Post on 15-Mar-2019
i
ANALISIS USAHA TERNAK ITIK
DI KABUPATEN SUKOHARJO
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat sarjana pertanian
di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jurusan / Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian / Agrobisnis
Oleh :
Agung Ary W ibowo
H 0304047
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERS ITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
ii
ANALISIS USAHA TERNAK ITIK
DI KABUPATEN SUKOHARJO
Yang dipersiapkan dan disusun oleh :
Agung Ary W ibowo
H 0304047
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 30 Desember 2009
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji
Surakarta, Januari 2010
Mengetahui,
Universitas Sebelas Maret,
Fakultas Pertanian
Dekan
Prof. Dr. Ir. Suntoro, MS. NIP. 19551217 198203 1 003
Ketua
Wiwit Rahayu, SP. MP. NIP. 19711109 199703 2 004
Anggota I
Umi Barokah, SP. MP. NIP. 19730129 200604 2 001
Anggota II
Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS. NIP. 19570104 198003 2 001
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang
telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga akhirnya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul ANALISIS USAHA TERNAK ITIK DI
KABUPATEN SUKO HARJO .
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh derajat
Sarjana S1 Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Dalam kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penyusunan
skripsi ini, antara lain :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, M.Si. Selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Ir. Catur Tunggal B.J.P, MS. Selaku Ketua Jurusan/Program Studi
Sosial Ekonomi Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta, sekaligus Pembimbing Akademik yang sabar memberikan
pengarahan.
3. Ibu Wiwit Rahayu, SP. MP. Selaku Pembimbing Utama yang dengan sabar
memberikan pengarahan, bimbingan dan dorongan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan laporan penelitian yaitu dari awal hingga akhir.
4. Ibu Umi Barokah, SP. MP. Selaku Pembimbing Pendamping yang telah m em-
berikan bantuan, bimbingan serta pengarahan bagi penulis dalam penyusunan
sampai menyelesaikan laporan penelitian ini.
5. Ibu Prof. Dr. Ir. Endang Siti Rahayu, MS. Yang telah memberikan saran dan
masukan untuk perbaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh staff Fakultas Pertanian Universitas
Sebelas Maret Surakarta terutama Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
/Agrobisnis atas ilmu yang telah diberikan dan bantuannya selama masa
perkuliahan penulis di Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
iv
7. Jajaran pemerintah Kabupaten Sukoharjo serta Kecamatan Gatak yang telah
memberikan ijin penelitian kepada penulis guna menyesaikan penelitian.
8. Ibu, bapak, budhe, kakak, adhek, yang selalu setia memberikanku motivasi
dan dorongan serta dengan ikhlas mendoakan di setiap langkah penyusun.
9. Teman-teman Agrobisnis 2004, yang telah menjadikanku bagian dari kalian
serta telah memberiku inspirasi dalam menyusun laporan penelitian ini.
10. Teman-teman Agrobisnis 2005, yang telah menemani serta membantuku pada
akhir masa perkuliahanku.
11. Teman-teman HIMASETA angkatan 2003/2004, aku pernah kerja bareng
dengan kalian dan terima kasih telah memperkenalkan tentang organisasi.
12. Teman-teman seperjuangan dalam penyusunan skripsi, yang telah
memberikan dorongan serta motivasi kepada penulis. Ayo lanjutkan perjungan
kita yang tinggal selangkah lagi!
13. Semua pihak yang telah membantu penulis dari awal hingga akhir penyusunan
laporan sehingga penulis mampu menyelesaikan laporan penelitian ini.
Penulis sangat menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan
laporan penelitian ini baik dari segi penyajian maupun pembahasannya. Untuk itu,
penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dalam
memperbaiki pembuatan laporan penelitian selanjutnya.
Akhirnya penulis berharap semoga laporan penelitian ini dapat memberikan
manfaat sekaligus menambah pengetahuan bagi penyusun sendiri pada khususnya
dan pembaca pada umumnya. Amin.
Surakarta, Desember 2009
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i
HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………. ii
KATA PENGANTAR …………………………………………..…....... iii
DAFTAR ISI…………………………………………………..………... v
DAFTAR TABEL…………………………….………….……………... vii
DAFTAR GAMBAR………………………….………….…………….. ix
DAFTAR LAMPIRAN…………………….………….………………... x
RINGKASAN…………………………………….……………………... xi
SUMMARY……………………………….……………….……………. xii
I. PENDAHULUAN…………………………..…………………….
A. Latar Belakang………………………….……………………... 1
B. Perumusan Masalah ……………………….………………….. 2
C. Tujuan Penelitian ……………………………...……………… 3
D. Kegunaan Penelitian …………………….……………………. 3
II. LANDASAN TEORI ………………………….………………...
A. Penelitian Terdahulu................................................................... 4
B. Tinjauan Pustaka ……………………………......…... ………... 5
C. Kerangka Teoritis Pendekatan Masalah..................................... 12
D. Hipotesis..................................................................................... 15
E. Asumsi......................................................................................... 15
F. Pembatasan Masalah.................................................................... 15
G. Definisi Operasional Variabel..................................................... 15
III. METO DE PENELITIAN………………………………………..
A. Metode Dasar Penelitian………………………………………. 17
B. Metode Pengambilan Lokasi Penelitian……………………….. 17
C. Jenis dan Sumber Data……………………………………….... 19
D. Teknik Pengumpulan Data…………………………………….. 20
E. Metode Analisis Data…..……………………………………… 20
vi
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN………………...
A. Keadaan Geografis…..………………………………………… 25
B. Keadaan Penduduk…………………………………………….. 26
C. Keadaan Sarana Perekonomian………………………………... 30
D. Keadaan Usaha ternak itik.……………………………………. 32
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……………..….
A. Hasil Penelitian 35
1. Kondisi Usaha Ternak Itik………………………………….
2. Karakteristik Responden…....................................................
35
36
3. Sumber Modal Usaha………………………………............ 39
4. Sarana Produksi.......................................……….................. 39
5. Proses Produksi.........................................……………….....
6. Analisis Usaha........................................................................
41
44
B. Pembahasan..................................................………………….. 52
C. Permasalahan Usaha Ternak It ik.................................................
D. Solusi...........................................................................................
55
56
VII. KESIMPULAN DAN SARAN......................................................
A. Kesimpulan…………………………………………………… 58
B. Saran…………………………………………………………... 59
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………..…… 60
LAMPIRAN …………………………………………..………………... 62
vii
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
Tabel 1. Populasi It ik di Kabupaten Sukoharjo Pada Tahun 2004-2008......................................................................................
2
Tabel 2. Populasi It ik di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008......................................................................................
17
Tabel 3. Jumlah Peternak Itik dan Populasi It ik di Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008............................
18
Tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Sex Rasio di Kabupaten Sukoharjo dan Kecamatan Gatak Tahun 2007......................................................................................
25
Tabel 5. Keadaan Penduduk Kabupaten Sukoharjo Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007............................................
27
Tabel 6. Keadaan Penduduk Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007.
28
Tabel 7. Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2007.....................................
29
Tabel 8. Keadaan Penduduk Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2007…..
30
Tabel 9. Sarana Perekonomian di Kabupaten Sukoharjo tahun 2007.....................................................................................
31
Tabel 10. Sarana Perekonomian di Kecamatan Gatak Tahun 2007.....................................................................................
31
Tabel 11. Jenis-jenis Komoditi Peternakan di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2007..........................................................................
33
Tabel 12. Jenis Ternak dan Jumlah Peternak di Kecamatan Gatak Tahun 2007..........................................................................
34
Tabel 13. Karakteristik Responden Usaha Ternak It ik……………… 36
Tabel 14. Alasan Responden Mengusahakan Usaha Ternak Itik……. 37
Tabel 15. Status Usaha Ternak It ik di Kabupaten Sukoharjo……….. 38
Tabel 16. Sumber Modal Usaha Ternak Itik di Kabupaten Sukoharjo 39
Tabel 17. Jenis Pakan dan Jumlah Rata-Rata Pemberian Pakan Per Hari.......................................................................................
40
Tabel 18. Biaya Indukan Pada Usaha Ternak It ik di Kabupaten Sukoharjo Pada Bulan Mei 2009.........................................
45
viii
Tabel 19. Biaya Penyusutan Pada Usaha Ternak Itik di Kabupaten Sukoharjo Pada Bulan Mei 2009.........................................
46
Tabel 20. Biaya Rata-rata Usaha Ternak It ik Pada Bulan Mei 2009 per 297 Ekor It ik dan 12 Mesin Tetas..................................
46
Tabel 21. Hasil Produksi dan Penerimaan Usaha Ternak Itik di Kabupaten Sukoharjo...........................................................
48
Tabel 22. Keuntungan Rata-Rata Peternak It ik Selama Bulan Mei 2009......................................................................................
49
Tabel 23. Profitabilitas Usaha Ternak Itik di Kabupaten Sukoharjo Bulan Mei 2009....................................................................
50
Tabel 24. Efisiensi Usaha Ternak Itik di Kabupaten Sukoharjo.......... 51
Tabel 25. Simpangan baku, Koefisien variasi, dan Batas bawah keuntungan usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo........
52
ix
DAFTAR GAMBAR
Nom or Judul Halaman
Gambar 1. Kerangka Teori Pendekatan Masalah.................................. 14
x
DAFTAR LAMPIRAN
Nom or Judul Halaman
Lampiran 1. Kerangka Sampel................................................................ 62
Lampiran 2. Karakteristik Responden Usaha Ternak It ik di Kabupaten Sukoharjo............................................................................
63
Lampiran 3. Rata-Rata Biaya Pakan....................................................... 64
Lampiran 4. Input Telur Tetas ................................................................ 65
Lampiran 5. Biaya Penyusutan................................................................ 66
Lampiran 6. Input Total........................................................................... 67
Lampiran 7. Rata-Rata Hasil Produksi.................................................... 68
Lampiran 8. Rata-Rata Keuntungan dan Efisiensi Usaha Ternak It ik.......................................................................................
69
xi
ANALISIS USAHA TERNAK ITIK DI KABUPATEN SUKOHARJO
Agung Ary W ibowo
H 0304047
RINGKASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya biaya, penerimaan, keuntungan serta besarnya tingkat efisiensi usaha dan besarnya risiko usaha dari ternak itik di Kabupaten Sukoharjo. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sukoharjo. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Analisis data yang digunakan yaitu dengan analisis usaha, biaya, penerimaan, keuntungan serta analisis efisiensi usaha dan analisis risiko usaha.
Dari hasil penelitian diperoleh besarnya biaya total rata-rata dari usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo yaitu sebesar Rp 15.130.167,00 per bulan, dengan penerimaan rata-rata sebesar Rp 17.230.000,00 per bulan sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh peternak itik adalah sebesar Rp 2.099.833,00 per bulan. Usaha ini mempunyai nilai efisiensi lebih dari satu (efisien) yaitu sebesar 1,14. Nilai koefisien variasi (CV) dari usaha ternak itik sebesar 0,24 dan nilai batas bawah keuntungan (L) sebesar Rp 1.078.735. Dari besarnya nilai koefisien variasi dan nilai batas bawah keuntungan dapat dikatakan bahwa para peternak itik akan selalu untung atau terhindar dari mengalami kerugian. Untuk pengusahaan ternak itik dengan jumlah itik 100 ekor dan 4 mesin tetas biaya total rata-rata sebesar Rp 5.043.389,00 per bulan. Diperoleh penerimaan rata-rata sebesar Rp 5.743.333,00 per bulan sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 699.944,00. Tingkat profitabilitas 7,2% berarti usaha itik menguntung-kan, nilai efisiensi 1,13 berart i usaha ini telah efisien, nilai koefisien variasi (CV) sebesar 0,24 dan nilai batas bawah keuntungan (L) sebesar Rp 360.310,00 berart i usaha ini akan terhindar dari risiko kerugian.
Berdasarkan hasil penelitian ini, usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo sudah efisien menguntungkan untuk diusahakan serta memiliki risiko usaha yang kecil sehingga diharapkan pemerintah dan masyarakat dapat menjadikan usaha ternak itik ini merupakan salah satu usaha yang dapat diandalkan di daerah mereka serta sebagai penghasil keuntungan. Agar masyarakat sekitar terjamin kesehatannya, disarankan kepada peternak agar lebih memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar, dibuat saluran pembuangan/parit agar pada saat musim hujan air tidak mencemari karena kotoran ternak terbawa air menyebar di lingkungan sekitar. Selain itu Pemerintah juga harus dapat menjaga harga pakan ternak agar tidak membumbung tinggi, hal tersebut akan sangat memberatkan peternak mengingat biaya terbesar pada usaha ternak itik ini adalah biaya untuk kebutuhan pakan ternak.
xii
ANALYSIS O F DUC K LIVESTOC K IN SUKOHARJO REGENCY
Agung Ary W ibowo
H 0304047
SUMMARY
This research aimed to analyze how much cost, revenue, profit, efficiency level, and the risk of the duck livestock in Sukoharjo regency. The basic method for this research is descriptive. The research took place in Sukoharjo regency. The data used are primary and secondary data. The data analyses are cost analysis, revenue analysis, profit analysis, efficiency analysis, and the risk of the business.
The result of this research indicates that the monthly cost of duck livestock in Sukoharjo regency is Rp 15.130.167,00, with the revenue Rp 17.230.000, 00, with the result that the profit is Rp 2.099.833,00 per month. The efficiency value is more than one (efficient) that is 1,14. The the Coefficient Variation (CV) of the duck breeding business in Sukoharjo Regency is 0,24, with L is Rp 1.078.735. From the value of CV and L, it can be concluded that the duck breeders will always gain profit and never suffer a financial loss. For the duck breeders with 100 tail of ducks and 4 breeding machines the overall cost is Rp 5.043.389,00 per month. The revenue is Rp 5.743.333,00, so that the profit is Rp 699.944,00. The provit level is 7,2% so it can be concluded that the duck livestock causes a benefit, the efficiency value is 1,13, means that this business is efficient, the CV is 0,24 and the L is Rp 360.310,00, so it can be concluded that this business is far from disadvantage risk.
From the result of this research, the duck livestock business in Sukoharjo regency is efficient and has no risk so its suggested that the government and the society can make duck breeding as a business they can rely on in their own regency. For a good breeding, it is suggested that the breeders care about the cleanness of the livestock area, the health of the duck, and the placement of the cage not too near with the house so that it will not distract the air circulation. The breeders also need moats so that when it is rainy season the water is not flooding and contaminat ing the environment. Beside that, the government has to stabilize the woof price because the biggest cost in the duck livestock is for the woof.
ANALISIS USAHA TERNAK ITIK DI KABUPATEN SUKOHARJO
Agung Ary Wibowo
1)
Wiwit Rahayu, SP. MP.2)
Umi Barokah, SP. MP.3)
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya biaya, penerimaan,
keuntungan serta besarnya tingkat efisiensi usaha dan besarnya risiko usaha dari ternak itik di Kabupaten Sukoharjo. Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sukoharjo. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder. Analisis data yang digunakan yaitu dengan analisis usaha, biaya, penerimaan, keuntungan serta analisis efisiensi usaha dan analisis risiko usaha.
Dari hasil penelitian diperoleh besarnya biaya total rata-rata dari usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo yaitu sebesar Rp 15.130.167,00 per bulan, dengan penerimaan rata-rata sebesar Rp 17.230.000,00 per bulan sehingga keuntungan rata-rata yang diperoleh peternak itik adalah sebesar Rp 2.099.833,00 per bulan. Usaha ini mempunyai nilai efisiensi lebih dari satu (efisien) yaitu sebesar 1,14. Nilai koefisien variasi (CV) dari usaha ternak itik sebesar 0,24 dan
nilai batas bawah keuntungan (L) sebesar Rp 1.078.735. Dari besarnya nilai koefisien variasi dan nilai batas bawah keuntungan dapat dikatakan bahwa para peternak itik akan selalu untung atau terhindar dari mengalami kerugian.
