Post on 27-Mar-2021
ANALISIS KERENTANAN SOSIAL DAN EKONOMI BENCANA
LONGSORLAHAN DI KECAMATAN IMOGIRI
KABUPATEN BANTUL
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
Pada Program Studi Geografi Fakultas Geografi
Oleh:
FITRI NUR IKA FEBRIANI
E100191198
PROGRAM STUDI GEOGRAFI
FAKULTAS GEOGRAFI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ANALISIS KERENTANAN SOSIAL DAN EKONOMI BENCANA
LONGSORLAHAN DI KECAMATAN IMOGIRI
KABUPATEN BANTUL
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
FITRI NUR IKA FEBRIANI
E100191198
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Jumadi, S.Si., M.Sc., Ph.D.
NIK. 1188
ii
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISIS KERENTANAN SOSIAL DAN EKONOMI BENCANA
LONGSORLAHAN DI KECAMATAN IMOGIRI
KABUPATEN BANTUL
OLEH
FITRI NUR IKA FEBRIANI
E100191198
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Geografi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari 2020
Dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Jumadi, S.Si., M.Sc., Ph.D. (…………………….)
(Ketua Dewan Penguji)
2. Aditya Saputra, M.Sc., Ph.D. (…………………….)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Choirul Amin, S.Si., M.M. (…………………….)
(Anggota II Dewan Penguji)
Mengetahui
Dekan
Drs. Yuli Priyana, M.Si.
NIK. 573
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 20 Juli 2020
Penulis
FITRI NUR IKA FEBRIANI
E100191198
1
ANALISIS KERENTANAN SOSIAL DAN EKONOMI BENCANA
LONGSORLAHAN DI KECAMATAN IMOGIRI KABUPATEN BANTUL
Abstrak
Longsor adalah salah satu bencana alam yang sering terjadi terutama di
wilayah yang memiliki kemiringan lereng sedang hingga tinggi. Kecamatan
Imogiri adalah salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Bantul.
Kecamatan ini memiliki persentase relief datar hingga berobak sebesar 30% dan
relief berombak hingga berbukit sebesar 70% dengan didominasi tekstur tanah
liat. Oleh karena itu, Kecamatan Imogiri termasuk dalam wilayah yang rawan
terjadi bencana longsorlahan. Dalam catatan kebencanaan BPBD Kabupaten
Bantul dijelaskan bahwa terdapat beberapa wilayah di Kecamatan Imogiri seperti
Desa Wukirsari, Desa Sriharjo, Desa Selopamioro, dan Desa Karangtengah
merupakan wilayah yang berada di zona merah rawan bencana. Menurut BPBD
Kabupaten Bantul, di Bantul terdapat lebih dari 2.000 jiwa yang bermukim di
zona merah. Berdasarkan pernyataan tersebut, penelitian ini dibuat bertujuan
untuk menganalisis tingkat bahaya longsorlahan di Kecamatan Imogiri, serta
menganalisis tingkat kerentanan sosial dan ekonomi masyarakat yang berada di
Kecamatan Imogiri, terutama daerah yang berpotensi terjadi longsorlahan. Hasil
yang diperoleh dari penelitian ini berupa peta kerawanan longsorlahan, peta
kerentanan sosial, dan peta kerentanan ekonomi. Berdasarkan peta tersebut dapat
dianalisis bahwa Kecamatan Imogiri memiliki tingkat kerawanan longsorlahan
mayoritas sedang, sementara tingkat kerentanan sosial dan ekonomi di beberapa
wilayah menunjukkan tingkat kerentanan tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh
kepadatan penduduk, jenis pekerjaan, serta ada hubungannya dengan tingkat
kerawanan longsorlahan di wilayah tersebut.
Kata kunci: kerentanan, sosial ekonomi, longsorlahan, Bantul
Abstracts
Landslides are one of the natural disasters that often occur, especially in
areas that have moderate to high slopes. Imogiri is a sub-district located in Bantul
Regency. This sub-district has a percentage of relief of flat to wavy by 30% and
relief of wavy to hilly by 70% with a predominantly clay texture. Therefore,
2
Imogiri is included in an area that prones to landslides. In a history of disaster
BPBD Bantul explained that there are several areas in Imogiri Subdistrict such as
Village of Wukirsari, Sriharjo, Selopamioro, and Karangtengah which are in the
red zone. According to the BPBD, in Bantul there were more than 2.000 people
living in the red zone. Based on this statement, this study aims to analyze the
areas in Imogiri Subdistrict which have low to high landslide hazard levels, as
well as analyze the level of social and economic vulnerability of the people living
in Imogiri Subdistrict, especially areas with potential landslides. The results
obtained from this study in the form of landslide vulnerability maps, social
vulnerability maps, and economic vulnerability maps. Based on the map, it can be
analyzed that the Imogiri has a moderate level of landslide vulnerability, while the
level of social and economic vulnerability in some areas shows a high level of
vulnerability. This is influenced by population density, type of work, and its
relationship with the level of landslide vulnerability in the areas.
