Post on 08-Mar-2019
ANALISIS DAMPAK AIR BALIK ( BACKWATER )
TERHADAP KENAIKAN MUKA AIR BANJIR
SUNGAI PALU
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II pada
Jurusan Magister Teknik Sipil
Oleh
IFIGINIA
NIM. S 100 150 002
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
HALAMAN PERSETUJUAN
ANALISIS DAMPAK AIR BALIK (BACKWATER)
TERHADAP KENAIKAN MUKA AIR BANJIR SUNGAI PALU
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
IFIGINIA
S 100 150 002
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Purwanti Sri Pudyastuti, Ph.D
NIK : 814
ii
HALAMAN PENGESAHAN
ANALISIS DAMPAK AIR BALIK (BACKWATER)
TERHADAP KENAIKAN MUKA AIR BANJIR SUNGAI PALU
OLEH
IFIGINIA
S 100 150 002
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Program Studi Magister Teknik Sipil
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Kamis, 24 Agustus 2017
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Purwanti Sri Pudyastuti, Ph.D (……………)
(Ketua Dewan Penguji)
2. Kuswartomo, S.T., M.T. (……………)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Nurul Hidayati, S.T., M.T., Ph.D (…………….)
(Anggota II Dewan Penguji)
Direktur,
Prof. Dr. Bambang Sumardjoko
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam naskah publikasi ini tidak terdapat karya
yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan
sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar
pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas, maka akan saya
pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta, Agustus 2017
Penulis
I F I G I N I A
S 100 150 002
1
ANALISIS DAMPAK AIR BALIK (BACKWATER)
TERHADAP KENAIKAN MUKA AIR BANJIR SUNGAI PALU
Abstrak
Pantai Talise sebagai muara Sungai Palu seharusnya bersih dari segala sesuatu yang
dianggap akan dapat memperlambat arus Sungai Palu dan menyebabkan banjir di
daerah sekitarnya. Terdapat beberapa permasalahan pokok yang menjadi penyebab
meluapnya Sungai Palu diantaranya adalah curah hujan yang cukup tinggi, adanya
endapan atau sedimentasi yang telah membentuk delta di muara akibat deforestasi di
bagian hulu, kapasitas sungai yang tidak lagi mampu menampung debit banjir serta
pengaruh air balik (backwater) yang terjadi pada saat pasang laut dalam kondisi tinggi
yang menyebabkan aliran air dari hulu terbendung sehingga akibatnya elevasi muka air
sungai meningkat.Terkait hal tersebut maka penelitian dilakukan untuk mengetahui
apakah pada saat banjir terjadi bersamaan dengan air pasang yang tinggi terjadi
kenaikan muka air banjir di penampang Sungai Palu akibat aliran air balik (backwater).
Dalam penelitian ini digunakan perangkat lunak HEC-RAS untuk melakukan
penelusuran aliran dengan pemodelan aliran tak seragam (unsteady flow) dengan
menggunakan debit banjir kala ulang 2,5,10,25,dan 50 tahun sebagai boundary
condition di sebelah hulu dan tinggi muka air pasang tertinggi sebagai boundary
condition di sebelah hilir. Hasil penelitian menunjukkan kenaikan muka air banjir
Sungai Palu akibat pasang surut berkisar antara 0.01 – 2.84 meter dimana penampang
terjauh yang terkena dampak air balik (backwater) adalah penampang pada sta 183
dengan jarak 8.8 km dari muara atau hilir Sungai Palu.
Kata Kunci : banjir, muara, pasang surut
Abstract
Beach Talise as the estuary of River Palu should be clean from factors that are
considered being able to decelerate the river’s stream flow and to cause flood in the
surrounding area. There are some major issues that cause the overflow of River Palu
such as high rainfall, sedimentation that has formed a delta in the estuary due to
deforestation at the upper course, the capacity of the river which is no longer able to
accommodate the flood discharge as well as the effect of backwater that occurs during
high tide conditions that cause the flow of water from upstream dammed so that the
impact is river water level increase. Because of the reason, the currenct research is
conducted to find out whether the increasing of floodwaters at the cross section of
River Palu is caused by flod high sea tide that happened simultaneously which is
effected by backwater. HEC-RAS software with unsteady flow model is used to
investigate the stream flow with re-time flood discharge 2,5,10,25 and 50 years as
boundary condition at the upper course side and the highest of high tide of tidal surface
as boundary condition at the downstream side. The research results indicate that the
2
increasing of floodwaters of River Palu is caused by the rise and fall of the tides
between 0.01 – 2.84 metres where the far-off cross section of River Palu which is
bumped by backwater is the cross section at the station 183, 8.8 km from the estuary or
lower course of River Palu.