Untuk pengusahaan ternak itik dengan jumlah itik 100 ekor dan 4 mesin tetas biaya total rata-rata sebesar Rp 5.043.389,00 per bulan. Diperoleh penerimaan rata-rata sebesar Rp 5.743.333,00 per bulan sehingga keuntungan rata-
rata yang diperoleh sebesar Rp 699.944,00. Tingkat profitabilitas 7,2% berarti usaha itik menguntungkan, nilai efisiensi 1,13 berarti usaha ini telah efisien, nilai koefisien variasi (CV) sebesar 0,24 dan nilai batas bawah keuntungan (L) sebesar Rp 360.310,00 berarti usaha ini akan terhindar dari risiko kerugian. Kata kunci : Ternak Itik, Keuntungan, Efisiensi, Risiko. Ketera ngan : 1. Mahasiswa Jurusan/Program Studi Sosial Ekonom i Pertanian/Agrobisnis Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Mare t Surakarta denga n NIM H 0304047 2. Dosen Pembim bing Utam a 3. Dosen Pembim bing Penda mping
ANALYSIS OF DUCK LIVESTOC K IN SUKOHARJO REGENCY
Agung Ary Wibowo
1)
Wiwit Rahayu, SP. MP.2)
Umi Barokah, SP. MP.3)
ABSTRACT
This research aimed to analyze how much cost, revenue, profit, efficiency level, and the risk of the duck livestock in Sukoharjo regency. The basic method for this research is descriptive. The research took place in Sukoharjo regency. The
data used are primary and secondary data. The data analyses are cost analysis, revenue analysis, profit analysis, efficiency analysis, and the risk of the business.
The result of this research indicates that the monthly cost of duck livestock in Sukoharjo regency is Rp 15.130.167,00, with the revenue Rp 17.230.000, 00, with the result that the profit is Rp 2.099.833,00 per month. The
efficiency value is more than one (efficient) that is 1,14. The the Coefficient Variation (CV) of the duck breeding business in Sukoharjo Regency is 0,24, with L is Rp 1.078.735. From the value of CV and L, it can be concluded that the duck breeders will always gain profit and never suffer a financial loss.
For the duck breeders with 100 tail of ducks and 4 breeding machines the overall cost is Rp 5.043.389,00 per month. The revenue is Rp 5.743.333,00, so
that the profit is Rp 699.944,00. The profit level is 7,2% so it can be concluded that the duck livestock causes a benefit, the efficiency value is 1,13, means that this business is efficient, the CV is 0,24 and the L is Rp 360.310,00, so it can be concluded that this business is far from disadvantage risk.
Key Words : Duck livestock, Profit, Efficiency level, Risk. Personal ide ntification : 1. Student of Soc ial Ec onom ic Agr iculture P rogram/ Agrobisnis, Agriculture Faculty of Sebelas Maret
University Surakarta , SRN (Student Registration Num ber) H0304047 2. Consultant 1 3. Consultant 2
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pertanian dalam art i luas terdiri dari lima sektor, yaitu tanaman pangan,
perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Pemerintah melalui
departemen pertanian sebagai penanggungjawab dan simpul koordinasi dalam
pembangunan pertanian telah menetapkan strategi untuk berpartisipasi meng-
gerakkan perekonomian nasional. Salah satunya adalah pembangunan
subsistem usahatani yaitu pembangunan dalam kegiatan yang menggunakan
barang-barang modal dan sumberdaya alam untuk menghasilkan komoditas
pertanian primer. Termasuk dalam hal ini adalah usaha tanaman pangan dan
peternakan (Saragih, 2003).
Komoditas ternak khususnya unggas mempunyai prospek pasar yang
sangat baik karena didukung oleh karakteristik produk unggas yang dapat
diterima oleh masyarakat Indonesia, harga relatif murah dengan akses yang
mudah diperoleh. Komoditas ini merupakan pendorong utama penyediaan
protein hewani nasional, serta merupakan kontributor terbanyak dalam
penyediaan daging nasional sekitar 65,46 % dari total produksi daging (TPD)
(BPS, 2006).
Ternak itik merupakan komoditi ternak unggas yang potensial sebagai
penghasil telur dan daging. Sumbangan ternak itik terhadap produksi telur
nasional cukup signifikan, yakni sebagai penyumbang kedua terbesar setelah
ayam ras, dengan produksi telur itik dalam negeri sekitar 245 ribu ton/tahun.
Disamping ukuran telurnya yang lebih besar dari telur ayam, ternak itik
mudah pemeliharaannya, mudah beradaptasi dengan kondisi setempat serta
merupakan bagian dari kehidupan masyarakat tani pedesaan (Rusfidra, 2006).
Perkembangan populasi itik di Indonesia pada tahun 2007 diperkirakan
mengalami kenaikan sebesar 4,9 %. Produksi telur meningkat rata-rata 7,7%
per tahun (Ditjen Peternakan, 2007). Perkembangan ternak itik berjalan
perlahan namun dapat dikatakan mempunyai prospek yang cerah dimasa yang
akan datang. Indonesia belum menggarap pasar ekspor mengingat selama ini
1
2
pemasaran telur itik di dalam negeri masih mampu menyerap produksi yang
dihasilkan oleh peternak.
Pada umumnya populasi itik dalam jumlah besar banyak terdapat di
Pulau Jawa dan sekaligus merupakan pusat pemasaran telur itik yang sangat
menguntungkan bagi petani peternak yang memeliharanya. Oleh karena itu
daerah-daerah dataran rendah dan dekat dengan sumber air banyak mem-
punyai peternak-peternak itik, salah satunya Kabupaten Sukoharjo.
Perkembangan populasi itik selama lima tahun terakhir di Kabupaten
Sukoharjo dapat dilihat pada tabel 1,
Tabel 1. Populasi It ik di Kabupaten Sukoharjo Pada Tahun 2004-2008
Tahun Populasi (ekor)
2004 2005 2006 2007 2008
85.432 85.974 98.589 99.485
128.047
Sumber : BPS Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008
Data populasi itik di Kabupaten Sukoharjo dari tahun 2004-2008
menunjukkan perkembangan. Kenyataan inilah yang mendorong peneliti
untuk mengetahui lebih lanjut mengenai usaha ternak itik di Kabupaten
Sukoharjo.
B. Perumusan Masalah
Peningkatan populasi itik di Kabupaten Sukoharjo selama tahun 2004-
2008 menunjukkan perkembangan yang baik. Pada tahun 2004 jumlah itik
yang di pelihara di Kabupaten Sukoharjo sebanyak 85.432 ekor, tahun 2005
jumlah itik 85.974 ekor, tahun 2006 ada sebanyak 98.589 ekor, tahun 2007
sebanyak 99.485 ekor, dan pada tahun 2008 jumlah itik di Kabupaten
Sukoharjo sebanyak 128.047. Usaha peternakan itik ini bertujuan untuk
mencapai keuntungan yang setinggi-tingginya, di dalam pelaksanaanya
peternak menghadapi kendala antara lain semakin tinggi harga pakan ternak
dan bahan bakar untuk mesin tetas, adanya kendala saat produksi maupun
pemasaran hasil.
3
Adanya kendala diatas menyebabkan para peternak itik menghadapi
risiko dalam menjalankan usahanya. Berkaitan dengan uraian diatas maka
dalam penelitian ini mengangkat beberapa permasalahan antara lain :
1. Berapa besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, dan profitabilitas dari
usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo?
2. Berapa besarnya tingkat efisiensi usaha ternak itik di Kabupaten
Sukoharjo?
3. Berapa besarnya risiko usaha dari ternak itik di Kabupaten Sukoharjo?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui besarnya biaya, penerimaan, keuntungan, dan profitabilitas
dari usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo.
2. Mengetahui besarnya tingkat efisiensi usaha ternak itik di Kabupaten
Sukoharjo.
3. Mengetahui besarnya risiko usaha dari ternak itik di Kabupaten Sukoharjo.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi peneliti menambah wawasan dan pengetahuan tentang usaha ternak
itik, serta merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi di
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bagi pelaku usaha, hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai
bahan pemikiran dalam peningkatan usaha untuk mencapai keuntungan
yang maksimal.
3. Bagi pemerintah, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan
pemikiran dan bahan pert imbangan dalam penyusunan kebijakan terutama
dalam pengembangan usaha ternak itik.
4. Bagi pihak lain yang membutuhkan, diharapkan dapat menjadi bahan
pustaka/referensi dan informasi untuk masalah yang sama di masa datang.
II. LANDASAN TEORI
A. Penelitian Terdahulu
Hasil penelitian Sri (2003) tentang Analisis Usaha Peternak Ayam Ras
Petelur di Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten, menunjukkan bahwa
usaha peternakan ayam ras petelur di Kecamatan Karanganom Kabupaten
Klaten memiliki jumlah rata-rata ayam yang dipelihara 1.513 ekor dengan
mengeluarkan biaya total sebesar Rp 80.901.925 selama proses produksi dua
tahun sedangkan penerimaannya sebesar Rp 94.296.389,00 dengan demikian
keuntungan yang diperoleh sebesar Rp 13.394.463,00. Usaha peternakan ayam
ras di Kecamatan Karanganom Kabupaten Klaten sudah dilakukan secara
efisien dengan nilai R/C rasio sebesar 1,2.
Hasil penelitian Andriyani (2004) mengenai Analisis Usaha Ternak
Puyuh di Kecamatan Colomadu Kabupaten Karanganyar, menunjukkan bahwa
hasil yang dapat diambil dari usaha ternak puyuh adalah telur, puyuh afkir,
dan kotoran puyuh. Biaya dalam usaha ternak puyuh selama periode produksi
per 1000 ekor puyuh sebesar Rp 7.556.200,00 dengan keuntungan yang
diperoleh sebesar Rp 15.992.400,00. Usaha ternak puyuh di Kecamatan
Colomadu Kabupaten Karanganyar telah efisien dengan nilai R/C rasio
sebesar 3,12. Sedangkan nilai B/C rasio sebesar 2,12 maka usaha ternak puyuh
menguntungkan untuk diusahakan karena akan memberikan manfaat kepada
peternak dengan memberikan keuntungan yang lebih besar dari biaya yang
dikeluarkan.
Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa baik
usaha ternak puyuh maupun usaha ternak ayam ras petelur dapat
menghasilkan keuntungan. Besarnya keuntungan tersebut dipengaruhi oleh
besarnya penerimaan dan besarnya biaya yang dikeluarkan. Selain itu
besarnya penerimaan dan besarnya biaya yang dikeluarkan akan menunjukkan
tingkat efisiensi dari pengelolaan usaha tersebut.
4
5
B. Tinjauan Pustaka
1. Itik (Anas domesticus)
It ik dikenal juga dengan istilah Bebek (bahasa Jawa). Nenek
moyangnya berasal dari Amerika Utara merupakan itik liar (Anas moscha)
atau Wild m allard. Terus menerus dijinakkan oleh manusia hingga jadilah
itik yang diperlihara sekarang yang disebut Anas dom esticus (itik ternak).
Unggas air terdiri dari berbagai macamnya, mulai dari unggas air liar
hingga unggas air yang sudah diternakkan. Dari serangkaian unggas air itu
terdapat unggas yang mempunyai arti pent ing bagi kehidupan manusia,
karena mampu memenuhi salah satu hasrat hidup manusia. Jajaran unggas
air ini adalah unggas air kecil berbadan ramping dan lincah yang dikenal
dengan “itik”, serta unggas air yang lebih gemuk dan bergerak lamban yang
kemudian diberi nama “bebek”. Sayang sekali banyak anggota masyarakat
yang tidak membedakan “itik” dengan “bebek”. Kata “bebek” berasal dari
bahasa daerah dan di banyak pedesaan Indonesia sama saja antara itik
dengan bebek dengan satu sebutan “bebek”(Rasyaf, 1993).
2. Usaha Ternak Itik
Ternak itik adalah salah satu usaha budidaya salah satu jenis unggas
air yang dapat mengimbangi laju pertumbuhan kebutuhan protein hewani,
karena itik mem iliki keunggulan di antara unggas lokal lainnya yaitu ;
a. Produksi telurnya tinggi (200-250 butir pertahun).
b. Itik mulai bertelur ketika berumur 6 bulan dengan masa produksi
selama 11 bulan terus menerus setiap tahunnya, hanya memerlukan
waktu istirahat berproduksi pada masa rontok bulu.
c. Tidak mengerami telurnya sehingga efekt if dalam memproduksi telur.
d. Harga telur yang relatif tinggi dibandingkan dengan telur unggas yang
lain.
e. Pemasarannya mudah.
f. Hasil samping dari produksi itik seperti bulu dapat dimanfaatkan
sebagai bahan industri seperti kain, sikat halus, kemoceng, isi kasur dan
lain sebagainya (Rasyaf, 1993).
6
3. Budidaya Itik
Berternak unggas mempunyai 3 macam tujuan yaitu berternak
unggas sebagai unggas potong, beternak unggas sebagai unggas petelur,
serta berternak unggas sebagai penghasil bibit (Marhijanto, 1993). Sebelum
seorang peternak memulai usahanya, harus menyiapkan diri terutama
dalam hal pemahaman tentang budidaya beternak itik antara lain :
1. Lokasi
Mengenai lokasi kandang yang perlu diperhat ikan adalah letak
lokasi jauh dari keramaian/pemukiman penduduk, mempunyai letak
transportasi yang mudah dijangkau dari lokasi pemasaran dan kondisi
lingkungan kandang yang kondusif bagi produktivitas ternak.
2. Penyiapan Sarana dan Peralatan
- Persyaratan temperatur kandang ± 39 derajat C.
- Kelembaban kandang berkisar antara 60-65%.
- Penerangan kandang diberikan untuk memudahkan pengaturan
kandang agar tata kandang sesuai dengan fungsi bagian-bagian
kandang.
Kondisi kandang tidak harus dari bahan yang mahal tetapi cukup
sederhana asal tahan lama (kuat).
3. Pembibitan
Pemilihan bibit ada 3 ( t iga) cara untuk memperoleh bibit itik yang
baik adalah sebagai berikut :
a. Membeli telur tetas dari induk itik yang dijamin keunggulannya
b. Memelihara induk itik yaitu pejantan dan betina itik unggul untuk
mendapatkan telur tetas kemudian meletakannya pada mentok,
ayam atau mesin tetas
c. Membeli DOD (Day Old Duck) dari pembibitan yang sudah dikenal
mutunya maupun yang telah mendapat rekomendasi dari dinas
peternakan setempat. Ciri DOD yang baik adalah t idak cacat (t idak
sakit) dengan warna bulu kuning mengkilap.
7
4. Reproduksi dan Perkawinan
Reproduksi atau perkembangbiakan dimaksudkan untuk
mendapatkan telur tetas yang fertil/terbuahi dengan baik oleh itik jantan.
Sedangkan sistem perkawinan dikenal ada dua macam yaitu itik hand
m ating/pakan itik yang dibuat oleh manusia dan nature mating
(perkawinan itik secara alami).
5. Pemeliharaan
Sanitasi dan Tindakan Preventif, sanitasi kandang mutlak
diperlukan dalam pemeliharaan itik dan tindakan prevent if (pencegahan
penyakit) perlu diperhatikan sejak dini untuk mewaspadai timbulnya
penyakit.
Pemberian Pakan, pemberian pakan itik tersebut dalam tiga fase,
yaitu fase stater (umur 0–8 minggu), fase grower (umur 8–18 minggu)
dan fase layar (umur 18–72 minggu). Pakan ketiga fase tersebut berupa
pakan jadi dari pabrik (secara praktisnya) dengan kode masing-masing
fase.
Pemeliharaan Kandang, kandang hendaknya selalu dijaga
kebersihannya dan daya gunanya agar produksi tidak terpengaruh dari
kondisi kandang yang ada.
6. Penyakit
Secara garis besar penyakit itik dikelompokkan dalam dua hal yaitu:
a. Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti virus, bakteri
dan protozoa.
b. Penyakit yang disebabkan oleh defisiensi zat makanan dan tata
laksana perkandangan yang kurang tepat.
7. Panen
a. Hasil utama, usaha ternak itik petelur adalah telur itik.
b. Hasil tambah berupa induk afkir, itik jantan sebagai pedaging.
8
8. Penetasan
Itik memiliki sifat tidak mengerami telurnya sehingga efektif
dalam memproduksi telur, untuk menghasilkan bibit dapat dilakukan
dengan :
- penetasan alamiah rekayasa yaitu penetasan dengan bantuan unggas
lain.
- penetasan menggunakan alat tetas, pada umumnya mesin tetas
memiliki kapasitas 250-350 butir/unit dengan setiap periode penetasan
28 hari.
(Bappenas, 2008).
