Post on 13-Feb-2018
ANALISIS EFISIENSI PAJAK
PADA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PERIODE 2006-2012
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Syarat-Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi
Oleh:
Din Fadhila
NIM: 107082003551
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435H/2014 M
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
1. Nama : Din Fadhila
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 20 Januari 1990
3. Alamat : Komplek Buperta No.22 RT001/05 Pondok
Ranggon, Cipayung, Jakarta Timur 13860
II. PENDIDIKAN
1. SDN KP. Sawah 02 Ciputat Tahun 1995-2001
2. SMPN 13 Jakarta Selatan Tahun 2001-2004
3. SMAN 66 Jakarta Selatan Tahun 2004-2007
4. S1 Ekonomi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2007-2014
III. LATAR BELAKANG KELUARGA
1. Ayah : (Alm.) Anton Widyanto
2. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 21 April 1964
3. Ibu : Emy Rianti
4. Tempat, Tanggal Lahir : Lampung, 9 oktober 1964
5. Alamat : Jln. Al-Muhlisin No.10 RT03/05 Sawangan,
Depok 16519
vii
ANALYSIS TAX EFFICIENCY OF DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PERIOD 2006-2012
ABSTRAK
This study aims to analyze the tax revenue and employee salary of Direktorat Jenderal
Pajak in period 2006-2012. The aim of this research is to obtain information of rate
efficiency of Direktorat Jenderal Pajak. This research using descriptive analysis method and
ratio efficiency as data measurement. Tax revenue and employee salary period 2006-2012
used in this reasearch as main source data.
The result of this research indicate that the performance of efficiency of Direktorat
Jenderal Pajak is classified as good. The rate efficiency from 2006-2012 has good
classification that gets point under 0,50 percent. Tax revenue that received by Direktorat
Jenderal Pajak each year from 2006 until 2012 show good increase. Employee salary was
also increase each year.
Keyword: Tax revenue, employee salary, rate efficiency
viii
ANALISIS EFISIENSI DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
PERIODE 2006-2012
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerimaan pajak dan belanja pegawai
Direktorat Jenderal Pajak pada periode 2006-2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat efisiensi Direktorat Jenderal Pajak. Metode yang digunakan penelitian ini adalah
metode analisis deskriptif dan menggunakan rasio efisiensi bopo sebagai alat ukurnya. Data
yang digunakan adalah penerimaan pajak dari tahun 2006-2012 dan belanja pegawai dari
tahun 2006-2012 sebagai data utama.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat efisiensi dari Direktorat Jenderal Pajak
tergolong cukup baik. Tingkat efisiensi dari 2006 sampai dengan 2012 menunjukkan angka
dibawah 0,50 yang tergolong sangat baik. Penerimaan pajak dari tahun 2006 hingga tahun
2012 menunjukkan peningkatan yang cukup baik. Anggaran yang dikeluarkan untuk belanja
pegawai setiap tahunnya juga meningkat.
Kata Kunci : Penerimaan pajak, belanja pegawai, tingkat efisiensi
ix
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Efisiensi
Pajak Pada Direktorat Jenderal Pajak Periode 2006-2012”. Shalawat serta salam
senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW, Sang Tauladan
yang telah membawa kita ke zaman kebaikan.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat guna meraih
gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
menyadari sepenuhnya bahwa banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian
skripsi ini. Oleh karena itu, syukur Alhamdulillah penulis haturkan atas kekuatan Allah SWT
yang telah dianugerahkan. Selain itu, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih
dan penghargaan sebesar-besarnya kepada:
1. Almarhum Anton Widyanto, Ayahanda tercinta yang telah memberikan kasih
sayang, semangat, perhatian, doa dan segalanya bagi penulis. Terima kasih Ayah,
maaf jika penulis belum bisa memberikan yang terbaik untuk ayahanda.
2. Emy Rianti, Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang, kritik, saran
serta doa yang tak henti-hentinya kepada penulis.
3. Saudara kandung penulis Kak Budi, Mizan serta Arif atas segala waktu, perhatian,
kasih sayang, kritik dan saran yang telah kalian berikan kepada penulis.
4. Keluarga kecil penulis, Ari Sugeng Rizkianto dan Bagaskara yang senantiasa
memberikan segala dukungan, semangat serta kasih sayangnya kepada penulis.
5. Keluarga Depok, Oma dan Om boss atas segala kasih sayang, perhatian dan doa
yang diberikan kepada penulis.
6. Keluarga Jambore, Ayah dan Ibu atas segala dukungan moril dan materiil yang
telah diberikan kepada penulis.
7. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
8. Ibu Dr. Rini SE, Ak., M.si selaku Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan selaku Dosen Pembimbing II yang telah
bersedia meluangkan waktu, memberikan pengarahan dan bimbingan dalan
x
penulisan skripsi ini. Terima kasih banyak Ibu atas segala bimbingan dan konsultasi
yang diberikan selama ini. Semoga kebaikan ibu dibalas oleh Allah SWT. Amiin.
9. Bapak Hepi Prayudiawan SE, Ak., MM selaku Sekretaris Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku Dosen Pembimbing I yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini. Terima kasih
atas segala bimbingan dan konsultasi yang Bapak berikan kepada penulis.
11. Seluruh staf pengajar dan karyawan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
12. Sahabat-sahabat penulis, Puji Saraswati, Ramadhania, Rochmi, Dhien Melati,
Aprina, Dian Safitri, Destia Safitri, Hartati Nurakhmah atas segala semangat dan
pertemanan selama menjalani kuliah di kampus tercinta.
13. Teman-teman Akuntansi 2007, Akuntansi Pajak, dan lainnya yang tidak dapat
disebutkan satu per satu.
14. Semua pihak yang secara langsung ataupun tidak langsung berkontribusi dalam
penyelesaian tugas akhir ini, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan kalian.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
membangun dari berbagai pihak.
Jakarta, April 2014
(Din Fadhila)
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF .................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ..................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............................. v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................................. vi
ABSTRAK .............................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................................... 14
C. Tujuan Penelitian ............................................................................................... 15
D. Manfaat Penelitian ............................................................................................. 16
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kinerja .............................................................................................................. 17
1. Pengukuran Kinerja ................................................................................................... 20
2. Tujuan Penilaian Kinerja ........................................................................................... 23
3. Manfaat Penilaian Kinerja ......................................................................................... 24
B. Penerimaan Pajak ........................................................................................................... 28
C. Efisien ................................................................................................................ 34
D. Belanja pegawai ................................................................................................ 39
E. Penelitian Terdahulu .......................................................................................... 52
F. Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 55
xii
BAB III METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................... 57
B. Metode Penentuan Sampel ................................................................................... 57
C. Metode Pengumpulan Data ................................................................................... 58
D. Metode Analisis Data ........................................................................................... 58
E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ...................................................... 60
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ..................................................................... 62
B. Hasil Analisis dan Pembahasan .......................................................................... 63
1. Tingkat Penerimaan Pajak 2006-2012 ............................................................ 63
2. Jumlah Pegawai dan Tingkat Pengeluaran Belanja Pegawai .......................... 69
3. Tarif per Pegawai ............................................................................................ 72
4. Rasio Biaya Operasi Terhadap Pendapatan Operasi (BOPO) ........................ 75
Pembahasan dan Interpretasi .................................................................................. 78
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................................... 87
B. Implikasi ................................................................................................................ 89
C. Saran ...................................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
1.1 Realisasi Penerimaan Pajak 2006-2012 ............................................................. 2
1.2 Target dan Realisasi Penerimaan Pajak 2006-2012 ........................................... 6
1.3 Tunjangan Kegiatan Tambahan ......................................................................... 12
2.1 Rasio Efisiensi ................................................................................................... 35
2.2 Hasil-hasil Penelitian Terdahulu ........................................................................ 52
3.1 Rasio Efisiensi ................................................................................................... 60
4.1 Penerimaan Pajak tahun 2006-2012 ................................................................... 65
4.2 Tingkat Penerimaan Pajak per tahun ................................................................. 67
4.3 Total Pegawai Pajak dan Belanja Pegawai ........................................................ 70
4.4 Tingkat Pengeluaran Belanja Pegawai per tahun ............................................... 71
4.5 Tarif per Pegawai ............................................................................................... 73
4.6 Rasio Biaya Operasi terhadap Pendapatan Operasi ........................................... 75
xiv
DAFTAR GRAFIK
No. Keterangan Halaman
1.1 Penerimaan Pajak 2006-2012 ............................................................................ 3
1.2 Belanja Pegawai Pajak 2006-2012 ...................................................................... 14
4.1 Penerimaan Pajak negara 2006-2012 ................................................................. 66
4.2 Tingkat Penerimaan Pajak 2006-2012 ............................................................... 68
4.3 Tingkat tarif pegawai 2006-2012 ...................................................................... 74
xv
DAFTAR BAGAN
No. Keterangan Halaman
2.1 Kerangka Pemikiran ........................................................................................... 55
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
No. Keterangan Halaman
1. Surat Keterangan Bimbingan Skripsi .................................................................. 95
2. Surat Keterangan Perubahan Judul Skripsi ......................................................... 96
3. Surat Izin Penelitian Akademik .......................................................................... 97
4. Surat Persetujuan Lokasi Penelitian DJP ............................................................. 98
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam suatu negara berkembang penerimaan pajak merupakan
wacana penting yang perlu diperhatikan setiap tahunnya, termasuk di
Indonesia. Hal ini berkaitan erat dengan perumusan RAPBN dan
pelaksanaan APBN, agar pelaksanaan pembangunan negara berjalan lancar
dan berkesinambungan. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
seluruh masyarakat disegala bidang perlu adanya dukungan dana yang
memadai untuk mewujudkannya. Sebagai salah satu sumber penerimaan
kas Negara selain MIGAS yang memiliki kontribusi penting dalam
pembiayaan pembangunan, maka sudah seharusnya penerimaan pajak
harus terus ditingkatkan, menyusul semakin meningkatnya kebutuhan
masyarakat secara umum (Suryadi 2006:2).
Untuk menyelenggarakan pemerintahan umum dan melaksanakan
pembangunan diperlukan dana yang relatif besar. Dana yang diperlukan
tersebut semakin meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan
pembangunan itu sendiri. Dalam upaya mengurangi ketergantungan
sumber eksternal, pemerintah Indonesia secara terus-menerus berusaha
meningkatkan sumber pembiayaan pembangunan internal terutama berasal
dari penerimaan migas dan non migas. Misi utama Direktorat Jendral
2
Pajak adalah misi fiscal yaitu menghimpun penerimaan pajak berdasarkan
undang-undang perpajakan yang mampu menunjang kemandirian
pembiayaan pemerintah dan dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Meskipun penerimaan pajak dari tahun ketahun terus meningkat tetapi
persentase kenaikan tersebut belum mencerminkan kondisi yang
diinginkan (Suryadi, 2006:2).
Tabel 1.1
Realisasi Penerimaan Pajak Negara 2006-2012
(dalam triliun rupiah)
Sumber: BPS, Realisasi Penerimaan Negara, www.bps.go.id, 25/03/2013
Jenis-jenis
Penerimaan
Pajak
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
PPh 208.833 238.430 327.498 317.615 357.045 431.977 513.650
PPN & PPn
BM
123.035 154.526 209.647 193.067 230.605
298.441 336.057
PBB 20.858 23.723 25.354 24.270 28.581 29.058 29.687
BPHTB 3.184 5.953 5.573 6.465 8.026 - -
Pajak
Ekspor
1.091 4.237 13.578 565 8.898 25.439 23.206
Pajak
lainnya
2.287 2.737 3.035 3.116 3.969 4.194 5.632
Total
Penerimaan
Pajak
359.288 429.606 584.685 545.098 637.124 789.109 908.232
3
Grafik 1.1
Penerimaan Pajak Negara Periode 2006-2012
(dalam triliun rupiah)
Sumber: BPS, Realisasi Penerimaan Negara, www.bps.go.id, 25/03/2013
Langkah pemerintah untuk meningkatkan penerimaan dari sektor
perpajakan dimulai dengan melakukan reformasi perpajakan secara
menyeluruh pada tahun 1983, dan sejak saat itulah, Indonesia menganut
sistem self assessment. Penerapan self assessment system akan efektif
apabila kondisi kepatuhan sukarela (voluntary compliance) pada
masyarakat telah terbentuk (Damayanti, 2004).
Sejak tahun 1984 telah diberlakukan system self assessment dalam
perpajakkan Indonesia, yang memberikan kepercayaan penuh kepada
wajib pajak (WP) untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan
melaporkan sendiri atas kewajiban pajaknya. Sistem perpajakan ini sangat
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
900.000
1.000.000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
PPh
PPn & PPnBM
PBB
BPHTB
Pajak Ekspor
Pajak lainnya
Total Penerimaan Pajak
4
memerlukan kejujuran WP dalam menghitung pajak terutang dan harus
dibayar melalui pengisian Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT). Dalam
pelaksanaan undang-undang perpajakan, fungsi pengawasan sekaligus
pembinaan merupakan konsekuensi dari pemberian kepercayaan kepada
wajib pajak tersebut. Selain itu Direktorat Jendral Pajak juga melakukan
upaya penegakan hukum, yang salah satunya diwujudkan dengan
pengenaan sanksi di bidang perpajakan. Sebagai perwujudan bentuk
pengawasan dan pembinaan, kegiatan pemeriksaan pajak dilaksanakan
dari waktu ke waktu dan berkesinambungan (www.pajak.go.id).
Kepatuhan wajib pajak tidak akan secara otomatis meningkat jika
pemerintah tidak mengimbanginya dengan peningkatan mutu pelayanan
perpajakan, penegakan hukum yang tidak diskriminatif, transparansi
penggunaan pajak dan distribusi pemungutan pajak yang adil diwujudkan
dalam peningkatan kesejahteraan rakyat. Dengan kata lain, kepatuhan
sukarela akan terbangun jika fungsi-fungsi pemerintah benar-benar
dilaksanakan dengan sungguh-sungguh, sesuai dengan prinsip good
governance (Rosdiana dan Tarigan 2005).
Demikian juga dalam bidang aparatur negara, dimana telah
dilahirkannya reformasi birokrasi. Hal tersebut diawali dengan
dikeluarkannya UU No.43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang No.8 Tahun 1947 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Namun
demikian, proses reformasi birokrasi sendiri belum berjalan secara
maksimal seperti yang diharapkan. Meskipun perubahan ke arah perbaikan
5
sudah berjalan, namun masih lambat. Perubahan masih bersifat parsial dan
berjalan sedikit demi sedikit dan belum terintegrasi antara satu sama lain.
Sehingga perbaikan yang telah dilakukan tersebut belum memberikan
dampak yang signifikan bagi perbaikan kondisi birokrasi secara
menyeluruh (www.bappenas.go.id).
Pegawai pajak juga tidak terlepas perannya dalam mencapai misi
fiskal. Tugasnya dalam memberikan penyuluhan dan turun langsung ke
masyarakat menyebabkan pentingnya peran pegawai pajak dalam
meningkatkan kepercayaan masyarakat luas. Namun, pandangan
masyarakat selama ini tentang pegawai pajak yang dinilai kurang
bersahabat juga mempengaruhi kepercayaan dan rasa respect dari wajib
pajak. Hal ini berbanding lurus dengan sikap pegawai pajak. Semakin
tinggi rasa kepercayaan masyarakat terhadap pegawai pajak, maka
semakin banyak pula masyarakat yang patuh dalam administrasi
perpajakannya. Maka sudah seharusnya pegawai pajak meningkatkan
kualitas pelayanannya. Pengaruh yang besar terhadap penerimaan pajak
negara mengharuskan pemerintah mengevaluasi para pegawai pajak,
terutama dalam hal kinerjanya. Untuk itu, dilakukan berbagai upaya agar
kinerja pegawai pajak semakin hari semakin baik (www.pajak.go.id).
Upaya Direktorat Jendral Pajak dengan mengedepankan kualitas
pegawai pajak dalam peningkatan kepatuhan Wajib Pajak melaksanaan
kewajiban perpajakkannya sesuai ketentuan yang berlaku, sehingga
diharapkan dapat memberikan peningkatan terhadap penerimaan pajak.
6
Dengan itu diharapkan target penerimaan pajak dari seluruh potensi pajak
yang ada dapat dicapai semaksimal mungkin, sehingga memberikan
kontribusi positif terhadap penerimaan negara (www.pajak.go.id).
Tabel 1.2
Target dan Realisasi Penerimaan Pajak
Direktorat Jenderal Pajak 2006-2012
(dalam triliun rupiah)
Tahun Target Penerimaan
Pajak (APBN)
Realisasi Penerimaan
Pajak
2006 425.050 359.288
2007 492.000 429.606
2008 534.000 584.685
2009 577.000 545.098
2010 743.000 637.124
2011 875.000 789.109
2012 1.011.000 908.232
Sumber : badan pusat statistik, target dan realisasi penerimaan pajak negara,
www.bps.go.id, 25-03-13
Menurut Badan Pemeriksa Keuangan, capaian target penerimaan
pajak setiap tahunnya masih belum sesuai dengan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara (APBN). Hal ini tentunya menjadi catatan penting
bagi Direktorat Jenderal Pajak yang dalam beberapa tahun anggaran belum
mampu memenuhi capaian target penerimaan negara sektor pajak (Hadi
Purnomo, badan pemeriksa keuangan).
