Post on 24-Mar-2019
ANALISA PEMBERIAN BANK GARANSI DALAM
SISTEM SYARIAH (KAFALAH) DAN
PELAKSANAANYA PADA
PT BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk
Skripsi diajukan kepada Fakultas Syari’ah dan Hukum
Untuk memenuhi syarat-syarat memeperoleh
Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh :
Erli Nuryadi
NIM : 103046128297
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1429H / 2008 M
ABSTRAKSI
Krisis perekonomian yang melanda Bangsa Indonesia telah membuktikan
sistem perbankan konvensional tidak tangguh. Sejak itulah menjamur bank syariah
Indonesia. Layaknya bank konvensional, bank syariah pun memberikan pelayanan
jasa simpanan, pinjaman dan jasa lainnya yang menunjang usaha masyarakat. Salah
satu jasa pelayanan penunjang usaha ini adalah jasa bank garansi. Dalam bank syariah
jasa bank garansi ini disebut kafalah.
Dalam penulisan skripsi ini yang akan menjadi pembahasan adalah mengenai
jasa kafalah dengan pokok permasalahan :
1. Bagaimana ketentuan konsep jaminan pelaksanaan bank garansi yang ada di PT
Bank Muamalat Indonesia, Tbk?
2. Bagaimana praktek pelaksanaan pemberian Bank Garansi dalam sistem Syariah
(Kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ?
3. Apakah yang menjadi kendala-kendala dalam pemberian Bank Garansi dalam
sistem Syariah (Kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk?
4. Bagaimanakah penyelesaian dalam mengatasi kendala-kendala pemberian Bank
Garansi dalam sistem Syariah (Kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ?
Penulisan skripsi ini dilakukan melalui penelitian dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah secara
kepustakaan, wawancara dengan nara sumber dan pengamatan antara bank garansi
konvensional dengan kafalah terdapat beberapa perbedaan meskipun bentuk
penyajiannya sama, perbedaan tersebut meliputi dasar hukum, persyaratan,
pengelolaan jaminan lawan, imbalan dan kandungan riba.
Pelaksanaan pemberian kafalah di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
dilaksanakan melalui beberapa tahap yaitu tahap permohonan penerbitan kafalah.
Tahap analisa pemberian kafalah kemudian keputusan pemberian kafalah, tahap
pengikatan akad kafalah, dan yang terakhir penyelesaian pemberian kafalah.
Dalam pemberian kafalah di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk sering terjadi
permasalahan kerancuan terhadap wanprestasi, hal ini dapat diselesaikan melalui
jalan musyawarah dan masalah tidak kembalinya surat asli yang seharusnya
dikembalikan kepada bank, hal ini dapat diselesaikan dengan penyegelan arsip-arsip
kafalah yang ada di bank dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Dari kelebihan kafalah
yang dimiliki, ada beberapa hal yang harus diperbaiki, yaitu penempatan kafalah
dalam peraturan tersendiri dan peningkatan promosi jasa kafalah di masyarakat agar
lebih dikenal dan dimanfaatkan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT Tuhan semesta alam, pemberi
segala potensi dalam diri manusia. Tuhan yang menganugrahi kehidupan dan semua
fasilitasnya di bumi ini. Shalawat dan salam bagi Nabi Muhammad SAW pembawa
pesan suci Al-Qu’ran, pemberi sugesti terhadap segala kebajikan. Rasul akhir jaman,
suri tauladan para pejuang kebebasan. Salam sejahtera semoga tercurahkan untuk
para pengikutnya yang tetap konsisten dalam memperjuangkan kebenaran dan
keadilan.
Dengan kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis baik secara
langsung atau tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini yang tidak akan
mendekati kesempurnaan tanpa bantuannya. Oleh karena itu penulis memberikan
ucapan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MA, MM. selaku Dekan Fakultas
Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Program Studi Muamalat Konsentrasi
Perbankan Syariah dan Bapak Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, M.H selaku
sekretaris Program Studi Muamalat Konsentrasi Perbankan Syariah.