4. Biaya
Menurut Rasyaf (2000) biaya yang dikeluarkan oleh peternak
tergantung pada beberapa hal berikut :
a. Biaya yang dikeluarkan tergantung pada jenis ternak, dalam hal ini
spesifikasi tiap ternak jelas menghasilkan biaya yang berbeda-beda.
b. Biaya yang dikeluarkan tergantung besar kecilnya usaha peternakan.
c. Biaya yang dikeluarkan tergantung pada kemampuan manajemen dan
administrasi peternakan.
Biaya adalah nilai dari semua masukan ekonomik yang diperlukan,
yang dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu pro-
duk. Analisis biaya terdiri dari tiga konsep yang berbeda. Pertama, konsep
biaya alat luar, yaitu biaya total luar secara nyata. Kedua, konsep biaya
mengusahakan, yaitu biaya alat luar ditambah biaya tenaga kerja keluarga.
Konsep terakhir yaitu biaya menghasilkan, yaitu biaya mengusahakan di-
tambah biaya modal sendiri (Prasetyo, 1995). Biaya total adalah biaya total
untuk menghasilkan tingkat keluaran tertentu.
5. Penerimaan
Menurut Boediono (2002), yang dimaksud dengan penerimaan
(revenue) adalah penerimaan produksi dari hasil penjualan outputnya.
Untuk mengetahui penerimaan total diperoleh dari output atau hasil
9
produksi dikalikan dengan harga jual output. Secara matematis dapat
ditulis sebagai berikut:
TR = Q x P
dimana :
TR = penerimaan total
Q = jumlah output/produk yang dihasilkan
P = harga jual
Semakin banyak jumlah hasil produksi maupun semakin tinggi harga
per unit produk yang bersangkutan, maka penerimaan total yang diterima
produsen akan semakin besar. Sebaliknya jika hasil produksi sedikit dan
harganya rendah maka penerimaan total yang diterima oleh produsen
semakin kecil (Soedjarwanto dan Riswan, 1994).
6. Keuntungan
Menurut Suparmoko (1992), keuntungan adalah selisih antara
penerimaan total dengan biaya produksi sesuai dengan tingkat efisiensi
penggunaan faktor produksi pada penggunaannya yang terbaik. Secara
matematis dapat ditulis sebagai berikut:
π = TR – TC
dimana
π = keuntungan
TR = penerimaan total
TC = biaya total
Keuntungan perusahaan adalah perbedaan antara pendapatan bersih
dengan bunga dari seluruh modal yang dipergunakan dalam usahatani atau
merupakan perbedaan antara pendapatan kotor dengan biaya menghasil-
kan. Ini dapat dinyatakan sebagai persen dari pendapatan kotor atau dalam
persen dari biaya menghasilkan (Hadisapoetro, 1977).
Tujuan akhir perusahaan adalah keuntungan. Tingkat keuntungan
yang berhasil diraih sering dijadikan ukuran keberhasilan. Keuntungan
juga menunjukkan betapa efektifnya sumber daya digunakan. Selain itu,
keuntungan dapat merangsang pemilik untuk menambah modal lebih besar
10
lagi. Dengan keuntungan yang diperoleh, pengelola akan dapat melakukan
penyempurnaan mutu, pengembangan teknologi dan pelayanan lebih
bagus kepada konsumen. Dengan keuntungan pula usaha dapat diperluas,
produksi diperbanyak sehingga konsumen akan memperoleh jaminan
mutu, jumlah, dan harga yang memuaskan (Anonim, 2008).
7. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan keuntungan. Oleh karena itu, istilah rasio profitabilitas
merujuk pada beberapa indikator atau rasio yang berbeda yang bisa
digunakan untuk menentukan profitabilitas dan prestasi kerja perusahaan
(Downey dan Erickson, 1992).
Menurut Riyanto (2001), profitabilitas dimaksud untuk mengetahui
efisiensi perusahaan dengan melihat kepada besar kecilnya laba usaha
dalam hubungannya dengan penjualan. Profitabilitas merupakan salah satu
faktor yang menentukan tinggi rendahnya kinerja usaha. Dengan kata lain,
profitabilitas merupakan perbandingan antara keuntungan dari penjualan
dengan biaya total yang dinyatakan dengan prosentase. Secara matematis
dapat ditulis sebagai berikut:
Profitabilitas =
dimana :
π = keuntungan
TC = biaya total
8. Efisiensi
Keuntungan yang tinggi tidak selalu menunjukkan efisiensi yang
tinggi, karena kemungkinan penerimaan yang besar tersebut diperoleh dari
investasi yang besar. Efisiensi mempunyai tujuan memperkecil biaya
produksi persatuan produk yang dimaksudkan untuk memperoleh
keuntungan yang optimal (Rahardi, 1999).
Efisiensi usaha dapat dihitung dari perbandingan antara besarnya pe-
nerimaan dan biaya yang digunakan untuk berproduksi yaitu dengan
11
menggunakan R/C Rasio. R/C Rasio adalah singkatan Return Cost Ratio
atau dikenal dengan perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya.
Secara matematis sebagai berikut:
Efisiensi =
keterangan :
R = penerimaan
C = biaya total
Kriteria yang digunakan dalam penentuan efisiensi usaha adalah:
R/C > 1 berart i usaha yang dijalankan sudah efisien.
R/C = 1 berart i usaha belum efisien atau usaha baru mencapai
kondisi impas.
R/C < 1 berart i usaha yang dijalankan tidak efisien
(Soekartawi, 1995).
9. Risiko Usaha
Secara umum risiko dikaitkan dengan kemungkinan (probabilitas)
terjadinya peristiwa diluar yang diharapkan. Bila investor menanamkan
modal untuk mendirikan usaha, tujuannya adalah untuk memperoleh keun-
tungan di masa depan, tetapi pada waktu yang sama juga memahami risi-
ko kurang dari yang diharapkan. Makin besar kemungkinan rendahnya ke-
untungan atau bahkan rugi, dikatakan makin besar risiko usaha tersebut
(Soeharto, 1997).
Untuk menghitung besarnya risiko usaha adalah dengan mengguna-
kan perhitungan koefisien variasi dan batas bawah keuntungan. Koefisien
variasi merupakan perbandingan antara simpangan baku usaha tersebut
dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh. Batas bawah keuntungan
(L) menunjukkan nilai nominal terendah yang mungkin diterima oleh pe-
ngusaha. Apabila nilai L≥ 0, maka pengusaha tidak akan mengalami keru-
gian. Sebaliknya apabila nilai L≤ 0 maka dapat disimpulkan bahwa dalam
proses produksi ada peluang kerugian yang akan diterima oleh pengusaha
(Hernanto, 1993).
12
C. Kerangka Teori Pendekatan Masalah
Seorang peternak dalam menjalankan usahanya pasti memiliki tujuan
untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Bermacam-macam cara dapat
dilakukan oleh peternak seperti meminimalkan biaya produksi, meningkatkan
jumlah produksi. Akan tetapi setiap usaha mempunyai karakteristik yang
berbeda-beda sehingga diperlukan suatu analisis usaha yang tepat supaya
tujuan dari peternak tersebut dapat tercapai.
Analisis biaya dimanfaatkan oleh peternak dalam mengambil suatu
keputusan. Biaya merupakan nilai korbanan yang dicurahkan dalam proses
produksi. Biaya yang digunakan adalah biaya mengusahakan dalam proses
produksi untuk menghasilkan produk meliputi biaya sarana produksi yaitu
pakan, bahan bakar, listrik, pengemasan, biaya tenaga kerja, dan biaya
penyusutan. Keuntungan adalah selisih antara penerimaan yang diterima dari
penjualan dengan biaya kesempatan dari sumber daya yang digunakan.
Keuntungan sebagai kelebihan penerimaan (Revenue) atas biaya-biaya yang
dikeluarkan. Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
π = TR – TC
= Q.P – TC
Keterangan :
π = Keuntungan usaha (Rupiah)
TR = Penerimaan total usaha (Rupiah)
TC = Biaya total usaha (Rupiah)
Q = Jumlah produk hasil usaha (Ekor/Butir)
P = Harga produk hasil usaha (Rupiah)
Proses produksi adalah suatu proses dimana beberapa barang atau jasa
yang disebut input diubah menjadi barang lain atau output. Yang dimaksud
usaha ternak itik ini adalah adalah usaha peternakan yang berupa unggas jenis
itik hasilnya adalah telur, bibit (DOD) dan itik afkir. Dari perhitungan data
akan diperoleh keuntungan dan profitabilitas. Keuntungan merupakan selisih
antara penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan. Sedangkan tingkat
keuntungan atau profitabilitas adalah perbandingan antara keuntungan dari
13
penjualan dengan biaya total yang dinyatakan dalam prosentase. Secara
statistik risiko dapat dihitung dengan menggunakan ukuran keragaman
(variance) atau simpangan baku (standart deviation).
Hubungan antara simpangan baku dengan keuntungan rata-rata diukur
dengan koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L). Koefisien va-
riasi merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung peternak
dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil dan sejumlah
modal yang ditanamkan dalam proses produksi. Semakin besar nilai koefisien
variasi menunjukkan bahwa risiko yang harus ditanggung oleh peternak
semakin besar dibanding dengan keuntungannya. Batas bawah keuntungan
(L) menunjukkan nilai normal yang terendah yang mungkin diterima oleh
peternak. Apabila nilai (L) ini sama dengan atau lebih dari nol, maka peternak
tidak akan mengalami kerugian. Sebaliknya jika nilai L kurang dari nol maka
dapat disimpulkan bahwa dalam setiap proses produksi ada peluang kerugian
yang akan diderita peternak.
Hubungan antara koefisien variasi (CV) dengan batas bawah
keuntungan adalah apabila nilai CV 0,5 dan nilai L 0 peternak akan
selalu untung atau impas. Sebaliknya apabila nilai CV > 0,5 dan nilai L < 0
peternak akan mengalami kerugian.
Selain berusaha mencapai keuntungan yang besar, satu hal yang
seharus-nya diperhatikan pengusaha adalah efisiensi usaha. Efisiensi usaha
dapat dihitung dengan menggunakan R/C Rasio, yaitu dengan
membandingkan antara besarnya penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan
untuk berproduksi. Apabila nilai R/C rasio > 1, berarti usaha sudah efisien,
R/C rasio = 1, berarti usaha masih impas dan bila R/C rasio < 1 berarti usaha
tidak efisien.
14
Input
Pakan Vaksin/obat Tenaga kerja Bahan bakar Listrik
Biaya total
Analisis Usaha : - Keuntungan - Profitabilitas
- Efisiensi - Risiko
Risiko pasar
Limbah : 1. Kotoran 2. Cangkang telur
Risiko harga
Resiko produksi
Telur itik Bibit/ (DOD)
It ik afkir
Penerimaan
Adapun kerangka teori pendekatan masalah dalam penelitian ini :
Gambar 1. Skema Kerangka Teori Pendekatan Masalah Analisis Usaha
Ternak Itik. D. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut :
1. Diduga usaha ternak itik yang dijalankan di Kabupaten Sukoharjo
menguntungkan.
2. Diduga usaha ternak itik yang dijalankan di Kabupaten Sukoharjo sudah
efisien.
Usaha Ternak It ik di Kabupaten Sukoharjo
Produksi
15
3. Diduga usaha ternak itik yang dijalankan di Kabupaten Sukoharjo
mempunyai risiko.
E. Asumsi
1. Faktor produksi berupa tenaga kerja keluarga diasumsikan menerima upah
yang besarnya sama dengan upah tenaga kerja luar yang berlaku di daerah
penelitian.
2. Faktor iklim tidak berpengaruh terhadap usaha ternak itik.
3. Telur untuk pengisian mesin tetas dianggap didapat dari pembelian telur.
4. Telur yang diproduksi dijual semua.
F. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Harga input dan output menggunakan harga yang berlaku di daerah peneli-
tian.
2. Usaha ternak itik yang diteliti adalah ternak itik yang pemeliharaannya di
dalam kandang (sistem kering).
3. Penelitian ini menggunakan data produksi selama 1 bulan yaitu pada bulan
Mei 2009.
4. Dalam analisis juga dihitung untuk setiap usaha ternak itik per 100 ekor
dan 4 mesin tetas.
G. Definisi O perasional dan Pengukuran Variabel
1. Usaha ternak adalah kegiatan memelihara hewan dan mengambil manfaat
dari hewan yang dipelihara.
2. Usaha ternak itik adalah usaha peternakan yang berupa unggas jenis itik
hasilnya adalah telur, bibit (DOD), itik afkir.
3. Telur itik adalah hasil produksi ternak itik yang berupa telur dan
dinyatakan dalam satuan butir.
4. Bibit (DOD) adalah itik yang sudah menetas dari hasil proses penetasan
telur m enggunakan mesin/alat tetas dan dinyatakan dalam satuan ekor.
16
5. Itik afkir adalah itik yang sudah tidak produktif untuk diternakkan sehing-
ga hanya akan memperbesar biaya jika terus dipelihara dan dinyatakan
dalam satuan ekor.
6. Biaya total merupakan semua biaya yang dikeluarkan dan digunakan
dalam proses produksi dalam hal ini biaya yang dihitung meliputi biaya
indukan, tenaga kerja, pakan, bahan bakar, listrik, penyusutan mesin tetas,
pengemasan dan dinyatakan dalam satuan rupiah.
7. Penerimaan usaha ternak itik adalah perkalian antara jumlah produk yang
terjual dengan harga per satuan produk dan dinyatakan dalam satuan
rupiah. Produk yang dihasilkan adalah telur, bibit (DOD) dan itik afkir.
8. Keuntungan usaha ternak itik adalah selisih antara penerimaan total
dengan biaya total dinyatakan dalam satuan rupiah.
9. Profitabilitas adalah perbandingan antara keuntungan yang diperoleh
dengan biaya total yang digunakan dalam usaha ternak itik, dinyatakan
dalam persen (%).
10. Efisiensi usaha merupakan perbandingan antara penerimaan total dengan
biaya total.
11. Risiko adalah kemungkinan kerugian yang akan diterima oleh produsen.
III. METO DE PENELITIAN
A. Metode Dasar Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif,
yaitu penelitian yang didasarkan pada pemecahan masalah-masalah aktual
pada masa sekarang. Data yang dikumpulkan mula-mula disusun, dijelaskan,
kemudian dianalisis (metode ini sering disebut dengan metode analitik)
(Surakhmad, 1994).
B. Metode Pengambilan Data
1. Metode Penentuan Daerah Sam pel
Penelitian dilakukan di Kabupaten Sukoharjo, penentuan kecamat-
an sampel dilakukan secara purposive sampling dengan pertimbangan
kecamatan yang memiliki populasi itik terbesar. Untuk mengetahui dimana
kecamatan yang memiki populasi itik terbesar di Kabupaten Sukoharjo,
peneliti mengambil data dari Sub Dinas Peternakan Kabupaten Sukoharjo
Tribulan IV tahun 2008 yang disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Populasi It ik di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008
No. Kecamatan Populasi (ekor)
01. 02. 03. 04. 05. 06. 07. 08. 09. 10. 11. 12.
Weru Bulu Tawangsari Sukoharjo Nguter Bendosari Polokarto Mojolaban Grogol Baki Gatak Kartasura
1368 3428 5739
11.242 3217 4870 8202
14.565 4224
10.682 50.735
9.775 Total 128.047
Sumber : Sub Dinas Peternakan – Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo Tribulan IV Tahun 2008
17
18
Dari Tabel 2 diketahui populasi itik yang dimiliki setiap kecamatan
di wilayah Kabupaten Sukoharjo, terpilih Kecamatan Gatak sebagai
kecamatan sampel karena miliki populasi itik yang terbesar.