Keywords: vulnerability, socioeconomic, landslide, Bantul
1. PENDAHULUAN
Longsor adalah salah satu bencana alam yang sering terjadi terutama di
wilayah yang memiliki kemiringan lereng sedang hingga tinggi. Arsyad (2010)
dan Asdak (2002) menjelaskan bahwa longsor merupakan suatu bentuk
perpindahan massa tanah dalam waktu yang singkat dan biasanya memiliki
volume relatif besar. Longsor terjadi sebagai akibat meluncurnya volume tanah
di atas lapisan agak kedap air yang jenuh air. Lapisan yang terdiri dari tanah
liat atau mengandung kadar liat akan bertindak sebagai peluncur. Harjadi
(2013) menyebutkan bahwa longsor ini terjadi pada wilayah yang memiliki
lereng curam atau kelerengan lebih dari 45%. Longsor biasanya terjadi dengan
didahului oleh curah hujan yang tinggi atau lebih dari 300 mm selama tiga hari
berturut-turut, air hujan kemudian jatuh dan masuk ke dalam pori-pori tanah di
atas lapisan batuan yang kedap sehingga tekanan tanah terhadap lereng
meningkat.
Kecamatan Imogiri adalah salah satu kecamatan yang terletak di
Kabupaten Bantul. Kecamatan ini memiliki persentase relief datar hingga
berobak sebesar 30% dan relief berombak hingga berbukit sebesar 70% dengan
3
didominasi tekstur tanah liat. Oleh karena itu, Kecamatan Imogiri termasuk
dalam wilayah yang rawan terjadi bencana longsorlahan. BPBD Kabupaten
Bantul (2019) menjelaskan bahwa terdapat beberapa wilayah di Kecamatan
Imogiri seperti Desa Wukirsari, Desa Sriharjo, Desa Selopamioro, dan Desa
Karangtengah merupakan wilayah yang berada di zona merah rawan bencana.
Menurut BPBD Kabupaten Bantul, di Bantul terdapat lebih dari 2.000 jiwa
yang bermukim di zona merah.
Jika dibandingkan dengan banyaknya kejadian longsor pada 17
kecamatan yang berbeda di Kabupaten Bantul, Kecamatan Imogiri memiliki
frekuensi kejadian longsor paling sering dari tahun 2015 hingga 2019. Bencana
longsorlahan yang sering terjadi di Kecamatan Imogiri tentunya akan
menimbulkan suatu kerentanan baik fisik, sosial, ekonomi, maupun
lingkungan. Kondisi yang paling dekat hubungannya dengan keberlangsungan
hidup manusia adalah sosial dan ekonomi. Kondisi tersebut menarik untuk
diteliti karena sangat bersinggungan dengan kehidupan manusia. Oleh karena
itu, penelitian ini membahas tentang kerentanan sosial dan ekonomi terhadap
bencana longsorlahan. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat tentu akan
berbeda ketika tidak terjadi bencana dengan terjadi bencana. Adanya bencana
longsorlahan dapat menyebabkan potensi kerugian bencana terutama pada
kondisi sosial dan ekonomi, seperti hilangnya pekerjaan, menurunnya proses
produksi, dan berkurangnya pendapatan. Oleh karena itu, Kecamatan Imogiri
memerlukan adanya upaya penanggulangan bencana baik oleh pemerintah
melalui lembaga pemerintah terkait maupun masyarakat yang didukung oleh
adanya penelitian mengenai dampak bencana longsorlahan di daerah tersebut.
2. METODE
Metode penelitian yang digunakan adalah analisis data sekunder dengan
pengharkatan dan pembobotan pada setiap parameter yang didukung dengan
validasi data sekunder di lapangan. Sedangkan teknik kuantitatif dilakukan
dengan perhitungan matematis dari harkat dan bobot pada setiap parameter
kemudian dilakukan overlay untuk mendapatkan hasil kerentanan sosial dan
4
ekonomi. Sedangkan validasi data survei lapangan digunakan untuk validasi
data sekunder yang digunakan. Berdasarkan metode penelitian yang telah
rencanakan, dapat dirinci dan dijelaskan sebagai berikut.