Mengingat semakin meningkatnya penerimaan sektor pajak dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) ditiap-tiap tahunnya,
7
Dirjen Pajak menyiapkan strategi guna memaksimalkan penerimaan pajak
negara. Pertama, melakukan penyempurnaan sistem administrasi
perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak. Kedua, melakukan
ekstensifikasi WP Orang Pribadi berpendapatan tinggi dan menengah.
Kegiatan ekstensifikasi yang dilakukan akan lebih fokus kepada orang
pribadi yang memiliki potensi untuk membayar pajak, sehingga kontribusi
dominan penerimaan pajak akan bergeser secara bertahap dari WP Badan
ke WP Pribadi. Ketiga, DJP juga akan melakukan perluasan basis pajak,
termasuk kepada sektor-sektor yang selama ini tidak terlalu banyak digali
potensinya, antara lain sektor perdagangan (usaha kecil dan menengah)
dan sektor properti. Keempat, melakukan optimalisasi pemanfaatan data
dan informasi berkaitan dengan perpajakan dari institusi lain. Hal ini
berkaitan dengan implementasi Pasal 35A UU KUP, karena persoalan
penerimaan pajak yang selama ini dihadapi oleh DJP adalah kurangnya
data yang valid. Kelima, DJP juga akan melakukan penguatan hukum bagi
para penghindar pajak guna memberi rasa keadilan, maka bagi WP yang
tidak menjalani kewajiban perpajakan dengan benar akan dilakukan
penegakan hukum mulai dari pemeriksaan, penyidikan dan penagihan.
Keenam, DJP akan melakukan penyempurnaan peraturan perpajakan
untuk lebih memberikan kepastian hukum dan perlakuan yang adil seta
wajar (www.pajak.go.id).
Terkait reformasi birokrasi sistem perpajakan, dari beberapa ide atau
masukan tentang cara, makna dan langkah reformasi birokrasi, maka
8
pemerintah berdasar pada beberapa kajian yang telah dilakukan, kemudian
memilih untuk menerapkan prinsip-prinsip pemberian insentif bagi
pegawainya yang dikenal dengan istilah remunerasi (Martini, Topik
Utama).
Remunerasi atau pemberian dana tunjangan khusus bagi pegawai di
lingkungan Kementerian dan Lembaga mulai dilaksanakan pada tahun
2008 dengan pilot project di tiga Lembaga yaitu Kementerian Keuangan
(Kemenkeu), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan Mahkamah Agung
(MA). Pada tahun 2010 remunerasi birokrasi akan dilaksanakan di 12
Kementerian/Lembaga (Martini, Topik Utama).
Ada beberapa alasan birokrasi itu harus direformasi (Budi Setiyono :
2004,hal 129-142) :
1. ketidakpuasan masyarakat luas kepada pemerintah, karena
dianggap pemerintah memiliki organisasi yang terlalu besar selalu
melakukan campur tangan dan cara tindaknya telah usang.
2. adanya globalisasi dan perdagangan bebas yang menuntut
pemerintah untuk dapat memenuhi keinginan dan me;ayani
kebutuhan pasar.
3. munculnya teori-teori ekonomi baru yang menyebabkan kinerja
pemerintah yang menggunakan paradigma lama harus segera
dirubah.
9
4. adanya perkembangan teknologi yang mensyaratkan pemerintah
harus mampu mengadopsinya.
5. telah muncunya gerakan reformasi sejak tahun 1998 yang sampai
saat ini masih stagnan.
6. telah munculnya era otonomi daerah sejak tahun 1999 yang
menuntut perubahan paradigma, mindset, dan komitmen
pemerintah.
Sementara itu, ide lain tentang reformasi birokrasi (Agus Dwiyanto
2006: hal 37), yaitu :
1. perubahan stuktur birokrasi ; perubahan struktur ini dilakukan
sehingga pelayanan menjadi sederhana dan responsif.
2. perubahan non-struktur (atau kultur) birokrasi ; yaitu melakukan
perubahan budaya dan etika pelayanan.
3. perubahan lingkungan ; maksudnya adalah lingkungan birokrasi
itu sendiri sehingga akan muncul kontrol yang efektif terhadap
perilaku-perilaku birokrasi yang menyimpang.
Dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan dan pelayanan
publik yang baik, sejak tahun 2008 pemerintah telah memberikan
remunerasi pada beberapa Kementerian/Lembaga yang telah dan sedang
melakukan reformasi birokrasi. Dilihat dari sistem pemberiannya,
remunerasi dapat dibedakan atas prestasi kerja, lama kerja, senioritas atau
lama dinas, kebutuhan, dan premi atau upah borongan. Di Indonesia,
10
kebijakan remunerasi diterapkan dengan sistem penggajian yang adil
karena disesuaikan berdasarkan kinerja PNS. Dengan sistem remunerasi
ini gaji pegawai di lingkungan pemerintah bersangkutan naik secara
signifikan (Martini, Topik utama).
Meningkatkan kinerja pegawai pajak yang pada akhirnya
meningkatkan penerimaan pajak negara juga harus diimbangi dengan
kesejahteraan pegawai pajak. Untuk itu pemerintah yang berwenang yaitu
Kementerian Keuangan memberikan remunerasi bagi para pegawai
Kementerian Keuangan termasuk juga pegawai Dirjen pajak pada tahun
2007. Sri Mulyani sewaktu menjadi Menkeu mengeluarkan peraturan yang
tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
164/KMK.03/2007. Salah satu pertimbangan pemberian tunjangan tersebut
adalah dalam rangka meningkatkan produktivitas, gairah, kerja, dan
profesionalisme serta disiplin pegawai yang mengemban tugas untuk
meningkatkan dan mengamankan penerimaan negara. Pemberian TKT
(Tunjangan Kegiatan Tambahan) tersebut tidak menghilangkan tunjangan
lain yang diterima semua pegawai Kemenkeu yaitu TKPKN (Tunjangan
Khusus Pembinaan Keuangan Negara) (www.kemenkeu.go.id).
Berikut Tabel Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) Dirjen Pajak
berdasar Keputusan Menteri Keuangan No. 164/KMK.03/2007:
11
Tabel 1.3
Tunjangan Kegiatan Tambahan
Direktorat Jenderal Pajak
No Jenis Tunjangan Gol/Eselon Besarnya
TKT
1
Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) Pelaksana
a Pengatur Muda II/a 2.600.000
b Pengatur MudaTk I II/b 2.800.000
c Pengatur II/c 3.000.000
d Pengatur Tingkat I II/d 3.200.000
e Penata Muda III/a 4.800.000
f Penata Muda Tk I III/b 5.100.000
g Penata III/c 5.400.000
h Penata Tk I III/d 5.700.000
i Pembina IV/a 7.500.000
j Pembina Tk I IV/B 8.000.000
k Pembina Utama Muda IV/c 8.500.000
l Pembina Utama Madya IV/d 9.000.000
m Pembina Utama IV/e 9.500.000
2
Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) Pejabat
Struktural
a Direktur Jenderal Ia 20.000.000
b Sekretaris Direktorat jenderal/Direktur/Kepala
Kanwil/Tenaga Pengkaji II a 16.600.000
c Tenaga Pengkaji/Kepala Unit pelaksana Teknis II b 13.200.000
d Kepala Sub Direktorat/Kabag/Kabid/Kepala Kantor
Pelayanan/Kepala Unit Pelaksana Teknis III a 10.800.000
e Kepala Sub bagian/Kepala Seksi/Kepala Kantor
peayanan, Penyuluhan, dan Komunikasi Perpajakan IV a 7.200.000
3
Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) Fungsional
a Pemeriksa Pajak Ahli
Pemeriksa Pajak Madya
10.400.000
Pemeriksa Pajak Muda
7.600.000
Pemeriksa Pajak Pertama
6.800.000
b Pemeriksa Pajak Terampil :
Pemeriksa Pajak Penyelia
7.200.000
Pemeriksa Pajak Pelaksana Lanjutan
6.400.000
Pemeriksa Pajak Pelaksana
4.300.000
12
c Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) Penelaah
Keberatan 5.600.000
d Tunjangan Kegiatan Tambahan (TKT) Account
Representative 5.600.000
Sumber: Kemenkeu, Tabel Tunjangan Tambahan Pegawai Dirjen Pajak,
www.depkeu.go.id 23/01/2013
Remunerasi yang diberikan pemerintah semata-mata agar pegawai
Kementerian Keuangan khususnya pegawai Dirjen Pajak maksimal dalam
peningkatan produktivitas dan kinerjanya. Sehingga penerimaan negara
dalam sektor perpajakan sesuai dengan yang diharapkan.
Namun perubahan dalam reformasi demokrasi dengan diadakannya
remunerasi telah membawa konsekuensi dalam struktur pengeluaran
belanja pemerintah, terutama untuk belanja pegawai. Sehingga
mengakibatkan adanya peningkatan pengeluaran belanja pegawai yang di
biayai oleh pemerintah. Grafik 1.2 menunjukkan bahwa setiap tahunnya
belanja pegawai yang dikeluarkan oleh pemerintah mengalami kenaikan.
13
Grafik 1.2
Belanja Pegawai Pajak 2006-2012
(dalam triliun rupiah)
Sumber: Laporan keuangan DJP, Pengeluaran Belanja Pegawai,
www.pajak.go.id 30/09/13
Penelitian mengenai hal serupa pernah dilakukan oleh beberapa
peneliti. Penelitian tentang analisis efisiensi anggaran belanja dinas
pendidikan dilakukan oleh Fahrianta dan Carolina (2012) di Kabupaten
Kapuas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat belanja dinas
pendidikan secara keseluruhan menunjukkan tren meningkat, dengan rasio
efisiensi anggaran cenderung menurun dari tahun ke tahun. Penelitian ini
menggunakan rasio efisiensi bopo untuk mengukur tingkat efisiensi
anggaran dinas pendidikan.
Sedangkan penelitian lainnya yang berjudul efisiensi pengeluaran
pemerintah daerah yang dilakukan oleh Dina Pertiwi (2007) di propinsi
Jawa Tengah menggunakan metode Data Envelopment Analysis dalam
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Total Belanja DJP
Belanja Pegawai
14
penelitiannya. Hasil penelitian menunjukkan tingkat efisiensi anggaran
pendidikan dan anggaran kesehatan yang paling baik berada di daerah
Salatiga. Penelitian lainnya yang menggunakan metode perhitungan
dengan menggunakan rasio efisiensi bopo yaitu analisis efisiensi dan
efektivitas penerimaan pendapatan asli daerah yang dilakukan oleh
Julastiana dan Suartana (2012) menunjukkan bahwa tingkat efisiensi
penerimaan pajak dan retribusi daerah Kabupaten Klungkung tergolong
efisien yaitu dengan nilai rata-rata sebesar 70,97 persen, sedangkan untuk
tingkat efektivitasnya tergolong sangat efektif yaitu rata-rata sebesar
112,36. Perbedaan antara penelitian diatas terletak pada periode penelitian,
letak objek penelitian dan sampel yang digunakan.
Mengacu pada uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengambil
judul penelitian ”Analisis Efisiensi Pajak pada Direktorat Jenderal
Pajak Periode 2006-2012 ”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis merumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana tingkat penerimaan pajak periode 2006-2012?
2. Bagaimana tingkat pengeluaran belanja pegawai pajak periode 2006-
2012?
3. Bagaimana tingkat tarif pegawai pajak periode 2006-2012?
4. Bagaimana tingkat efisiensi pajak periode 2006-2012?
15
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan penelitian ini
adalah untuk memperoleh bukti empiris tentang:
a. Mengetahui tingkat penerimaan pajak periode 2006-2012
b. Mengetahui tingkat pengeluaran belanja pegawai pajak periode 2006-
2012
c. Mengetahui tingkat tarif pegawai peride 2006-2012
d. Mengetahui tingkat efisiensi pajak periode 2006-2012
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu:
a. Bagi penulis, menambah pengetahuan dan wawasan penulis mengenai
teori perpajakan dengan baik dan benar, sesuai dengan peraturan
perundang-undangan perpajakan. Dan mengetahui tingkat efisiensi
Direktorat Jenderal Pajak.
b. Bagi civitas akademika UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, hasil
penelitian ini dapat menjadi acuan atau referensi bagi beberapa
penelitian dengan objek peneliti yang sejenis.
c. Bagi pegawai pajak agar dapat mengetahui apakah kinerja Direktorat
Jenderal Pajak selama ini telah efisien dan sesuai dengan yang
diharapkan. Penelitian ini juga diharapkan bisa dijadikan bahan
16
pertimbangan dalam meningkatkan efektifitas dan efisiensi Direktorat
Jenderal Pajak. Sehingga akan berdampak pada peningkatan
penerimaan pajak negara.
d. Bagi pemerintah, diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai
bahan pertimbangan dalam membuat kebijaksanaan dalam mengatur
pegawai pajak dan dalam rangka mengevaluasi kinerja Direktorat
Jenderal Pajak agar lebih efisien dalam hal pengeluaran.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kinerja
Beberapa ahli mengemukakan pengertian mengenai kinerja adalah sebagai
berikut:
Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000 : 67).
Kinerja ( prestasi kerja ) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seseorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Maluyu S.P. Hasibuan (2001:34).
Kinerja (prestasi kerja) adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang
dalam melaksanakan tugas tugas yang dibebankan kepadanya yang
didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta waktu.
Mink (1993 : 76) mengemukakan pendapatnya bahwa:
Individu yang memiliki kinerja yang tinggi memiliki beberapa
karakteristik, yaitu diantaranya: (a) berorientasi pada prestasi, (b) memiliki
percaya diri, (c) berperngendalian diri, (d) kompetensi.
Kinerja yang diterjemahkan dari Bahasa Inggris “performance”, oleh
Bernardin dan Russel dalam Ruky (2001) memberikan definisi:
18
”Performance is de-fined as the record of outcomes produced on an
specified job function or activity during a specified time period” .
Dalam definisi mereka, jelas menekankan pengertian prestasi sebagai
“hasil” atau “apa yang keluar” (Outcomes) dari sebuah pekerjaan dan
kontribusi mereka pada organisasi.
Pengertian kinerja menurut Mustopadidjaya (1993) bahwa kinerja
adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/ program/ kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, visi dan
misi organisasi.
Kinerja (performance) juga dapat didefinisikan sebagai tingkat
pencapaian hasil atau “degree of accomplishment” atau dengan kata lain,
kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan organisasi, Rue & Byars
dalam Harbani Pasolong (2007:175).
Menurut Interplan dalam Harbani Pasolong (2007:175), kinerja adalah
berkaitan dengan operasi, aktivitas, program dan misi organisasi.
Selanjutnya menurut Gibson (1990:40), seseorang ditentukan oleh
kemampuan dan motivasinya untuk melaksanakan pekerjaan. Dikatakan
bahwa pelaksanaan pekerjaan ditentukan oleh interaksi antara kemampuan
dan motivasi.
Keban (1995:1), kinerja merupakan tingkat pencapaian tujuan,
sedangkan Timpe dalam Harbani Pasolong (2007:176), kinerja adalah
prestasi kerja, yang ditentukan oleh faktor lingkungan dan perilaku
19
manajemen. Hasil penelitian Timpe menunjukkan bahwa lingkungan kerja
yang menyenangkan begitu penting untuk mendorong tingkat kinerja
pegawai yang paling efektif dan produktif dalam interaksi sosial organisasi
akan senantiasa terjadi adanya harapan bawahan terhadap atasan dan
sebaliknya.
Pengertian lain juga disampaikan oleh Stephen Robbins (1989:439),
bahwa kinerja adalah hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan
oleh pegawai dibandingkan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Menurut Mangkunegara (2003:67), mengatakan bahwa kinerja adalah
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang dalam
melaksanakan fungsinya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya. Prawirosentono (1999:2), mengatakan kinerja adalah hasil
kerja yang dapat dicapai oleh pegawai atau sekelompok pegawai dalam
suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-
masing dalam upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara
legal, tidak melanggar hukum, dan sesuai dengan moral dan etika.
Selain itu menurut Peter Jennergen dalam Steers (1985) pengertian
kinerja organisasi adalah tingkat yang menunjukkan seberapa jauh
pelaksanaan tugas dapat dijalankan secara aktual dan misi organisasi
tercapai.
Penilaian kinerja adalah suatu alat manajemen untuk meningkatkan
pengambilan keputusan dan akuntabilitas, sehingga dalam penerapannya
membutuhkan suatu artikulasi yang jelas mengenai misi, tujuan, sasaran,
20
dan berhubungan dengan hasil program (Whittaker, 1993). Hasil dari
penilaian tersebut kemudian digunakan sebagai umpan balik yang akan
memberikan informasi tentang pelaksanaan suatu rencana dan titik di
mana perusahaan memberikan penyesuaian atas aktivitas perencanaan dan
pengendalian.