Pengambilan desa sebagai lokasi sampel dilakukan secara
purposive sam pling dengan kriteria desa tersebut memiliki populasi itik
terbesar dan memiliki peternak itik terbanyak di Kecamatan Gatak. Untuk
mengetahui dimana populasi itik terbesar di tingkat desa, peneliti
mengambil data dari Sub Dinas Peternakan Kabupaten Sukoharjo Tribulan
IV tahun 2008, dalam data yang diambil di Sub Dinas Peternakan
Kabupaten Sukoharjo populasi itik disajikan mulai dari tingkat kecamatan
sampai tingkat desa yang berada di wilayah Kabupaten Sukoharjo. Jumlah
peternak dan populasi itik di Kecamatan Gatak di sajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jumlah Peternak It ik dan Populasi Itik di Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo Tahun 2008
No. Desa Jum lah Peternak (KK)
Populasi Itik (ekor)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Sanggung Kagokan Blimbing Krajan Geneng Jati Trosemi Luwang Klaseman Tempel Sraten Wironanggan Trangsan Mayang
42 168
48 29 37 29 14 16 18 14 26 16 15 49
2.540 18.870
3.187 1.478 3.822 3.143 2.723 3.377 1.356 1.379 1.402 2.503 2.043 2.912
Total 521 50.735
Sumber : Sub Dinas Peternakan–Dinas Pertanian Kabupaten Sukoharjo, 2008
Tabel 3 menunjukkan bahwa Desa Kagokan merupakan daerah
dengan peternak itik terbanyak yaitu sebanyak 168 kepala keluarga serta
terdapat populasi itik terbesar dengan jumlah 18.870 ekor. Oleh karena itu
Desa Kagokan dipilih sebagai desa sampel dalam penelitian ini.
19
2. Metode Pengambilan Responden
Menurut Singarimbun dan Effendi (1995), bila data dianalisis dengan
statistik parametrik maka jumlah data sampel harus besar, karena nilai-
nilai yang diperoleh distribusinya harus mengikuti distribusi normal.
Sampel yang tergolong sampel besar yang distribusinya normal adalah
sampel yang jumlahnya ≥30 kasus yang diambil secara random. Dalam
penelitian ini jumlah sampel yang digunakan sebanyak 30 peternak.
Pemilihan sampel peternak itik dilakukan secara simple random
sam pling (sampel acak sederhana) maksudnya adalah semua individu
dalam populasi diberikan kesempatan untuk dipilih menjadi anggota
sampel (Singarimbun dan Efendi, 1995). Dalam penelitian ini sampel
adalah peternak itik yang memiliki mesin tetas, pengambilan sampel
peternak itik di dapat dari kerangka sampel yang disusun peneliti,
kerangkan disusun berdasar data dan keterangan di instansi pemerintahan
terkait dalam hal ini data dari kantor kelurahan Kagokan, dari data
pemerintah desa jumlah peternak yang memiki mesin tetas sebanyak 49
peternak kemudian diambil 30 peternak sebagai sampel secara acak
dengan cara undian.
C. Jenis Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden
melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner)
yang sudah dipersiapkan. Sumber data primer dari penelitian ini adalah
peternak itik yang mengusahakan usaha ternak dengan sistem kandang dan
penetasan dengan mesin tetas.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari organisasi atau
instansi terkait sepert i kantor kepala desa, kecamatan, BPS atau lembaga
lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini data yang di
ambil data pertumbuhan dan populasi ternak dari BPS Kabupaten
Sukoharjo, jumlah peternak unggas dan perkembangan populasi per tri
20
bulan dari dinas peternakan, data monografi dan keterangan pengisian dari
Kecamatan Gatak, data sampel peternak dari Kelurahan Kagokan,
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Teknik pengumpulan data dengan observasi dilakukan dengan cara
pengamatan langsung pada daerah yang akan diteliti, sehingga akan
memperoleh gambaran yang jelas/sebenarnya mengenai objek yang diteliti.
2. Wawancara
Teknik pengumpulan data dengan wawancara ini dilakukan dengan
cara bertanya langsung kepada responden berdasarkan pada daftar
pertanyaan yang telah dibuat.
3. Pencatatan
Pencatatan dilakukan untuk memperoleh data sekunder, dengan cara
mencatat data yang ada pada instansi atau lembaga yang terkait dengan
penelitian.
E. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini untuk menganalisis data menggunakan analisis usaha
yaitu lebih mengutamakan bagaimana kemampuan suatu usaha untuk mempe-
roleh keuntungan dari usaha yang dijalankan dalam hal ini usaha ternak itik.
1. Analisis Usaha
Analisis Biaya, Penerimaan, dan Keuntungan dari usaha ternak itik.
a. Konsep biaya yang dipergunakan adalah konsep biaya mengusahakan
yaitu biaya alat luar ditambah biaya tenaga kerja keluarga, dalam hal
ini biaya yang dihitung meliputi biaya tenaga kerja, pakan, minyak
tanah, listrik, pengemasan.
b. Untuk mengetahui penerimaan dari usaha ternak itik yaitu dengan
mengalikan jumlah produk (terjual) dengan harga produk tersebut.
Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :
TR = TRt + TRb
TR = Q x P
21
TRt = Qt x Pt
TRb = Qb x Pb
Keterangan :
TR = Penerimaan total usaha ternak itik (Rupiah)
TRt = Penerimaan dari hasil penjualan telur (Rupiah)
TRb = Penerimaan dari hasil penjualan bibit (Rupiah)
Qt = Jumlah telur yang dijual (Butir)
Qb = Jumlah bibit yang dijual (Ekor)
Pt = Harga telur (Rupiah)
Pb = Harga bibit (Rupiah)
c. Keuntungan usaha adalah selisih antara penerimaan total dengan biaya
total. Metode perhitungan keuntungan usaha ternak itik secara mate-
matis dirumuskan sebagai berikut:
π = TR – TC
dimana :
π = keuntungan usaha ternak itik (Rupiah)
TR = penerimaan total usaha ternak itik (Rupiah)
TC = biaya total usaha ternak itik (Rupiah)
2. Profitabilitas Usaha
Untuk mengetahui nilai profitabilitas usaha ternak itik di Kabupaten
Sukoharjo adalah dengan membandingkan antara keuntungan usaha pada
ternak itik yang diperoleh dengan biaya total yang telah dikeluarkan dan
kemudian dikalikan 100%. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut :
Profitabilitas =
dimana :
π = keuntungan usaha ternak itik (Rupiah)
TC = biaya total usaha ternak itik (Rupiah).
Kriteria yang digunakan dalam perhitungan profitabilitas adalah sebagai
berikut :
22
Profitabilitas > 0 berarti usaha ternak itik yang diusahakan menguntung-
kan
Profitabilitas = 0 berarti usaha pada ternak itik yang diusahakan mengala-
mi BEP (impas)
Profitabilitas < 0 berarti pada ternak itik yang diusahakan tidak meng-
untungkan.
3. Analisis Efisiensi Usaha
Untuk mengetahui efisiensi usaha ternak itik yang telah dijalankan
selama ini dengan menggunakan perhitungan R/C rasio. R/C rasio adalah
singkatan dari Return Cost Ratio atau dikenal dengan nisbah antara
penerimaan dan biaya.
Efisiensi usaha ternak itik dapat dihitung dengan membandingkan
besarnya penerimaan usaha ternak itik dengan biaya yang digunakan untuk
produksi yang secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
Efisiensi =
keterangan :
R = penerimaan usaha ternak itik (Rupiah)
C = biaya total usaha ternak itik (Rupiah)
Kriteria yang digunakan dalam penilaian efisiensi usaha adalah :
R/C > 1 berart i usaha ternak itik yang dijalankan sudah efisien.
R/C = 1 berart i usaha ternak itik belum efisien atau baru mencapai kondisi
impas.
R/C < 1 berart i usaha ternak itik yang dijalankan tidak efisien.
4. Analisis Risiko Usaha
Untuk menghitung besarnya risiko usaha ternak itik adalah dengan
menggunakan perhitungan koefisien variasi dan batas bawah keuntungan.
Koefisien variasi merupakan perbandingan antara risiko yang harus
ditanggung oleh peternak itik dengan jumlah keuntungan rata-rata yang
akan diperoleh sebagai hasil dan sejumlah modal yang ditanamkan dalam
proses produksi, secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :
23
CV =
keterangan :
CV = koefisien variasi usaha ternak itik
V = simpangan baku keuntungan usaha ternak itik (Rupiah)
E = keuntungan rata-rata usaha ternak itik (Rupiah)
Sebelum mengukur koefisien variasi harus mencari keuntungan rata-
rata usaha ternak itik dan simpangan bakunya, yang dirumuskan sebagai
berikut :
E =
keterangan :
E = keuntungan rata-rata usaha ternak itik (Rupiah)
Ei = keuntungan usaha ternak itik yang diterima peternak (Rupiah)
n = jumlah peternak itik (orang)
Setelah mengetahui keuntungan rata-rata usaha ternak itik
selanjutnya mencari simpangan baku dengan menggunakan metode
analisis ragam, karena simpangan baku merupakan akar dari ragam, yaitu :
V=
Adapun dalam perhitungan analisis ragam dirumuskan sebagai berikut:
V2 =
Keterangan :
V2 = ragam
n = jumlah peternak itik (orang)
E = keuntungan rata-rata usaha ternak itik (Rupiah)
Ei = keuntungan usaha ternak itik yang diterima peternak (Rupiah)
Untuk mengetahui batas bawah keuntungan usaha ternak itik diguna-
kan rumus :
L = E – 2V
24
keterangan :
L = batas bawah keuntungan usaha ternak itik (Rupiah)
E = keuntungan rata-rata usaha ternak itik (Rupiah)
V = simpangan baku keuntungan usaha ternak itik (Rupiah)
Semakin besar nilai CV menunjukkan bahwa risiko yang harus
ditanggung peternak semakin besar. Kriteria yang digunakan adalah
apabila nilai CV ≤ 0,5 atau L ≥ 0 menyatakan bahwa peternak itik akan
selalu terhindar dari kerugian.Dan apabila nilai CV > 0,5 atau L < 0
berarti ada peluang kerugian yang akan diderita oleh peternak itik.
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
A. Keadaan Geografis
Kabupaten Sukoharjo dilihat dari segi koordinatnya terletak pada : 110°
57' 33,70" BT sampai 110° 42' 6,79" BT dan 7° 32' 7,00" LS sampai 7°49'
32,00" LS. Kabupaten Sukoharjo sebagai salah satu kabupaten di wilayah
Propinsi Jawa Tengah, letaknya berbatasan dengan 6 (enam) kabupaten / kota,
yaitu sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kota Surakarta dan Kabupaten Karanganyar
Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar
Sebelah Selatan : Kabupaten Gunungkidul (DIY) dan Kabupaten Wonogiri
Sebelah Barat : Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten
Secara administratif, Kabupaten Sukoharjo terbagi menjadi 12
kecamatan. Luas wilayah Kabupaten Sukoharjo yaitu seluas 46.666 Ha atau
sekitar 1,43 % luas wilayah Propinsi Jawa Tengah. Kecamatan yang paling
luas adalah Kecamatan Polokarto yaitu 6.218 Ha (13%), sedangkan yang
paling kecil adalah Kecamatan Kartasura seluas 1.923 Ha (4,12%).
(Kabupaten Sukoharjo dalam Angka, 2007).
Kecamatan Gatak merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten
Sukoharjo terletak di dataran tinggi, yaitu 118 meter di atas permukaan laut
dengan luas wilayah 1.947,2 Ha, yang mempunyai batas-batas wilayah
sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kecamatan Kartasura
Sebelah Timur : Kecamatan Baki
Sebelah Selatan : Kecamatan Wonosari Kabupaten Klaten
Sebelah Barat : Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali
Luas wilayah yang ada di Kecamatan Gatak terdiri dari 1.271 Ha lahan
sawah, tegal 2,2 Ha, pekarangan 517 Ha, dan lainnya 157 Ha. Luas bukan
lahan sawah yang dipakai untuk pekarangan merupakan luas terbesar
dibandingkan dengan luas bukan sawah lainnya. Hal ini merupakan potensi
bagi pemilik lahan untuk menambah pendapatan keluarga dengan menjalan-
25
26
kan usaha ditempat pekarangan mereka, salah satunya mengusahakan usaha
ternak itik.
B. Keadaan Penduduk
1. Penduduk Menurut Jenis Kelamin
Komposisi penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten
Sukoharjo adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin, Sex Rasio di Kabupaten Sukoharjo dan Kecamatan Gatak T ahun 2007
Daerah Jum lah Penduduk (Jiwa)
Sex Rasio Laki - laki Perempuan Jumlah
Sukoharjo Gatak
411.340 23.648
420.273 24.046
831.613 47.694
0,97 0,98
Sumber : Kabupaten Sukoharjo Dalam Angka, 2007 Kecamatan Gatak Dalam Angka, 2007
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa penduduk Kabupaten Sukoharjo
pada tahun 2007 berjumlah 831.613 jiwa yang terdiri dari penduduk
laki-laki berjumlah 411.340 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah
420.273 jiwa. Rasio jenis kelamin di Kabupaten Sukoharjo pada tahun
2008 adalah sebesar 0,97 yang berart i bahwa dalam setiap 100 penduduk
perempuan terdapat 97 penduduk laki–laki.
Penduduk Kecamatan Gatak pada tahun 2007 berjumlah 47.694
jiwa yang terdiri dari 23.648 jiwa penduduk laki-laki dan 24.046 jiwa
penduduk perempuan. Rasio jenis kelamin di Kecamatan Gatak pada tahun
2008 adalah sebesar 0,98 yang berarti bahwa dalam setiap 100 penduduk
perempuan terdapat 98 penduduk laki–laki.
27
2. Penduduk Menurut Umur
Keadaan penduduk menurut umur bagi suatu daerah dapat
digunakan untuk mengetahui besarnya penduduk yang produkt if dan non
produkt if. Jumlah penduduk Kabupaten Sukoharjo menurut umur dan jenis
kelamin adalah sebagai berikut.
Tabel 5. Keadaan Penduduk Kabupaten Sukoharjo Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007
No. Umur (Tahun)
Jenis Kelamin Laki-laki Perem puan (Jiwa) (Jiwa)
Jumlah (Jiwa)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
0 - 4 5 - 9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74
75 +
26.310 24.840 30.808 30.043 32.111 31.221 36.054 36.812 38.221 41.504 38.202 40.811 34.412 34.621 31.623 31.380 29.070 30.215 24.372 25.203 20.054 23.050 15.011 15.637 12.065 12.050 12.100 13.030 6.862 8.122 13.134 12.234
51.150 60.851 63.332 72.812 79.725 79.013 69.033 63.003 59.285 49.575 43.104 30.648 24.115 25.130 14.984 25.368
Jum lah 411.340 420.273 831.613
Sumber : Kabupaten Sukoharjo Dalam Angka, 2007
Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa mayoritas
penduduk Kabupaten Sukoharjo merupakan penduduk dalam usia
produkt if yaitu penduduk yang berusia antara 15-59 tahun. Sebagian besar
penduduk yang berusia produkt if di Kabupaten Sukoharjo ini dapat
memberikan gambaran tentang keadaan tenaga kerjanya.
Keadaan penduduk Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo menurut
umur dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.
28
Tabel 6. Keadaan Penduduk Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo Menurut Umur dan Jenis Kelamin Tahun 2007
No. Umur (Tahun)
Jenis Kelamin Laki-laki Perem puan (Jiwa) (Jiwa)
Jumlah (Jiwa)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
0 - 4 5 - 9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-34 35-39 40-44 45-49 50-54 55-59 60-64 65-69 70-74
75 +
1.842 1.710 1.818 1.675 1.877 1.784 1.921 1.855 2.299 2.262 2.239 2.261 1.978 2.130 1.829 1.902 1.630 1.767 1.371 1.389 1.160 1.114 839 897 782 865 699 816 565 718 799 901
3.552 3.493 3.661 3.776 4.561 4.500 4.108 3.731 3.397 2.760 2.274 1.736 1.647 1.515 1.283 1.700
Jum lah 23.648 24.046 47.694
Sumber : Kecamatan Gatak Dalam Angka, 2007
Berdasarkan Tabel 5 di atas dapat diketahui bahwa penduduk
Kecamatan Gatak paling besar berada pada umur 20-24 tahun sebanyak
4561 jiwa. Secara keseluruhan dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk
Kecamatan Gatak merupakan penduduk dalam usia produkt if yaitu
penduduk yang berusia antara 15-59 tahun. Sebagian besar penduduk yang
berusia produkt if di Kecamatan Gatak ini dapat memberikan gambaran
mengenai keadaan tenaga kerja pada usaha ternak itik, yaitu bahwa tenaga
kerjanya berada pada usia produkt if, dari hasil penelitian diketahui bahwa
yang aktif dalam usaha ternak itik adalah penduduk dalam usia produkt if.
3. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian
Keadaan penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat menggam-
barkan kesejahteraan suatu penduduk. Keadaan mata pencaharian pen-
duduk di suatu daerah dipengaruhi oleh keadaan alam dan sumber daya
yang tersedia, keadaaan sosial ekonomi masyarakat sepert i keterampilan
29
yang dimiliki, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan, dan modal yang
tersedia.
Jumlah penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha utama di
Kabupaten Sukoharjo pada tahun 2007 adalah sebagai berikut.
Tabel 7. Komposisi Penduduk Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2007
No Lapangan Usaha Jum lah Penduduk
(jiwa)
Persentase (%)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10.
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik & Air Minum Bangunan Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Sewa & Jasa Perusahaan Jasa & Pemerintah Lainnya
95.123 883
102.531 294 26.849
118.730 17.304
5006 46.689
296.756
13,39 0,12
14,44 0,04 3,78
16,72 2,44 0,71 6,57
41,79 Jumlah Total 710.165 100,00
Sumber : Kabupaten Sukoharjo Dalam Angka, 2007
Berdasarkan Tabel 7 diketahui bahwa banyaknya penduduk di
Kabupaten Sukoharjo yang bekerja di sektor pertanian adalah 95.123
orang atau 13,39%, sedangkan penduduk yang bekerja di sektor industri
sebesar 102.531 orang atau 14,44%. Penduduk di Kabupaten Sukoharjo
yang bekerja di sektor industri lebih besar daripada di sektor pertanian
karena semakin m eningkatnya jumlah industri di Kabupaten Sukoharjo.
Keadaan penduduk berdasarkan mata pencaharian di Kecamatan
Gatak Kabupaten Sukoharjo ditunjukkan pada Tabel 8 berikut ini.
30
Tabel 8. Keadaan Penduduk Kecamatan Gatak Kabupaten Sukoharjo Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2007
No. Mata Pencaharian Jumlah (Jiwa) Prosentase (%)
1. Petani 13.498 44,2 2. Peternak 5.524 18,1 4. Pengrajin/ Industri Kecil 222 0,7 5. Buruh Tani 3.447 11,3 6. Buruh Industri 2.275 7,5 7. Buruh Bangunan 2.776 9,1 8. Pedagang 569 1,9 9. Pengangkutan 206 0,6
10. Pegawai Negeri Sipil 1.091 3,6 11. 12. 13.
ABRI Pensiunan (PNS/ ABRI) Pengusaha
250 461 225
0,8 1,5 0,7
Jum lah 30.544 100,0
Sumber : Kecamatan Gatak Dalam Angka, 2007
Berdasarkan Tabel 8 dapat diketahui bahwa penduduk Kecamatan
Gatak paling besar bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 13.498
jiwa dengan prosentase 44,2%. Hal ini disebabkan Kecamatan Gatak
memiliki lahan pertanian yang masih luas yaitu 1.271 Ha lahan sawah.
Sedangkan mata pencaharian sebagai peternak di Kecamatan Gatak
menduduki peringkat terbesar kedua setelah mata pencaharian sebagai
petani.
Luas bukan lahan sawah yang dipakai untuk pekarangan merupakan
luas terbesar dibandingkan dengan luas bukan sawah lainnya. Hal ini
merupakan potensi bagi pemilik lahan untuk menambah pendapatan
keluarga dengan menjalankan usaha di tempat pekarangan, usaha yang
cocok adalah dengan mengusahakan ternak, salah satunya usaha ternak
itik.
C. Keadaan Sarana Perekonomian
Kondisi perekonomian suatu wilayah merupakan salah satu indikator
keberhasilan pembangunan di wilayah tersebut. Perkembangan perekonomian
dapat dilihat dari ketersediaan sarana perekonomian yang memadai. Sarana
perekonom ian tersebut dapat berupa lembaga-lembaga perekonomian baik
31
yang disediakan pemerintah maupun pihak swasta serta dari swadaya
masyarakat setempat. Semakin baik sarana perekonomian suatu daerah, akan
mendorong kegiatan perekonom ian di daerah tersebut untuk tumbuh dan
berkembang. Hal ini dimaksudkan agar kegiatan ekonomi dapat berjalan
lancar sehingga pendapatan dan kesejahteraan masyarakat dapat meningkat .
Sarana perekonomian yang ada di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat
pada Tabel 9 berikut.
Tabel 9. Sarana Perekonomian di Kabupaten Sukoharjo tahun 2007
No Jenis Sarana Ekonom i Jumlah (unit)
1. 2. 3. 4.
Pasar umum Toko Kios/ warung Bank
30 1962 2189
204
Jumlah 4.385
Sumber. Kabupaten Sukoharjo Dalam Angka , 2007
Dari Tabel 9 dapat diketahui bahwa sarana perekonom ian di
Kabupaten Sukoharjo adalah pasar umum sebanyak 30, toko sebanyak 1962
unit , Kios/warung sebanyak 2189 unit, serta sarana perekonom ian berupa
Bank sebanyak 204 buah.
Untuk mengetahui keadaan sarana perekonomian di Kecamatan Gatak
dapat dilihat dari Tabel 10.
Tabel 10. Sarana Perekonomian di Kecamatan Gatak T ahun 2007
No. Jenis Sarana Ekonomi Jumlah (unit)
1. 2. 3. 4. 5. 6.
Pasar Umum Pasar Bangunan Permanen Koperasi Simpan Pinjam Toko Kios/Warung Bank
4 4
48 328 377
6
Sumber : Kecamatan Gatak Dalam Angka, 2007
Salah satu sarana yang dapat menunjang jalannya roda perekonomian
di suatu daerah adalah pasar, sebab di pasar inilah terjadi transaksi jual beli
barang dan atau jasa. Berdasarkan Tabel 10, dapat dilihat bahwa di
Kecamatan Gatak terdapat 4 pasar umum serta 4 pasar dengan bangunan
32
permanen, sehingga sangat membantu kegiatan perekonomian penduduk
dalam hal ini pemasaran produk dari usaha ternak itik, banyak dari pedagang
yang menjual makanan dari hasil itik antara lain telur itik dan telur asin
(pengolahan dari telur itik), serta adanya pasar hewan untuk pemasaran DOD
maupun itik dewasa yang ada setiap hari Pon (hari jawa) yang ramai
dikunjungi masyarakat dari berbagai daerah. Selain itu juga terdapat 328
toko, serta 377 kios/warung, koperasi simpan pinjam sebanyak 48 unit , dan 6
bank. Dengan adanya koperasi simpan pinjam serta bank maka sangat
berguna dalam penyediaan modal bagi setiap penduduk yang ingin
mendirikan usaha serta memperlancar proses perekonomian.
Dengan demikian maka Kecamatan Gatak telah mempunyai sarana dan
lembaga perekonomian yang dapat mendukung untuk menjalankan suatu
usaha salah satunya usaha ternak itik.
D. Keadaan Usaha Ternak Itik
Kabupaten Sukoharjo merupakan salah satu Kabupaten penyumbang
kom oditas pangan di Jawa Tengah, Produktivitasnya terutama padi terus
meningkat. Pada tahun 2007 berhasil mencapai 69,86 Kw/Ha, luas panen padi
naik sebesar 4,5% dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut penggunaan
lahan terdiri dari lahan sawah sebesar 21.111 Ha (45,24%) dan lahan bukan
sawah sebesar 25.555 Ha (54,76%). Lahan sawah terdiri dari sawah yang
mempunyai irigasi teknis, irigasi setengah teknis, irigasi sederhana dan sawah
tadah hujan. Luas lahan sawah dengan irigasi teknis sebesar 14.813 Ha
(70,17%), irigasi setengah teknis sebesar 1.897 Ha (8,98%), irigasi sederhana
sebesar 1.937 Ha (9,18%), dan sawah tadah hujan sebesar 2.464 Ha (11,67%).
Peternakan di Kabupaten Sukoharjo dibedakan menjadi tiga kelompok
utama yaitu ternak besar, ternak kecil dan unggas. Ternak besar terdiri dari
sapi potong, sapi perah, kerbau, dan kuda. Jenis ternak kecil yang diusahakan
di Kabupaten Sukoharjo adalah kambing, domba, dan babi. Jenis unggas yang
diusahakan di Kabupaten Sukoharjo adalah ayam ras, ayam buras dan itik.
Jenis-jenis kom oditi peternakan tahun 2007 di Kabupaten Sukoharjo disajikan
dalam Tabel 11 di bawah ini.
33
Tabel 11. Jenis-jenis Komoditi Peternakan di Kabupaten Sukoharjo Tahun 2007
No. Jenis Kom oditi Jum lah (Ekor)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
10.
Kuda Sapi Potong Sapi Perah Kerbau Kambing Domba Babi Ayam Ras Ayam Buras Itik
207 26.116
612 1.590
37.445 35.383
8.421 2.695.350
697.198 99.485
Sumber: Kabupaten Sukoharjo Dalam Angka, 2007
Berdasarkan Tabel 11 dapat diketahui bahwa jenis ternak dan jumlah
ternak yang diusahakan di Kabupaten Sukoharjo meliputi ternak besar yaitu
kuda sebanyak 207 ekor, sapi potong sebanyak 26.116, sapi perah 612, kerbau
1.590, ternak kecil yaitu berupa kambing sebanyak 37.445, domba 35.383,
babi 8.421, sedangkan untuk unggas meliputi ayam ras sebanyak 2.695.350,
ayam buras 697.198, dan itik sebanyak 99.485.
Usaha tani yang banyak berkembang di Kecamatan Gatak adalah usaha
pertanian tanaman pangan dan peternakan, seluruh tanah sawah di Kecamatan
Gatak berpengairan teknis yaitu seluas 1.271 Ha. Selain mengandalkan sektor
pertanian juga berkembang sektor peternakan, jenis ternak yang di usahakan
adalah ternak besar sepert i kuda, sapi, kerbau dan ternak kecil seperti babi,
domba, kambing. Disamping itu juga diusahakan ternak unggas sepert i ayam
kampung, ayam potong, dan itik. Pada Tabel 12 dibawah ini dapat dilihat
jumlah peternak sesuai dengan jenis ternak yang ada di Kecamatan Gatak.
34
Tabel 12. Jenis Ternak dan Jumlah Peternak di Kecamatan Gatak Tahun 2007
No. Jenis Ternak Jumlah Peternak (orang)
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Sapi Kerbau Kambing Kuda Babi Ayam Itik
71 33
317 18
106 4458
521
Sumber : Kecamatan Gatak Dalam Angka, 2007
Dari Tabel di atas dapat diketahui bahwa jenis ternak dan jumlah
peternak yang mengusahakan di Kecamatan Gatak adalah ternak sapi
sebanyak 71 orang, ternak kerbau 33 orang, ternak kambing 317 orang, ternak
kuda 18 orang, ternak babi 106 orang, ternak ayam 4.458 orang, ternak itik
521 orang.
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Kondisi Usaha Ternak Itik
Kecamatan Gatak merupakan salah satu sentra usaha ternak itik di
Kabupaten Sukoharjo. Penyebaran serta populasi itik semakin meningkat
dari tahun ke tahum, keberadaan ternak itik merupakan bagian dari
kehidupan masyarakat sekitar. Metode pengusahaan itik di Kecamatan
Gatak ada 3 tipe:
a. Umbaran (t ipe basah) : tipe basah diusahakan oleh masyarakat yang
dekat dengan sumber air/ sungai, cara memelihara dengan
mengeluarkan itik dari kandang pada siang hari untuk mandi dan
mencari makan.
b. Kandang (t ipe kering) : yaitu dengan memelihara itik di dalam
kandang terus-menerus, itik diberi makanan dari campuran pakan yang
di dapat dari penjual makanan ternak. Peternak dengan sistem ini juga
menggunakan mesin tetas untuk menghasilkan DOD. Kebutuhan telur
untuk mesin tetas dipenuhi dari hasil pemeliharaan itik.
c. Penetasan : yaitu hanya mengusahakan penetasan tanpa memelihara
itik untuk di ambil telur. Kebutuhan telur untuk mesin tetas yang
dimiliki di dapat dari pembelian telur dari peternak yang ada di
sekitarnya.
Peningkatan keuntungan menjadi alasan utama dijalankannya usaha
ini. Ternak itik ini membutuhkan lahan yang luas serta ketenangan, jauh
dari akt ifitas manusia hal ini menjadi potensi di daerah Kecamatan Gatak.
Pemeliharaan itik oleh peternak masih menggunakan lahan di
sekitar rumah mereka. Usaha ternak itik di Kecamatan Gatak ini sudah
berlangsung lama serta merupakan bagian dari kehidupan sebagian
masyarakat sekitar, baik dari hasil yang dapat diperoleh maupun limbah
yang dihasilkan yaitu berupa kotoran dan cangkang telur. Pemasaran hasil
35
36
ternak barupa telur hanya untuk mencukupi daerah Sukoharjo akan tetapi
hasil berupa DOD pemasaranya lebih banyak ke luar daerah.
2. Karakteristik Responden
Ident itas responden merupakan keadaan yang menggambarkan
kondisi umum dari peternak itik yang masih aktif berproduksi pada saat
dilakukannya penelitian. Ident itas responden yang dikaji dalam penelitian
ini meliputi: umur, tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga, jumlah
anggota yang akt if dalam usaha, jumlah tenaga kerja luar dan lama
mengusahakan.
Tabel 13. Karakteristik Responden Usaha Ternak Itik
No. Uraian Rata-rata per Responden 1. Umur responden (tahun) 42 2. Lama pendidikan (tahun) 10 3. Jumlah anggota keluarga (orang) 4 4. Jumlah anggota keluarga yang akt if
dalam produksi (orang) 2
5. Jumlah tenaga kerja luar (orang) 1 6. 7. 8.
Lama mengusahakan (tahun) Jumlah itik Jumlah mesin tetas
12 297
12
Sumber : Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 13 dapat diketahui bahwa umur rata–rata
responden adalah 42 tahun yang masih termasuk dalam kategori usia
produkt if, umur responden berpengaruh terhadap produktivitas responden
dalam menjalankan usahanya. Tingkat pendidikan rata-rata responden
adalah 10 tahun atau sudah menyelesaikan wajib belajar 9 tahun dalam
pendidikan formal. Sehingga dapat dikatakan wawasan ataupun penge-
tahuan yang dimiliki oleh para responden sudah cukup memadai.
Walaupun pendidikan formal kurang dibutuhkan dalam usaha ternak itik,
namun hal tersebut akan mempengaruhi pola pikir dan cara kerja mereka
dalam mengelola usaha ternak itik.
Jumlah rata-rata anggota keluarga yang dimiliki oleh responden
adalah sebanyak 4 orang. Hal ini berpengaruh pada ketersediaan tenaga
kerja, terutama tenaga kerja yang berasal dari keluarga yang ikut dalam
37
proses produksi usaha ternak itik. Semakin banyak jumlah anggota
keluarga, maka kontribusi keterlibatan anggota keluarga dalam usaha
ternak itik akan semakin besar. Sedangkan jumlah rata–rata anggota
keluarga yang aktif dalam usaha ini hanya 2 orang. Hal tersebut
dikarenakan anggota keluarga yang lain dalam keluarga tersebut bekerja
pada sektor pekerjaan yang lain atau masuk dalam kategori usia yang tidak
produkt if dikarenakan masih anak-anak atau sudah tua. Sementara itu
rata–rata jumlah tenaga kerja luar yang dipekerjakan dalam usaha ternak
itik oleh masing-masing responden adalah 1 orang. Semakin banyak
anggota keluarga yang terlibat dalam usaha ternak itik maka kebutuhan
akan t enaga kerja luar semakin sedikit .
Usaha ternak itik merupakan usaha yang sudah lama digeluti oleh
masyarakat di daerah tersebut. Hal ini dapat dibukt ikan dengan rata-rata
waktu mengusahakan usaha ternak itik oleh para responden yaitu selama
12 tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa para peternak itik
sudah memiliki banyak pengalaman dalam menjalankan usahanya. Jumlah
itik rata-rata yang diusahakan sebanyak 297 ekor per responden, itik yang
diusahakan adalah itik petelur (indukan). Para peternak menetaskan telur
itik dengan mesin tetas dengan jumlah rata-rata mesin tetas yang mereka
miliki sebanyak 12 buah.
Alasan responden dalam menjalankan usahanya sebagai peternak itik
dapat dilihat pada Tabel 14 dibawah ini.
Tabel 14. Alasan Responden Mengusahakan Usaha Ternak Itik
No. Alasan Usaha Jum lah (Responden)
Prosentase (%)
1. 2. 3.