2.1 Metode Pengambilan Sampel
Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode
purposive sampling. Metode ini merupakan metode untuk mengambil sampel
penelitian dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara
menetapkan ciri-ciri khusus atau membuat pertimbangan sesuai dengan tujuan
penelitian. Metode sampling ini termasuk dalam non random sampling karena
setiap populasi tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sampel,
melainkan dipilih sebagai objek yang sesuai dengan tujuan penelitian. Hal yang
harus dipenuhi untuk melakukan teknik ini antara lain yaitu sampel yang
dipilih harus memiliki karakteristik, sifat, dan ciri khusus yang sesuai dari
populasi yang dipilih sebagai sampel, serta dari keseluruhan populasi, subjek
atau objek yang menjadi sampel harus yang paling mendekati deskripsi tujuan
penelitian.
2.2 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data digunakan untuk memperoleh data
penelitian. Data yang dikumpulkan adalah data sekunder yang berasal dari
instansi pemerintah yaitu BPS, BPBD Kabupaten Bantul, dan Dinas
Kependudukan Provinsi DIY.
2.3 Metode Pengolahan Data
Metode pengolahan data yang digunakan adalah pemberian harkat atau
skor dan bobot pada parameter longsorlahan, parameter kerentanan sosial, dan
parameter kerentanan ekonomi. Nilai bobot yang telah diperoleh kemudian
ditentukan interval kelas untuk setiap parameter dengan car menghitung nilai
tertinggi dikurangi nilai terendah kemudian dibagi jumlah kelas.
5
Data parameter longsorlahan yang sebelumnya telah melalui proses
pengharkatan dan pembobotan, kemudian dilakukan overlay atau tumpang
susun. Hasil yang diperoleh dari proses overlay ini berupa tingkatan kerentanan
bencana longsorlahan di Kecamatan Imogiri. Kerentanan bencana longsorlahan
ini dibagi menjadi 3 kelas yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kelas ini akan
menunjukkan daerah mana di Kecamatan Imogiri yang memiliki tingkat
kerentanan tinggi, sedang, atau rendah terhadap bencana longsorlahan. Peta
kerentanan bencana longsorlahan ini kemudian dianalisis berdasarkan tingkat
kerentanan sosial dan ekonomi yang telah dibuat.
2.4 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
metode overlay dan pembuatan tabel untuk membedakan kerentanan sosial dan
ekonomi. Tabel dari setiap kerentanan ini dilakukan perhitungan melalui
interval kelas yang dibuat berdasarkan nilai terendah dan tertinggi dari setiap
komponen parameter. Hasil dari interval kelas ini kemudian dijumlahkan dari
setiap kelas di komponen parameternya dan dihitung kembali intervalnya.
Hasil yang diperoleh dari interval kelas paling akhir ini kemudian dijadikan
sebagai dasar menentukan kelas kerentanan sosial dan ekonomi di Kecamatan
Imogiri tersebut. Hasil yang diperoleh dari pembuatan tabel dan pengisian nilai
interval tersebut kemudian dimasukkan ke dalam ArcMap untuk dibuat peta
kerentanan sosial dan ekonomi yang menggambarkan tingkat kerentanan sosial
ekonomi masyarakat di setiap desa di Kecamatan Imogiri. Tingkat kerentanan
sosial dan ekonomi ini nantinya akan dijadikan 3 kelas yaitu tinggi, sedang,
dan rendah sehingga perhitungan interval kelas dari setiap komponen
parameter dibagi dengan nilai 3.
Peta kerentanan yang telah dibuat dilakukan analisis dengan
menerapkan teknik analisis geografi. Teknik yang diterapkan yaitu dengan cara
pendekatan kompleks wilayah dimana telah dijelaskan oleh Yunus (2010)
bahwa sebuah wilayah merupakan bagian dari sistem yang di dalamnya
terdapat komponen-komponen wilayah yang diyakini saling terkait satu sama
6
lain, saling berimbal balik, dan saling berinteraksi. Konsekuensi dari interaksi
tersebut adalah apabila ada salah satu atau beberapa anggota komponen yang
berubah mungkin akan mengakibatkan perubahan komponen-komponen yang
lain. Berdasarkan penjelasan tersebut dapat digambarkan bahwa terjadinya
longsorlahan di Kecamatan Imogiri dapat mengakibatkan adanya perubahan
baik pada kondisi sosial maupun ekonomi masyarakat sehingga perlu adanya
analisis terkait kerentanan sosial dan ekonomi bencana longsorlahan yang
diharapkan dapat memberikan manfaat ke depannya terutama dalam upaya
penanggulangan bencana longsorlahan.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Kerawanan Longsorlahan
3.1.1 Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan di Kecamatan Imogiri dapat dibedakan menjadi 6
macam yaitu permukiman, sawah, semak, tanah kering, tanaman campuran,
dan tubuh air. Penggunaan lahan yang mendominasi di wilayah tersebut adalah
tanaman campuran dan sawah. Penggunaan lahan tanaman campuran dapat
ditemukan di bagian timut dan selatan Kecamatan Imogiri karena sebagian
besar wilayah tersebut berupa perbukitan. Sedangkan penggunaan lahan sawah
dapat ditemukan di bagian barat Kecamatan Imogiri. Penggunaan lahan
permukiman mayoritas dapat ditemukan di bagian barat karena wilayah
tersebut memiliki relief datar. Permukiman yang berada di daerah perbukitan
memiliki pola mengelompok.