Dengan demikian dari konsep yang ditawarkan tersebut dapat
dipahami bahwa kinerja adalah konsep utama organisasi yang menunjukan
seberapa jauh tingkat kemampuan pelaksanaan tugas-tugas organisasi
dalam rangka pencapaian tujuan. Dalam konteks penelitian ini, maka
pengertian kinerja merupakan gambaran hasil kerja baik finansial maupun
non finansial yang dicapai pemerintah melalui pegawai pajak dalam upaya
pencapaian tujuan yaitu meningkatkan pendapatan pajak.
1. Pengukuran Kinerja
Berbicara tentang kinerja pegawai, erat kaitannya dengan cara
mengadakan penilaian terhadap pekerjaan seseorang sehingga perlu
ditetapkan standar kinerja atau standard performance.
Menurut Mitchel yang dikutip Sedarmayanti dalam bukunya
Sumber Daya Manusia Dan Produktivitas Kerja (2001:51),
menyebutkan aspek-aspek yang meliputi kinerja yang dapat dijadikan
ukuran kinerja seseorang, yaitu sebagai berikut :
a. Kualitas Kerja (quality of work)
b. Ketepatan waktu (promptness)
c. Inisiatif (inisiative)
21
d. Kemampuan (capability)
e. Komunikasi (communication)
Untuk lebih jelasnya penulis menguraikan indikator dari aspek-
aspek kinerja menurut Sondang P. Siagian (1995:56), sebagai berikut:
a. Kualitas Kerja (Quality of Work) Indikatornya:
1. Cara kerja pelayanan
Dalam penelitian ini dapat diukur melalui sikap pegawai yang
ramah, sopan, prosedur yang mudah dimengerti, sederhana
dan adil.
2. Kesesuaian hasil kerja dengan tujuan organisasi
Dalam penelitian ini dilihat dari seberapa sesuainya antara
rencana kerja dengan tindakan yang dilakukan para pegawai
sehingga tujuan pelayanan benar benar tercapai.
b. Ketepatan Waktu (Promptness) Indikatornya:
1. Ketepatan waktu dalam menyelesaikan tugas
Dalam penelitian ini diukur dari ketepatan waktu pegawai
dalam melaksanakan tugas-tugasnya serta ketepatan waktu
dalam bekerja.
c. Inisiatif (Initiative) Indikatornya:
1. Pemberian ide/ gagasan
Dalam penelitian ini diukur dengan ide/gagasan yang
diberikan pegawai ke dalam lingkup organisasinya.
22
2. Tindakan yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi.
Dalam penelitian ini diukur melalui keputusan yang diambil
oleh pegawai dalam menghadapi permasalahan.
d. Kemampuan(Capability) Indikatornya;
1. Pengetahuan yang dimiliki
Dalam penelitian ini diukur dengan sejauh mana tingkat
pengetahuan pegawai tentang perpajakan dan tentang
pekerjaan yang dijalaninya.
2. Keterampilan yang dimiliki
Dalam penelitian ini diukur dengan melihat pelatihan-
pelatihan yang diikuti oleh pegawai sehingga mampu
menunjang kemampuannya dalam bekerja.
e. Komunikasi (Communication) Indikatornya:
1. Komunikasi intern (ke dalam) organisasi
Dalam penelitian ini diukur dengan sejauh mana komunikasi
antar pegawai dan antara pimpinan dengan pegawai dilihat
dengan seberapa intens koordinasi dilakukan dilingkup
organisasi.
2. Komunikasi ekstern (ke luar) organisasi
Dalam penelitian ini diukur dengan kemampuan pemberian
informasi/keterangan kepada masyarakat seputar pajak.
23
3. Fasilitator
Dalam hal ini pegawai sebagai unsur yang memfasilitasi
komunikasi antara masyarakat dan pihak kantor pajak apabila
terkait permasalahan tentang pajak.
Menurut Gordon (2002), informasi yang termasuk dalam pengukuran
kinerja antara lain:
a. Efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan barang
dan jasa.
b. Kualitas barang dan jasa (seberapa baik barang dan jasa
diserahkan kepada pelanggan dan sampai sejauh mana pelanggan
terpuaskan).
c. Hasil kegiatan dibandingkan dengan maksud yang diinginkan.
d. Efektivitas tindakan dalam pencapaian tujuan.
2. Tujuan Penilaian Kinerja
Tujuan penilaian kinerja menurut beberapa ahli:
Menurut Syafarudin Alwi (2001 : 187):
Secara teoritis tujuan penilaian dikategorikan sebagai suatu yang
bersifat evaluation dan development yang bersifat evaluation harus
menyelesaikan : 1.Hasil penilaian digunakan sebagai dasar pemberian
kompensasi 2.Hasil penilaian digunakan sebagai staffing decision
3.Hasil penilaian digunakan sebagai dasar meengevaluasi sistem
seleksi. Sedangkan yang bersifat development penilai harus
menyelesaikan : 1.Prestasi riil yang dicapai individu 2.Kelemahan-
24
kelemahan individu yang menghambat kinerja 3.Prestasi-pestasi yang
dikembangkan.
Menurut Mardiasmo (2002), tujuan pengukuran kinerja adalah
sebagai berikut:
a. Untuk mengkomunikasikan strategi secara lebih baik.
b. Untuk mengukur kinerja finansial dan non-finansial secara
berimbang, sehingga dapat ditelusuri perkembangan pencapaian
strategi.
c. Untuk mengakomodasi pemahaman kepentingan manajer level
menengah dan bawah serta memotivasi untuk mencapai goal
congeruence.
d. Sebagai alat untuk mencapai kepuasan berdasarkan pendekatan
individual dan kemampuan kolektif yang rasional.
Penilaian kinerja merupakan salah satu faktor yang sangat
penting bagi organisasi. Penilaian kinerja memiliki tujuan pokok yaitu
menghasilkan informasi yang akurat dan valid berkenaan dengan
perilaku dan kinerja anggota organisasi, yang selanjutnya informasi
tersebut digunakan untuk evaluasi dan pengembangan.
3. Manfaat Penilaian Kinerja
Manfaat penilaian kinerja kontribusi hasil-hasil penilaian
merupakan suatu yang sangat bermanfaat bagi perencanaan kebijakan
25
organisasi adapun secara terperinci penilaian kinerja bagi organisasi
adalah :
1.Penyesuaian-penyesuaian kompensasi 2.Perbaikan kinerja 3.Kebutuhan
latihan dan pengembangan 4.Pengambilan keputusan dalam hal
penempatan promosi, mutasi, pemecatan, pemberhentian dan
perencanaan tenaga kerja. 5.Untuk kepentingan penelitian pegawai
6.Membantu diagnosis terhadap kesalahan desain pegawai.
Penilaian kinerja dalam hal ini pada akhirnya tidak terlepas dari
keterkaitannya untuk mencapai tujuan pemerintah dalam bidang pajak
yaitu untuk meningkatkan penerimaan pajak negara. Dengan
melakukan penilaian kinerja akan dapat memperoleh beberapa
manfaat (Mulyadi, 1993), diantaranya:
a. Mengelola operasi organisasi secara efektif dan efisien melalui
pemotivasian karyawan secara maksimum.
b. Membantu mengambil keputusan yang bersangkutan dengan
karyawan, seperti transfer, promosi, dan pemberhentian.
c. Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan
karyawan dan untuk menyediakan kriteria seleksi dan evaluasi
program pelatihan karyawan.
d. Untuk menyediakan umpan balik dari karyawan mengenai
bagaimana atasan manilai kinerja mereka.
e. Menyediakan suatu dasar bagi distribusi penghargaan.
26
Penilaian Kinerja Pada Sektor Publik
Sistem penilaian kinerja sektor publik adalah suatu sistem yang
bertujuan untuk membantu manajer publik menilai pencapaian suatu
strategi melalui alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran
kinerja diperkuat dengan menetapkan reward an punishment system.
Penilaian kinerja sektor publik dilakukan untuk memenuhi tiga
maksud. Pertama, penilaian kinerja sektor publik dilakukan untuk
membantu memperbaiki kinerja pemerintah berfokus pada tujuan dan
sasaran program unit kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan
efisiensi dan efektivitas organisasi sektor publik dalam memberikan
pelayanan publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan untuk
pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran
kinerja sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggung
jawaban publik dan memperbaiki komunikasi kelembagaan.
Tolak Ukur Kinerja Pajak
Perhitungan yang digunakan untuk mengukur kinerja pajak yang dalam
penelitian ini adalah Direktorat Jenderal Pajak, yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat penerimaan pajak
Untuk menghitung tingkat penerimaan pajak pertahun digunakan rumus
sebagai berikut:
Penerimaan pajak th x – Penerimaan pajak th (x-1)
27
2. Tingkat belanja pegawai
Untuk menghitung tingkat pengeluaran belanja pegawai digunakan
rumus sebagai berikut:
Pengeluaran Belanja Pegawai th x - Pengeluaran
Belanja Pegawai th (x-1)
3. Rasio efisiensi bopo
Tolak ukur kinerja pajak salah satunya dengan menghitung tingkat
efisiensinya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan
rasio efisiensi bopo. Konsep efisiensi (Riswan dan Viani, 2012) adalah
hubungan antara input dan output dimana barang dan jasa yang dibeli
oleh organisasi digunakan untuk mencapai output tertentu.
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
Beban Operasional th x X 100%
Pendapatan Operasional th x
4. Tingkat Tarif Pegawai
Perhitungan yang digunakan peneliti untuk menghitung tarif pegawai
adalah sebagai berikut:
Pengeluaran Belanja Pegawai th x
Jumlah Pegawai th x
28
B. Penerimaan Pajak
Penerimaan pajak adalah penghasilan yang diperoleh oleh pemerintah
yang bersumber dari pajak rakyat. Tidak hanya sampai pada definisi
singkat di atas bahwa dana yang diterima di kas negara tersebut akan
dipergunakan untuk pengeluaran pemerintah untuk sebesar-besarnya
kemakmuran yang berasaskan kepada keadilan sosial.
Untuk dapat mencapai tujuan ini, negara harus melakukan
pembangunan di segala bidang. Sebagai sebuah negara yang berdasarkan
hukum material/sosial, Indonesia menganut prinsip pemerintahan yang
menciptakan kemakmuran rakyat. Dalam hal ini, ketersediaan dana yang
cukup untuk melakukan pembangunan merupakan faktor yang amat
penting. Dalam menjamin ketersediaan dana untuk pembangunan ini, salah
satu cara yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan
pemungutan pajak.
Andriani dalam Barata dan Ardian (1989) mendefinisikan pajak
sebagai iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh
yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak
mendapatkan prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang
gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum
berhubung dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan.
Sedangkan pajak menurut Soemitro dalam Suharno (2003) adalah
peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai
29
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan untuk public saving yang
menurut sumber utama untuk membiayai public investment.
Apabila ditelaah lebih dalam ternyata di dalam definisi pajak tersebut
terkandung maksud:
1. Iuran yang dapat dipaksakan, pemerintah dapat memaksa wajib pajak
untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan surat paksa dan
sita. Kelalaian dan pelanggaran yang dilakukan oleh wajib pajak dapat
dikenakan hukuman (sanksi) berupa hukuman denda, kurungan maupun
penjara.
2. Setiap wajib pajak yang membayar iuran/pajak kepada negara tidak
akan mendapat balas jasa yang langsung dapat ditunjukkan. Tetapi
imbalan yang secara tidak langsung diperoleh Wajib Pajak berupa
pelayanan pemerintah yang ditujukan kepada seluruh masyarakat
melalui penyelenggaraan sarana irigasi, jalan, sekolah, dan sebagainya.
Dalam rangka penerimaan pajak perlu diketahui teori-teori yang
melatarbelakangi dilakukannya pemungutan pajak, sebagaimana
diungkapkan Rimsky dalam Suharno (2003), yaitu:
1. Teori Asuransi.
Dalam teori ini ditekankan mengenai keadilan dan keabsahan
pemungutan pajak seperti yang berlaku dalam perjanjian asuransi,
di mana perlindungan yang diberikan oleh negara kepada warganya
dalam bentuk keselamatan dan keamanan jiwa serta harta benda
diperlukan suatu pembayaran dalam bentuk pajak.
30
2. Teori Kepentingan.
Penekanan teori ini adalah mengenai keadilan dan keabsahan
pemungutan pajak berdasarkan besar kecilnya kepentingan
masyarakat dalam suatu negara.
3. Teori Bakti.
Negara mempunyai hak utuk memungut pajak dari warganya
sebagai tindak lanjut teori kepentingan dalam hal penyediaan
fasilitas umum yang diselenggarakan oleh negara.
4. Teori Daya Pikul.
Keadilan dan keabsahan negara dalam memungut pajak dari
warganya didasarkan pada kemampuan dan kekuatan masing-
masing anggota masyarakatnya, dan bukan pada besar kecilnya
kepentingan.
5. Teori Daya Beli.
Keadilan dan keabsahan pemungutan pajak yang dilakukan negara
ini lebih cenderung melihat aspek akibat yang baik terhadap kedua
belah pihak (masyarakat dan negara) sehingga negara dapat
memanfaatkan kekuatan dan kemampuan beli (daya beli)
masyarakat untuk kepentingan negara yang pada akhirnya akan
dikembalikan atau disalurkan kembali kepada masyarakat.
Beberapa faktor yang berperan penting dalam menjamin
optimalisasi penerimaan pajak adalah:
31
1. Kejelasan dan Kepastian Peraturan Perundang-undangan dalam
Bidang Perpajakan
Secara formal, pajak harus dipungut berdasarkan undang-undang
demi tercapainya keadilan dalam pemungutan pajak “No taxation
without representation” atau “Taxation without representation is
robbery ( Mayhew 1750)”. Namun, keberadaan undang-undang
saja tidaklah cukup. Undang-undang haruslah jelas, sederhana dan
mudah dimengerti, baik oleh fiskus, maupun oleh pembayar pajak.
Timbulnya konflik mengenai interpretasi atau tafsiran mengenai
pemungutan pajak akan berakibat pada terhambatnya pembayaran
pajak itu sendiri.
2. Tingkat Intelektualitas Masyarakat
Sejak tahun 1984, sistem perpajakan di Indonesia menganut prinsip
Self Assessment. Prinsip ini memberikan kepercayaan penuh
kepada pembayar pajak untuk melaksanakan hak dan kewajibannya
dalam bidang perpajakan, seperti yang tertuang dalam Undang-
Undang No. 28 Tahun 2007 Pasal 4 ayat (1) menyatakan: wajib
pajak wajib mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan
dengan benar, lengkap, jelas, dan menandatanganinya.. Sementara
di Pasal 12 ayat (1) dinyatakan: setiap wajib pajak wajib membayar
pajak yang terutang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan, dengan tidak menggantungkan pada adanya
32
surat ketetapan pajak. Dalam hal ini, pembayar pajak mengisi
sendiri Surat Pemberitahuan (SPT) yang dibuat pada setiap akhir
masa pajak atau akhir tahun pajak. Selanjutnya, fiskus melakukan
penelitian dan pemeriksaan mengenai kebenaran pemberitahuan
tersebut. Dengan menerapkan prinsip ini, pembayar pajak harus
memahami peraturan perundangundangan mengenai perpajakan
sehingga dapat melakukan tugas administrasi perpajakan. Untuk
itu, intelektualitas menjadi sangat penting sehingga tercipta
masyarakat yang sadar pajak dan mau memenuhi kewajibannya
tanpa ada unsur pemaksaan. Namun, semuanya itu hanya dapat
terjadi bila memang undangundang itu sendiri sederhana, mudah
dimengerti, dan tidak menimbulkan kesalahan persepsi.
3. Kualitas Fiskus (Petugas Pajak)
Kualitas fiskus sangat menentukan di dalam efektivitas
pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
Bila dikaitkan dengan optimalisasi target penerimaan pajak, maka
fiskus haruslah orang yang berkompeten di bidang perpajakan,
memiliki kecakapan teknis, dan bermoral tinggi.
4. Sistem Administrasi Perpajakan yang Tepat
Seberapa besar penerimaan yang diperoleh melalui pemungutan
pajak juga dipengaruhi oleh bagaimana pemungutan pajak itu
dilakukan. Menurut Smith (1901), pemungutan pajak hendaknya
didasarkan atas empat asas, yaitu:
33
a. Equity/Equality di mana keadilan merupakan pertimbangan
penting dalam membangun sistem perpajakan. Dalam hal ini,
pemungutan pajak hendaknya dilakukan seimbang dengan
kemampuannya. Negara tidak boleh melakukan diskriminasi di
antara sesama pembayar pajak.
b. Certainty, yaitu pajak yang harus dibayar haruslah terang
(certain) dan tidak mengenal kompromis (not arbitrary).
Kepastian hukum harus tercermin mengenai subyek, obyek,
besarnya pajak dan juga ketentuan mengenai pembayaran.
c. Convenience adalah pajak harus dipungut pada saat yang paling
baik bagi pembayar pajak, yaitu saat diterimanya penghasilan.
d. Economy, yaitu pemungutan pajak hendaknya dilakukan
sehemat-hematnya. Biaya pemungutan hendaknya tidak
melebihi pemasukan pajaknya.