Usaha warisan Tidak mempunyai pekerjaan lain Lebih menguntungkan daripada usaha lain
10 2 18
33,33 6,67
60,00
Jumlah 30 100,00
Sumber: Analisis Data Primer
Tabel 14 menunjukkan bahwa usaha ternak itik di Kabupaten
Sukoharjo diusahakan karena beberapa alasan. Alasan yang paling besar
38
yaitu sebesar 60,00% (18 responden) mengusahakan ternak itik karena
lebih menguntungkan daripada usaha lain, hal ini dibuktikan sendiri oleh
para responden yaitu selama mengusahakan ternak itik hasil yang didapat
mampu mencukupi kebutuhan hidup keluarga. Usaha ternak itik di Kabu-
paten Sukoharjo telah berlangsung cukup lama dan sudah diwariskan turun
temurun kepada anak-anaknya, karena alasan responden menjalankan
usaha ternak itik ini adalah warisan dari orang tuanya yaitu sebanyak 10
responden (33,33%). Alasan lainnya yaitu tidak mempunyai pekerjaan lain
sebanyak 2 responden (6,67%), mereka mencoba mengusahakan usaha
ternak itik yang sudah berkembang di daerahnya untuk mendapatkan
penghasilan.
Setiap usaha yang dilakukan dapat merupakan usaha utama ataupun
usaha sampingan. Begitu juga dengan usaha ternak itik di Kabupaten
Sukoharjo. Berikut ini tabel mengenai status usaha ternak itik:
Tabel 15. Status Usaha Ternak It ik di Kabupaten Sukoharjo
No. Status Usaha Jumlah (Responden) Prosentase (%) 1. 2.
Utama Sampingan
24 6
80 20
Jum lah 30 100
Sumber: Analisis Data Primer
Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa usaha ternak itik di Kabupaten
Sukoharjo, responden yang menjadikan ternak itik sebagai pekerjaan
utama yaitu sebanyak 24 responden (80%). Usaha utama karena mampu
memberikan penghasilan yang cukup untuk menopang kebutuhan hidup
sehari-hari, sedangkan yang menjadikan sebagai pekerjaan sampingan
sebanyak 6 responden (20%). Responden yang menjadikan usaha ternak
itik sebagai pekerjaan sampingan karena mereka sudah memiliki pekerjaan
utama yaitu sebagai PNS, karyawan, pedagang dan mengusahakan usaha
ternak itik sebagai penambah penghasilan dari pekerjaan utama yang telah
mereka miliki.
39
3. Sumber Modal Usaha
Para peternak itik dalam menjalankan usahanya pasti membutuhkan
modal. Modal untuk melaksanakan proses produksi yang digunakan
disajikan pada Tabel 16.
Tabel 16. Sumber Modal Usaha Ternak It ik di Kabupaten Sukoharjo
No Sumber Modal Jumlah Prosentase (%) 1. 2.
Modal sendiri Modal pinjaman
30 0
100 0
Total 30 100
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa 100% atau seluruh responden
yang dipilih menjalankan usahanya menggunakan modal sendiri. Para
responden sudah lama mengusahakan usahanya, sehingga saat dilakukan
penelitian tidak ada modal pinjaman/bantuan dari pihak perkreditan
maupun bank.
4. Sarana Produksi
a. Pakan
Bahan utama yang digunakan dalam usaha ternak itik adalah
pakan ternak, dalam usaha ternak itik pakan ternak yang digunakan
antara lain bekatul, konsentrat (Pokpan 144), dan mineral (Turbo).
Pakan tersebut diperoleh dengan cara membeli dari pedagang pakan
ternak dan tempat penggilingan beras untuk bekatul. Peternak yang
membutuhkan pakan dalam jumlah yang banyak sudah berlangganan
sebelumnya, dengan sistem barang diantar sampai di tempat.
Jadwal pemberian pakan tidak sekehendak hati agar memperoleh
hasil produksi telur yang baik, mereka membagi jadwal pemberian
pakan itik tiga kali sehari yaitu pagi, siang, sore. Jam pemberian pakan
harus tepat dan tidak berubah-ubah setiap hari, jika biasanya pemberian
pakan pagi hari dilakukan antara jam 6-7 maka seterusnya pun
demikian. Jadi pemberian pakan pada itik dapat dibagi menjadi tiga
bagian waktu ;
40
a. Pemberian pakan pagi hari pada jam 06.00-07.00
b. Pemberian pakan siang pada jam 12.00
c. Pemberian pakan pada sore hari jam 16.00
Pemberian pakan rata-rata responden per hari dengan jumlah
rata-rata itik yang dipelihara peternak yaitu 297 ekor dapat dilihat pada
Tabel di bawah ini:
Tabel 17. Jenis Pakan dan Jumlah Rata-Rata Pemberian Pakan Per Hari Untuk 297 Ekor itik
No. Jenis Pakan Jumlah
(kg) Prosentase
(%) Per 100 Ekor
1. 2. 3.
Konsentrat Bekatul Mineral
17,0 72,0
0,4
19,0 80,5
0,5
5,5 24,0 0,1
Total 89,4 100,0 29,6
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 17 diketahui rata-rata pemberian pakan serta
komposisi campuran pakan itik per hari, pakan utama yang dikonsumsi
untuk itik petelur adalah konsentrat dengan campuran yang diberikan
adalah bekatul dan mineral. Untuk rata-rata itik yang dipelihara dengan
jumlah 297 ekor membutuhkan 72 kg bekatul, 17 kg konsentrat, dan 0,4
kg mineral.
Pemeliharaan itik sebanyak 100 ekor dibutuhkan kira-kira 24 kg
bekatul, 5,5 kg konsentrat, dan 0,1 kg mineral untuk pemberian pakan
setiap hari. Pemberian pakan harus teratur sedangkan untuk minuman
harus tersedia sepanjang hari di dalam kandang agar itik tidak lemas
karena kekurangan air minum.
b. Peralatan Usaha
Peralatan yang digunakan dalam usaha ternak itik di Kecamatan
Gatak :
a. Bangunan Kandang : tempat memelihara itik berupa tanah yang datar
yang sekelilingnya diberi batas yaitu anyaman bambu, agar itik tetap
tinggal di dalam dan tidak terganggu dari gangguan hewan lain
maupun kegiatan manusia.
41
b. Tempat Pakan : sebagai wadah untuk menaruh pakan ternak terbuat
dari balok kayu.
c. Tempat Minum : sebagai wadah air yang selalu ada di dalam
kandang untuk minum ternak.
d. Ember: digunakan sebagai wadah untuk mencampur pakan.
e. Panci/rengkot : sebagai takaran/ukuran untuk campuran pakan yang
akan diberikan pada ternak.
f. Gayung : digunakan untuk menuang air pada tempat minum.
g. Keranjang Telur : alat yang terbuat dari kayu yang berbentuk kotak
digunakan untuk menaruh telur yang telah diambil dari kandang.
h. Mesin Tetas : alat untuk menetaskan telur, merupakan rangkaian
bahan dari triplek, kayu, lampu, dimmer (instalasi listrik untuk
mengatur suhu), lampu minyak, engsel, kaca. Biasanya mampu
menampung 400 telur untuk diteteskan.
i. Termometer : untuk mengukur suhu pada mesin tetas.
j. Baki Pelembab : untuk menjaga kelembaban pada mesin tetas, baki
berisi air serta ditaruh di bawah mesin tetas.
5. Proses Produksi
a. Produksi Telur
Pemeliharaan itik disini merupakan jenis pemeliharaan sistem
kering yaitu itik berada di dalam kandang terus tanpa ada proses
dimandikan. It ik memiliki 2 kandang berbeda, kandang siang dan
malam untuk istirahat. Setiap pagi itik dikeluarkan dari kandang
istirahat menuju kandang siang dimana terjadi akt ivitas makan,
minum, dan berjemur.
Kandang siang lebih terbuka agar terkena sinar matahari untuk
membantu pertumbuhan dan daya tahan itik. Pakan itik diberikan di
kandang ini dengan campuran konsentrat, bekatul, mineral, dan air.
Makanan itik dijaga agar selalu ada sisanya karena itik akan makan
sebanyaknya jika tidak ada sisa makanan di tempat makan mereka.
42
Jika sudah menjadi kebiasaan, itik akan makan secukupnya tanpa harus
kenyang karena sisa pakan masih ada.
Aktivitas itik dikandang siang selesai setelah pemberian pakan
terakhir yaitu sore hari, itik dipindahkan menuju kandang malam/
kandang istirahat. Kandang istirahat ini lebih teduh ruangnya dan lebih
hangat karena diberi seresah jerami, disini tidak ada perlakuan
terhadap itik. It ik beristirahat, serta melakukan proses bertelur.
Kebiasaan itik dalam melakukan proses bertelur yaitu memilih di
pojokan kandang, itik akan merasa hangat dan nyaman dengan
tumpukan jerami yang terkumpul.
Pagi hari itik dikeluarkan dari kandang istirahat menuju kandang
aktivitas, selanjutnya peternak mengumpulkan telur yang sudah ada.
Kegiatan ini berlangsung seterusnya, telur itik dapat diambil setiap hari
di kandang.
Peternak itik memiliki pedoman dalam menentukan itik layak di
masukkan dalam kategori itik penghasil telur, yaitu setiap 100 ekor itik
mampu menghasilkan minimal telur 60 butir/hari. Rata-rata peternak di
Kabupaten Sukoharjo memiliki 297 ekor itik dengan rata-rata produksi
telur per hari 215 butir, rata-rata produksi telur per bulan sebanyak
6.450 butir.
b. Produksi DOD (Day Old Duck)
Peternak untuk menghasilkan DOD menggunakan mesin tetas,
mereka memiliki rata-rata sebanyak 12 buah, kapasitas sebuah mesin
tetas dapat menampung 400 butir telur. Mesin tetas dibuat sedemikian
rupa sehingga suhu panas didalam mesin hampir sama dengan kondisi
jika telur dierami secara alamiah yaitu sekitar 390C.
Para peternak untuk proses pengisian mesin tetas biasanya tidak 1
mesin saja tetapi 3 mesin sekaligus. Rata-rata mesin tetas yang dimiliki
peternak sebanyak 12 buah dengan waktu pengisian mesin tetas 7 hari
sekali, karena dengan tujuan untuk ;
43
1. Memenuhi kebutuhan pembeli dengan permintaan yang biasanya
lebih dari 300 ekor, itupun hanya satu jenis kelamin DOD.
2. Ada tenggang waktu untuk proses pengumpulan telur.
3. Ada tenggang waktu untuk menyiapkan telur dan membersihkan
mesin tetas.
Langkah-langkah yang dilakukan peternak untuk produksi DOD
adalah sebagai berikut;
i. Menyiapkan telur yang akan ditetaskan dengan jumlah sesuai
kapasitas mesin tetas serta sudah dibersihkan.
ii. Menyalakan lampu pada mesin tetas.
iii. Mengecek tingkat derajad panas didalam mesin ±390C, jika suhu
dirasa kurang panas maka nyala lampu minyak diperbesar atau
nyala bolam lampu diperbesar menggunakan dimmer, demikian
sebaliknya.
iv. Jika keadaan suhu sudah stabil kira-kira satu sampai dua jam
tidak berubah, maka telur yang sudah di siapkan ditata rapi di
tatakan kemudian dimasukkan, selanjutnya pintu mesin tetas
ditutup rapat.
v. Setelah 1 hari, telur diseleksi untuk mengetahui telur yang
berbibit dengan teropong buatan. Jika telur tidak berbibit maka
dikeluarkan dari mesin tetas.
vi. Setiap hari kontrol suhu, kelembaban, serta kondisi telur di dalam
mesin penetas.
vii. Telur di dalam mesin tetas dibalik empat kali sehari.
viii. Demikian seterusnya hingga telur menetas ± 30 hari.
ix. DOD akan menetas bersamaan pada hari tersebut, jika ada yang
terlambat menetas maka diikutkan mesin tetas lainnya.
Telur yang digunakan untuk memenuhi kapasitas mesin tetas
selama satu bulan rata-rata sebanyak 4.613 butir, dengan jumlah mesin
tetas yang ada menghasilkan DOD rata-rata sebanyak 1.434 ekor untuk
DOD jenis kelamin betina dan 1.841 ekor DOD jenis kelamin jantan.
44
c. Pemasaran
Hasil ternak itik baik telur maupun DOD mudah dalam
pemasaran, hal ini terbukti dengan selalu terjual berapapun jumlah
yang dihasilkan. Telur dijual hanya untuk mencukupi kebutuhan di
wilayah Kabupaten Sukoharjo, sedangkan DOD dipasarkan di wilayah
Kabupaten Sukoharjo serta luar daerah. Untuk memudahkan proses
angkut, telur diletakkan pada trey sedangkan DOD pada kardus.
Sebuah trey memuat 30 telur dan 1 buah kardus untuk tempat DOD
dapat memuat 150 DOD.
Daerah pemasaran DOD di luar wilayah Kabupaten Sukoharjo,
antara lain Sragen, Ngawi, Boyolali, Semarang, Kudus, Purworejo,
Purwokerto, Brebes, Mojokerto, Malang, Jombang.
Pemasaran luar Kabupaten Sukoharjo, hasil produksi untuk DOD
biasanya sudah dipesan sebelumnya serta ongkos untuk kirim
dibebankan pada pemesan, pengiriman DOD dapat dititipkan lewat
jasa bus dan kereta api, ada juga pembeli yang datang langsung ke
peternak.
6. Analisis Usaha
a. Biaya
Biaya yang dikeluarkan peternak itik meliputi biaya indukan,
biaya pakan, biaya tenaga kerja, biaya bahan bakar, biaya pengemasan,
biaya pembelian telur bibit untuk penetasan, dan biaya penyusutan
peralatan. Biaya indukan dihitung untuk mengetahui berapa besarnya
nilai uang yang harus dikeluarkan setiap peternak untuk kebutuhan
pembelian induk, dihitung dalam beban biaya per bulan yang harus
ditanggung peternak. Besarnya biaya indukan per bulan dapat dihitung
dengan rumus :
Biaya indukan per bulan =
Biaya indukan dari usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo dapat
dilihat pada Tabel 18 berikut ini.
45
Tabel 18. Biaya Indukan Pada Usaha Ternak Itik di Kabupaten Sukoharjo Pada Bulan Mei 2009
Jenis Jumlah (Ekor)
Harga (Rp) Awal Afkir
Um ur Ekonomis
Biaya Indukan (Rp) per per responden 100 ekor
Indukan
297
40.000
27.000
12 (bln)
321.389
107.130
Sumber : Analisis Data Primer
Dari Tabel 18 diketahui biaya indukan pada usaha ternak itik di
Kabupaten Sukoharjo sebesar Rp 321.389,00 per bulan. Untuk
pengusahaan itik dengan jumlah 100 ekor diketahui biaya indukan per
bulan sebesar Rp 107.130,00.
Pakan merupakan biaya yang paling besar dalam usaha ternak
itik. Pamberian pakan yang sudah terjadwal serta harga pakan membuat
biaya ini paling besar dikeluarkan peternak. Tenaga kerja yang
digunakan meliputi tenaga kerja keluarga serta tenaga kerja luar, tugas
tenaga kerja dibedakan menjadi dua hal yaitu tenaga kerja pemeliharan
dan tenaga kerja penetasan. Tenaga kerja pemeliharaan mengurusi itik
sampai produksi telur, sedangkan tenaga kerja penetasan mengurusi
telur menjelang penetasan, sampai pasca telur menetas.
Minyak tanah dan lisrik digunakan untuk bahan bakar mesin
tetas, sedangkan saat penjualan menggunakan trey untuk telur serta
kardus untuk DOD. Peternak juga mengeluarkan biaya untuk pembelian
telur bibit untuk kebutuhan mesin tetasnya. Peternak menggunakan
peralatan dalam pelaksanaan proses produksi, peralatan yang digunakan
adalah mesin tetas. Besarnya biaya penyusutan peralatan dapat dihitung
dengan rumus :
Penyusutan per bulan =
Pada usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo yang mengalami
penyusutan adalah mesin tetas sebagai alat untuk menghasilkan DOD.
Biaya penyusutan peralatan usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo
dapat dilihat pada Tabel 19 berikut ini.