7
Gambar 1. Peta Penggunaan Lahan di Kecamatan Imogiri Tahun 2018
3.1.2 Curah Hujan
Berdasarkan data curah hujan dapat dianalisis bahwa intensitas curah
hujan di Kecamatan Imogiri terbagi menjadi 1 kelas dengan intensitas hujan
sebesar 1.500-2.000 mm/tahun. Intensitas hujan yang sama di wilayah
Kecamatan Imogiri ini menjadikan parameter curah hujan memiliki skor yang
sama apabila dilakukan pengelasan.
Gambar 2. Peta Curah Hujan di Kecamatan Imogiri Tahun 2018
8
3.1.3 Jenis Tanah
Kecamatan Imogiri didominasi oleh jenis tanah yang relatif miskin
unsur hara dan mudah tererosi seperti mediteran dan litosol. Namun, terdapat
pula jenis tanah yang kaya unsur hara. Jenis tanah mediteran ini dijumpai di
bagian selatan dan timur Kecamatan Imogiri. Tanah ini terbentuk melalui
proses pelapukan batuan kapur sehingga memiliki tingkat kesuburan yang
buruk, berwarna merah kekuningan hingga abu-abu karena mengandung
senyawa karbonat tinggi. Oleh sebab itu, lahan di wilayah tersebut lebih
banyak dimanfaatkan sebagai ladang atau tegalan dan tanaman campuran.
Sedangkan jenis tanah yang kaya unsur hara lebih banyak ditemukan di bagian
barat Kecamatan Imogiri seperti tanah aluvial, sehingga di bagian barat
wilayah ini banyak ditemukan penggunaan lahan berupa sawah.
Gambar 3. Peta Jenis Tanah di Kecamatan Imogiri Tahun 2018
3.1.4 Geologi
Kecamatan Imogiri termasuk dalam bagian pegunungan selatan, dimana
daerah pegunungan ini melampar dari bagian tenggara provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta dan memanjang ke arah timur di sepanjang pantai selatan
Jawa Timur. Jika dilihat dari reliefnya, daerah pegunungan selatan terdiri dari
dua relief secara umum, yaitu relief yang kasar di sisi timur dan yang
9
cenderung lebih halus di sisi barat. Bagian utaranya terdapat gawir-gawir yang
memanjang. Pembentukannya terjadi karena adanya evolusi tektonik yang
terjadi di Pulau Jawa pada zaman kapur hingga sekarang. Sementara itu,
struktur geologi wilayah Kecamatan Imogiri didominasi oleh sesar. Terdapat 2
sesar mendatar yang berada di wilayah tersebut yaitu sesar mendatar
Selopamioro dan sesar mendatar Mangunan.
Struktur geologi wilayah Kecamatan Imogiri berumur Intra-Miosen.
Proses pengendapan mengakibatkan deformasi pada batuan yang diendapkan
serta terbentuk persesaran yang cukup intensif. Persesaran ini melibatkan
satuan breksi sisipan batupasir tufan (Formasi Nglanggran) dan satuan batuan
batugamping (Formasi Wonosari). Perbukitan Baturagung didominasi oleh
material breksi dan tuff yang tersusun atas beberapa formasi batuan yaitu
Formasi Kebo Butak (tuff volkanik tua), Semilir (breksi, batulempung, dan
tuff), Nglanggran (aglomerat dan tuff), Sambipitu (siltstone, shale, dan tuff),
dan Formasi Oyo (tuff, marl, dan batugamping).