Keempat asas di atas sebenarnya sudah tercakup dalam sasaran dari
reformasi perpajakan di Indonesia. Menurut Rosdiana dan Tarigan (2005),
enam sasaran utama yang dilakukan pemerintah pada tahun 1984 dalam
reformasi perpajakan mencakup:
1. Penerimaan negara dari sektor perpajakan menjadi bagian dari negara
yang mandiri dalam rangka pembiayaan pembangunan nasional.
2. Pemerataan dalam pengenaan pajak dan keadilan dalam pembebanan
pajak.
3. Menjamin adanya kepastian.
34
4. Sederhana.
5. Menutup peluang penghindaran pajak dan/atau penyelundupan pajak
oleh wajib pajak dan penyalahgunaan wewenang oleh petugas pajak.
6. Memberikan dampak yang positif dalam bidang ekonomi.
C. Efisien
Efisiensi adalah penggunaan sumber daya secara minimum guna
pencapaian hasil yang optimum. Kata Efisien menurut kamus besar bahasa
Indonesia :
Efisien yaitu tepat atau sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan)
sesuatu (dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya),
mampu menjalankan tugas dengan tepat dan cermat, berdaya
guna, bertepat guna.
Efisiensi menganggap bahwa tujuan-tujuan yang benar telah
ditentukan dan berusaha untuk mencari cara-cara yang paling baik untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut. Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan
penilaian-penilaian relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran
yang diterima (Agus Wibisono 2010).
Sesuai dengan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006, efisiensi adalah
hubungan antara masukan dan keluaran, efisiensi merupakan ukuran
apakah penggunaan barang dan jasa yang dibeli dan digunakan oleh
organisasi perangkat pemerintahan untuk mencapai tujuan organisasi
perangkat pemerintahan dapat mencapai manfaat tertentu.
35
Berdasarkan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 3/30/DPNP tanggal
14 Desember 2001, tentang Pedoman Perhitungan Rasio Keuangan. Beban
operasi terhadap pendapatan operasi dihitung dengan formula atau rumus
total beban operasional per total pendapatan operasional.
rumus : beban operasional x 100%
pendapatan operasional
Tabel 2.1
Rasio Efisiensi
Rasio Nilai Kategori
< 0,50
0,50 – 0,65
0,65 – 0,85
0,85 – 1,00
> 1,00
5
4
3
2
1
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Rendah
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No.3/30/DPNP
Efisiensi juga mengandung beberapa pengertian antara lain :
1. Efisiensi pada sektor hasil dijelaskan dengan konsep masukan-
keluaran (input-output).
2. Efisiensi pada sektor pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan
yang dilakukan dengan pengorbanan seminimal mungkin atau
dengan kata lain suatu kegiatan telah dikerjakan secara efisien jika
pelaksanaan pekerjaan tersebut telah mencapai sasaran dengan
biaya yang terendah atau dengan biaya minimal diperoleh hasil
yang diinginkan.
36
3. Efisiensi penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat dicapai
dengan memperhatikan aspek hubungan dan tatakerja antar instansi
pemerintah daerah dengan memanfaatkan potensi dan
keanekaragaman suatu daerah.
Faktor penentu efisiensi adalah :
1. Faktor teknologi pelaksanaan pekerjaan.
2. Faktor struktur organisasi yaitu susunan yang stabil dari jabatan-
jabatan baik itu struktural maupun fungsional.
3. Faktor sumber daya manusia seperti tenaga kerja, kemampuan
kerja, maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja, tempat
bekerja serta dana keuangan.
4. Faktor dukungan kepada aparatur dan pelaksanaanya baik
pimpinan maupun masyarakat.
5. Faktor pimpinan dalam arti kemampuan untuk mengkombinasikan
keempat faktor tersebut kedalam suatu usaha yang berdaya guna
dan berhasil guna untuk mencapai sasaran yang dimaksud.
Efisiensi Anggaran
Efisiensi merupakan salah satu prinsip penganggaran yang diterapkan
dalam konsep value for money. Menurut HEFCE (The Higher
Education Funding Council for England) dari The University of
Cambridge 2010, menyebutkan bahwa Value for Money (VIM) adalah
istilah yang digunakan untuk menilai apakah suatu organisasi telah
memperoleh manfaat maksimal dari penggunaan keterbatasan sumber
37
daya yang tersedia atau belum. Dalam rangka menilai dan menukur
penerapan VIM suatu organisasi masih merupakan suatu tantangan
tersendiri, apalagi bila unsur kualitas dan keberlanjutan yang ada
masih bersifat subyektif, tidak terukur, intangible dan disalahartikan
(missunderstood). Karena itu, diperlukan adanya pertimbangan-
pertimbangan dalam menilai keberhasilan penerapan VIM disuatu
organisasi. Penilaian VIM tidak hanya berkaitan dengan pengurangan
biaya, melainkan juga berkairan dengan kualitas (cost-benefit),
penggunaan sumber daya, pencapaian tujuan, dan ketepatan waktu.
Menurut Harvey dan Green (1993), Value for money adalah salah
satu bagian dari kualitas, yaitu lebih melihat kualitas dalam hal
pencapaian hasil (outcome). Misalnya bila hasil (outcome) yang sama
dapat dicapai dengan biaya lebih rendah, atau hasil (outcome) yang
lebih baik dapat dicapai dengan biaya yang sama, maka suatu
organisasi telah menerapkan VIM dengan baik.
Value for Money dalam proses penganggaran meliputi ekonomis,
efisiensi dan efektifitas. Ekonomis berarti pemilihan dan penggunaan
sumberdaya dalam jumlah dan kualitas tertentu dengan biaya yang
rendah merupakan ukuran penggunaan dana publik sesuai dengan
kebutuhan sesungguhnya. Efisiensi berkaitan dengan penggunaan
sumber dana yang terbatas (biaya yang rendah) untuk menghasilkan
output yang maksimal. Dapat dikatakan juga bahwa efisiensi adalah
ukuran penggunaan dana publik (public money) yang dapat
38
menghasilkan output maksimal (berdayaguna). Sedangkan, Efektifitas
berkaitan dengan penggunaan biaya yang rendah dapat mencapai
target atau tujuan kepentingan publik atau dengan kata lain, efektifitas
adalah ukuran seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur
dapat mencapai tujuan kepentingan publik. Berdasarkan perspektif
pengeluaran publik, maka penerapan VIM harus menggunakan
pendekatan “spending less (ekonomis)” “spending well (efisiensi)”
dan “spending wisely (efektifitas)”. Secara detail konsep value for
money dapat dilihat pada Gambar dibawah
Manfaat konsep VIM dalam manajemen keuangan negara antara
lain adalah :
b. efektifitas pelayanan publik, dalam arti pelayanan tepat sasaran.
c. meningkatkan mutu pelayanan publik.
d. biaya pelayanan yang murah karena hilangnya inefisiensi dan
penghematan dalam penggunaan resources.
e. alokasi belanja yang lebih berorientasi pada kepentingan publik,
dan
f. meningkatkan public cost awareness sebagai pelaksanaan
pertanggungjawaban publik.
Menurut NHS Institute (www.improvementnetwork.gov.uk), Value for
Money dapat dicapai melalui beberapa pendekatan dengan cara:
39
a. mengurangi biaya untuk mencapai output yang sama (misalnya
biaya tenaga kerja, biaya operasional rutin, pengadaan barang dan
publik yang lebih transparan);
b. mengurangi input untuk mencapai output yang sama (misalnya
orang, aset, energi, dll);
c. mendapatkan output maksimal dengan kualitas baik melalui
penggunaan input yang sama (produktivitas)
d. mendapatkan output secara lebih proporsional atau peningkatan
kualitas sebagai imbalan untuk peningkatan sumber daya.
Berdasarkan manfaat dan cara untuk mencapai Value for Money di
atas, menunjukkan bahwa Value for Money dalam rangka pelaksanaan
efisiensi tidak mengenal istilah “pemotongan anggaran”. Untuk itu,
penelitian ini menggunakan pendekatan dengan maksud untuk
mengidentifikasi upaya mendapatkan hasil (output) yang maksimal
dengan menggunakan input seoptimal mungkin (misalnya orang, aset,
energi,dll) dan upaya pengurangan biaya dalam mencapai output
(misalnya biaya pengadaan barang, biaya tenaga kerja).
D. Belanja Pegawai
Pegawai atau Aparatur adalah perangkat kelengkapan negara,
terutama meliputi bidang kelembagaan, ketatalaksanaan, dan kepegawaian,
yang mempunyai tanggung jawab melaksanakan roda pemerintahan
sehari-hari (www.depkeu.go.id).
40
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
171/PMK.05/2007 Tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Pemerintah Pusat dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
91/PMK.06/2007 tentang Bagan Akun Standar (BAS), belanja aparatur
pemerintah pusat tidak secara implisit dan eksplisit disebutkan atau pun
dijelaskan (www.depkeu.go.id).
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang
Penyusunan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga,
Belanja Pegawai adalah kompensasi baik dalam bentuk uang maupun
barang yang diberikan kepada pegawai pemerintah, baik yang bertugas di
dalam maupun diluar negeri sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah
dilaksanakan, kecuali pekerjaan yang berkaitan dengan pembentukan
modal. Termasuk dalam kelompok belanja pegawai ini adalah
pengeluaran-pengeluaran untuk gaji dan tunjangan-tunjangan, uang
makan, lembur, honorarium dan vakasi (www.depkeu.go.id).
Gaji dan tunjangan adalah pengeluaran untuk kompensasi yang harus
dibayarkan kepada pegawai pemerintah berupa gaji pokok dan berbagai
tunjangan yang diterima berkaitan dengan jenis dan sifat pekerjaan yang
dilakukan (tunjangan istri/suami, tunjangan anak, tunjangan jabatan/yang
dipersamakan dengan tunjangan jabatan, tunjangan kompensasi kerja,
tunjangan perbaikan penghasilan, tunjangan beras, tunjangan pajak
penghasilan, tunjangan irian jaya/papua, tunjangan pengabdian wilayah
41
terpencil, dan tunjangan umum) baik dalam bentuk uang maupun barang
(www.depkeu.go.id).
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok
Kepegawaian disebutkan pada Pasal 7 bahwa setiap pegawai negeri berhak
memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggung
jawabnya. Selanjutnya dalam penjelasannya ditegaskan bahwa pada
dasarnya setiap pegawai negeri beserta keluarganya harus dapat hidup
layak dari gajinya sehingga dengan demikian ia dapat memusatkan
perhatian untuk melaksanakan tugas yang dipercayakan kepadanya.
Dalam menentukan besarnya gaji memperhatikan kemampuan
keuangan negara, selain daripada itu harus pula memperhatikan keadaan
tempat dimana pegawai negeri itu dipekerjakan.
Ketentuan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 tahun 1974 tersebut
diatas merupakan suatu landasan penggajian Pegawai Negeri Sipil menuju
terwujudnya tingkat kehidupan yang layak bagi kehidupan Pegawai Negeri
Sipil beserta keluarganya.
Gaji pegawai dan tunjangan yang melekat pada gaji adalah
penghasilan yang diterima oleh PNS yang telah diangkat oleh pejabat yang
berwenang dengan surat keputusan sesuai ketentuan yang berlaku.
Pembayaran gaji pegawai tersebut diberikan kepada pegawai setiap awal
bulan sebelum yang bersangkutan melaksanakan tugasnya.
1) Gaji Pokok
42
Gaji pokok adalah landasan dasar dalam menghitung besarnya gaji
seseorang pegawai negeri sipil. Hal ini disebabkan sebagian komponen
perhitungan gaji seperti tunjangan isteri, tunjangan anak, dan tunjangan
perbaikan penghasilan dihitung atas dasar persentase tertentu atau
terkait dengan gaji pokok. Besarnya gaji pokok seseorang pegawai
negeri sipil tergantung atas golongan ruang penggajian yang ditetapkan
untuk pangkat yang dimilikinya. Karena itu pangkat berfungsi pula
sebagai dasar penggajian.
Besaran gaji pokok diberikan kepada pegawai sesuai dengan
besaran yang tercantum dalam surat keputusan pengangkatan, surat
keputusan kenaikan pangkat, surat pemberitahuan kenaikan gaji
berkala, atau surat penetapan lainnya. Besaran gaji pokok terakhir
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 2009 untuk PNS,
Peraturan Pemerintah No. 10 Tahun 2007 untuk Hakim Peradilan
Umum Peradilan Tata Usahaan Negara dan Peradilan Agama.
Kepada seseorang yang diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri
Sipil (CPNS) diberikan gaji pokok sebesar 80% (delapan puluh persen)
dari gaji pokok yang ditentukan untuk golongan/ruang gaji menurut
pangkat yang didudukinya.
2) Tunjangan-tunjangan
Tunjangan-tunjangan yang melekat pada gaji terdiri atas tunjangan
istri/suami, tunjangan anak, tunjangan jabatan struktural/fungsional,
tunjangan yang dipersamakan dengan tunjangan jabatan, tunjangan
43
kompensasi kerja, tunjangan beras, tunjangan khusus PPh, tunjangan
irian jaya/papua, tunjangan pengabdian wilayah terpencil, tunjangan
umum dan tunjangan perbaikan penghasilan.
a) Tunjangan Istri/Suami
Yang dimaksud dengan tunjangan istri/suami adalah tunjangan
yang diberikan kepada pegawai negeri yang beristeri/suami.
Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan tunjangan isteri/suami
adalah :
(1) diberikan untuk 1 (satu) istri/suami pegawai negeri yang sah;
(2) besarnya tunjangan isteri/suami adalah 10 % dari gaji pokok;
(3) tunjangan isteri/suami diberhentikan pada bulan berikutnya
setelah terjadi perceraian atau meninggal dunia;
(4) untuk memperoleh tunjangan isteri/suami harus dibuktikan
dengan surat nikah/akta nikah dari Kantor Urusan Agama atau
Kantor Catatan Sipil.
b) Tunjangan Anak
Yang dimaksud dengan tunjangan anak adalah tunjangan yang
diberikan kepada pegawai negeri yang mempunyai anak (anak
kandung, anak tiri dan anak angkat) dengan ketentuan :
(1) belum melampaui batas usia 21 tahun;
(2) tidak atau belum pernah menikah;
(3) tidak mempunyai penghasilan sendiri; dan
(4) nyata menjadi tanggungan pegawai negeri yang bersangkutan.
44
Ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan tunjangan anak adalah:
(1) diberikan maksimal untuk 2 (dua) orang anak;
(2) dalam hal pegawai negeri pada tanggal 1 Maret 1994 telah
memperoleh tunjangan anak untuk lebih dari 2 (dua) orang anak,
kepadanya tetap diberikan tunjangan anak untuk jumlah menurut
keadaan pada tanggal tersebut. Apabila setelah tanggal tersebut
jumlah anak yang memperoleh tunjangan anak berkurang karena
menjadi dewasa, kawin atau meninggal, pengurangan tersebut
tidak dapat digantikan, kecuali jumlah anak menjadi kurang dari
dua;
(3) besarnya tunjangan anak adalah 2 % per anak dari gaji pokok;
(4) tunjangan anak diberhentikan pada bulan berikutnya setelah tidak
memenuhi ketentuan pemberian tunjangan anak atau meninggal
dunia;
(5) Pegawai wajib melaporkan bahwa anak yang masuk dalam
tanggungan pegawai tersebut telah tidak memenuhi ketentuan
pemberian tunjangan anak atau meninggal dunia;
(6) batas usia anak seperti tersebut diatas dapat diperpanjang dari
usia 21 tahun sampai usia 25 tahun, apabila anak tersebut masih
bersekolah dengan ketentuan sebagai berikut:
45
(a)dapat menunjukan surat pernyataaan dari kepala
sekolah/kursus/ perguruan tinggi bahwa anak tersebut masih
sekolah/kursus/kuliah;
(b) masa pelajaran pada sekolah/kursus/perguruan tinggi tersebut
sekurang-kurangnya satu tahun;
(c) tidak menerima beasiswa.
Untuk memperoleh tunjangan anak harus dibuktikan dengan:
(a) Surat Keterangan Kelahiran Anak dari pejabat yang berwenang
pada Kantor Catatan Sipil/lurah/camat setempat;
(b) Surat Keputusan Pengadilan yang memutuskan/mensahkan
perceraian dimana anak menjadi tanggungan penuh janda/duda
untuk tunjangan anak tiri bagi janda/duda yang bercerai;
(c) Surat Keterangan dari lurah/camat bahwa anak-anak tersebut
adalah perlu tanggungan si janda/duda untuk tunjangan anak tiri
bagi janda/duda yang suami/isterinya meninggal dunia
(d) Surat Keputusan Pengadilan Negeri tentang pengangkatan anak
(hukum adopsi) untuk tunjangan anak bagi anak angkat (apabila
pegawai mengangkat anak lebih dari 1 anak angkat, maka
pembayaran tunjangan anak untuk anak angkat maksimal 1 anak)
Untuk tunjangan anak tiri/anak angkat dibayarkan mulai bulan
diterimanya surat kelahiran oleh satuan kerja/pejabat administrasi
belanja pegawai (pembayaran tunjangan anak tiri/anak angkat tidak
berlaku surut) dengan syarat :
46
(a) ayah yang sebenarnya dari anak tersebut telah meninggal dunia
yang harus dibuktikan dengan surat keterangan dari pamong praja
(serendah-rendahnya camat),
(b) ayah yang sebenarnya dari anak tersebut bukan pegawai negeri
dan tunjangan anak untuk anak-anak itu diberikan kepada
ayahnya yang harus dibuktikan dengan surat keterangan dari
kantor tempat ayahnya bekerja.