3. Bapak Prof. Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA. dan Bapak Dedy Nursyamsi, SH.
MHum. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah membimbing, memberikan
arahan, koreksi, saran, ilmu pengetahuan dan pengalamannya hingga penulisan
skripsi ini terselesaikan.
4. Kepada pimpinan perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum khususnya Ibu Lilik
Istiqadriyah, S.Ag, SS, Bapak Ramdani, SE, Bapak Zuhri, SIP, Farhan Mustofa,
SEI. beserta staff perpustakaan utama Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu Penulis untuk mendapatkan buku-
buku yang berkaitan dengan skripsi ini.
5. Kepada Bapak dan Ibu Dosen dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah banyak memberikan
kontribusi pemikiran Ekonomi Islam dalam perkuliahan,
6. Bapak Mochammad Andriansyah, Bapak Danni, Mbak Narti, Mas Rohim, yang
telah meluangkan waktunya di tengah kesibukannya, dan terima kasih atas data
yang diberikan baik input/output serta saran yang sangat membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
7. Orang tua penulis Ernawati (Mamahku Tercinta) dan H. Nurdin Kasim (Alm),
(Papahku Tersayang) yang selalu membimbing dengan kasih dan sayangnya
selama ini. Untuk semua Paman dan Bibi penulis yang selalu memotivasi dalam
segala hal, dan semua Keluarga yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu di
sini, yang telah memberikan bantuan baik moril, maupun materiil secara langsung
maupun tidak langsung.
8. Semua sahabat-sahabat dalam perkuliahan Firmansyah (Kuple), Eldri (Botak),
Abdi (Batu), Eqi, Aqib, Rahmat, Rahmat Gunawan (Ragun), Imam, Reva, Budi,
Rahmadi, Andi odang, Agung, Izul, Hamied el Anthony, Eny, Diah, Amel, Listi,
Munji, Nolita, Ina, Halimah, Icha, Santy, Nanda, Uni, Ida, Devy, Seha, serta
seluruh teman-teman Muamalah Perbankan Syariah kelas C yang tidak bisa
disebutkan satu persatu, terima kasih untuk kehangatan persahabatannya semoga
kekal dan abadi.
9. Semua sahabat-sahabatku Pondok Pesantren La-Tansa: Bang Apoy Wali,
Nurjannah, Rizal, Ulil, Syahid, Ricca, serta seluruh teman-teman senasib
seperjuangan yang terus memberikan berbagai macam dukungan. My Beloved
Segha Band semoga jalinan ukhuwah kita terbina selamanya.
10. Untuk Orang yang selalu memberikanku semangat dalam hidupku dan dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan lancar, makasih banget neng Lela Nurmalah.
11. Untuk rekan-rekan seperjuangan yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu
“Angkatan 2003” (We are definitely the best team in Faculty.....”)
12. Seluruh staff dan karyawan akademik Fakultas Syariah dan Hukum.
“Tak ada gading yang tak retak....” kiranya peribahasa itu pantas diuraikan,
karena penulis menyadari bahwasanya skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu penulis sangat memaklumi sekiranya masih banyak kritik yang
dilontarkan, hal ini guna perbaikan dan penyempurnaan lebih lanjut.
Demikianlah, penulis bersyukur dapat menyelesaikan kuliah ini atas bantuan
tokoh-tokoh tersebut diatas. Untuk semua ini penulis mengucapkan terima kasih,
semoga Allah SWT memberikan ganjaran yang berlipat ganda dan memberkahi hidup
kita semua sehingga dapat memberikan yang terbaik bagi hidup ini.
Akhir kata, semoga sekecil apapun kebaikan yang telah kita lakukan, akan
menjadi investasi kekal di akhirat nanti. Amin....