Keywords : flood, estuary, tidal
1. PENDAHULUAN
Dampak potensial dari banjir berskala tinggi saat ini menjadi perhatian utama bagi banyak
populasi yang tinggal di dekat zona banjir atau bergantung pada air dari daerah yang terkena banjir
(Lyubimova, Lephikin, & Parshakova, 2016).
Banjir merupakan salah satu bencana alam yang paling menghancurkan di dunia yang
mencakup sepertiga dari semua bahaya geofisika global lainnya. Banjir, terutama banjir bandang,
telah menarik perhatian baik di dunia akademis maupun di dunia yang lebih luas karena sifat dan
potensinya yang menghancurkan yang mengakibatkan kerusakan ekonomi dan kehilangan nyawa
yang besar (Saharia, Kirstette, & Vergara, 2017).
Banjir menyebabkan kerusakan dan kerugian ekonomi yang besar, korban jiwa, luka – luka
dan dampak sosial lainnya di seluruh dunia. Akibatnya pemangku kepentingan internasional seperti
lembaga pembiayaan internasional, organisasi bantuan bencana, bisnis multinasional dan lainnya
semakin membutuhkan informasi berkualitas tinggi mengenai resiko banjir pada skala global
(Ward, Kummu, & Lall, 2016).
Sekitar 500 juta orang di seluruh tinggal di dekat atau di delta. Banyak dari delta tersebut tidak
mengikuti kenaikan permukaan air laut dan sebenarnya tenggelam. Penyebab utama dari
tenggelamnya delta tersebut adalah hilangnya endapan sungai akibat pengalihan dan bendungan
sungai; penambangan air tanah, minyak dan gas bumi; pembangunan struktur pantai dan
penghancuran lahan basah atau daerah rawa (Nhan, 2016).
Seiring dengan perkembangan peradaban, perkembangan sebagian besar kota – kota penting di
Indonesia yang merupakan kota pantai (waterfront city) atau kota yang letaknya dekat dengan atau
berhadapan dengan laut yang terlindung disekitar muara sungai yang rentan terhadap banjir terus
bertumbuh dengan pesatnya. Pesatnya pertumbuhan kota – kota pantai sejak awal dibuka dan
didirikan juga turut dipengaruhi oleh laju urbanisasi yang terus terjadi baik secara terencana maupun
3
tidak. Hal ini mengakibatkan penduduk kota semakin meningkat sehingga kebutuhan kota akan
ruang juga semakin meningkat (Hantoro, 2015).
Kebutuhan kota akan ruang untuk perkantoran dan pemukiman, pelabuhan, kawasan
perindustrian dan fasilitas sosial lainnya seperti pusat perdagangan, hiburan dan wisata, membuat
lahan yang tersedia di perkotaan terasa semakin sempit karena tidak diikuti dengan ketersediaan
lahan yang dapat mendukung perkembangan dan pertumbuhan wilayah kota tersebut. Wilayah
pinggiran pantai atau pesisir pantai akhirnya seringkali menjadi alternatif baru yang mendorong
pemerintah kota untuk mewujudkan ruang baru sebagai tempat untuk berbagai aktifitas tersebut.
Namun di sisi lain, kebutuhan kota akan ruang yang semakin meningkat tajam tersebut seringkali
menjadi penyebab diabaikannya sifat asli serta kapasitas daya dukung kawasan pantai.
Terlampauinya batas daya dukung lahan akibat perluasan kota mengakibatkan terabaikannya fungsi
alami lingkungan serta pemakaian sumber daya alam secara berlebihan.. Penyimpangan –
penyimpangan yang dilakukan terhadap alam ini, tentu saja dapat menimbulkan ancaman bagi
manusia. Akibatnya gejala alam yang pada dasarnya sudah lazim terjadi di daerah kawasan pantai
menjadi ancaman bencana yang berdampak negatif seperti longsor, banjir, gelombang pasang, erosi
pantai dan lain – lain (Fabianto & Berhitu, 2014).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh WWF, Indonesia mengalami kenaikan suhu
sebesar 0.3°C sejak tahun 1990 dan bahwa suhu akan meningkat dari 1.3°C menjadi 4.6°C pada
tahun 2100 dengan tingkat kenaikan berkisar antara 0.1°C – 0.4°C yang akan menyebabkan
kenaikan permukaan air laut sebesar 20 – 100 cm dalam 100 tahun. Hal ini tentu saja akan sangat
mempengaruhi kehidupan di daerah pesisir dan muara sungai sehubungan dengan ancaman bahaya
banjir yang akan terjadi (Imaduddina & Subagyo, 2014).