Gambar 4. Peta Geologi di Kecamatan Imogiri Tahun 2018
3.1.5 Kemiringan Lereng
Terdapat 5 kelas kemiringan lereng di Kecamatan Imogiri. Kelas
kemiringan lereng yang rendah dapat ditemukan di bagian barat Kecamatan
10
Imogiri, sedangkan kelas kemiringan lereng yang sedang hingga tinggi dapat
ditemukan di bagian timur dan selatan, serta sebagian di sisi utara Kecamatan
Imogiri. Apabila digambarkan menggunakan warna, terdapat 5 warna yang
menunjukkan tingkat kemiringan di wilayah ini. Warna hijau tua menunjukkan
tingkat kemiringan lereng 0-8%, warna hijau muda menunjukkan tingkat
kemiringan lereng 9-15%, warna kuning menunjukkan tingkat kemiringan
lereng 16-25%, warna oranye menunjukkan tingkat kemiringan lereng 26-45%,
dan warna merah menunjukkan tingkat kemiringan lereng lebih dari 45%.
Gambar 5. Peta Kemiringan Lereng di Kecamatan Imogiri Tahun 2018
3.1.6 Pemetaan Kerawanan Longsorlahan
Tingkat kerawanan longsorlahan di Kecamatan Imogiri dipengaruhi
oleh kondisi reliefnya. Wilayah barat Kecamatan Imogiri didominasi oleh
tingkat kerawanan longsorlahan sedang, sedangkan wilayah yang berada di
bagian timur dan utara serta sebagian sisi selatan didominasi oleh tingkat
kerawanan tinggi. Berdasarkan gambar, tingkat kerawanan tinggi didominasi
oleh relief berbukit dengan kemiringan lereng lebih dari 25% dan jenis tanah
mediteran serta litosol. Hal tersebut mempengaruhi tingkat kerawanan
longsorlahan karena jenis tanah mediteran merupakan jenis tanah yang tipis.
11
Gambar 6. Peta Kerawanan Longsorlahan di Kecamatan Imogiri
Tahun 2018
3.2 Kerentanan Sosial
Kerentanan sosial di Kecamatan Imogiri dipetakan menggunakan 5
parameter yaitu kepadatan penduduk, persentase penduduk difabel, persentase
penduduk kelompok umur rentan atau lansia, persentase kependidikan, dan
persentase penduduk perempuan. Setiap parameter tersebut dilakukan
pengelasan berdasarkan tingkatan kerentanan dimana tingkat kerentanan
rendah diberi kelas 1, tingkat kerentanan sedang diberi tingkat 2, dan tingkat
kerentanan tinggi diberi kelas 3 seperti Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Parameter Kerentanan Sosial
Komponen
Kerentanan
Parameter
Kerentanan Bobot
Tingkat Kerentanan
Rendah Sedang Tinggi
Demografi
dan Sosial
Budaya
Kepadatan
penduduk
6 <500
jiwa/km2
500-
1000
jiwa/km2
>1000
jiwa/km2
Persentase
penduduk difabel
4 <33% 33%-
66%
>66%
Persentase 3 <33% 33%- >66%
12
penduduk kelompok
umur rentan/lansia
66%
Persentase
kependidikan
2 Lulus
SMA/Per
guruan
tinggi
Lulus
SD/SMP
Tidak
sekolah/ti
dak lulus
SD
Persentase
penduduk
perempuan
1 <33% 33%-
66%
>66%
Sumber: Giyarsih, dkk (2012) dalam Muawanah (2016)
Parameter yang telah dikelaskan kemudian dilakukan pembobotan dan
dijumlahkan dari semua parameter seperti berikut.
(6 x kepadatan penduduk) + (4 x persentase penduduk difabel) + (3 x persentase
penduduk kelompok umur rentan atau lansia) + (2 x persentase kependidikan) +
(1x persentase penduduk perempuan)
Setelah memperoleh hasil perhitungan maka dilakukan overlay antara
kerawanan bencana longsorlahan dan parameter kerentanan sosial. Berdasarkan
hasil perhitungan dan pemetaan dari proses overlay, diperoleh 4 tingkat
kerentanan sosial pada Kecamatan Imogiri yaitu sangat rendah, rendah, sedang,
dan tinggi. Tingkat kerentanan sosial sangat rendah dan rendah ini terletak
pada daerah tepi kecamatan yang berbatasan dengan kecamatan lain. Tingkat
kerentanan sosial tinggi terdapat di desa Imogiri dan sebagian Desa Girirejo.
Kedua desa ini memiliki kerentanan sosial tinggi dikarenakan kedua desa ini
memiliki luas wilayah yang sempit dan jumlah penduduk yang banyak
terutama penduduk usia rentan sehingga menyebabkan tingkat kerentanan lebih
tinggi dibandingkan dengan desa lainnya. Sedangkan desa-desa lain memiliki
tingkat kerentanan sosial sedang.