(c) anak tersebut tidak lagi menjadi tanggungan ayahnya yang
dibuktikan dengan surat keputusan dari pengadilan negeri bahwa
anak tersebut telah diserahkan sepenuhnya kepada ibu dari anak
tersebut dan disahkan oleh pamong praja (serendah-rendahnya
camat).
c) Tunjangan Jabatan Struktural
Tunjangan Jabatan Struktural adalah tunjangan jabatan yang
diberikan kepada pegawai negeri yang menduduki jabatan struktural
sesuai dengan peraturan perundangan dan ditetapkan dengan surat
keputusan dari pejabat yang berwenang, dengan ketentuan :
(1) besaran tunjangan jabatan struktural dibedakan menurut tingkat
eselon jabatan berdasarkan Peraturan Pemerintah, yang terakhir
diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 26 Tahun 2007 tentang
Tunjangan Jabatan Struktural;
(2) tunjangan jabatan struktural sekaligus menentukan perpanjangan
batas usia pensiun bagi pegawai yang bersangkutan (eselon I
47
dan II sampai dengan usia 60 tahun, khusus jabatan eselon I
tertentu dapat diperpanjang sampai usia 62 tahun);
(3) tunjangan jabatan struktural dibayarkan pada bulan berikutnya
setelah tanggal pelantikan. Apabila pelantikan dilaksanakan
pada tanggal 1 bulan berkenaan atau tanggal berikutnya apabila
tanggal 1 bertepatan pada hari libur maka tunjangan jabatan
struktural dibayarkan pada bulan berkenaan;
(4) pembayaran tunjangan jabatan struktural dihentikan terhitung
mulai bulan berikutnya sejak pegawai negeri yang bersangkutan:
(a) tidak lagi menduduki jabatan struktural;
(b) diberhentikan sementara;
(c) dijatuhi hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980;
(d) sedang menjalani cuti diluar tanggungan negara (kecuali cuti
diluar tanggungan negara karena persalinan);
(e) dijatuhi hukuman penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap;
(f) dibebaskan dari tugas jabatannya selama lebih dari 6 bulan;
Contoh :
Seorang Pegawai Departemen Keuangan Drs. Unang Baskara
NIP.06002134 ditugaskan untuk mengikuti pendidikan
program Magister selama 2 (dua) tahun terhitung mulai
48
tanggal 1 September 2007. Dalam hal demikian, maka mulai
Bulan Oktober 2007 pembayaran tunjangan jabatan struktural
diberhentikan.
(g) sedang menjalani cuti besar.
(5) tunjangan jabatan struktural bagi pegawai negeri yang diangkat
dan dilantik dalam jabatan struktural di luar satuan unit
penggajiannya, maka yang berkewajiban mengajukan
permintaan tunjangan jabatan struktural adalah satuan kerja unit
penggajian instansi dimana PNS tersebut menduduki jabatan
struktural.Contoh :
Seorang PNS BKN bernama Muchdir, SH NIP.260001588
dipekerjakan pada Departemen Dalam Negeri diangkat dan
dilantik dalam jabatan kepala Biro Kepegawaian (eselon IIa).
Dalam hal demikian, gaji Sdr. Muchtar, SH dibayarkan oleh
BKN, sedangkan tunjangan jabatan strukturalnya dibayarkan
oleh Departemen Dalam Negeri.
d) Tunjangan Jabatan Fungsional
Tunjangan jabatan fungsional adalah tunjangan jabatan yang
diberikan kepada pegawai negeri yang menduduki jabatan fungsional
sesuai dengan peraturan perundangan dan ditetapkan dengan surat
keputusan dari pejabat yang berwenang menurut peraturan
perundang-undangan, dengan ketentuan :
49
(1) besaran tunjangan jabatan fungsional dibedakan berdasarkan
Peraturan Presiden;
(2) bagi PNS yang berdasarkan peraturan perundang-undangan dapat
merangkap jabatan fungsional dan struktural, hanya diberikan
satu tunjangan jabatan yang menguntungkan baginya;
(3) tunjangan jabatan fungsional sekaligus menentukan perpanjangan
batas usia pensiun bagi pegawai yang bersangkutan (dapat
diperpanjang sampai dengan usia 58 tahun, 60 tahun, dan 65
tahun);
(4) tunjangan jabatan fungsional dibayarkan pada bulan berikutnya
setelah tanggal melaksanakan tugas. Apabila tanggal
melaksanakan tugas terhitung mulai tanggal 1 bulan berkenaan
atau tanggal berikutnya apabila tanggal 1 bertepatan pada hari
libur maka tunjangan jabatan fungsional dibayarkan pada bulan
berkenaan;
(5) tunjangan jabatan fungsional tidak dapat berlaku surut dari
tanggal penetapan keputusan pengangkatan dalam jabatan
fungsional;
(6) pembayaran tunjangan jabatan fungsional dihentikan terhitung
mulai bulan berikutnya sejak pegawai negeri yang bersangkutan:
(a) tidak lagi menduduki jabatan fungsional
(b) diberhentikan sementara
50
(c) dijatuhi hukuman disiplin berupa pembebasan dari jabatan
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980
(d) sedang menjalani cuti diluar tanggungan negara (kecuali cuti
di luar tanggungan negara karena persalinan anak ke-3)
(e) dijatuhi hukuman penjara atau kurungan berdasarkan putusan
pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap
(f) dibebaskan dari tugas jabatannya selama lebih dari 6 bulan
(dihentikan terhitung mulai bulan ketujuh).
Contoh : Seorang pejabat fungsional untuk mengikuti tugas
belajar mulai tanggal1 Nopember 2008 s.d 30 April 2010.
Pejabat fungsional tersebut dinyatakan bekerja kembali
terhitung mulai tanggal 10 Juli 2010. Dalam hal ini :
tunjangan jabatan fungsional untuk bulan Nopember 2008
s.d April 2009 tetap dibayarkan;
tunjangan jabatan fungsional diberhentikan terhitung
mulai bulan Mei 2009 sampai Juli 2010;
tunjangan jabatan fungsional dibayarkan kembali mulai
bulan Agustus 2010 dan seterusnya, apabila keputusan
pengangkatan kembali dalam jabatan fungsional dan
SPMT kembali telah diterima oleh KPPN
Khusus untuk tunjangan jabatan fungsional dosen biasa yang
mengikuti tugas belajar dalam negeri pada perguruan tinggi yang
51
ditetapkan dalam Keputusan Presiden, tunjangan jabatan
fungsionalnya terhitung mulai bulan ketujuh diganti dengan
tunjangan tugas belajar yang besarnya sama dengan tunjangan
dosen.
(g) sedang menjalani cuti besar.
(7) tunjangan jabatan fungsional dibuktikan dengan surat pernyataan
melaksakan tugas;
(8) untuk kepastian pembayaran tunjangan jabatan fungsional, setiap
awal tahun anggaran pejabat yang berwenang diharuskan membuat
surat pernyataan masih menduduki jabatan;
(9) tunjangan jabatan fungsional bagi pegawai negeri yang
diperbantukan, dibayarkan oleh instansi tempat pegawai negeri
yang bersangkutan bekerja;
(10) tunjangan jabatan fungsional bagi pegawai negeri yang
dipekerjakan tetap dibayarkan oleh instansi induknya.
E. Penelitian Terdahulu
Adapun hasil-hasil sebelumnya dari penelitian-penelitian terdahulu
mengenai topik yang berkaitan dengan penelitian ini dapat dilihat dalam
tabel 2.2 di bawah ini:
52
Tabel 2.2
Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu
No. Peneliti/Judul
Penelitian/Tahun
Metodologi Penelitan Hasil Penelitian
1. Riswan Yudhi
Fahrianta dan
Viani Carolina
(Analisis Efisiensi
Anggaran Belanja
Dinas Pendidikan
Kabupaten
Kapuas, 2012)
Penelitian ini
menggunakan analisis
deskriptif, dimana
untuk mengukur tingkat
efisiensi dengan
membandingkan antara
realisasi belanja dengan
anggaran belanjadinas
pendidikan Kabupaten
Kapuas, dimana
semakin kecil rasio
berarti semakin efisien.
Dilihat dari rasio efisiensi
anggaran belanja, trennya
cenderung menurun dari
tahun ke tahun periode
2008-2012. Dari sudut
efisiensi secara keseluruhan
dapat disimpulkan bahwa
Dinas Pendidikan
Kabupaten Kapuas telah
efisien dalam menggunakan
dan mengelola anggaran
belanja.
2. Yaneka Julastiana
dan I Wayan
Suartana (Analisis
Efisiensi dan
Efiktivitas
Penerimaan
Pendapatan Asli
Daerah
Kabupaten
Klungkung, 2012)
Penelitian ini
menggunakan analisis
kuantitatif dengan cara
menghitung efisiensi
dan efektivitas
pengelolaan pajak dan
retribusi daerah
terhadap penerimaan
PAD Kabupaten
Klungkung. Untuk
menghitung
efisiensinya
menggunakan rasio
efisiensi bopo. Dan
untuk efektivitasnya
menggunakan rasio
efektivitas.
Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa
tingkat efisiensi penerimaan
pajak dan retribusi daerah
Kabupaten Klungkung
tergolong efisien yaitu rata-
rata sebesar 70,97 persen.
Tingkat efektivitas
penerimaan pajak dan
retribusi daerah tergolong
sangat efektif yaitu rata-rata
sebesar 112,36 persen.
3. Ihwan Susila
(Analisis Efisiensi
Lembaga
Keuangan Mikro,
2007)
Pengukuran kinerja
BKD (Badan Kredit
Desa) dalam penelitian
ini menggunakan Data
Envelopment Analysis
(DEA). DEA adalah
Berdasarkan hasil
penelititan dapat
disimpulkan bahwa dari
169 BKD di Kabupaten
Sukoharjo yang tersebar ke
dalam 167 desa, tingkat
53
teknik linear
programming untuk
mengukur bagaimana
sebuah decision making
unit (DMU, dalam
penelitian ini BUMD)
beroperasi secara relatif
dibandingkan dengan
BUMD lain dalam
sampel yang digunakan
(Yudistira, 2003).
kinerja 73 Unit BKD
(43,20%) sudah efisien dan
96 Unit BKD lainnya
(56,80%) belum efisien.
Sedangkan berdasarkan
kinerja keuangan BKD,
diperoleh 21 BKD
(12,43%) yang sudah
efisien dan sisanya 148
Unit BKD (87,57%)
lainnya tidak efisien.
4. Dian Merini
(Analisis Efisiensi
Pengeluaran
Pemerintah
Sektor Publik di
Kawasan Asia
Tenggara:
Aplikasi Data
Envelopment
Analysis, 2013)
Menggunakan metode
DEA, penelitian ini
menganalisis teknik
efisiensi pengeluaran
pemerintah sektor
publik yang terdiri dari
sektor kesehatan,
pendidikan dan
infrastruktur di kawasan
Asia Tenggara.
Hasil analisis DEA pada
penelitian ini menunjukkan
tingkat efisiensi
pengeluaran sektor publik
yang bervariasi di kawasan
Asia Tenggara, dimana
Singapura menjadi negara
dengan tingkat efisiensi
paling tinggi di ketiga
sektor dan di urutan
terbawah ialah Malaysia.
5. Yanitra Ega
Pamula (Efisiensi
Sektor Publik
Pendekatan Data
Envelopment
Analysis
Indonesia 2001-
2008, 2012)
Penelitian ini
menganalisis kinerja
dan efisiensi produksi
relatir sektor publik
antar propinsi dengan
menggunakan
pendekatan Data
Envelopment Analysis
(DEA).
Hasil yang diperoleh
dengan teknik analisis
Kinerja Sektor Publik
menunjukkan bahwa rata-
rata kinerja sektor publik
pada tahun 2008
mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2001.
Sedangkan rata-rata
efisiensi sektor publik
tahun 2008 justru
mengalami peningkatan
dibanding tahun 2001.
6. Dimas Rizal
Hakimudin
(Analisis Efisiensi
Belanja
Kesehatan
Pemerintah
Daerah Di
Propinsi Jawa
Tengah Tahun
Penelitian ini
menganalisis tingkat
efisiensi sektor publik
terutama belanja sektor
kesehatan pemerintah
daerah dengan
menggunakan konsep
efisiensi teknis yang
didasarkan pada teori
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa secara
umum sebagian besar
daerah Kabupaten di
Propinsi Jawa Tengah
masih belum efisien dalam
teknis biaya kesehatan, hal
ini mengindikasikan masih
terjadinya pemborosan
54
2005-2007, 2010) produksi, pengukuran
nilai efisiensi diperoleh
dengan menggunakan
metode analisis Data
Envelopment Analysis
(DEA), dimana dengan
metode DEA nilai
efisiensi yang diperoleh
berupa efisiensi teknis
secara relatif.
dalam penggunaan belanja
kesehatan yang cukup
besar.
7. Lela Dina Pertiwi
(Efisiensi
Pengeluaran
Pemerintah
Daerah Di
Propinsi Jawa
Tengah, 2002)
Penelitian ini mengukur
tingkat efisiensi
pemerintah daerah Jawa
Tengah dalam sektor
pendidikan dan
kesehatan dengan
menggunakan Data
Envelopment Analysis.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Pemda
Salatiga meraih tingkat
efisiensi tertinggi dalam
sektor pendidikan dan juga
sektor kesehatan dengan
perolehan nilai masing-
masing sebesar 100%
Sumber: Data diolah dari berbagai sumber
55
F. Kerangka Pemikiran
Bagan 2.1
Kerangka Pemikiran
Bersambung pada halaman berikutnya
”Analisis Efisiensi Pajak Pada Direktorat Jenderal Pajak
Peiode 2006-2012
Belanja Pegawai
Direktorat Jenderal Pajak
Penerimaan Pajak
Direktorat Jenderal Pajak
Efisiensi Pajak
Rasio Efisiensi BOPO
Metode Analisis
Analisis Deskriptif
56
Bagan 2.1 (lanjutan)
Metode Analisis
Analisis Deskriptif
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan, Implikasi, dan Saran
57
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menggunakan data diantaranya, data pegawai pajak,
data penerimaan pajak dan data belanja pegawai pajak periode 2006-
2012. Dilihat dari dimensi waktu yang digunakan, penelitian ini
termasuk ke dalam kelompok data runtut waktu (time series) dengan
periode penelitian dari tahun 2006-2012. Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisa optimalisasi dan efisiensi pajak apakah terjadi
peningkatan atau penurunan efisiensi pajak pada Direktorat Jenderal
Pajak.
B. Metode Penentuan Sampel
Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan cara purposive
(judgement) sampling, yaitu salah satu teknik pengambilan sampel non
probabilistik yang dilakukan berdasarkan kriteria atau pertimbangan
tertentu (Indriantoro dan Bambang, 2002:120). Kriteria dalam
penentuan sampel yang akan digunakan diantaranya ialah:
1. Seluruh pegawai pajak yang terdaftar di Direktorat Jenderal Pajak
selama periode 2006-2012.
2. Seluruh data penerimaan pajak non migas.
58
3. Data pengeluaran belanja pegawai berupa gaji pokok dan
tunjangan.
C. Metode Pengumpulan data
Penelitian menggunakan data sekunder sebagai data utama. Data
sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh peneliti
secara tidak langsung melalui media perantara (diperoleh dari pihak
lain). Data sekunder umumnya berupa bukti, catatan atau laporan
historis yang telah tersusun dalam arsip (data dokumenter) yang
dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan (Indriantoro dan
Bambang 2002:147).
Selain itu peneliti juga melakukan penelitian kepustakaan dengan
memperoleh data yang berkaitan dengan pembahasan yang sedang
diteliti melalui berbagai literatur seperti buku, jurnal, skripsi maupun
situs dari internet. Ini dikarenakan kepustakaan merupakan bahan
utama dalam penelitian sekunder (Indrianto dan Bambang, 2002:150).
Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yang berupa data
pegawai pajak dari tahun 2006-2012, penerimaan pajak dari tahun
2006-2012, dan belanja pegawai pajak termasuk di dalamnya gaji dan
tunjangan pegawai.
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis
deskriptif untuk memperoleh gambaran atas efisiensi kinerja Direktorat
59
Jenderal Pajak periode 2006-2012. Berdasarkan metode yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif, untuk
menganalisis data yang telah terkumpul, data diolah dengan
menghitung data-data yang berbentuk kuantitatif (angka-angka) dan
dinyatakan dengan kualitatif untuk menginterpretasikan hasil data
perhitungan tersebut serta menyertai dan melengkapi gambaran yang
diperoleh dari analisis data kualitatif dan pada akhirnya akan menarik
kesimpulan dari pengolahan data tersebut (Yulia Anggara Sari 2010).