Jakarta, 23 September 2008
Erli Nuryadi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAKSI ..................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vii
DAFTAR SKEMA ............................................................................................ ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah............................................................... 1
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah ......................................... 8
C. Studi Review Terdahulu............................................................... 9
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian.................................................... 11
E. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan...................................... 13
F. Sistematika Penulisan .................................................................. 15
BAB II BANK GARANSI DALAM BANK SYARIAH (KAFALAH)
A. Pengertian Umum dan dasar hukum Bank Syariah ...................... 17
B. Produk – produk Perbankan Syariah ............................................ 19
C. Bank Garansi dalam Bank Konvensional ..................................... 24
D. Bank Garansi (Kafalah) dalam Bank Syariah ............................... 28
BAB III GAMBARAN UMUM DAN KONSEP JAMINAN
PELAKSANAAN BANK GARANSI (KAFALAH) PADA PT
BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk
A. Gambaran Umum PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk ................ 47
1. Lokasi Riset ........................................................................... 47
2. Sejarah singkat PT Bank Muamalat Indonesia,Tbk................. 47
3. Visi dan Misi PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk .................. 49
4. Strategi Usaha PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk................. 50
5. Struktur Organisasi PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk ......... 51
6. Produk dan Jasa PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk .............. 52
7. Penghargaan yang diperoleh PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk ........................................................................................ 59
B. Konsep Jaminan Pelaksanaan Bank Garansi Di PT. Bank
Muamalat Indonesia, Tbk............................................................. 60
BAB IV PRAKTEK DAN KENDALA PELAKSANAAN BANK
GARANSI PADA PT BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk
A. Praktek Jaminan Pelaksanaan Bank Garansi Dalam Sistem
Syariah (Kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk............. 67
B. Kendala-Kendala Dan Penyelesaian Jaminan Pemberian Bank
Garansi Dalam Sistem Syariah (Kafalah) di PT. Bank Muamalat
Indonesia, Tbk ............................................................................. 76
C. Analisa Dari Penulis .................................................................... 80
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................. 85
B. Saran .......................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 89
LAMPIRAN
DAFTAR SKEMA
a................................................................................................. Skema
1.1 ............................................................................................... 35
b. ............................................................................................... Skema
1.2 ............................................................................................... 64
c................................................................................................. Skema
1.3 ............................................................................................... 64
DAFTAR LAMPIRAN
1. Hasil Wawancara.
2. Surat Pengantar Wawancara.
3. Surat Permohonan Penelitian.
4. Surat permohonan Data.
5. Surat Keterangan Riset dari Bank Muamalat.
6. Brosur Pengajuan Penjaminan Bank Garansi Bank Muamalat.
7. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Tentang Pemberian Garansi Oleh
Bank.
8. Fatwa Dewan Syariah Nasional Tentang Kafalah.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bangsa Indonesia sebelum mengalami keterpurukan ekonomi melakukan
pembangunan yang berkelanjutan dengan faktor yang sangat mendasar yaitu
faktor pendanaan. Dalam arti sejauh mana dana mampu berperan sebagai
pendukung utama kegiatan pembangunan yang dilaksanakan. Bagi Indonesia dan
umumnya negara-negara yang sedang membangun usaha, penghimpunan dan
memang menjadi bagian yang menonjol serta memerlukan pengelolaan sebaik-
baiknya. Dana didapat dari berbagai sumber baik dari dalam negeri maupun yang
berasal dari bantuan luar negeri yang memang perlu ditata secara mapan disertai
penyesuaian dengan pertumbuhan atau perkembangan kemajuan pembangunan
agar penggunaannya tidak sia-sia.
Disinilah letak pentingnya bank sebagai lembaga keuangan yang lazim
dan diakui masyarakat luas terutama dalam fungsinnya sebagai pengelola dan
penyalur dana. Setidak-tidaknya dalam memberikan kepastian hukum serta
kepercayaan rakyat terhadap peranan bank untuk bertindak menjadi mata rantai
perjalanan kehidupan dan pembangunan sebagai salah satu sumber dana, selain
yang tersedia dalam masyarakat. Bank harus mampu menunjukkan tanggung
jawabnya di bidang dana apabila diperlukan bantuannya oleh masyarakat menurut
kepentingan yang ada. Khususnya kepentingan mereka yang bergerak di dunia
usaha atau bisnis yang meminta jasa baik bank sebagai pihak untuk bekerja sama
dalam hal dana.