Perbedaan persebaran tingkat kerentanan sosial ini dapat terjadi karena
dipengaruhi oleh parameter kerentanan sosial, dimana desa di Kecamatan
Imogiri memiliki faktor dominan pada kerentanan sosial yang berbeda antara
satu sama lain yang berkaitan dengan kondisi geografis wilayahnya. Namun,
13
tampilan hasil pemetaan kerentanan sosial tersebut belum mewakili tingkat
kerentanan pada satu desa. Hal tersebut terjadi karena proses overlay yang
dilakukan merujuk pada poligon hasil pemetaan kerawanan longsorlahan.
Sehingga dilakukan pemetaan ulang berdasarkan pada batas administrasi desa
agar tampilan yang dihasilkan mewakili tingkat kerentanan pada desa tersebut.
Berdasarkan hasil pemetaan ulang yang didasarkan pada batas administrasi dan
tingkat kerentanan sosial yang mendominasi wilayah tersebut, maka diperoleh
hasil kerentanan sosial menjadi 2 tingkatan yaitu sedang dan tinggi.
Gambar 7. Peta Kerentanan Sosial di Kecamatan Imogiri Tahun 2019
3.3 Kerentanan Ekonomi
Kerentanan ekonomi di Kecamatan Imogiri dipetakan menggunakan 3
parameter yaitu luas lahan pertanian, mata pencaharian, dan jumlah sarana
ekonomi. Setiap parameter tersebut dilakukan pengelasan berdasarkan
tingkatan kerentanan dimana tingkat kerentanan rendah diberi kelas 1, tingkat
kerentanan sedang diberi tingkat 2, dan tingkat kerentanan tinggi diberi kelas 3
seperti Tabel 2 berikut.
Tabel 2. Parameter Kerentanan Ekonomi
Komponen
Kerentanan
Parameter
Kerentanan Bobot
Tingkat Kerentanan
Rendah Sedang Tinggi
Ekonomi Luas lahan pertanian 6 <30% 30%-50% >50%
14
Komponen
Kerentanan
Parameter
Kerentanan Bobot
Tingkat Kerentanan
Rendah Sedang Tinggi
Pekerjaan 4 PNS/
TNI/
Polri
Wiraswasta/
Pengusaha/
Karyawan
Swasta
Buruh/
Kuli/
Tidak
Bekerja
Jumlah sarana eko-
nomi
2 <15 15-30 >30
Sumber: Giyarsih, dkk (2012) dalam Muawanah (2016)
Parameter yang telah dikelaskan kemudian dilakukan pembobotan dan
dijumlahkan dari semua parameter seperti berikut.
(6 x luas lahan pertanian) + (4 x mata pencaharian) +
(2 x jumlah sarana ekonomi)
Setelah memperoleh hasil perhitungan maka dilakukan overlay antara
kerawanan bencana longsorlahan dan parameter kerentanan ekonomi.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh 4 kelas kerentanan ekonomi untuk
Kecamatan Imogiri yaitu sangat rendah, rendah, sedang, dan tinggi. Sama
seperti pada tingkat kerentanan sosial, tiingkat kerentanan ekonomi sangat
rendah dan rendah ini terletak pada daerah tepi kecamatan yang berbatasan
dengan kecamatan lain. Tingkat kerentanan ekonomi tinggi terdapat di Desa
Karangtalun dan Desa Kebonagung. Kedua desa ini memiliki kerentanan
ekonomi tinggi dikarenakan kedua desa ini memiliki lahan yang luas, jumlah
fasilitas ekonomi yang banyak, namun pendapatan penduduk berdasarkan jenis
pekerjaan tergolong rendah sehingga menyebabkan tingkat kerentanan lebih
tinggi dibandingkan dengan desa lainnyaTerdapat pula 3 desa lain yang
memiliki tingkat kerawanan tinggi di sebagian wilayahnya yaitu Desa
Karangtengah, Desa Sriharjo, dan Desa Selopamioro. Tingkat kerentanan
ekonomi di ketiga desa tersebut terdapat di beberapa titik karena dipengaruhi
oleh parameter kerawanan longsorlahan yang telah di overlay sebelumnya,
15
sehingga hasil pemetaan menunjukkan bahwa kerentanan ekonomi di wilayah
tersebut tersebar pada bagian yang dianggap lebih rentan terhadap kondisi
ekonomi apabila terjadi bencana longsorlahan. Sedangkan desa-desa lain
memiliki tingkat kerentanan ekonomi sedang.