46
Tabel 19. Biaya Penyusutan Pada Usaha Ternak Itik di Kabupaten Sukoharjo Pada Bulan Mei 2009
Jenis Jumlah (Buah)
Harga (Rp) Awal Akhir
Um ur Ekonomis
Biaya Penyusutan (Rp) per per responden 4 mesin tetas
Mesin tetas
12
400.000
30.000
60 (bln)
71.122
23.707
Sumber : Analisis Data Primer
Dari Tabel 19 diketahui biaya penyusutan pada usaha ternak itik
di Kabupaten Sukoharjo yaitu biaya penyusutan mesin tetas sebesar Rp
71.122,00 per bulan. Untuk mesin tetas sebanyak 4 buah mengalami
biaya penyusutan sebesar Rp 23.707,00 per bulan.
Macam dan besarnya biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh
peternak itik di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Biaya Rata-rata Usaha Ternak It ik di Kabupaten Sukoharjo Pada Bulan Mei 2009
No. Macam Biaya Jumlah
Per Per responden 100 ekor
Harga (Rp)
Biaya (Rp) Per Per responden 100 ekor
1.
2.
3. 4.
5.
6. 7.
Biaya Indukan (ekor)
Biaya pakan a. Konsentrat (kg) b. Bekatul (kg) c. Mineral (kg) Biaya tenaga kerja Biaya bahan bakar
a. Minyak tanah (lt) b. Listrik (satuan) Biaya pengemasan a. Trey (sak) b. Kardus (buah) Biaya telur bibit(butir) Biaya Penyusutan Mesin tetas (buah)
297
510
2.157 12 2,3
14,8 11,7
4,9
32,7 4.613
12
100
170 719
4 0,8
4,9 3,9
1,6
10,9 1537
4
1082
320.000
2.000 1.200
650.000
6.000 25.000
5.000 1.250 1.100
5927
321.389
7.653.560 3.324.800 4.314.000
14.760 1.516.667
380.167
88.500 291.667 112.596
71.667 40.929
5.074.667
71.122
107.129
2.551.187 1.108.267 1.438.000
4.920 505.556 126.722
29.500 97.222 37.532 23.889 13.643
1.691.556
23.707
Biaya Total 15.130.167 5.043.389
Sumber: Analisis Data Primer
Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa rata-rata biaya yang
dikeluarkan peternak dalam mengusahakan ternak itik selama satu bulan
antara lain biaya indukan sebesar Rp 321.389,00, biaya pakan meliputi
konsentrat sebesar Rp 3.324.800,00, bekatul Rp 4.314.000,00 dan
mineral sebesar Rp 14.760,00, sedangkan biaya tenaga kerja yaitu
47
sebesar Rp 1.516.667,00, biaya bahan bakar untuk mesin tetas yaitu
minyak tanah sebesar Rp 88.500,00 biaya listrik Rp 291.667,00 untuk
biaya pengemasan sebesar Rp 112.596,00, biaya untuk pembelian telur
bibit Rp 5.074.667,00 dan biaya penyusutan sebesar Rp 71.122,00.
Untuk pemeliharaan itik dengan jumlah 100 ekor dapat diketahui
besarnya biaya rata-rata satu bulan yaitu biaya indukan Rp 107.129,00,
biaya pakan meliputi konsentrat sebesar Rp 1.108.267,00 untuk bekatul
sebesar Rp 1.108.267,00 dan mineral sebesar Rp 4.920,00, sedangkan
biaya tenaga kerja sebesar Rp 505.556,00, biaya bahan bakar mesin
tetas meliputi minyak tanah sebesar Rp 29.500,00 dan biaya kebutuhan
listrik Rp 97.222,00, sedangkan untuk biaya pengemasan Rp 37.532,00,
biaya untuk pembelian telur bibit Rp 1.691.556,00 dan biaya penyusut-
an sebesar Rp 23.707,00.
Pada saat penelitian, kebutuhan pasar akan DOD tinggi sehingga
mempengaruhi perlakuan DOD yang akan dikirim. Jika permintaan
tinggi peternak akan lebih menghemat biaya dalam hal ini biaya pakan
untuk DOD, karena DOD yang dikirim yaitu DOD yang baru menetas
atau berumur 1 hari untuk mencukupi kebutuhan konsumen. DOD yang
baru menetas atau berumur 1 hari belum mempunyai nafsu makan
sehingga peternak t idak memberikan pakan pada DOD umur tersebut.
b. Penerimaan
Penerimaan yang diperoleh peternak itik merupakan penerimaan
yang berasal dari penjualan telur itik dan DOD yang dihasilkan.
Besarnya produksi dan penerimaan yang diterima oleh peternak itik
dapat dilihat pada Tabel 21 berikut ini.
48
Tabel 21. Hasil Produksi dan Penerimaan Usaha Ternak Itik di Kabupaten Sukoharjo
No. Hasil Produksi
Rata-rata Jumlah
Per Per responden 100 itik
Harga (Rp)
Penerimaan (Rp)
Per Per responden 100 itik
1. 2.
Telur (butir) DOD (ekor) : a. DOD betina b. DOD jantan
6.450
1.434 1.841
2.150
478 613
1.100
4.500 2.000
7.095.000
6.453.000 3.682.000
2.365.000
2.151.000 1.227.333
Total Penerimaan
17.230.000 5.743.333
Sumber: Analisis Data Primer
Dari Tabel 21 di atas dapat diketahui rata-rata hasil produksi
selama satu bulan untuk berupa telur sebanyak 6.450 butir. DOD
meliputi DOD betina sebanyak 1.434 ekor dan DOD jantan sebanyak
1.841 ekor. Harga jual rata-rata untuk telur Rp 1.100,00/butir, sedang-
kan untuk DOD betina Rp 4.500,00/ekor dan DOD jantan Rp 2.000,00
/ekor. Dari rata-rata produksi yang terjual dan harga rata-rata maka
dapat dihasilkan penerimaan, besarnya rata-rata penerimaan yang
diperoleh dari usaha ternak itik selama satu bulan adalah sebesar
Rp 17.230.000,00 per responden.
Untuk pemeliharaan itik dengan jumlah 100 ekor dan 4 mesin
tetas diketahui rata-rata hasil produksi selama satu bulan untuk berupa
telur sebanyak 2.150 butir. DOD meliputi DOD betina sebanyak 478
ekor, dan DOD jantan sebanyak 613 ekor. Total penerimaan dari usaha
ternak itik yang memelihara itik dengan jumlah 100 ekor dan mesin
tetas 4 buah adalah sebesar Rp 5.743.333,00 per bulan.
Harga DOD betina lebih mahal karena betina akan dapat
digunakan dalam peternakan selanjutnya untuk menghasilkan telur pada
masa produksi serta dapat diambil dagingnya untuk itik potong jika
sudah lewat masa produksi, sedangkan itik jantan seberapa besarnya
akan tetap hanya untuk diambil dagingnya/ itik potong.
Pada saat dilakukan penelitian tidak ada penerimaan dari penjual-
an itik afkir karena peternak tidak menjual itiknya jika dirasa masih
49
produktif, dan juga saat dilakukan penelitian harga telur dan DOD
masih stabil pada level yang tinggi sehingga lebih baik mempertahan-
kan produksi itik untuk mendapatkan penerimaan daripada menjual itik
afkir. Limbah yang dihasilkan dapat juga menambah keuntungan yaitu
berupa kotoran ternak, akan tetapi saat dilakukan penelitian tidak ada
peternak yang membersihkan kotoran di kandang. Hasil dari kotoran
ternak dapat dinikmat i saat itik di afkir oleh peternak, kotoran di
kandang dibersihkan saat tidak ada ternak, dikumpulkan di jual per sak
sebagai campuran pupuk tanaman.
c. Keuntungan
Keuntungan yang diterima oleh peternak merupakan selisih antara
total penerimaan dengan total biaya yang dikeluarkan. Besarnya
keuntungan rata-rata yang diterima peternak itik dapat dilihat pada
Tabel 22 di bawah ini.
Tabel 22. Keuntungan Rata-Rata Peternak Itik Selama Bulan Mei 2009
No Uraian Rata-rata Per
Responden (Rp) Per 100 Ekor
1 Penerimaan 17.230.000 5.743.333 2 Biaya Total 15.130.167 5.043.389
Keuntungan 2.099.833 699.944
Sumber: Analisis Data Primer
Tabel 22 menunjukkan bahwa penerimaan rata-rata per peternak
itik adalah sebesar Rp 17.230.000,00 dengan biaya total yang
dikeluarkan rata-rata sebesar Rp 15.130.167,00 sehingga rata-rata
keuntungan yang diperoleh setiap peternak itik di Kabupaten Sukoharjo
adalah sebesar Rp 2.099.833,00. Dengan demikian, keuntungan rata-
rata yang diperoleh setiap peternak itik selama satu bulan adalah
sebesar Rp 2.099.833,00.
Untuk pengusahaan ternak itik dengan jumlah itik sebanyak 100
ekor dan 4 mesin tetas, penerimaan rata-rata per peternak itik adalah
sebesar Rp 5.743.333,00 dengan biaya total yang dikeluarkan rata-rata
50
sebesar Rp 5.043.389,00 sehingga rata-rata keuntungan yang diperoleh
peternak itik selama satu bulan adalah sebesar Rp 699.944,00.
d. Profitabilitas usaha
Berdasarkan keuntungan yang diperoleh, maka dapat diketahui
profitabilitas atau tingkat keuntungan dari usaha ternak itik.
Profitabilitas merupakan hasil bagi antara keuntungan usaha dengan
biaya total yang dinyatakan dalam persen. Untuk mengetahui besarnya
profitabilitas dari usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo dapat
dilihat pada Tabel 23 dibawah ini.
Tabel 23. Profitabilitas Usaha Ternak Itik di Kabupaten Sukoharjo Bulan Mei 2009
No Uraian Rata-rata Per
Responden (Rp) Per 100 Ekor
1 Keuntungan 2.099.833 699.944
2 Biaya Total 15.130.167 5.043.389 Profitabilitas 13,87% 7,2%
Sumber : Analisis Data Primer
Tabel 23 menunjukkan bahwa profitabilitas atau tingkat
keuntungan dari usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo pada bulan
Mei 2009 adalah sebesar 13,87%. Hal ini berart i setiap modal sebesar
Rp 100,00 yang diinvestasikan akan diperoleh keuntungan Rp 13,87.
Usaha ini termasuk dalam kriteria menguntungkan, karena memiliki
nilai profitabilitas lebih dari nol. Profitabilitas ini merupakan hasil bagi
antara keuntungan usaha dengan biaya total.
Untuk pengusahaan dengan jumlah itik 100 ekor dan 4 mesin
tetas menunjukkan profitabilitas sebesar 7,2% hal ini berart i untuk
setiap Rp 100,00 yang diinvestasikan akan memperoleh keuntungan
Rp 7,20.
e. Efisiensi usaha ternak itik
Efisiensi usaha ternak itik merupakan perbandingan antara total
penerimaan rata-rata yang diterima oleh peternak dengan rata-rata
biaya total yang dikeluarkan dalam mengusahakan ternak. Besar
51
efisiensi usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada
Tabel 24 di bawah ini.
Tabel 24. Efisiensi Usaha Ternak Itik di Kabupaten Sukoharjo
No Uraian Rata-rata Per
Responden (Rp) Per 100 Ekor
1 Penerimaan 17.230.000 5.743.333 2 Biaya Total 15.130.167 5.043.389
Efisiensi Usaha 1,14 1,13
Sumber : Analisis Data Primer
Tabel 24 menunjukkan bahwa efisiensi usaha ternak itik di
Kabupaten Sukoharjo pada bulan Mei 2009 sebesar 1,14 berart i bahwa
usaha ternak itik yang telah dijalankan sudah efisien, ditunjukkan
dengan nilai R/C rasio lebih dari satu. Hal ini sesuai dengan pendugaan
yang dilakukan pada saat awal penelitian, yaitu usaha ternak itik yang
dijalankan di Kabupaten Sukoharjo sudah efisien.
Nilai R/C rasio ini menunjukkan keuntungan kotor yang diterima
untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi. Nilai R/C
rasio 1,14 berart i bahwa usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo
sudah efisien. Untuk pemeliharaan itik dengan jumlah 100 ekor dan 4
mesin tetas nilai R/C rasio sebesar 1,13 berart i usaha ternak dengan
jumlah itik 100 dan 4 mesin tetas sudah efisien.
f. Risiko usaha ternak itik
Hubungan antara risiko dan keuntungan dapat diukur dengan
koefisien variasi (CV) dan batas bawah keuntungan (L). Koefisien
variasi merupakan perbandingan antara risiko yang harus ditanggung
dengan jumlah keuntungan yang akan diperoleh sebagai hasil dan
sejumlah modal yang ditanamkan dalam proses produksi. Semakin
besar nilai koefisien variasi menunjukkan bahwa risiko yang harus
ditanggung semakin besar dibanding dengan keuntungannya.
Sedangkan batas bawah keuntungan (L) menunjukkan nilai nominal
keuntungan terendah yang mungkin diterima oleh responden
(Hernanto, 1993).
52
Untuk mengetahui besarnya risiko usaha yang harus ditanggung
oleh setiap peternak itik di Kabupaten Sukoharjo dapat dilihat pada
Tabel 25 berikut ini.
Tabel 25. Simpangan baku, koefisien variasi, dan batas bawah keuntungan usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo
No. Uraian Rata-rata per
Responden (Rp) Per 100 ekor
1. 2. 3. 4.
Keuntungan Simpangan baku Koefisien variasi Batas bawah keuntungan
2.099.833,00 509.453,00
0,24 1.080.928,00
699.944,00 169.817,00
0,24 360.310,00
Sumber : Analisis Data Primer
Tabel 25 menunjukkan bahwa keuntungan rata-rata peternak itik
di Kabupaten Sukoharjo untuk satu bulan masa produksi sebesar Rp
2.099.833,00. Besarnya simpangan baku keuntungan Rp 509.453,00
dengan nilai koefisien variasi 0,24 dan nilai batas bawah keuntungan
Rp 1.080.928,00. Dari besarnya nilai koefisien variasi dan nilai batas
bawah keuntungan, koefisien variasi kurang dari 0,5 dan nilai batas
bawah keuntungan lebih dari 0 dapat dikatakan bahwa para peternak
itik akan selalu untung atau terhindar dari mengalami kerugian, atau
dengan kata lain usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo terhindar
dari mengalami risiko. Hal ini bertentangan dengan pendugaan awal
bahwa usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo memiliki risiko.
Pengusahaan ternak itik dengan jumlah 100 ekor dan 4 mesin
tetas, Besarnya simpangan baku keuntungan Rp 169.817,00 dengan
nilai koefisien variasi 0,24 dan nilai batas bawah keuntungan sebesar
Rp 360.310,00. Dari besarnya nilai koefisien variasi dan nilai batas
bawah keuntungan, maka berart i usaha ini akan selalu terhindar dari
risiko kerugian.
B. Pembahasan
Biaya yang dikeluarkan oleh peternak meliputi biaya indukan, biaya
pakan antara lain berupa konsentrat, bekatul, dan mineral. Biaya bahan bakar
untuk mesin tetas yaitu minyak tanah dan listrik. Biaya tenaga kerja untuk
53
proses produksi, biaya untuk pembelian telur bibit bagi peternak yang tidak
dapat memenuhi kapasitas mesin tetas hanya dari telur produksi ternaknya,
biaya untuk pengemasan meliputi biaya trey dan biaya kardus, dan biaya
penyusutan yaitu penyusutan mesin tetas.
Biaya indukan per bulan dengan jumlah induk 297 ekor yaitu sebesar
Rp 321.389,00. Proses pengangkutan untuk hasil berupa telur menggunakan
trey, 1 trey memuat 30 telur, untuk hasil berupa DOD menggunakan kardus
yang dibeli bekas pengemasan bibit ayam (DOC), 1 kardus dapat memuat 150
DOD. Biaya untuk pakan merupakan biaya terbesar dalam usaha ternak itik
karena kebutuhan utama dari itik adalah pakan/nutrisi untuk tubuh. Harga
konsentrat per sak/50kg yaitu Rp 320.000,00, untuk bekatul menggunakan
harga per Kg yaitu Rp 2.000,00/kg sedangkan harga untuk mineral yaitu
sebesar Rp 1.200,00/kg.