Kebijakan pemerintah tentang deregulasi perbankan diakui telah banyak
membawa perubahan dalam sistem manajemen perbankan nasional. Hal ini
terbukti di saat krisis ekonomi terjadi mulai pertengahan Juli 1997 dimana bank-
bank yang secara manajerial tidak dikelola secara profesional dan hati-hati
terpaksa harus dilikuidasi, dibekukan dan diambil alih. Dari bulan Juli 1997
sampai dengan 13 Maret 1999, pemerintah telah menutup kurang lebih dari 55
bank, mengambil alih 11 bank (bank take over) dan 9 bank lainnya dibantu untuk
mengambil program rekapitalisasi. Dari 240 bank yang ada sebelum krisis
moneter, hanya tinggal 73 bank swasta yang dapat bertahan tanpa bantuan
pemerintah (Wijaya, 2000; Arifin, 2000).
Menghadapi gejolak moneter yang warnai tingkat bunga yang tinggi,
justru bank Syariah bebas dari negative spread, Karena bank Islam tidak berbasis
pada bunga atau kekuatannya adalah pada kerjasama. Ketangguhan sistem
ekonomi yang berasas Syariah telah teruji ketika badai krisis menghantam sendi-
sendi perekonomian Indonesia yang menyebabkan sejumlah bank die out. Krisis
itu berhasil dilewati dan menempatkan bank Muamalat Indonesia pada program
restrukturisasi perbankan nasional pada tahun 1998 dalam kategori A (CAR di
atas 4%) sehingga tidak memerlukan bantuan suntikan modal pemerintah dan
hanya harus menyampaikan bisnis plan, sebagai wajarnya. Hal ini, menurut Adi
Warman Karim (2003) terjadi karena beberapa hal, antara lain : Pertama,
beroperasi atas dasar prinsip syariah melalui bagi hasil, tidak beroperasi atas dasar
bunga /riba, gharar, dan maisyir, dan karenanya tidak mempraktekkan pemberian
bunga kepada deposan maupun penarikan bunga dari para pemimpin dana/
nasabah pembiayaan.
Kedua, tidak mengalami negative spread. Hal ini terjadi karena bank
Muamalat tidak memberikan bunga, dalam hal ini bagi hasil lebih besar dari yang
diperoleh, melainkan revenue sharing dari hasil usaha nyata atas penyaluran dana
masyarakat kepada sektor usaha yang dibiayai bank. Ketiga, tidak mengambil
posisi untuk melakukan spekulasi mata uang (gharar) sehingga tidak mengalami
problem NOP (net Open Position). Keempat, bertumpu pada pemilikan terhadap
usaha kecil dan menengah (UKM) yang terbukti tangguh dan tahan dalam
menghadapi krisis perekonomian nasional.
Kehadiran bank Syariah dengan filosofi bebas bunga memiliki signifikansi
tersendiri bagi upaya pembangunan ekonomi nasional. Sistem perbankan nasional
didominasi sistem bunga yang bagi sebagian besar masyarakat kelas menengah
kebawah merupakan permasalahan yang krusial, karena dibebani oleh pikiran
bukan saja pada pengembalian modal pinjaman pokok, tetapi juga pada
pengembalian bunga (Antonio, M. 1998). Disamping itu, lembaga perekonomian
Syariah tidak mengenal monopoli dan oligopoli yang melahirkan economic
injustice, dan hanya dapat dinikmati oleh segelintir orang pada gilirannya
melahirkan social gap. Tingkat bunga yang tidak mendukung berkembangnya
ekonomi kerakyatan juga tidak dikenal karena dianggap riba yang bertentangan
dengan nilai kemanusiaan dan nilai agama. Selain itu kebijaksanaan uang ketat
yang masih diberlakukan untuk meredam kegiatan spekulasi terhadap valuta asing
tidak memungkinkan turunnya tingkat bunga dalam waktu dekat (Antonio, 1998).