Langkah-langkah pengolahan data adalah sebagai berikut:
1. Membuat tabel penerimaan pajak periode 2006-2012
2. Menghitung tingkat penerimaan pajak periode 2006-2012 dengan
rumus:
Penerimaan pajak th x – Penerimaan pajak th (x-1)
3. Membuat tabel belanja pegawai pajak yaitu jumlah pengeluaran
untuk gaji dan berbagai tunjangan yang diterima pegawai pajak
periode 2006-2012
4. Membuat tabel jumlah pegawai Dirjen Pajak periode 2006-2012
5. Menghitung tarif pegawai pajak dengan rumus:
Jumlah pegawai
x 100 %
Jumlah pengeluaran belanja pegawai
6. Menghitung tingkat efisiensi pajak dengan dengan menggunakan
rasio efisiensi bopo dengan rumus:
60
Beban operasional
x 100 %
Pendapatan operasional
Dengan kategori efisiensi sebagai berikut:
Tabel 3.1
Rasio Efisiensi
Rasio Nilai Kategori
< 0,50
0,50 – 0,65
0,65 – 0,85
0,85 – 1,00
> 1,00
5
4
3
2
1
Sangat Baik
Baik
Cukup
Kurang
Rendah
Sumber : Surat Edaran Bank Indonesia No.3/30/DPNP
E. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Untuk menghitung efisiensi penelitian ini menggunakan 3 variabel
yaitu penerimaan pajak, belanja pegawai dan tarif pegawai. Variabel
operasional yang digunakan diuraikan sebagai berikut:
1. Variabel Independen
a. Penerimaan pajak
Variabel independen dalam penelitian ini adalah penerimaan
pajak. Variabel ini diukur dengan menjumlahkan seluruh
penerimaan pajak non migas.
Penerimaan pajak = Pph + Ppn & PpnBM + PBB + BPHTB +
Pajak ekspor + Pajak lainnya
61
b. Belanja pegawai
Perhitungan belanja pegawai didapat dengan menjumlahkan
gaji dan tunjangan pegawai pajak.
Belanja pegawai pajak = Gaji + tunjangan pegawai pajak
2. Variabel dependen
a. Efisiensi
Efisiensi hanya dapat dievaluasi dengan penilaian-penilaian
relatif, membandingkan antara masukan dan keluaran yang
diterima (Agus Wibisono 2010). Variabel dependen efisiensi
merupakan variabel terikat yang dapat diukur dengan
membandingakan beban belanja pegawai pajak dengan
penerimaan pajak, sebagai berikut:
Efisiensi = Beban Operasional th x X 100%
Pendapatan Operasional th x
62
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) ialah departemen direktorat jenderal
yang berada di bawah naungan Kementrian Keuangan Indonesia, bertugas
merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi di bidang
perpajakan. Direktorat Jenderal Pajak ( DJP ) terdiri dari beberapa unit
kerja, yaitu kantor wilayah DJP, kantor pelayanan pajak ( DPP ) dan
kantor pelayanan, penyuluhan dan konsultasi perpajakan ( KP2KP ).
Pada awalnya DJP adalah perpaduan dari beberapa unit organisasi,
yaitu Jawatan Pajak, Jawatan Lelang, Jawatan Akuntan Pajak dan Jawatan
Hasil Bumi (Direktorat Iuran Pembangunan Daerah pada Ditjen Moneter ).
Setiap unit kerja memiliki tugas dan tanggung jawab masing- masing.
Jawatan Pajak bertugas melaksanakan pajak berdasarkan Undang
Undang dan memeriksa kas pemerintah. Jawatan Lelang bertanggung
jawab terhadap pelelangan barang hasil sitaan untuk pelunasan piutang
pajak negara. Jawatan Akuntan Pajak bertugas membantu jawatan pajak
dalam hal pelaksanaan pemeriksaan pajak terhadap pembukuan Wajib
Pajak Badan, sedangkan Jawatan Pajak Hasil Bumi bertugas melakukan
pungutan hasil bumi dan pajak atas tanah.
63
Fungsi Direktorat Jenderal Pajak antara lain:
Menyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang
perpajakan.
Melaksanaan kebijakan di bidang perpajakan.
Merumuskan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di
bidang perpajakan.
Memberikan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perpajakan.
Melaksanaan administrasi direktorat jenderal.
Populasi yang digunakan dalam objek penelitian ini adalah seluruh
karyawan pajak yang terdaftar dalam kantor Direktorat Jenderal Pajak.
Sedangkan data sekunder berupa data penerimaan pajak dan belanja
pegawai Direktorat Jenderal Pajak periode 2006-2012. Data penelitian
diperoleh dari annual report tahun 2006 hingga 2012 dan juga diperoleh
melalui website www.google.com, www.bps.go.id dan juga situs resmi
DJP yaitu www.pajak.go.id.
B. Hasil Analisis dan Pembahasan
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang kinerja pajak dari
tahun 2006 sampai dengan 2012. Penilaian kinerja yang akan diuraikan
meliputi: tingkat penerimaan pajak, tingkat belanja pegawai, tarif pegawai,
dan rasio efisiensi.
1. Tingkat Penerimaan Pajak
Untuk Penerimaan Pajak dari tahun 2006 sampai dengan 2012
mengalami fluktuasi dimana dari tahun 2006 sampai 2008 mengalami
64
kenaikan, sedangkan pada tahun 2009 penerimaan pajak mengalami
penurunan sebesar Rp.39.587 triliun. Kemudian pada tahun 2010
sampai 2012 kembali mengalami kenaikan dengan masing-masing
total penerimaan sebesar Rp.637.124, Rp.789.109 triliun dan
Rp.908.232 triliun. Dari data yang ada dapat diketahui bahwa jenis
penerimaan pajak yang secara konstan menyumbang pendapatan pajak
paling besar berasal dari penerimaan PPh, lalu disusul oleh PPn dan
PPnBM. Kemudian PBB, pajak ekspor dan pajak lainnya dengan
angka yang tidak terlalu signifikan dan terakhir adalah BPHTB yang
menyumbang pendapatan pajak hanya sampai pada tahun 2010
kemudian pada tahun 2011 penerimaannya dialihkan ke pajak daerah.
Penurunan penerimaan di tahun 2009 disebabkan oleh banyak
faktor. Faktor pertama ialah menurunnya penerimaan pajak di tahun
2009 di sektor PPn&PPnBM dan sektor pajak ekspor masing masing
sebesar Rp. 16.580 triliun dan Rp. 13.013 triliun. Sedangkan faktor
lainnya adalah bergantinya Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution
(2006-2009) digantikan oleh Mochammad Tjiptardjo (2009-2011).
Masa transisi ini memengaruhi kondisi internal Direktorat Jenderal
Pajak, terutama dalam hal kebijakan-kebijakan perpajakan. Sehingga
sedikit berdampak pada menurunnya penerimaan pajak di tahun
tersebut.
65
Tabel 4.1
Penerimaan Pajak tahun 2006-2012
(dalam triliun rupiah)
Sumber:BPS, Realisasi Penerimaan Negara, www.bps.go.id 25/03/2013
Namun jika dilihat secara keseluruhan, tren penerimaan pajak dari
tahun 2006-2012 mengalami tren kenaikan. Tren penerimaan pajak
yang terus meningkat ini terkait usaha Dirjen pajak yang memang
sedang berupaya meningkatkan penerimaan pajak. Peningkatan
penerimaan pajak dari berbagai sektor dapat diupayakan dengan
meningkatkan tarif pajaknya. Untuk mengoptimalkan penerimaan
pajak Dirjen pajak dapat menaikkan tarif pajak dimana sektor tersebut
memiliki potensi yang cukup baik.
Jenis
Penerimaan
Pajak
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
PPh 208.833 238.430 327.498 317.615 357.045 431.977 513.650
PPN & PPn
BM
123.035 154.526 209.647 193.067 230.605
298.441 336.057
PBB 20.858 23.723 25.354 24.270 28.581 29.058 29.687
BPHTB 3.184 5.953 5.573 6.465 8.026 - -
Pajak
Ekspor
1.091 4.237 13.578 565 8.898 25.439 23.206
Pajak
lainnya
2.287 2.737 3.035 3.116 3.969 4.194 5.632
Total
Penerimaan
Pajak
359.288 429.606 584.685 545.098 637.124 789.109 908.232
66
Grafik 4.1
Penerimaan Pajak Periode 2006-2012
(dalam triliun rupiah)
Sumber : BPS, Realisasi Penerimaan Pajak Negara, www.bps.go.id
25/03/2013
Meningkatnya target penerimaan yang dibebankan pemerintah
kepada Dirjen pajak setiap tahunnya akibat dari penambahan jumlah
wajib pajak baik wajib pajak perseorangan maupun wajib pajak badan
di tiap-tiap tahunnya. Dan untuk mengetahui tingkat penerimaan
pajak per tahunnya dapat dilihat di tabel bawah.
Rumus : penerimaan pajak (tahun x) – penerimaan pajak (tahun x-1)
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
900.000
1.000.000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
PPh
PPn & PPnBM
PBB
BPHTB
Pajak Ekspor
Pajak lainnya
Total Penerimaan Pajak
67
Tabel 4.2
Tingkat Penerimaan Pajak Per Tahun
Tahun Penerimaan pajak th x-
penerimaan pajak th x-1
Tingkat
penerimaan pajak
2006 359.288.000.000.000 -
2007 429.606.000.000.000-
359.288.000.000.000
70.318.000.000.000
2008 584.685.000.000.000-
429.606.000.000.000
155.079.000.000.000
2009 545.098.000.000.000-
584.685.000.000.000
-39.587.000.000.000
2010 637.124.000.000.000-
545.098.000.000.000
92.026.000.000.000
2011 789.109.000.000.000-
637.124.000.000.000
151.985.000.000.000
2012 908.232.000.000.000-
789.109.000.000.000
119.123.000.000.000
Sumber : Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pajak 2006-2012
(data diolah)
Data diatas menunjukkan pada tingkat penerimaan dari tahun 2006
ke tahun 2007 naik sebesar Rp.70.318.000.000.000. Lalu pada tahun
2007 ke tahun 2008, penerimaan pajak DJP mengalami kenaikan
sebesar Rp.155.079.000.000.000. Kemudian tahun selanjutnya dari
tahun 2008 ke tahun 2009 terjadi penurunan penerimaan yaitu sebesar
Rp.39.587.000.000.000. Ditahun 2010 penerimaan mengalami
kenaikan positif dari tahun sebelumnya yaitu sebesar
Rp.92.026.000.000.000. Tingkat penerimaan kembali mengalami
kenaikan didua tahun terakhir penelitian yaitu 2011 dan 2012 masing-
68
masing sebesar Rp.151.985.000.000.000 dan
Rp.119.123.000.000.000.
Grafik 4.2
Tingkat Penerimaan Pajak 2006-2012
(dalam triliun rupiah)
Sumber : Data Sekunder Diolah
Hal ini menunjukkan walaupun sempat mengalami penurunan
tingkat penerimaan di tahun 2009, tetapi kinerja penerimaan pajak
secara keseluruhan dapat dikatakan mengalami peningkatan setiap
tahunnya. Faktor yang memicu penurunan tingkat penerimaan pajak
sangat beragam. Mulai dari kondisi ekonomi nasional yang sedang
lesu, kurangnya pegawai pajak yang mengakibatkan tidak efektifnya
produktifitas Dirjen Pajak, pergantian kepemimpinan direktorat
-50.000
0
50.000
100.000
150.000
200.000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Tingkat Penerimaan
Tingkat Penerimaan
69
sampai masalah ekonomi global yang secara tidak langsung
memberikan efek domino terhadap perekonomian nasional.
2. Jumlah Pegawai dan Tingkat Pengeluaran Belanja Pegawai
Berdasarkan annual report Direktorat Jenderal Pajak dari tahun
2006 sampai dengan akhir 2012 tercatat jumlah total pegawai DJP
sebanyak 31.316 orang. Jumlah tersebut memang tidak meningkat
secara signifikan jika dilihat secara akumulatif. Selama periode
tersebut yaitu tahun 2006 sampai tahun 2012 banyak lulusan yang
telah direkrut menjadi pegawai baru Dirjen Pajak dan tak sedikit juga
pegawai-pegawai lama di Dirjen Pajak yang telah memasuki masa
akhir jabatannya.
Dirjen Pajak menyatakan keinginannya untuk menambah pegawai
dan aparatur pajak baru. Namun agaknya niat itu masih terhalang oleh
Kementerian Pendayagunaan dan Aparatur Negara (Kemenpan) dan
Reformasi Birokrasi. Menurut Dirjen Pajak, produktivitas sumber
daya manusia Dirjen Pajak terus meningkat setiap tahunnya. Sehingga
jika ingin menaikkan penerimaan pajak harus diimbangi juga dengan
jumlah pegawai dan aparaturnya. Walaupun itu berarti menambah
anggaran untuk pos pengeluaran belanja pegawai secara keseluruhan.
70
Tabel 4.3
Total Pegawai Pajak dan Belanja Pegawai
Tahun 2006-2012
Sumber : Laporan Tahunan Direktorat Jenderal Pajak 2006-2012 30/03/13
Untuk mengisi kebutuhan SDM setiap tahunnya Direktorat
Jenderal Pajak merekrut sekitar 1000-2000 orang untuk dijadikan
pegawai baru. Terdiri dari lulusan Strata 1 (S1), program diploma III
(DIII), diploma II (DII), diploma I (DI), dan Sekolah Menengah Atas
(SMA). Menurut catatan DJP dalam beberapa tahun terakhir DJP
mencatat jumlah pegawai pajak mengalami tren penurunan. Sementara
itu kondisi penerimaan pajak justru berbanding terbalik dengan
pegawai pajak yang makin sedikit. Jika dilihat jumlah pegawai pajak
yang terus turun, dikarenakan pegawai pajak yang keluar atau pensiun
lebih banyak dari yang masuk. Padahal penambahan pegawai baru
sangat dibutuhkan untuk menunjang penerimaan pajak yang terus
meningkat.
Tahun Jumlah Pegawai Jumlah Belanja Pegawai
2006 31.110 997.170.000.000
2007 31.229 1.063.500.000.000
2008 31.312 1.185.671.000.000
2009 31.824 1.320.143.000.000
2010 32.741 1.455.814.000.000
2011 31.736 1.486.986.000.000
2012 31.316 1.510.210.000.000
71
Untuk mengetahui tingkat pengeluaran belanja pegawai digunakan
rumus sebagai berikut:
Rumus : belanja pegawai (tahun x) – belanja pegawai (tahun x-1)
Tabel 4.4
Tingkat Pengeluaran Belanja Pegawai Per Tahun
Tahun Belanja Pegawai th x- Belanja
Pegawai th x-1
Tingkat Belanja
Pegawai
2006 997.170.000.000 -
2007 1.063.500.000.000-
997.170.000.000
66.330.000.000
2008 1.185.671.000.000-
1.063.500.000.000
122.171.000.000
2009 1.320.143.000.000-
1.185.671.000.000
134.472.000.000
2010 1.455.814.000.000-
1.320.143.000.000
135.671.000.000
2011 1.486.986.000.000-
1.455.814.000.000
31.172.000.000
2012 1.510.210.000.000-
1.486.986.000.000
23.224.000.000
Sumber : Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Pajak 2006-2012
(data diolah)
Pengeluaran belanja pegawai tahun 2006 adalah sebesar Rp.
997.170.000.000,- . Sedangkan pada tahun 2007 besar pengeluaran
belanja pegawai sebesar Rp. 1.063.500.000.000 atau meningkat
sebesar Rp. 66.330.000.000. Untuk tahun 2008 pengeluaran belanja
pegawai yang terjadi adalah sebesar Rp. 1.185.671.000.000 atau
72
meningkat sebesar Rp. 122.171.000.000. Ditahun ini peningkatan
jumlah belanja pegawai cukup signifikan mengingat tahun 2008 telah
diberlakukan kebijakan remunerasi bagi pegawai di bawah naungan
Kemenkeu, termasuk di dalamnya pegawai DJP. Sedangkan di tahun
2009, pengeluaran belanja pegawai adalah sebesar Rp.
1.320.143.000.000. Untuk tahun 2010 dan 2011 pengeluaran belanja
pegawai masing-masing sebesar Rp. 1.455.814.000.000 dan Rp.
1.486.986.000.000. Pengeluaran belanja pegawai di tahun terakhir
yaitu tahun 2012 adalah sebesar Rp.1.510.210.000.000.
Berdasarkan tabel di atas dapat dinyatakan bahwa pengeluaran
belanja pegawai pajak yang terealisasi per tahunnya cenderung
meningkat secara fluktuatif. Kenaikan tingkat belanja pegawai setelah
adanya remunerasi ditahun 2008 sebesar Rp.122.171.000.000 terlihat
cukup signifikan namun untuk tahun-tahun selanjutnya rata-rata
tingkat kenaikan pengeluaran belanja pegawai mengalami kenaikan
yang konstan.
