, posterior, lateral)
(a).
Illeus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis(b).Usus halus dan usus besar dilatasi
(c).Udara bebas rongga abdomen pada kasus perforasi
VII. Prognosis
a. Mortalitas tetap tinggi antara 10%-40%
b. Prognosa lebih buruk pada usia lanjut dan peritonitis sudah berlangsung
lebih dari 48 jam.
c. Lebih cepat di ambil tindakan lebih baik prognosanya
7/22/2019 asuhan keperawatan pada klien peritonits
47/47
RENCANA PULANG
Berikan informasi verbal dan tertulis kepada pasien dan orang terdekat tentang hal berikut :
a. obat-obatan, meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, tindakan pencegahan,
interaksi obat atau obat dan makanan atau obat, dan potensial efek samping.
b. jika pasien telah menjalani pembedahan, indicator infeksi luka : demam, nyeri,
menggigil, insisi bengkak, eritema menetap.
c. pentingnya perawatan tindak lanjut : pastikan tanggal dan waktu perjanjian medis
berikutnya.