Muara sungai berfungsi sebagai pembuangan / pengeluaran debit sungai ke laut terutama pada
waktu banjir. Debit aliran di muara sungai lebih besar jika dibandingkan dengan tampang sungai di
bagian hulu. Hal ini disebabkan oleh letak muara sungai yang berada di ujung hilir. Selain itu
besarnya debit aliran di muara sungai juga dipengaruhi oleh fungsi muara yang harus melewatkan
debit yang ditimbullkan oleh pasang surut yang bisa lebih besar dari debit sungai itu sendiri. Karena
itu jika didasarkan dengan fungsinya tersebut diatas, maka muara sungai harus cukup dalam dan
lebar, bebas dari endapan di muara sungai yang dapat memperkecil tampang alirannya yang dapat
mengganggu pembuangan debit sungai ke laut (Triatmodjo, 2012).
4
Terdapat beberapa permasalahan pokok yang menjadi penyebab meluapnya Sungai Palu yang
mengakibatkan banjir di Kota Palu. Diantaranya adalah curah hujan yang cukup tinggi, adanya
endapan atau sedimentasi akibat deforestasi di bagian hulu serta pengaruh air balik (backwater)
yang terjadi pada saat pasang laut dalam kondisi tinggi. Backwater tersebut kemudian
menyebabkan aliran air dari hulu terbendung sehingga akibatnya elevasi muka air pada penampang
sungai meningkat (Anandhita & Hambali, 2015).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi luapan pada debit banjir rencana
dan dengan dan tanpa pasang surut serta bagaimana pengaruh aliran air balik
(backwater) terhadap kenaikan muka air banjir Sungai Palu. Manfaat yang diharapkan dari
penelitian ini adalah memberikan informasi serta menambah wawasan dan pengetahuan tidak hanya
bagi pemerintah dan swasta tetapi juga masyarakat tentang pengaruh aliran air balik (backwater)
terhadap kenaikan muka air banjir Sungai Palu untuk penyusunan upaya – upaya pengendalian
banjir di Sungai Palu agar dampak negatif yang ditimbulkan dapat diminimalisir serta
mengakomodir semua kepentingan dan berorientasi bagi kesejahteraan masyarakat.
2. METODE
Penelitian yang dilakukan berlokasi di muara Sungai Palu yang berada tepat di Teluk Palu.
Sungai Palu yang memiliki koordinat 0°53´31"LU 119°51´42,42"BT atau 0,89194°LS 119,85°BT
merupakan sungai yang membelah kota Palu menjadi dua bagian. Sungai yang memiliki panjang 90
km dan luas daerah pengaliran 3.048 km² ini bermuara di Teluk Palu (Ishak, 2010).
Gambar 1. Lokasi Penelitian
5
Data primer dalam penelitian ini merupakan data yang diambil langsung di lokasi penelitian,
yaitu kondisi dan lingkungan di sekitar muara Sungai Palu pada saat tidak terjadi banjir dan
terjadinya banjir. Data sekunder diperoleh dari dinas atau instansi terkait (BMKG Kota Palu, Balai
Wilayah Sungai Sulawesi III, PT.PELINDO IV) yang terdiri dari data curah hujan, data pasang
surut di muara Sungai Palu, data debit Sungai Palu, profil memanjang dan melintang Sungai Palu
serta peta situasi Sungai Palu.
2.1 Tahapan Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini terdiri dari empat tahap, yaitu :
1) Tahap Pertama, pada tahapan ini dilakukan survei pendahuluan di lokasi penelitian dan
aktifitas kajian pustaka di Perpustakaan Umum Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Perpustakaan Umum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan melakukan pengumpulan
informasi melalui media online.
2) Tahap Kedua, pada tahapan ini dilakukan pengambilan data primer berupa kondisi lingkungan
di sekitar muara Sungai Palu dan data sekunder yang akan digunakan dalam meliputi data
curah hujan, data pasang surut di muara Sungai Palu, data debit Sungai Palu, profil
memanjang dan melintang Sungai Palu serta peta situasi Sungai Palu.
3) Tahap Ketiga, merupakan tahapan analisis hasil yang terdiri dari analisis curah hujan,
penelusuran banjir rencana dengan menggunakan Hidrograf Satuan Sintetik Metode Nakayasu,
pemodelan sungai serta penelusuran kenaikan muka air banjir dengan menggunakan software
HEC-RAS.
4) Tahap Keempat, merupakan tahapan terakhir dari tahapan penelitian yang terdiri dari
kesimpulan dan rekomendasi yang perlu dilakukan untuk penyempurnaan penelitian saat ini
maupun yang akan datang.