3. Tarif Per Pegawai
Tarif per pegawai menjelaskan gambaran mengenai gaji dan
tunjangan yang diterima pegawai selama kurun waktu tertentu.
Rumus : Jumlah belanja pegawai
Jumlah pegawai
73
Tabel 4.5
Tarif Per Pegawai
Tahun Jumlah belanja pegawai/
jumlah pegawai
Tarif pegawai per
tahun
2006 997.170.000.000/31.110 32.053.037,6
2007 1.063.500.000.000/31.229 34.054.884,9
2008 1.185.671.000.000/31.312 37.866.345,2
2009 1.320.143.000.000/31.824 41.482.623,2
2010 1.455.814.000.000/32.741 44.464.555,1
2011 1.486.986.000.000/31.736 46.854.865,1
2012 1.510.210.000.000/31.316 48.224.869,1
Sumber : Data Sekunder diolah
Dari tabel diatas diketahui bahwa sepanjang tahun penelitian dari
tahun 2006 sampai dengan 2012 tarif pegawai per tahunnya
mengalami tren peningkatan. Di tahun 2008 yaitu tahun dimana para
pegawai Kemenkeu termasuk pegawai Direktorat Jenderal Pajak
menerima remunerasi tidak terlihat kenaikan signifikan dibandingkan
tahun-tahun lainnya.
Kenaikan tarif pegawai Direktorat Jenderal Pajak pertahunnya
berkisar antara Rp.2.000.000-4.000.000. Kenaikan tarif tertinggi
selama tahun penelitian yaitu pada tahun 2009. Kenaikan tarif
terendah yaitu berkisar Rp.2.000.000 ada di tahun 2011 dan 2012.
74
Grafik 4.3
Tingkat Tarif Pegawai
2006-2012
Sumber : data sekunder diolah
Jika dilihat secara keseluruhan tarif pegawai meningkat setiap
tahunnya disebabkan oleh banyak tunjangan-tunjangan yang diterima
pegawai pajak dibandingkan dengan pegawai negeri sipil lainnya. Tak
dipungkiri penghasilan yang diterima pegawai Dirjen Pajak jauh
melampaui rata-rata gaji yang diterima PNS Kementerian lain. Bahkan
di lingkungan Kemenkeu sendiri pendapatan yang diterima para
pegawai DJP masih lebih besar dibanding Direktorat lain.
Semua itu tidak terlepas dari adanya tunjangan tambahan yang
disebut TKT (Tunjangan Kegiatan Tambahan) di Direktorat Jenderal
Pajak. Salah satu pertimbangan pemberian tunjangan tambahan tersebut
adalah dalam rangka meningkatkan produktivitas, gairah kerja dan
0
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
25.000.000
30.000.000
35.000.000
40.000.000
45.000.000
50.000.000
2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Tarif pegawai
Tarif pegawai
75
profesionalisme serta disiplin pegawai yang mengemban tugas untuk
meningkatkan dan mengamankan penerimaan negara.
4. Rasio Efisiensi Biaya Operasi Terhadap Pendapatan Operasi
(BoPo)
Rasio biaya operasi terhadap pendapatan operasi ini digunakan
untuk mengukur tingkat efisiensi dalam penggunaan sumber dana
untuk menjalankan kegiatan operasi perusahaan publik maupun
swasta.
Rumus = biaya operasi
pendapatan operasi x 100%
Tabel 4.6
Rasio Biaya Operasi Terhadap Pendapatan Operasi
Tahun Biaya Operasi /
Pendapatan Operasi
Rasio Biaya Operasi
Terhadap
Pendapatan Operasi
Nilai Kategori
2006 997.170.000.000/
359.288.000.000.000
0,0027% 0,27 5 (Sangat
baik)
2007 1.063.500.000.000/
429.606.000.000.000
0,0024% 0,24 5 (Sangat
baik)
2008 1.185.671.000.000/
584.685.000.000.000
0,0020% 0,20 5 (Sangat
baik)
2009 1.320.143.000.000/
545.098.000.000.000
0,0024% 0,24 5 (Sangat
baik)
2010 1.455.814.000.000/
637.124.000.000.000
0,0022% 0,22 5 (Sangat
baik)
76
2011 1.486.986.000.000/
789.109.000.000.000
0,0018% 0,18 5 (Sangat
baik)
2012 1.510.210.000.000/
908.232.000.000.000
0,0016% 0,16 5 (Sangat
Baik)
Rata-
rata
0,21 5 (Sangat
baik)
Sumber : Data Sekunder diolah
Berdasarkan tabel diatas dapat dinyatakan bahwa rasio biaya
operasional terhadap pendapatan operasional Direktorat Jenderal
Pajak menunjukkan kinerja dengan kriteria efisiensi yang sangat baik
dengan angka tertinggi yaitu angka 5. Dari tahun 2006 hingga tahun
2012 menunjukkan bahwa rasio beban operasional dan pendapatan
operasional mengalami tren yang konstan.
Stabilnya tingkat efisiensi pajak selama tahun 2006-2012 adalah
akibat dari sisi penerimaan pajak mengalami kenaikan namun jumlah
pegawai pajak justru cenderung konstan. Hal ini mengakibatkan
optimalnya efisiensi pajak karena penerimaan pajak lebih besar
dibandingkan dengan beban operasionalnya.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mengutarakan keinginan
menambah pegawai 5.000 per tahun didukung sejumlah alasan.
Dikarenakan periode 2006-2012, realisasi penerimaan pajak naik dua
kali lipat. Begitu juga dengan penambahan wajib pajak, dari 15 juta
pada tahun 2009 menjadi 24,8 juta pada 2012. Sedangkan pegawai
77
DJP pada 2006 berjumlah 30.196 dan menjadi 31.408 pada 2012. Atau
turun jika dibandingkan pada 2011 sebanyak 31.733 pegawai.
Alasan lain, karena setiap tahun target yang dibebankan pada DJP
terus meningkat namun anggaran yang disediakan bagi DJP periode
2009-2012 menurun. Pada 2009, anggaran DJP Rp5,3 triliun turun
menjadi Rp4,9 triliun dalam APBN-P 2013 ini. Sementara, target
penerimaan pajak terus dinaikkan.
Apabila dibandingkan dengan target penerimaan pajak, maka cost
collection ratio Indonesia rendah yaitu 0,49 persen atau secara
sederhana dapat dikatakan setiap 100 rupiah uang pajak yang
dihimpun, hanya membutuhkan biaya 0,49 rupiah. Bandingkan
dengan Jepang yang tax cost collection ratio-nya 1,4 persen atau
setiap 100 yen pajak yang dikumpulkan dibutuhkan biaya 1,4 yen.
Juga, kriteria yang ditetapakan standar Internasional yaitu tax
collection ratio. Sehingga, berdasarkan rujukan rasio tersebut, masih
dimungkinkan untuk menambah biaya DJP hingga dua kali lipat dari
sekarang atau kalau dikonversi ke jumlah pegawai masih
dimungkinkan untuk menambah pegawai DJP.
Keinginan juga dilandasi perbandingan antara jumlah pegawai dan
jumlah penduduk. Di Indonesia, setiap satu pegawai pajak harus
melayani sekitar 7.500 penduduk. Di Negara Australia, setiap satu
78
pegawai pajaknya hanya melayani 1.000 penduduk. Di Jerman, setiap
satu pegawai pajak hanya melayani sekitar 700 penduduk. Tentunya,
tambahan pegawai masih memungkinkan dan harus segera
dilaksanakan untuk meningkatkan pelayanan perpajakan.
Pembahasan dan Interpretasi
1) Kinerja Penerimaan Pajak
Berdasarkan hasil analisis untuk realisasi penerimaan pajak dari
tahun 2006 sampai dengan tahun 2012 dan tingkat penerimaan pajak
dari tahun 2006 sampai tahun 2012 bahwa penerimaan pajak
mengalami tren kenaikan. Terlihat pada tahun 2006 sampai 2008
realisasi penerimaan pajak hampir mencapai target yang ditetapkan
pemerintah dalam APBN, sedangkan untuk tahun 2009 realisasi
penerimaan pajak sempat mengalami penurunan yang melesat jauh
dari target. Pada tahun 2010, 2011 dan 2012 realisasi penerimaan
kembali mengalami kenaikan yang cukup signifikan walaupun masih
dibawah target yang ditetapkan pemerintah dalam APBN.
Dengan diberlakukannya UU No 28 tahun 2009 tentang pajak
daerah dan retribusi daerah (UUPDRB), BPHTB mulai tahun 2011
dialihkan ke pajak penerimaan daerah. Dengan kata lain mengurangi
pendapatan pajak yang masuk ke Negara, namun nampaknya hal
tersebut tidak terlalu mempengaruhi penerimaan pajak ditahun 2011
secara keseluruhan. Dikarenakan pajak lain seperti Pph, PPn &
79
PPnBM dan pajak ekspor mampu menutupi dan menyeimbangkan
kekurangan dari pajak lainnya di tahun tersebut.
Berdasarkan catatan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
penerimaan pajak yang dikelola oleh DJP sangat mendominasi
penerimaan negara. Namun, jika dilihat dari penerimaan pajak selama
periode tahun-tahun terakhir, realisasi penerimaan pajak tidak
mencapai target hanya berkisar 93% - 97% dari target APBN.
Berdasarkan pemeriksaan BPK, hal tersebut disebabkan karena
pemerintah belum mengimplementasikan pasal 35A UU No 28 Tahun
2007 tentang Ketentuan Umum Tata Cara Perpajakan (KUP). Jika
DJP mengimplementasikan secara efektif maka diharapkan dapat
mewujudkan pusat data pajak mengoptimalkan peningkatan
penerimaan pajak. Capaian target penerimaan pajak yang tidak sesuai
dengan APBN tentunya menjadi catatan penting bagi Direktorat
Jenderal Pajak. Beberapa tahun anggaran, DJP tak mampu memenuhi
capaian target penerimaan negara sektor pajak.
Mengingat semakin meningkatnya target penerimaan sektor pajak
dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN), yakni
mencapai kisaran Rp.1.000 triliun, DJP harus menyiapkan beberapa
strategi guna memaksimalkan penerimaan pajak tahun depan.
Setidaknya ada enam strategi yang sudah siap dijalankan oleh DJP
agar target penerimaan pajak tahun selanjutnya dapat tercapai.
80
Pertama, melakukan penyempurnaan sistem administrasi
perpajakan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, langkah awal
yang harus dilakukan ialah menyempurnakan pelaporan Surat
Pemberitahuan (SPT) dengan menggunakan internet atau dikenal
dengan e-filling.
Kedua, melakukan ekstensifikasi WP Orang Pribadi
berpendapatan tinggi dan menengah. Kegiatan ekstensifikasi yang
dilakukan akan lebih fokus kepada orang pribadi yang memiliki
potensi untuk membayar pajak, sehingga kontribusi dominan
penerimaan pajak bergeser secara bertahap dari WP Badan ke WP
Pribadi.
Ketiga, DJP harus melakukan perluasan basis pajak termasuk
sektor-sektor yang selama ini tidak terlalu banyak digali potensinya.
Sektor-sektor yang dimaksud diantaranya sektor perdagangan (Usaha
Kecil dan Menengah) yang memiliki tempat usaha di pusat-pusat
perbelanjaan dan sektor properti.
Keempat, melakukan optimalisasi pemanfaatan data dan
informasi berkaitan dengan perpajakan dari institusi lain.
Kelima, DJP juga akan melakukan penguatan hukum bagi para
penghindar pajak. Guna memberi rasa keadilan, maka bagi WP yang
tidak menjalani kewajiban perpajakan dengan benar akan dilakukan
penegakan hukum mulai dari pemeriksaan, penyidikan dan penagihan.
81
Keenam, DJP akan melakukan penyempurnaan peraturan
perpajakan untuk lebih memberikan kepastian hukum dan perlakuan
yang adil serta wajar. Dengan adanya program kerja tersebut, kinerja
DJP ke depan akan semakin terarah, fokus dan berorientasi hasil.
Diharapkan, target penerimaan pajak tahun selanjutnya akan tercapai.
Dilihat dari tingkat penerimaan pajak secara keseluruhan
penerimaan pajak mengalami kenaikan yang sebagian besar hampir
mencapai target yang telah ditetapkan dalam APBN. Hal ini didukung
oleh penelitian ditahun 2005 sampai dengan 2011 yang dilakukan oleh
Julastiana dan Suartana yang menunjukkan tingkat efisiensi
penerimaan pajak dan retribusi daerah Kabupaten Klungkung
tergolong efisien yaitu rata-rata sebesar 70,97 persen. dan Tingkat
efektivitas penerimaan pajak dan retribusi daerah tergolong sangat
efektif yaitu rata-rata sebesar 112,36 persen.
Berdasarkan hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa realisasi
penerimaan pajak DJP dari tahun 2006-2012 hampir mencapai target
penerimaan pajak dalam APBN. Walaupun dalam periode tersebut,
Indonesia dibayang-bayangi oleh krisis ekonomi global yang belum
pulih akibat kebijakan tapering off oleh Bank Sentral AS, namun hal
itu nampaknya tidak memengaruhi kinerja Direktorat Jenderal Pajak
dalam menjalankan tugasnya.
82
2) Jumlah Pegawai
Tahun 2006 jumlah pegawai DJP hanya berjumlah 30.565 orang
yang tersebar diseluruh wilayah kerja DJP di Indonesia. Namun
ditahun 2011 pegawai DJP sudah bertambah sebanyak 2406 orang
menjadi 32.971 pegawai. Namun hal ini dirasa masih kurang
dibandingkan dengan penerimaan yang terus meningkat setiap
tahunnya.
Direktorat Jenderal Pajak agaknya harus menambah pegawainya.
Alasannya karena pada periode 2006-2012 realisasi penerimaan pajak
dan target yang dibebankan kepada DJP terus meningkat. Dengan
adanya tren kenaikan penerimaan yang signifikan maka harus
diimbangi dengan fasilitas yang memadai serta aparat pajak yang
berkompeten.
Alasan lain, karena setiap tahunnya penambahan jumlah Wajib
Pajak yang terdaftar di DJP terus bertambah. Dengan perbandingan
yang sekarang maka dapat dikatakan setiap satu pegawai pajak harus
melayani sekitar ribuan penduduk dengan asumsi penduduk Indonesia
berjumlah 2 juta penduduk. Hal ini tentunya akan menimbulkan
kurangnya pelayanan
Namun demikian DJP tetap selektif dalam menerima calon pegawai
pajak dicerminkan dengan penerimaan pegawai pajak yang hanya
83
diperuntukkan bagi lulusan-lulusan terbaik. Sehingga bagi para calon
pegawainya harus tetap bersaing secara ketat.
3) Tingkat Belanja Pegawai
Berdasarkan hasil analisis, pengeluaran belanja pegawai dari tahun
2006 sampai dengan 2012 mengalami tren yang cenderung meningkat.
Hal ini dibarengi dengan penambahan jumlah pegawai tiap tahunnya.
Namun pertambahan atau tingkat belanja pegawai per tahun tidak
selalu sama atau mengalami fluktuasi. Dimulai dari peningkatan di
tahun 2007 senilai Rp.66.330.000.000, sedangkan peningkatan untuk
tahun 2008 dan 2009 masing-masing hanya sebesar Rp.36.171.000.000
dan Rp.15.472.000.000. Sedangkan untuk tahun 2010 dan 2011 sudah
mengalami kestabilan yaitu sebesar Rp.111.671.000.000 dan
Rp.127.172.000.000.
Hal ini dikarenakan setiap tahunnya jumlah tunjangan yang
dikeluarkan untuk pegawai pajak pasti berubah-ubah sehingga
mempengaruhi pos belanja pegawai. Dan adanya pengurangan jumlah
pegawai seperti pegawai yang meninggal dunia dan telah memasuki
masa pensiun. Sehingga berpengaruh terhadap jumlah pegawai secara
keseluruhan.
4) Tarif pegawai
84
Berdasarkan hasil penelitian dari tahun 2006 sampai dengan tahun
2012, tarif pegawai mengalami kenaikan setiap tahunnya. Dengan
membagi jumlah belanja pegawai dengan jumlah pegawai pertahun
didapat bahwa tahun 2006 gaji beserta tunjangan yang diterima
pegawai pajak per orang adalah sebesar Rp. 32.053.037. Hingga tahun
2012 gaji beserta tunjangan yang diterima pegawai pajak per orangnya
mencapai Rp.48.224.869. Perlahan namun pasti, tarif pegawai di
Direktorat Jenderal Pajak menunjukkan kenaikan. Angka ini memang
dirasa cukup besar dibandingkan dengan Kementerian lainnya. Namun
nilai ini dirasa sepadan dengan beratnya tugas diemban oleh
Direktorat Jenderal Pajak yang menjadi penopang penerimaan negara
dengan persentase penerimaan paling besar dalam APBN. Direktorat
ini bertugas untuk mengumpulkan penerimaan negara yang jumlahnya
miliaran bahkan triliunan. Jika para pegawai pajak tidak bekerja
dengan benar tentu penerimaan pajak tidak akan terpenuhi bahkan
jauh dari target yang ditetapkan pemerintah dalam APBN. Dengan
didukung gaji dan tunjangan yang nilainya terbilang cukup besar
diharapkan juga dapat mencegah adanya praktek kolusi korupsi dan
nepotisme.