Perbedaan persebaran tingkat kerentanan ekonomi ini dapat terjadi
karena dipengaruhi oleh parameter kerentanan ekonomi, dimana desa di
Kecamatan Imogiri memiliki faktor dominan pada kerentanan ekonomi yang
berbeda antara satu sama lain yang berkaitan dengan kondisi geografis
wilayahnya. Namun, tampilan hasil pemetaan kerentanan ekonomi tersebut
belum mewakili tingkat kerentanan pada satu desa. Hal tersebut terjadi karena
proses overlay yang dilakukan merujuk pada poligon hasil pemetaan
kerawanan longsorlahan. Sehingga dilakukan pemetaan ulang berdasarkan
pada batas administrasi desa agar tampilan yang dihasilkan mewakili tingkat
kerentanan pada desa tersebut. Berdasarkan hasil pemetaan ulang yang
didasarkan pada batas administrasi dan tingkat kerentanan ekonomi yang
mendominasi wilayah tersebut, maka diperoleh hasil kerentanan sosial menjadi
2 tingkatan yaitu sedang dan tinggi yang terdiri dari Desa Karangtalun,
Kebonagung, Sriharjo, dan Selopamioro. Kerentanan ekonomi di wilayah ini
tergolong sedang, namun terdapat 2 desa yang memiliki kerentanan ekonomi
tinggi yaitu Desa Karangtalun dan Desa Kebonagung.
Gambar 8. Peta Kerentanan Ekonomi di Kecamatan Imogiri Tahun 2019
16
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1) Tingkat bahaya longsorlahan di sebagian Kecamatan Imogiri terbagi
menjadi 4 kelas dimana kelas yang mendominasi adalah kelas bahaya
longsorlahan sedang dan tinggi, tingkatan tersebut dipengaruhi oleh
kondisi reliefnya.
2) Tingkat kerentanan sosial di Kecamatan Imogiri akibat bencana
longsorlahan dapat dibagi menjadi 4 kelas. Kebanyakan wilayah ini
tergolong memiliki kerentanan sosial sedang, namun terdapat 2 desa yang
memiliki kerentanan sosial tinggi dikarenakan memiliki luas wilayah yang
sempit dan jumlah penduduk yang banyak terutama penduduk usia rentan
sehingga menyebabkan tingkat kerentanan lebih tinggi dibandingkan
dengan desa lainnya.
3) Tingkat kerentanan ekonomi di Kecamatan Imogiri akibat bencana
longsorlahan dapat dibagi menjadi 4 kelas dimana mayoritas kerentanan di
wilayah ini tergolong sedang, namun terdapat 2 desa yang memiliki
kerentanan ekonomi tinggi dikarenakan kedua desa tersebut memiliki
lahan yang luas, jumlah fasilitas ekonomi yang banyak, namun pendapatan
penduduk berdasarkan jenis pekerjaan tergolong rendah sehingga
menyebabkan tingkat kerentanan lebih tinggi dibandingkan dengan desa
lainnya.
4.2 Saran
Metode penelitian ini tidak menggunakan yang tahap wawancara
dikarenakan kondisi sedang pandemi. Alangkah lebih baik jika penelitian
selanjutnya ditunjang dengan kegiatan wawancara agar data sekunder hasil
pengolahan dapat dianalisis secara lebih detail dengan memperhatikan kondisi
sosial dan ekonomi masyarakat di lapangan.
17
DAFTAR PUSTAKA
Andriawan, Heri A dan Sarya, Gede. 2014. Intensitas Curah Hujan Memicu
Tanah Longsor Dangkal di Desa Wonodadi Kulon. Jurnal Pengabdian
LPPM. Surabaya: Fakultas Teknik UNTAG Surabaya.
Ariani, Dorothea W. 2004. Pengendalian Kualitas Statistik (Pendekatan
Kuantitatif. dalam Managemen Kualitas). Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Ariani, Alifia P. 2014. Mitigasi Bencana Tanah Longsor. Artikel Online. Diakses
pada 3 Maret 2020 oleh Fitri Nur Ika Febriani.
Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Artiani, Listya E. 2011. Dampak Ekonomi Makro Bencana, Interaksi Bencana
dan Pembangunan Sosial. Makalah Seminar Nasional Informatika 2011.
Yogyakarta: UPN Veteran Yogyakarta.
Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BAKORNAS PB). 2007.
Pengenalan Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya di Indonesia.
Jakarta Pusat: Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
BNPB. 2008. Pedoman Penyusunan Rencana Penaggulangan Bencana. Jakarta:
BNPB
BNPB. 2012. Peraturan Kepala BNPB Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pedoman
Umum Pengkajian Risiko Bencana. Jakarta: Badan Nasional
Penanggulangan Bencana BPBD Kabupaten Bantul. 2019. Literatur
BPBD. Yogyakarta: BPBD Kabupaten Bantul.