Bagan alir dari tahapan penelitian tersebut diatas dapat dilihat pada gambar 2 berikut ini :
6
Gambar 2. Bagan Alir Penelitian
2.2 Metode Analisa
1) Analisis Curah Hujan
a. Perhitungan Curah Hujan Hujan Daerah dengan Metode Thiessen
n n
n (1)
Dengan :
= curah hujan area (mm)
n = jumlah titik – titik (pos) pengamatan
n = curah hujan di tiap titik pengamatan (mm)
n = bagian daerah yang mewakili tiap titik pengamatan
b. Distribusi Peluang untuk Analisis Frekuensi
Parameter statistik yang sering digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi adalah :
∑ x
n (2)
d √∑( i- )
n- (3)
v d
(4)
s n∑ { i- }
ni
(n- )(n- ) d (5)
7
n ∑ n n { i- }
ni
(n- )(n- ) n- d
(6)
Dengan :
= tinggi hujan harian / debit maksimum rata-rata selama n tahun (mm)
∑ = jumlah tinggi hujan harian maksimum selama n tahun (mm)
n = jumlah tahun pencatatan data hujan
d = deviasi standard
v = koefisien variasi
s = koefisien kemiringan (skewness)
= koefisien Kurtois
Hasil kelima parameter diatas ( , , , , ) akan menentukan jenis metode distribusi yang
akan digunakan.
c. Distribusi Log Pearson Tipe III
Hitung rata – rata dengan persamaan :
log ∑ log
n (7)
Hitung deviasi standar nilai log X dengan persamaan :
log √∑(log - log )
n- (8)
Hitung nilai koefisien kemiringan dengan persamaan :
s n-∑(log - log )
( n- )(n- )( log ) (9)
Menghitung nilai anti log x untuk memperoleh nilai x yang diharapkan dengan persamaan :
log log ( d) (10)
d. Pengujian Kecocokan Distribusi
Uji Chi Kuadrat
h ∑
( i- i)
i
i (11)
Dengan :
h = parameter chi-kuadrat terhitung
G = jumlah sub-kelompok
i = jumlah nilai pengamatan pada sub-kelompok ke-i
i = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-i
Uji Smirnov – Kolmogorov
ma simum [ ( m)- ( m)] (12)
Dengan :
D = perbedaan peluang maksimum
P(Xm) = nilai peluang data pengamatan
8
’ m = nilai peluang teoritis
e. Intensitas Curah Hujan dengan Metode Mononobe
[
t]
(13)
Dengan :
I = intensitas hujan (mm/s)
= tinggi hujan maksimum dalam 24 jam
t = lama waktu atau durasi hujan (s)
f. Perhitungan Debit Banjir Rencana dengan HSS Nakayasu
Rumus dasar dari HSS Nakayasu adalah sebagai berikut (Hadisusanto, 2011) :
p
p (14)
Dengan :
Qp = debit puncak banjir (m3/dt)
Ro = hujan satuan (mm)
Tp = tenggang waktu dari permulaan hujan sampai puncak banjir (jam)
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari puncak sampai 30% dari debit
puncak (jam)
CA = luas daerah pengaliran sampai outlet (km2)
Menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai berikut :
Tp = tg + 0,8 tr
T0,3 α tg
Tr = 0,5 tg sampai tg
Bagian lengkung naik (rising limb) hidrograf satuan menggunakan persamaan :
0 < t < Tp
t =
p (t
p)
(15)
Dengan :
t = limpasan sebelum mencapai debit puncak (m
3/dt)
t = waktu (jam)
Bagian lengkung turun (decreasing limb) hidrograf satuan menggunakan persamaan :
Selang nilai : ≤ t ≤ p 0,3)
3,0T
Tpt
(16)
Selang nilai : (Tp + T0,3 ≤ t ≤ p 0,3 + 1,5 T0,3)
3,0
3,0
5,1
5,0
T
TTpt
(17)
Selang nilai : t > (Tp + T0,3 + 1,5 T0,3)
9
3,0
3,0
2
5,1
T
TTpt
(18)
2) Analisis Pasang Surut
Data pasang surut yang digunakan adalah elevasi muka air pasang tertinggi yang terjadi
selama satu tahun dalam waktu pengamatan selama 24 jam.