Dengan spesifikasi di atas, bank syari’ah memberikan peluang kepada masyarakat
luas, khususnya pengusaha kecil dan menengah untuk memperoleh pembiayaan
perbankan tanpa dibebani oleh pikiran negative spread dari bunga. Dengan sistem
bagi hasil, kedua belah pihak yang terlibat dalam transaksi bisnis dapat
menggunakan hak preferensinya untuk menentukan kelanjutan usaha mereka.
Transaksi bisnis akan berlanjut jika terjadi tawar menawar (bargaining) yang
didasari atas prinsip kerelaan masing-masing kedua belah pihak1.
Dari penjelasan diatas maka dapat dilihat bahwa permasalahan menjadi
rumit karena jumlah bank sakit yang diakibatkan oleh kredit macet karena bank
menggunakan sistem pembungaan yang merupakan bagian dari riba yang
keberadaannya sangat mencekik rakyat. Dan hal ini telah membuktikan bahwa
bank konvensional telah menzalimi perekonomian rakyat. Maka haruslah dicari
sistem perbankan lain untuk menggantikan sistem perbankan konvensional.
Terdapat sebuah solusi untuk menggunakan sistem perbankan syari’ah yang tidak
menggunakan sistem pembungaan yang dianggap telah menimbulkan banyak
kerugian. Sistem perbankan syariah menggunakan sistem bagi hasil, karena
menurut ajaran Islam pemberian bunga atau penerapan sistem pembungaan adalah
1 Muhammad, Bank Syariah: Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, ed.I,
(Yogyakarta; Penerbit Graha Ilmu, 2005), h.82-84.
termasuk riba yang dilarang oleh ajaran Islam. Allah SWT menurunkan risalah
larangan praktek riba dengan menggunakan empat tahapan, yakni 2 :
1. Allah memberikan pengertian bahwa riba tidak akan menambah kebaikan
disisi Allah. Allah berfirman:
������ ���� ��� ���� ����� ������������ � !" #$%��&��'
)�)*��� +⌧�- �����.��/ 012� 4��� � ������ ���� ��� ����
567�⌧809 :;�<1/=�> �?@A�� 4��� 0BCDE��F�GF�- H>I
�J�KL�>@M<☺&� )39 : ا��وم( ��
Artinya: “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah
pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa
yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai
keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang
melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar-Ruum : 39).
Disebut pertama karena ia turun pada periode Mekkah, sedangkan ayat-
ayat lain yang berbicara tentang riba turun pada periode Madinah. Pembicaraan
tentang riba pada ayat ini hanya memberi gambaran bahwa riba yang disangka
orang menghasilkan penambahan harta, dalam pandangan Allah tidak benar.
Yang benar zakatlah yang mendatangkan lipat ganda. Disini tidak dijelaskan
bahwa riba itu dilarang. Terhadap riba yang dibicarakan dalam surat Ar-Rum ini
sebagai mufassir ada yang berpendapat bahwa riba tersebut bukan riba yang
diharamkan. Riba dalam ayat ini berupa pemberian sesuatu kepada orang lain
2 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim,
2003), h.3.
yang tidak didasarkan keikhlasan seperti pemberian hadiah dengan harapan
balasan hadiah yang lebih besar. Ulama lain seperti Al-Alusi dan Sayyid Qutb
memilih berpendapat bahwa riba dalam ayat itu adalah tambahan yang dikenal
dalam muamalah sebagai yang diharamkan oleh Syar’i. kalau Sayyid Rasyid Rida
menyatakan bahwa haramnya riba itu semenjak turunnya surat Ali Imran : 130,
berarti ia membenarkan pendapat kelompok pertama3.