ESRI. 2011. GIS For Tranportation Infrastructure Management. Diakses pada 3
Maret 2020. http://www.esri.com/library/brochures/pdfs/transportationin
frastructure. pdf.
ESRI. 2018. ARCGIS PRO. Diakses pada 16 Januari 2019. http://pro.arcgis.com/
en/pro-app/tool-reference/analysis/an-overview-of-the-overlay-
toolset.html
18
Giyarsih, S. Rum dan Setyaningrum, P. 2012. Identifikasi Tingkat Kerentanan
Sosial Ekonomi Penduduk Bantaran Sungai Code Kota Yogyakarta
Terhadap Bencana Lahar Merapi. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Hadmoko, D., Lavigne, F., dkk. 2010. Landslide Hazard on Risk Assesment and
Their Application on Risk Management and Landuse Planning in Eastern
Flank of Menoreh Mountains. Yogyakarta: Natural Hazard Vol. 54 Hal.
623-642
Hanafi, Bayu F. 2019. Pemetaan Kawasan Rawan Bencana Tanah Longsor di
Wilayah Sub-das Slahung, Kabupaten Ponorogo dengan Menggunakan
Metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Yogyakarta: Universitas
Gadjah Mada.
Hapsoro, Arsiadi W. dan Buchori, I. 2015. Kajian Kerentanan Sosial dan
Ekonomi Terhadap Bencana Banjir (Studi Kasus: Wilayah Pesisir Kota
Pekalongan). Semarang: Universitas Diponegoro.
Hardiyatmo, Hery C. 2006. Penanganan Tanah Longsor dan Erosi Cetakan ke-1.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Harjadi, B. 2013. Mitigasi Daerah Berpotensi Longsor Pada Daerah Perbukitan
dan Pegunungan. Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya
Alam dan Lingkungan 2013. Optimasi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan
Lingkungan dalam Mewujdukan Pembangunan Berkelanjutan. Semarang
10 September 2013. Himpunan Mahasiswa Program Doktor Undip. Hlm
254 – 257.
http://eprints.uny.ac.id/18462/4/4.%20BAB%20II-10405241040.pdf. Diakses pada
tanggal 6 Juni 2020 oleh Fitri Nur Ika Febriani.
Karnawati, Dwikorita. 2002. Pengenalan Daerah Rentan Gerakan Tanah dan
Upaya Mitigasinya. Makalah Seminar Nasional Mitigasi Bencana Alam
Tanah Longsor. Semarang: Pusat Studi Kebumian Lembaga Penelitian
Universitas Diponegoro.
Kementerian ESDM. 2009. Mengenal Lebih Dekat Tanah Longsor. Bandung:
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi.
19
Nalunggara, Atsari. 2017. Analisis Potensi Tanah Longsor di Kecamatan Dlingo,
Kabupaten Bantul Menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG) Tahun
2016. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Nasrullah., Irianto, S., dan Solihin. 2017. Geologi Daerah Selomioro dan
Sekitarnya Kecamtan Imogiri Kabupaten Bantul Daerah Istimewa
Yogyakarta. Universitas Pakuan: Fakultas Teknik, Jurusan Geologi.
Priyono, Kuswaji D. 2015. Modul Kuliah Kebencanaan Penanggulangan
Bencana (Disaster Management). Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Santosa, Langgeng W. 2005. Identifikasi Kerusakan Lahan dan Cara
Penanganannya di Zona Perbukitan Baturagung Kabupaten Gunungkidul.
Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Supriyatna, Yayat. 2011. Analisis Dampak Bencana Terhadap Perekonomian
Indonesia dengan Menggunakan Metode SNSE. Thesis: Jakarta:
Universitas Indonesia.
UNISDR. 2005. Hyogo Framework For Action 2005-2015 Building the Resilience
of Nations and Communities to Disasters. World Conference to Disaster
Reduction 18-22 January 2015. Jepang: Kobe Hyogo.
UU RI No. 27 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Valupi, Rizka. 2016. SIG Dasar: Sistem Informasi Geografis Dasar. Yogyakarta:
Billion Technology.
Wibowo, Totok W. 2014. Modul Praktikum Pemetaan Bencana. Yogyakarta:
Penginderaan Jauh dan SIG, UGM.
Yuniarta, H., Saido, A.P., Purwana, Y.M. 2015. Kerawanan Bencana Tanah
Longsor Kabupaten Ponorogo. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Zapata dan Marti, R. 1997. Methodological approaches: the ECLAC
methodology. In Center for the Research on the Epidemiology of Disasters
(CRED). In A. o.-m. disasters, Proceedings of the expert consultation on
methodologies, Brussels, 29–30 September (pp. 10-12). Belgium:
Universite Catholique de Louvain.