3) Analisis Kenaikan Muka Air Banjir dengan Sistem HEC-RAS 4.1.0
HEC-RAS yang merupakan River Analysis System (RAS) dibuat oleh Hydrologic Engineering
Center (HEC) yang termasuk dalam divisi Institute for Water Resources (IWR) yang berada
dibawah US Army Corps of Engineers (USACE). Program aplikasi ini digunakan untuk
memodelkan aliran di sungai baik itu model satu dimensi aliran permanen maupun aliran tidak
permanen (steady and unsteady one-dimensional flow model) (Istiarto, 2014). Dibutuhkan peta
situasi sungai, potongan melintang serta potongan memanjang sungai yang menjadi obyek
penelitian untuk melakukan evaluasi penampang sungai dengan menggunakan sistem HEC-RAS
4.1.0.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Curah Hujan
Tabel 1. Sebaran Hujan Netto Jam - Jaman
Jam R1 R2 R3 R4 R5 R6
Rasio (%) 55.032 14.304 10.034 7.988 6.746 5.896
2 14.423 3.749 2.630 2.094 1.768 1.545
5 16.885 4.389 3.079 2.451 2.070 1.809
10 18.451 4.796 3.364 2.678 2.262 1.977
25 20.374 5.296 3.715 2.957 2.497 2.183
50 21.780 5.661 3.971 3.161 2.670 2.334
Gambar 3. Grafik Hujan Netto Jam-Jaman
0.000
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
1 2 3 4 5 6
Hu
jan
Ja
m -
Ja
ma
n (
mm
)
Jam ke
2thn
5thn
10thn
25thn
50thn
10
Grafik hujan netto jam-jaman menunjukkan bahwa sebaran hujan netto terus mengalami
peningkatan seiring dengan peningkatan periode ulang hujan. Pada jam pertama sebaran hujan netto
pada periode ulang 2,5,10,25 dan 50 tahun berada pada kondisi maksimal dan terus mengalami
penurunan seiring dengan bertambahnya waktu.
3.2 Perhitungan Banjir Rencana dengan HSS Metode Nakayasu
Tabel 2. Debit Banjir Maksimum Hujan Rencana Periode T Tahun Sungai Palu
Kala Ulang ( Tr ) Debit Puncak ( m³/dtk )
2 966.372
5 1131.194
10 1235.828
25 1364.332
50 1458.269
Gambar 4. Kurva HSS Nakayasu Kala Ulang 2,5,10,25 dan 50 Tahun
Grafik pada Gambar.4 menunjukkan bahwa debit banjir rencana Sungai Palu terus mengalami
kenaikan seiring dengan bertambahnya kala ulang waktu banjir. Dari grafik juga dapat diketahui
bahwa Sungai Palu memiliki karakteristik yang cepat untuk mencapai puncak banjir namun lambat
untuk turun. Hal ini sangat dipengaruhi oleh bentuk DAS Sungai Palu yang berbentuk melebar.
Faktor bentuk DAS mempunyai hubungan linier yang cukup kuat (sensitivitas tinggi) terhadap
parameter Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) (Sutapa, 2006).
3.3 Analisis Pasang Surut
Jenis pasang surut yang terjadi adalah pasang surut harian ganda, yaitu dalam sehari terjadi
dua kali pasang dan dua kali surut dengan ketinggian yang hampir sama dan terjadi secara teratur
dan berurutan. Elevasi muka air tertinggi terjadi pada bulan November sebesar 4 meter.
0.000
200.000
400.000
600.000
800.000
1000.000
1200.000
1400.000
1600.000
0 10 20 30 40 50 60 70 80
De
bit
(m
3/d
tk)
waktu (jam)
Qr2th
Qr5th
Qr10th
Qr25th
Qr50th
11
3.4 Analisis Kenaikan Muka Air Banjir dengan Sistem HEC-RAS 4.1.0
Tabel 3. Profil Muka Air Sungai Palu tanpa Pasang Surut
Elevasi Hilir
( m )
Elevasi Hulu
( m )
Mulai Luapan Banjir
( Sta )
Jarak Sta dari Hilir
( km )
1.16 80.43 3 0.13
1.35 80.54 2 0.06
1.46 80.61 2 0.06
1.59 80.69 2 0.06
1.69 80.74 2 0.06
Hasil simulasi menunjukan bahwa pada berbagai kondisi debit banjir tanpa pasang surut
luapan telah terjadi mulai dari stasiun 2 yang berjarak 0.06 km (59.6 m) dari muara atau hilir Sungai
Palu. Luapan ini terjadi diakibatkan oleh tingginya curah hujan dan kapasitas sungai yang tidak lagi
dapat menampung debit rencana banjir meskipun dengan kala ulang 2 tahunan. Sedimentasi di
muara yang telah membentuk delta menyebabkan kapasitas sungai Palu menurun.