2. Allah memberikan gambaran siksa bagi Yahudi dengan salah satu karakternya
suka memakan riba. Allah SWT berfirman :
O�-PQK!R�- ����� :ST�UV��� ���<W�0I �62&�X�0? .HY.�ZP� �[E�B�W� @[DP�?G' .H�]?5
.H�I�I1^_!��� �� `ab!R0c 4��� �*���d⌧8 . H�I#be�'��
��7���=����� @1�U�� ���fY�g �?*� .H!h!P&8�'�� �$%��&��'
)�)*��� `a�iE�B&���!� 7 ��j@1�k@�'�� �"T=��LE�l-P��
.HfYm�� �n��⌧b� �o☺W�� أ����ء( '� :160 - 161(
Artinya: “Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan
atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi
mereka, dan Karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,
Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah
dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang
dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang
kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.” (QS. An-Nisaa’ : 160-161).
3 Dr. Muh. Zuhri, Riba dalam Al-Qur’an dan masalah Perbankan (Sebuah Tilikan
Antisipatif), Cet.I, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1996), h. 60.
3. Allah SWT melarang memakan riba yang berlipat ganda. Allah SWT
berfirman :
�0hp/�FDE�/ :ST�UV��� ���2����� +q ���>PKr-F�
������=����� �*LE0>@s�' *t⌧L0>E+Mp� � ���Ku) ����
V��� .H�lvP0>�� �J�<�!P&L> ���ان ال( :wlx(
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba
dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu
mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imran : 130).
4. Allah melarang dengan keras dan tegas semua jenis riba. Allah SWT
berfirman :
�0hp/�FDE�/ :ST�UV��� ���*����� ���Kuy �� V��� ���z��{�� ��� � |}�� ����
������=����� J!u ��*�8 �"~�*���p� . J!��- .HV�
���>P0>&L� ����j�{-F�- O�.�0�!� ����� 4���
��'!��<c���� � J!u�� ��.R> .HKRZP�- z)�z�z� .HKR��%��&��' +q
:;�<☺!P@K� +q�� : ;�<☺ZP@K>
�rB� - rB : ا����ة((
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka
Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu
bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak
menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.” (QS. Al-Baqarah : 278-279).
Dengan turunnya ayat terakhir tentang riba tersebut, maka seharusnya
dapat mengubah paradigma berfikir orang-orang beriman, untuk tidak sekali-kali
berhubungan dengan riba.
Selain dari sistem pembungaan atau riba yang dilarang agama, bank
syariah juga mempunnyai keunggulan berupa penerapan sistem bagi hasil yang
tidak akan merugikan pihak manapun, selain itu terbukti bahwa eksistensi bank
dengan sistem syariah lebih bertahan menghadapi krisis perekonomian karena
bank bersistem syariah tidak tergantung pada perubahan tingkat suku bunga.
Pada bank syariah juga terdapat produk-produk jasa yang hampir sama
dengan produk jasa bank pada bank konvensional, di bank bersistem syariah
terdapat jasa penyimpanan atau tabungan, jasa deposito, jasa investasi, jasa
peminjaman dan jasa penjaminan, seperti bank garansi yang umumnya terdapat
pada bank konvensional, namun dalam hal ini pemberian bank garansi yang
diberikan oleh bank bersistem syariah tentu memiliki karakteristik tersendiri yang
berbeda dengan pemberian bank garansi dalam bank bersistem konvensional. Apa
dan bagaimana bank garansi dalam sistem perbankan syariah inilah yang
kemudian akan menjadi bahasan dalam skripsi dengan mengambil contoh dari
pelaksanaan bank garansi di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk selaku bank
yang bersistemkan syariah.
Bertitik tolak pada latar belakang masalah diatas, maka penulis
menganggap perlu adanya pembahasan yang dituangkan oleh penulis dalam
skripsi dengan judul “Analisa Pemberian Bank Garansi Dalam Sistem
Syariah (Kafalah) Dan Pelaksanaanya Pada PT. Bank Muamalat Indonesia,
Tbk”.
B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah
Dalam penulisan skripsi ini pembahasan akan dibatasi pada analisa
mengenai pemberian bank garansi dalam bank bersistem syariah dan
pelaksanaanya di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Berdasarkan pembatasan masalah diatas, maka dapat dirumuskan sebagai
berikut :
4. Bagaimana ketentuan konsep jaminan pelaksanaan bank garansi yang ada di
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk?