5) Rasio Efisiensi Bopo
Perhitungan efisiensi dilakukan dengan menggunakan rasio biaya
operasional terhadap pendapatan operasional. Semakin tinggi tingkat
85
rasio BOPO maka semakin rendah tingkat efisiensinya. Sebaliknya,
jika semakin rendah tingkat rasio BOPO maka semakin tinggi efisiensi
kinerja yang ditunjukkan.
Hal ini dikemukakan juga dari penelitian yang dilakukan oleh
Fahrianta dan Carolina (2012), dimana tingkat efisiensi anggaran
belanja pendidikan Kabupaten Kapuas menunjukkan hasil dibawah
50%. Ini menunjukkan tingkat efisiensi yang baik.
Berdasarkan hasil analisis efisiensi kinerja dari tahun 2006 sampai
dengan 2012 mempunyai nilai paling tinggi setiap tahunnya yaitu
angka 5 dengan kategori sangat baik. Mulai dari tahun 2006, efisiensi
kinerja pajak memiliki rasio dibawah 0,50% yaitu sebesar 0,29% yang
berarti rasio yang paling tinggi sepanjang tahun analisis. Tahun 2012
dengan nilai 5 kategori sangat baik memiliki rasio biaya operasi
terhadap pendapatan operasi yang paling rendah yaitu 0,15%.
Jika dianalisis, penerimaan pajak selalu jauh lebih besar dengan
nilai yang terus naik dibandingkan dengan belanja pegawai yang
dikeluarkan. Dari awal tahun penelitian hingga tahun akhir penelitian
didapat bahwa jumlah pegawai Dirjen pajak hanya berkisar antara
30.000 orang sampai 32.000 orang. Untuk jangka waktu 7 tahun tentu
kenaikan jumlah pegawai sangat minimal sehingga untuk pos
pengeluaran belanja pegawai pun terbilang rendah. Untuk penerimaan
pajak, pajak yang menyumbang pendapatan terbesar yaitu Pajak
penghasilan yang memang secara konstan memiliki nilai tinggi setiap
86
tahunnya. Walaupun ditahun 2011 pajak Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB) dialihkan kepajak daerah, namun
penerimaan operasional pajak ditahun ini masih lebih besar dari tahun-
tahun sebelumnya.
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang sudah dilakukan
mengenai kinerja pajak dari berbagai pengukuran yaitu tingkat penerimaan
pajak, tingkat efisiensi dan tingkat belanja pegawai dapat disimpulkan
bahwa :
1. Tingkat penerimaan pajak tahun 2006 sampai dengan tahun 2012
tertinggi terjadi pada tahun 2008 dan yang terendah terjadi pada tahun
2009. Walaupun dalam kenyataannya realisasi penerimaan pajak
Dirjen Pajak belum mencapai target yang ditetapkan pemerintah dalam
APBN atau hanya kisaran 93%-97% namun capaian kinerja
penerimaan pajak Dirjen Pajak cukup memuaskan. Faktor utama dari
kenaikan penerimaan pajak ialah semakin bertambahnya jumlah Wajib
Pajak Badan maupun Wajib Pajak Pribadi. Faktor lainnya yaitu
suksesnya sosialisasi yang dilakukan aparat pajak tantang masyarakat
sadar pajak dan taat pajak.
2. Tingkat belanja pegawai pajak dari tahun 2006 sampai dengan tahun
2012 nilai terbesar yang dicapai yaitu pada tahun 2012. Dibandingkan
dengan penerimaan pajak, belanja yang dikeluarkan DJP masih dalam
batas efisien. Belanja pegawai bukan satu-satunya anggaran
88
pengeluaran DJP. Belanja pegawai hanya sepertiga dari total anggaran
pengeluaran DJP. Seperti dua sisi mata uang, pendapatan dan belanja
merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Sehingga
kenaikan belanja pegawai Ditjen Pajak merupakan hal yang wajar
melihat penerimaan pajak yang dihimpun oleh Dirjen Pajak nilainya
sangat tinggi.
3. Jumlah pegawai pajak setiap tahunnya dari tahun 2006 sampai tahun
2012 dapat dikatakan tidak bertambah secara signifikan. Tren pegawai
pajak dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2012 cenderung rata
bahkan menurun. Tahun dengan jumlah pegawai terbanyak dicapai
pada tahun 2011. Sedangkan jumlah pegawai terkecil yaitu pada tahun
2006. Dibandingkan dengan jumlah pegawai yang masuk, jumlah
pegawai yang pensiun atau pun keluar lebih banyak. Tren jumlah
pegawai pajak yang cenderung sama tiap tahunnya sangat tidak
sebanding dengan jumlah penerimaan pajak yang terus meningkat.
4. Tarif pegawai dari tahun 2006 sampai tahun 2012 secara keseluruhan
mengalami peningkatan. Kenaikan tarif pegawai pajak setiap tahunnya
berkisar antara 2-4 juta. Namun kenaikan tarif pegawai dinilai sepadan
dengan kinerja Ditjen Pajak. Hal ini terbukti dengan naiknya
penerimaan pajak negara setiap tahunnya. Kenaikan tarif pegawai
setiap tahun diharapkan memicu semangat kerja para pegawai pajak
agar lebih baik. Dan menghindari adanya tindakan-tindakan yang tidak
diharapkan seperti tindakan penyelewengan dan praktik-praktik KKN.
89
5. Tingkat efisiensi DJP tahun 2006 sampai dengan tahun 2012 memiliki
rasio di bawah 0,50% dengan kategori sangat baik. Ini menunjukkan
perbandingan beban operasi pajak masih jauh lebih kecil terhadap
pendapatan operasinya. Hal ini dikarenakan penerimaan pajak selama
periode 2006-2012 terus meningkat secara drastis namun tidak
diimbangi dengan jumlah pegawai pajak. Dalam hal ini, tingkat
efisiensi DJP masuk dalam kategori sangat baik.
B. Implikasi
Dari penelitian ini diketahui bahwa pengeluaran belanja pegawai
dirasa masih kurang dibandingkan dengan penerimaan pajak yang diterima
pemerintah. Hal ini dikarenakan kurangnya jumlah pegawai dan aparat
pajak yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak, sehingga berpengaruh
terhadap kinerja pegawai pajak. Untuk mengoptimalkan penerimaan pajak
dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai dan juga sumber daya
manusia yang berkompeten. Sehingga dengan adanya sumber daya
manusia yang memadai dan berkompeten diharapkan mampu
meningkatkan penerimaan pajak negara ke depannya. Maka dengan ini
peneliti berharap hasil penelitian ini dapat dijadikan implikasi bagi
berbagai pihak yang diantaranya, yaitu: pemerintah, direktorat jenderal
pajak, pegawai pajak, akademisi, peneliti serta pembaca lainnya.
1. Implikasi bagi pemerintah dan Direktorat Jenderal Pajak untuk
penerimaan pajak yang terjadi penurunan, sebaiknya penerimaan lebih
90
difokuskan kepada pendapatan pajak yang memiliki potensi yang
cukup besar dan diunggulkan, agar penurunan tingkat penerimaan bisa
ditutupi dengan penerimaan pajak dari sektor yang diunggulkan.
2. Untuk pengeluaran belanja pegawai lebih ditingkatkan lagi setiap
tahunnya. Untuk memotivasi para pegawainya, DJP harus
memberikan imbalan yang sesuai dengan kompetensi dan kinerja. Jika
pendapatan pegawai rendah tentu tidak sesuai dengan penerimaan
pajak yang setiap tahunnya meningkat pesat. Namun untuk
mengimbangi belanja pegawai yang tinggi harus tetap dilakukan
pengawasan terhadap kinerja pegawai di DJP.
3. Untuk Pemerintah dan Kementerian terkait agar menambah jumlah
pegawai di Direktorat Jenderal Pajak. Karena untuk mencapai
penerimaan pajak yang optimal, harus diimbangi dengan adanya
sumber daya manusia yang memadai secara kuantitas maupun
kualitas.
C. Saran
Penelitian serupa dimasa mendatang diharapkan dapat menyajikan hasil
penelitian yang lebih berkualitas lagi dikarenakan penelitian ini memiliki
keterbatasan. Untuk penelitian selanjutnya ada beberapa masukan
mengenai hal-hal diantaranya:
1. Diharapkan untuk penelitian selanjutnya agar menggunakan data
dengan sumber yang beragam dan lebih variatif . Dan menggunakan
91
dua jenis sumber data yaitu data primer berupa wawancara dan data
sekunder. Sehingga hasil penelitian yang dilakukan lebih akurat lagi.
2. Pengukuran kinerja pegawai pajak dengan metode kualitatif. Peneliti
selanjutnya diharapkan menggunakan metode penelitian lain selain
yang terdapat dalam penelitian ini, sehingga ada perbedaan dan
perbandingan dalam hal pengukuran.
3. Penelitian selanjutnya diharapkan menggunakan metodologi
pengolahan data. Dan menambah beberapa variabel terkait.
4. Peneliti selanjutnya diharapkan menggunakan data yang lebih update
lagi, agar sesuai dengan permasalahan yang terjadi pada tahun
dilakukannya penelitian.
92
DAFTAR PUSTAKA
Alwi, Syarifudin. “Manajemen Sumber Daya Manusia, Strategi Keunggulan. Kompetitif”.
BPFE, Yogyakarta. 2001
Analisis Efisiensi Belanja Aparatur dalam Struktur Anggaran (APBN/APBD), Direktorat
Aparatur Negara BAPPENAS.
Anwar, Prabu Mangkunegara. “Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia”.
Bandung: Refika Aditama. 2003
Arikunto, S. “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek”. Jakarta: Rineka Cipta. 2002
AR, Mustopadidjaya. “Manajemen Proses Kebijakan Pubik Formulasi, Implementasi dan
Evaluasi Kinerja”. Jakarta: LAW. 1993
Barata, Atep Adya dan Zul Afdi Ardian. “Perpajakan Jilid I”. Bandung: Armico. 1989
Davis, Gordon B. “Kerangka Dasar Sistem Informasi Manajemen Bagian I”. pengantar, Alih
bahasa Andreas S. A. dan Drs. Bob Widyahartono, Jakarta: PT. Pustaka Binatama
Pressindo, Jakarta. 2002
Devano, Sony. “Perpajakan Konsep, Teori, dan Isu”. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group. 2006
Dina Pertiwi, Lela. “Efisiensi Pengeluaran Pemerintah Daerah Di Propinsi Jawa Tengah”,
Fakultas Ekonomi UII, Jurnal Ekonomi Pembangunan, 123-139, Yogyakarta. 2002
Dwiyanto, Agus. “Mewujudkan Good Governance Melayani Publik”. Gadjah Mada
University. Yogyakarta. 2006
Ega Pamula, Yanitra. “Efisiensi Sektor Publik Pendekatan Data Envelopment Analysis
Indonesia 2001-2008”, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro,
Semarang. 2012
Fitriandi, Primandita. “Kompilasi Undang-Undang Perpajakan Terlengkap”. Jakarta:
Salemba Empat. 2005
Gibson, James. “Organisasi dan Manajemen”. Erlangga. Jakarta. 1990
Hamid, Abdul. “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah”. Jakarta. 2007
Harvey, L dan Green, D. “Defining Qualty”. Assesment and Evaluation in higher Education,
18 (1), 9-34. 1994
Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan. “Perpajakan:Teori dan Aplikasi”. Jakarta. PT Raja
Grafindo Persada. 2005
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo. “Metodologi Penelitian Bisnis, Untuk Akuntansi dan
Manajemen”. Yogyakarta: BPFE. 2002
93
Julastiana, Yaneka dan Suartana, I Wayan. “Analisis Efisiensi dan Efektivitas Penerimaan
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Klungkung”, Fakultas Ekonomi Universitas
Udayana, Bali. 2011
Keban, Yeremias T. “Indikator Kinerja Pemda, Pendekatan Manajemen dan Kebijakan”.
Yogyakarta: Fisip UGM. 1995
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 164/KMK.03/2007.
Keputusan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 13 tahun 2006.
Lubis, Irwansyah. “Hukum Pajak Indonesia Suatu Pengantar”, YP2SM, Jakarta, 2006.
Malayu S.P. Hasibuan. “Manajemen Sumber Daya Manusia”. PT Bumi Aksara. Jakarta.
2001
Mardiasmo. “Perpajakan”. Yogyakarta: Andi. 2003
Mardiasmo. “Akuntansi Sektor Publik”. Andi, Yogyakarta. 2002
Martini, Rina. “Remunerasi dan Rasa Keadilan Masyarakat”. Yogyakarta: Topik Utama.
2006
Merini, Dian. “Analisis Efisiensi Pengeluaran Pemerintah Sektor Publik Di Kawasan Asia
Tenggara:Aplikasi Data Envelopment Analysis”, Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Brawijaya, Malang. 2013
Mulyadi. “Akuntansi Biaya”. edisi ke-5. Yogyakarta. 1993.
Mink, Oscar G. “Developing High Performance People: the art of coaching”. USA: Addison
Wesley Publishing Company. 1993
Pasolong, Harbani. “Teori Administrasi Publik”. Bandung: CV Alfabeta. 2007.
Peraturan Pemerintah No.21 tahun 2004 Tentang Penyusunan Rencana Kerja Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga.
Peraturan Pemerintah No.26 tahun 2007 Tentang Tunjangan Jabatan Struktural.
Prawiro Sentono, Suyudi. “Kebijakan Kinerja Karyawan:kiat membangun organisasi
kompetitif menjelang perdaganngan bebas dunia”. BPFE. Yogyakarta.
Resmi, Siti. “Perpajakan Teori dan Kasus”, Salemba Empat, Jakarta. 2009
Rimsky K Judiseno. “Pajak dan Strategi Bisnis”. Gramedia Pustaka Utama. 2002
Rizal Hakimudin, Dimas. “Analisis Efisiensi Belanja Kesehatan Pemerintah Daerah Di
Propinsi Jawa Tengah Tahun 2005-2007”, Fakultas Ekonomi Universitas
Diponegoro, Semarang. 2010
Robbins, Stephen P dan Marry Coulter. “Management”. New Jersey. Prentice Hall
International, Inc. 1989
94
Safri, Nurmantu, “Pengantar Perpajakan”. Jakarta: Granit hal 106. 2005
Sedarmayanti. “Tata Kerja Dan Produktivitas Kerja (Suatu Tinjauan dari Aspek Ergonomo
Atau Kaitan Antara Manusia Dengan Lingkungan Kerja)”, Bandung: CV.Mandar
Maju. 2000
Setiyono, Agus. ”Birokrasi dalam Perspektif Politik dan Administratif”. Semarang. Puskodak
Undip. 2004
Siagian, Sondang P. “Manajemen Sumber Daya Manusia, Kepemimpinan dan Perilaku
Administrasi”, Jakarta: Bumi Aksara. 1994.
Siagian, Sondang P. “Manajemen Sumber Daya Manusia, Teori dan Praktek
Kepemimpinan”, Jakarta: Bumi Aksara. 1996
Steers, M Richard. “Efektivitas Organisasi Perusahaan”. Jakarta: Erlangga. 1985
Sugiyono. “Memahami Penelitian Kualitatif”. Bandung: CV Alfabeta. 2007
Sumitro, Rochmat. “Asas dan Dasar Perpajakan” . Bandung. PT Rafika Aditama. 1998
Suryadi. ”Model Hubungan Kausal Kausal,Pelayanan,Kepatuhan Wajib Pajak dan
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak: Suatu Survei Di Wilayah Jawa
Timur”, Jurnal Keuangan Publik, Vol.6, No.2. 2003
Suryadi. ”Model Hubungan Kausal Kausal,Pelayanan,Kepatuhan Wajib Pajak dan
Pengaruhnya Terhadap Kinerja Penerimaan Pajak: Suatu Survei Di Wilayah Jawa
Timur”, Jurnal Keuangan Publik, Vol.4, No.1, April. 105-121. 2006
Susila, Ihwan. “Analisis Efisiensi Lembaga Keuangan Mikro”, Fakultas Ekonomi Universitas
Muhammadiyah Surakarta, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol, 8, No. 2, Desember.
223-242. 2007
Theresia Woro, Damayanti. “Pelaksanaan Self Assessment System Menurut Persepsi Wajib
Pajak (studi kasus pada wajib pajak Badan Salatiga)”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Vol.X No.1, Maret, PP. 109-128. 2004
Undang-Undang No.8 tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Whittaker, James. “The Government Performance Result act Educational”. Services
Institute. 1993
Wibisono, Agus. “Analisis SWOT”. www.aguswibisono.com. 2010
Yudhi Fahrianta, Riswan dan Carolina, Viani. 2012. “Analisis Efisiensi Anggaran Belanja
Dinas Pendidikan Kabupaten Kapuas”, Jurnal Manajemen dan Akuntansi, Vol. 13,
No. 1, April 2012.
www.bps.go.id
www.pajak.go.id
95
96
97
98