Gambar 5. Profil Muka Air di Hilir dan Cross Section Sta 1 Kondisi Debit tanpa Pasut
Gambar 6. Profil Muka Air di Hilir dan Cross Section Sta 1 Kondisi Debit tanpa Pasut
Gambar 7. Profil Muka Air di Hilir dan Cross Section Sta 1 Kondisi Debit tanpa Pasut
0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
Sungai_Palu Plan: Q2_Normal depth 6/26/2017
Main Channel Distance (m)
Elev
atio
n (m
)
Legend
WS Max WS
Ground
LOB
ROB
palu lariang
0 50 100 150 200 250 300-3
-2
-1
0
1
2
3
Sungai_Palu Plan: Q2_Normal depth 6/26/2017 Batas hilir ruas Palu Sta 1 m
Station (m)
Ele
vatio
n (
m)
Legend
WS Max WS
Ground
Bank Sta
0 1000 2000 3000 4000 5000
-5
0
5
10
Sungai_Palu Plan: Q5_Normal depth 6/26/2017
Main Channel Distance (m)
Elev
atio
n (m
)
Legend
WS Max WS
Ground
LOB
ROB
palu lariang
0 50 100 150 200 250 300-3
-2
-1
0
1
2
3
Sungai_Palu Plan: Q5_Normal depth 6/26/2017 Batas hilir ruas Palu Sta 1 m
Station (m)
Ele
vatio
n (m
)
Legend
WS Max WS
Ground
Bank Sta
0 1000 2000 3000 4000-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
Sungai_Palu Plan: Q10_Normal 6/26/2017
Main Channel Distance (m)
Elev
atio
n (m
)
Legend
WS Max WS
Ground
LOB
ROB
palu lariang
0 50 100 150 200 250 300-3
-2
-1
0
1
2
3
Sungai_Palu Plan: Q10_Normal 6/26/2017 Batas hilir ruas Palu Sta 1 m
Station (m)
Ele
vatio
n (
m)
Legend
WS Max WS
Ground
Bank Sta
12
Gambar 8. Profil Muka Air di Hilir dan Cross Section Sta 1 Kondisi Debit tanpa Pasut
Gambar 9. Profil Muka Air di Hilir dan Cross Section Sta 1 pada Kondisi Debit tanpa pasut
Tabel 4. Penampang Sungai Palu yang Terdampak Pasang Surut
Mulai Sampai Jarak Sta dari Hilir (km)
Sta 1 Sta 151 7.23
Sta 1 Sta 161 7.74
Sta 1 Sta 170 8.16
Sta 1 Sta 174 8.34
Sta 1 Sta 183 8.79
Hasil simulasi menunjukan bahwa pasang surut tidak mempengaruhi kenaikan muka air banjir
sampai di hulu Sungai Palu. Penampang terjauh yang terkena dampak air balik (backwater) adalah
penampang sungai pada Sta 183 yang berjarak 8.8 km dari muara atau hilir Sungai Palu.
Tabel 5. Kenaikan Muka Air Sungai Palu di Hilir Akibat Pasang Surut
Elevasi Hilir
Akibat Pasang Surut (m)
Elevasi Hilir
tanpa Pasang Surut (m)
Kenaikan
Muka Air (m)
4 1.16 2.84
4 1.35 2.65
4 1.46 2.54
4 1.59 2.41
4 1.69 2.31
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
-5
0
5
10
15
Sungai_Palu Plan: Q25_Normal 6/26/2017
Main Channel Distance (m)
Elev
atio
n (m
)
Legend
WS Max WS
Ground
LOB
ROB
palu lariang
0 50 100 150 200 250 300-3
-2
-1
0
1
2
3
Sungai_Palu Plan: Q25_Normal 6/26/2017 Batas hilir ruas Palu Sta 1 m
Station (m)
Ele
vatio
n (m
)
Legend
WS Max WS
Ground
Bank Sta
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
-5
0
5
10
Sungai_Palu Plan: Q50_Normal 6/26/2017
Main Channel Distance (m)
Ele
vatio
n (m
)
Legend
WS Max WS
Ground
LOB
ROB
palu lariang
0 50 100 150 200 250 300-3
-2
-1
0
1
2
3
Sungai_Palu Plan: Q50_Normal 6/26/2017 Batas hilir ruas Palu Sta 1 m
Station (m)
Ele
vatio
n (
m)
Legend
WS Max WS
Ground
Bank Sta
13
Gambar 10. Profil Muka Air di Hilir dan Cross Section Sta 1 Kondisi Debit dengan Pasut
Gambar 11. Profil Muka Air di Hilir dan Cross Section Sta 2 Kondisi Debit dengan Pasut
Gambar 12. Profil Muka Air di Hilir dan Cross Section Sta 3 Kondisi Debit dengan Pasut
Gambar 13. Profil Muka Air di Hilir dan Cross Section Sta 4 Kondisi Debit dengan Pasut
Gambar 14. Profil Muka Air di Hilir dan Cross Section Sta 5 pada Kondisi Debit dengan Pasut