Biaya tenaga kerja merupakan biaya terbesar kedua setelah biaya yang
dikeluarkan untuk kebutuhan pakan ternak, dimana dalam penelitian ini
menggunakan konsep biaya mengusahakan dalam hal ini tenaga kerja keluarga
juga diperhitungkan. Upah yang diterima tenaga kerja keluarga besarnya sama
dengan tenaga kerja luar yang dipekerjakan yaitu sebesar Rp 650.000,00
/bulan. Rata–rata tenaga kerja keluarga 2 orang hal ini lebih besar daripada
rata-rata tenaga kerja luar yaitu 1 orang.
Tenaga kerja dalam usaha ternak itik dibedakan menjadi dua tugas yaitu
tenaga pemeliharaan dan tenaga kerja penetasan. Tenaga kerja pemeliharaan
bertugas mengurusi semua hal berkaitan dengan itik serta produksi telurnya,
antara lain tugasnya memberi pakan setiap hari, menjaga kebersihan kandang,
mengambil telur yang ada dalam kandang. Tenaga kerja penetasan mengurusi
semua yang berkaitan dengan mesin tetas menjelang penetasan sampai pasca
penetasan antara lain tugasnya mengurusi telur saat akan dilakukan penetasan,
menjaga suhu panas dan kelembaban didalam mesin, membalik telur 4 kali
sehari, menjaga kebersihan mesin tetas sampai mengurusi saat penetasan.
Biaya telur bibit juga termasuk dalam pembiayaan peternak itik,
peternak dianggap melakukan pembelian telur untuk kebutuhan mesin tetas-
54
nya. Kapasitas satu buah mesin tetas menampung 400 butir telur, peternak
membeli telur dengan harga per butir Rp 1.100,00.
Bahan bakar mesin tetas menggunakaan minyak tanah dan listrik.
Penggunaan listrik lebih mudah dalam proses mengontrol panas/suhu ruang di
dalam mesin tetas. Menggunakan minyak tanah, panas yang didapat dari
lampu minyak (teplok) akan lebih sulit dikontrol karena nyala api tidak stabil.
Menggunakan lampu listrik (bolam) mudah dalam mengontrol suhu panasnya,
jika siang hari suhu diluar panas cukup meredupkan nyala bolam dengan
dimmer demikian sebaliknya suhu ruang dijaga agar tetap berada pada ± 39oC.
Biaya penyusutan mesin tetas per bulan yang ditanggung peternak yaitu
sebesar Rp 71.122,00.
Penerimaaan yang diterima peternak berasal dari penjualan telur itik dan
DOD. Perputaran hasil yang cepat dapat dinikm ati yaitu dari hasil telur, hari
ini mengeluarkan biaya hari berikutnya dapat dinikm ati. Hasil dari DOD harus
menunggu satu bulan baru bisa dirasakan, akan tetapi hasil yang didapat lebih
besar dibandingkan hasil dari telur. Untuk telur itik memiliki harga jual rata-
rata Rp 1.100,00/butir sedangkan harga DOD, untuk DOD betina Rp 4.500,00/
ekor dan DOD jantan Rp 2.000,00/ekor.
Profitabilitas atau tingkat keuntungan dari usaha ternak itik di
Kabupaten Sukoharjo pada bulan Mei 2009 adalah sebesar 13,87%. Hal ini
berarti setiap modal sebesar Rp 100,00 yang diinvestasikan akan diperoleh
keuntungan Rp 13,87. Usaha ini termasuk dalam kriteria menguntungkan,
karena memiliki nilai profitabilitas lebih dari nol. Profitabilitas ini merupakan
hasil bagi antara keuntungan usaha dengan biaya total.
Usaha ternak itik yang dijalankan di Kabupaten Sukoharjo sudah efisien
karena nilai efisiensinya lebih dari 1 dengan nilai efisiensi sebesar 1,14. Usaha
ternak itik ini menurut data selama penelitian dan perhitungan mengenai
analisis risiko usaha, usaha yang dijalankan akan terhindar dari mengalami
kerugian. Dari besarnya nilai koefisien variasi sebesar 0,24 dan nilai batas
bawah keuntungan sebesar Rp 1.080.928,00. Dilihat dari nilai koefisien
variasi kurang dari 0,5 dan nilai batas bawah keuntungan lebih dari 0 dapat
55
dikatakan bahwa para peternak itik akan selalu untung atau terhindar dari
mengalami kerugian.
Untuk usaha ternak dengan jumlah itik yang diusahakan sebanyak 100
ekor dan 4 mesin tetas, dengan masa produksi selama satu bulan maka
menghasilkan penerimaan sebesar Rp 5.743.333,00 dengan biaya yang
dikeluarkan Rp 5.043.389,00, dari besarnya penerimaan dan biaya didapat
keuntungan sebesar Rp 699.944,00. Pengusahaan ternak itik dengan jumlah
itik 100 ekor dan 4 mesin tetas sudah merupakan usaha yang menguntungkan
karena dilihat dari besarnya nilai profitabilitas sebesar 7,2%. Besarnya nilai
efisiensi 1,13 berart i usaha ini telah efisien. Besarnya simpangan baku
keuntungan Rp 169.817,00 dengan nilai koefisien variasi 0,24 dan batas
bawah keuntungan Rp 360.310,00. Dari besarnya nilai koefisien variasi dan
nilai batas bawah keuntungan, maka berart i usaha ini akan selalu terhindar
dari risiko kerugian.
Setiap usaha juga menimbulkan limbah, demikian juga pada usaha
ternak itik di Kabupaten Sukoharjo. Limbah yang dihasilkan barupa kotoran
dan cangkang telur. Kotoran dibersihkan saat itik di afkir, kotoran dapat dijual
per sak untuk pupuk tanaman, sedangkan untuk cangkang telur biasanya hanya
dibuang ke sungai, akan tetapi ada juga peternak yang mencampurkan
cangkang telur yang sudah dihaluskan pada pakan ternak.
C. Permasalahan Usaha Ternak Itik
Setiap usaha memiliki permasalahan atau kendala yang dapat
menghambat kelancaran dalam mengembangkan usahanya. Kendala yang
dihadapi oleh peternak antara lain masalah harga pakan dan bahan bakar,
harga pakan naik hampir 50% per tahun, sedangkan harga minyak tanah yang
semakin tinggi. Kenaikan harga ini cenderung memberatkan peternak itik
dalam mengusahakan usahanya.
Usaha ternak itik juga memberikan dampak terhadap lingkungan
sekitar, dengan adanya ternak itik udara di lingkungan sekitar menjadi berbau
karena bekas pakan, dan kotoran itik. Kandang yang kurang beraturan
tempatnya membuat pandangan mata kurang nyaman, tidak adanya saluran
56
irigasi/parit di sekitar kandang sehingga pada saat musim penghujan
dipastikan air menggenang di sekitar kandang serta pencemaran lingkungan
karena kotoran itik terbawa air keluar dari kandang. Saat musim penghujan
produksi telur itik akan berkurang, serta banyak telur yang cepat busuk.
It ik merupakan unggas yang memiliki daya tahan lebih kuat
dibandingakan jenis unggas lainnya, lebih tahan terhadap perubahan suhu,
lebih memiliki daya tahan terhadap penyakit. Itik jarang mengalami sakit
ataupun mati jika dilakukan pemeliharaan yang baik yaitu dengan sistem
pemeliharaan kering/kandang. Pola pemberian makan itik yang teratur
menjadikan itik terhindar dari makanan yang dapat menyebabkan kemat ian.
Itik sangat menyukai makanan yang berbau amis misalnya bangkai.
Pemeliharaan itik dengan sistem basah yaitu itik dilepas ke sungai untuk
mandi akan lebih berisiko, itik akan memakan apapun yang dia sukai salah
satunya bangkai, jika sudah memakan bangkai yang berbelatung itik akan
lemas dan akhirnya mati, tetapi hal ini tidak dikhawatirkan oleh peternak yang
mengusahakan itik dengan sistem kering.
Kekeringan pada lahan sawah juga dapat menghambat dalam proses pe-
masaran. Petani yang biasanya membeli DOD untuk dipelihara di lahan sawah
mereka, menjadi berkurang karena lahan untuk pemeliharaan sudah tidak ada.
Hal tersebut menyebabkan peternak itik tidak bisa menjual hasil produksi
sesuai waktu yang sudah ditergetkan sebelumnya sehingga penerimaan
berkurang dan keuntungan juga akan berkurang.
D. Solusi
Harga pakan dan bahan bakar yang semakin tinggi memberatkan
peternak diharapkan pemerintah ikut berperan dapat mengontrol lonjakan
harga pakan ternak dan bahan bakar. Ternak itik memberikan dampak
terhadap lingkungan sekitar, penataan kandang serta menjaga kebersihan
diharapkan dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Membuat saluran irigasi/parit di sekitar kandang agar saar musim hujan
lingkungan tidak tercemar karena air hujan yang bercampur kotoran itik. Saat
musim penghujan produksi telur itik akan berkurang, serta banyak telur yang
57
cepat busuk. Peternak harus menempatkan itik pada lahan yang kering, dengan
demikian dibutuhkan lagi biaya untuk perbaikan kandang.
Jika pasaran sepi dikarenakan kekeringan pada lahan sawah, peternak
dapat tidak mengurangi tingkat produksi dengan melakukan kerjasama dengan
pedagang tetapi harga menjadi lebih rendah, menurunkan harga jual agar lebih
menarik pembeli, jika hasil banyak dapat dihutangkan dulu ke teman yang
sudah dipercaya untuk memelihara, atau memelihara dahulu untuk menunggu
harga stabil baru dijual.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang telah dilakukan, maka
dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Biaya total rata-rata usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo adalah
sebesar Rp 15.130.167,00 per bulan. Penerimaan rata-rata yang diperoleh
sebesar Rp 17.230.000,00 per bulan sehingga keuntungan rata-rata yang
diperoleh peternak itik adalah sebesar Rp 2.099.833,00 per bulan.
Sedangkan tingkat profitabilitas usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo
adalah sebesar 13,87%, berarti usaha ternak itik menguntungkan. Untuk
pengusahaan ternak itik dengan jumlah itik 100 ekor dan 4 mesin tetas
biaya total rata-rata sebesar Rp 5.043.389,00 per bulan. Diperoleh
penerimaan rata-rata sebesar Rp 5.743.333,00 per bulan sehingga
keuntungan rata-rata yang diperoleh sebesar Rp 699.944,00. Tingkat
profitabilitas 7,2% berarti usaha itik menguntungkan.
2. Usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo sudah efisien mempunyai nilai
efisiensi lebih dari satu yaitu sebesar 1,24. Usaha ternak itik dengan
jumlah ternak 100 ekor dan 4 mesin tetas memiliki nilai efisiensi 1,13
berarti usaha ini telah efisien.
3. Usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo memiliki nilai koefisien variasi
(CV) sebesar 0,24 dan nilai batas bawah keuntungan (L) sebesar Rp
1.080.928,00. Dari besarnya nilai koefisien variasi dan nilai batas bawah
keuntungan dapat dikatakan bahwa para peternak itik akan selalu untung
atau terhindar dari mengalami kerugian. Usaha ternak itik dengan jumlah
itik 100 ekor dan 4 mesin tetas nilai koefisien variasi (CV) sebesar 0,24
dan nilai batas bawah keuntungan (L) sebesar Rp 360.310,00. Dari
besarnya nilai koefisien variasi dan nilai batas bawah keuntungan dapat
dikatakan bahwa, para peternak itik akan selalu untung atau terhindar dari
mengalami kerugian.
58
59
B. Saran
1. Dari hasil analisis, usaha ternak itik di Kabupaten Sukoharjo sudah efisien,
menguntungkan untuk diusahakan serta memiliki risiko usaha yang kecil,
sehingga diharapkan pemerintah dan masyarakat dapat menjadikan usaha
ternak itik ini merupakan salah satu usaha yang dapat diandalkan di daerah
serta sebagai penghasil keuntungan bagi masyarakat sekitar.
2. Peternak diharapkan lebih memperhatikan kebersihan lingkungan sekitar;
serta dibuat saluran pembuangan/parit agar pada saat musim hujan, air
tidak menggenangi kandang dan tidak mencemari lingkungan karena
kotoran ternak terbawa air menyebar di lingkungan sekitar. Dengan
demikian itik dapat terus berproduksi serta masyarakat sekitar terjamin
kesehatannya.
3. Pemerintah harus dapat menjaga harga pakan ternak agar tidak
membumbung tinggi, hal tersebut akan sangat memberatkan peternak
mengingat biaya terbesar pada usaha ternak itik ini adalah biaya untuk
kebutuhan pakan ternak.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Usaha Itik Petelur. www.bi.go.id/sipuk/id/?id=4& no=30819.
Diakses tanggal 6 Januari 2009 pukul 17.00 WIB.
______. 2008. Menghitung Keuntungan Usaha. Dalam http://tdasemarang.com. Diakses Rabu, 15 Oktober 2008 pukul 12.00 WIB.
Andriyani, R. 2004. Analisis Ekonom i Usaha Ternak Puyuh Di Kecam atan Colom adu Kabupaten Karanganyar. Skripsi S1 Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.
Bappenas. 2008. Budidaya Ternak Itik. www.disnak.jawatengah.co.id. Diakses tanggal 10 Januari 2009 pukul 11.30 WIB.
Boediono. 2002. Ekonom i Mikro. BPFE. Yogyakarta.
BPS. 2006. Jateng Dalam Angka. jateng.bps.go.id/2006 /b0414.htm
BPS. 2007. Kecam atan Gatak Dalam Angka. BPS Kecamatan Gatak.
BPS. 2007. Sukoharjo Dalam Angka 2007. BPS Kabupaten Sukoharjo.
Dispertan. 2008. Laporan Tribulan Populasi Unggas. Sub Dinas Peternakan Kabupaten Sukoharjo.
Ditjen. 2007. Populasi dan Produksi Telur itik. Laporan Direktorat Jenderal Peternakan.
Downey, W. D dan S. P. Erickson. 1992. Manajemen Agrobisnis. Erlangga. Jakarta.
Hadisapoetro, S. 1977. Biaya dan Pendapatan Dalam Usahatani. Fakultas Pertanian. UGM. Yogyakarta
Hernanto. F. 1993. Ilm u Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Juarini, E. dan Sumanto. 2000. Model usaha itik lokal di D.I. Yogyakarta untuk m enunjang pendapatan peternak. Proc. Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Puslitbangnak. Bogor.
Marhijanto, B. 1993. Langkah Berternak Ayam Buras. Arkola. Surabaya.
Prasetyo, P. 1995. Ilm u Usaha Tani. BPK Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.
Rahardi, F. 1999. Agribisnis Tanaman Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rasyaf, M. 1993. Beternak Itik Komersial. Kanisius. Yogyakarta.
------------. 2000. Mem asarkan Hasil Peternakan. Penebar Swadaya. Jakarta.
Riyanto, B. 2001. Dasar-Dasar Pem belanjaan Perusahaan. BPFE. Yogyakarta.
Rusfidra. 2006. Pengembangan Ternak Itik. rusfidra.multiply.com/journ al/item/56 Diakses tanggal 6 Januari 2009 pukul 17.00 WIB.
Saragih, B. 2003. Makalah : Pem bangunan Agribisnis dalam Menghadapi Pasar Global. Disampaikan pada Seminar Nasional HIMASETA FAPERTA UNS Surakarta 10 Mei 2003.
Singarimbun, M dan S. Effendi. 1995. Metode Penelitian Survey. LP3ES. Jakarta
Soedjarwanto dan Riswan. 1994. Penyerapan Tenaga Kerja Pada Industri Batu-bata di Kabupaten Dati II Banyum as. Laporan Hasil Penelitian Fakultas Ekonomi Unsoed. Purwokerto.
Soeharto, I. 1997. Manajem en Proyek : Dari Konseptual Sampai Operasional. Erlangga. Jakarta.
Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani. UI Press. Jakarta.
Sri, Y. S. 2003. Analisis Usaha Peternakan Ayam Ras Petelur Di Kecam atan Karanganom Kabupaten Klaten. Skripsi S1 Fakultas Pertanian UNS. Surakarta.
Suparmoko. 1992. Ekonomika Untuk Manajer BPFE. Yogyakarta
Surakhmad, W. 1994. Pengantar Penelitian Ilm iah: Dasar, Metode, dan Teknik. Tarsito. Bandung.