Profil muka air Sungai Palu hasil simulasi menunjukkan adanya lengkung air balik
(backwater) yang terjadi akibat kedalaman air dalam aliran hilir bertambah dimana kedalamannya
lebih besar dari kedalaman normal aliran. Mulai dari penampang pada stasiun 1 di muara atau hilir
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
-5
0
5
10
Sungai_Palu Plan: Q2_Pasut_4m 6/26/2017
Main Channel Distance (m)
Ele
vatio
n (m
)
Legend
EG Max WS
WS Max WS
Ground
LOB
ROB
palu lariang
0 50 100 150 200 250 300-3
-2
-1
0
1
2
3
4
Sungai_Palu Plan: Q2_Pasut_4m 6/29/2017 Batas hilir ruas Palu Sta 1 m
Station (m)
Ele
vatio
n (
m)
Legend
WS Max WS
Ground
Bank Sta
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
-5
0
5
10
Sungai_Palu Plan: Q5_Pasut_4m 6/27/2017
Main Channel Distance (m)
Elev
atio
n (m
)
Legend
EG Max WS
WS Max WS
Ground
LOB
ROB
palu lariang
0 50 100 150 200 250 300-2
-1
0
1
2
3
4
5
Sungai_Palu Plan: Q5_Pasut_4m 6/29/2017
Station (m)
Ele
vatio
n (m
)
Legend
EG Max WS
WS Max WS
Ground
Bank Sta
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-5
0
5
10
Sungai_Palu Plan: Q10_Pasut_4m 6/27/2017
Main Channel Distance (m)
Ele
vatio
n (m
)
Legend
EG Max WS
WS Max WS
Ground
LOB
ROB
palu lariang
0 50 100 150 200 250-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
Sungai_Palu Plan: Q10_Pasut_4m 6/29/2017
Station (m)
Ele
vatio
n (m
)
Legend
EG Max WS
WS Max WS
Ground
Bank Sta
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000
-5
0
5
10
Sungai_Palu Plan: Q25_Pasut_4m 6/27/2017
Main Channel Distance (m)
Ele
vatio
n (m
)
Legend
EG Max WS
WS Max WS
Ground
LOB
ROB
palu lariang
0 50 100 150 200 250-2
-1
0
1
2
3
4
5
Sungai_Palu Plan: Q25_Pasut_4m 6/29/2017
Station (m)
Ele
vatio
n (
m)
Legend
EG Max WS
WS Max WS
Ground
Bank Sta
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000
-5
0
5
10
Sungai_Palu Plan: Q50_pasut_4m 6/27/2017
Main Channel Distance (m)
Ele
vatio
n (m
)
Legend
EG Max WS
WS Max WS
Ground
LOB
ROB
palu lariang
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180-2
-1
0
1
2
3
4
5
Sungai_Palu Plan: Q50_pasut_4m 6/29/2017
Station (m)
Ele
vatio
n (
m)
Legend
EG Max WS
WS Max WS
Ground
Bank Sta
14
sungai luapan banjir telah terjadi. Keadaan ini menunjukkan bahwa seluruh penampang sungai yang
terkena dampak aliran air balik (backwater) berupa pasang surut, tidak mampu lagi menampung
debit rencana banjir meskipun dengan kala ulang 2 tahunan.
Terkait dengan rencana Pemerintah Kota Palu untuk melakukan reklamasi di Teluk Palu,
sebaiknya memperhitungkan pengaruh backwater tersebut dan digunakan sebagai dasar dalam
penentuan bangunan pengendali banjir agar dapat melindungi daerah sekitar sungai dari luapan air
sungai dan alur sungai mampu melewatkan debit banjir rencana.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Besarnya debit banjir rencana Sungai Palu pada periode = 966.372 m³/dtk, = 1131.194
m³/dtk, = 1235.828 m³/dtk, = 1364.332 m³/dtk dan = 1458.269 m³/dtk.
2. Pada kondisi tanpa pasang surut, untuk debit banjir rencana luapan terjadi mulai dari Sta 3
yang berjarak 0.13 km dari hilir Sungai Palu sedangkan pada debit banjir rencana
dan luapan terjadi mulai dari Sta 2 yang berjarak 0.06 km dari hilir Sungai Palu. Pada
kondisi dengan pasang surut untuk debit banjir rencana dan luapan telah
terjadi mulai dari Sta 1 yang berjarak 0 km dari hilir Sungai Palu.
3. Ketinggian muka air banjir Sungai Palu di hilir tanpa pasang surut pada kondisi debit banjir
rencana dan bervariasi mulai dari 1.16 m sampai dengan 1.69 m. Pada
kondisi dengan pasang surut ketinggian muka air banjir Sungai Palu di hilir untuk debit banjir
rencana dan telah mencapai 4 m.
4. Kenaikan muka air banjir Sungai Palu akibat pasang surut bervariasi mulai dari yang tertinggi
mencapai 2.84 meter dan terendah 0.01 meter. Pasang surut tidak mempengaruhi kenaikan
muka air banjir sampai di hulu Sungai Palu. Penampang terjauh yang terkena dampak air balik
(backwater) adalah Sta 183 yang berjarak 8.8 km dari muara atau hilir Sungai Palu.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa hal yang direkomendasikan untuk lebih
memaksimalkan penelitian ini, yaitu :
1. Diperlukan adanya pengkajian ulang dan peninjauan secara lebih mendalam terhadap usaha
yang dilakukan untuk penanggulangan dan pengendalian banjir di Sungai Palu akibat debit
banjir rencana melalui beberapa upaya baik berupa upaya fisik atau struktur, upaya non
struktur maupun upaya atau penanganan secara menyeluruh atau komprehensif yang
merupakan kombinasi antara keduanya.
15
2. Untuk penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan memperhitungkan adanya efek berbagai
penghalang yang mungkin ada baik berupa bendungan, jembatan, struktur di dataran banjir,
parit bawah jalan raya atau yang lainnya dan dengan memperhitungkan adanya bangunan
pengendali di sebelah hilir pada simulasi penelusuran aliran serta memperhitungkan adanya
reklamasi yang akan dilakukan di Teluk Palu.
DAFTAR PUSTAKA
Anandhita, T., & Hambali, R. (2015). Analisis Pengaruh Backwater (Air Balik) Terhadap Banjir
Sungai Rangkuti Kota Pangkal Pinang. Jurnal Fropil Vol 3 No 2 , 131-141.
Fabianto, D. M., & Berhitu, P. T. (2014). Konsep Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu dan
Berkelanjutan yang Berbasis Masyarakat. Jurnal Teknologi Vol 11 No 2 , 2054-2058.
Hakim, A. (2008). undip.ac.id. Retrieved 2008, from undip.ac.id: eprints.undip.ac.id
Hantoro, S. W. (2015). Pengaruh Karakteristik Laut dan Pantai terhadap Perkembangan Kawasan
Kota Pantai. Retrieved from sim.nilim.go.jp: http:///www.sim.nilim.go.jp.
Imaduddina, H. A., & Subagyo, H. W. (2014). Sea Level Rise Floods Zones: Mitigating Floods in
Surabaya Coastal Area. Procedia - Social and Behavioral Sciences , 123-129.
Ishak, M. (2010). Konsep Penanganan Alur di Belokan dalam Rangka Pengelolaan Sungai di
Sulawesi Tengah. Media Litbang Sulteng III , 1-5.
Istiarto. (2014, October 1). Retrieved October 1, 2014, from http://istiarto.staff.ugm.ac.id.
Lyubimova, T., Lephikin, A., & Parshakova, Y. (2016). The Risk of River Pollution due to Washout
from Contaminated Floodplain Water Bodies during Periods of High Magnitude Floods.
Journal of Hydrology , 579-589.
Nhan, N. H. (2016). Tidal Regime Deformation by Sea Level Rise along the Coast of the Mekong
Delta. Estuarine, Coastal and Shelf Science , 1-10.
Saharia, M., Kirstette, E. P., & Vergara, H. (2017). Characterization of Floods in the United State.
Journal of Hydrology , 524-535.
Sutapa, W. I. (2006). Studi Pengaruh dan Hubungan Variabel Bentuk DAS Terhadap Parameter
Hidrograf Satuan Sintetik (Studi Kasus: Sungai Salugan, Taopa dan Batui di Sulawesi
Tengah). Jurnal SMARTek Vol. 4 No.4 , 224-232
Triatmodjo, B. (2012). Perencanaan Bangunan Pantai. Yogyakarta: Beta Offset Yogyakarta.
Ward, P., Kummu, M., & Lall, U. (2016). Flood Frequencies and Durations and their Response to El
Nino Southern Oscillation: Global Analysis. Journal of Hydrology , 358-378.