5. Bagaimana praktek pelaksanaan pemberian bank garansi dalam sistem syariah
(kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk?
6. Apakah yang menjadi kendala-kendala dalam pemberian bank garansi dalam
sistem Syariah (kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk?
7. Bagaimanakah penyelesaian dalam mengatasi kendala-kendala pemberian
bank garansi dalam sistem syariah (kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia,
Tbk?
C. Studi Review Terdahulu
Tinjauan Hukum Islam Tentang Konsep Dan Operasional Kafalah Dalam
Sistem Perbankan Syariah (Studi kasus pada Bank BNI Syariah), oleh Rossi
Winiati, mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2004.
Menurut penulis dalam penulisan skripsinya bahwa kafalah menurut
syariah Islam adalah menggabungkan, sekaligus atau menjamin. Adapun dalam
sistem perbankan syariah prinsip kafalah dapat diaplikasaikan dalam bentuk
pemberian jaminan, salah satunya adalah pada produk jasa bank.
Secara umum aplikasi kafalah pada praktek bank garansi di Bank Syariah
tidak bertentangan dengan prinsip syariah Islam. Didalam pembahasan yang ada
pada skripsi tersebut adalah :
1. Bagaimana teori kafalah dalam prespektif hukum Islam ?
2. Bagaimana konsep dan operasional kafalah pada praktek garansi bank
dalam perbankan syariah ?
3. bagaimana tinjauan hukum Islam tentang kafalah, khususnya pada
praktek garansi bank di bank BNI Syariah ?
Konsep Al-Kafalah Dalam Bank Syariah dan Bank Garansi pada Bank
Konvensional (studi perbandingan terhadap sistem jasa pelayanan pada lembaga
perbankan), oleh Nur Arifiah mahasiswi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta tahun 2005.
Menurut penulis dalam skrpsinya kafalah atau Bank Garansi, sama-sama
merupakan bentuk penjaminan yang diberikan oleh bank kepada nasabah atas
mitra usahanya demi terlaksananya suatu proyek dengan aman. Kemudian
perbedaan yang terdapat pada kafalah dan bank garansi terletak pada
pelaksanaanya, dimana pada kafalah mengacu pada Al-Qur’an dan Hadits, serta
Ijma para ulama.
Tinjauan umum pelaksanaan penerbitan bank garansi pada PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk, oleh Enggar Aries Setyowati mahasiswa Fakultas
Ekonomi Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Jakarta tahun 2004.
Menurut penulis didalam pelaksanaan penerbitan bank garansi harus
menilai dengan 5 C (character, capacity, capital, collateral, condition of
economic), pemberian bank garansi pada nasabah mengandung suatu tingkat
risiko tertentu. Didalam pemberian bank garansi kepada terjamin dituntut untuk
menyediakan kontra jaminan sebagai tindakan dalam rangka memperkecil risiko
yang dihadapi.
D. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Penulisan skripsi ini mempunyai tujuan umum dan khusus, antara lain :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk menggambarkan dan
memberi penjelasan serta pengetahuan kepada masyarakat mengenai
pemberian bank garansi dalam sistem syariah. Dan memberikan analisa
mengenai bank garansi dalam bank yang bersistem syariah dan penerapannya
di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
2. Tujuan Khusus
Selain dari tujuan umum diatas, penulisan skripsi inipun mempunyai tujuan
khusus yang hendak dicapai oleh penulis, antara lain :
a Untuk mengetahui bagaimana ketentuan konsep jaminan pelaksanaan
bank garansi yang ada di PT Bank Muamalat Indoneia, Tbk.
b Untuk mengetahui bagaimana praktek pelaksanaan pemberian bank
garansi dalam sistem syariah (kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia,
Tbk.
c Untuk mengetahui kendala-kendala dalam pemberian bank garansi dalam
sistem syariah (kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
d Untuk mengetahui bagaimanakah penyelesaian dalam mengatasi kendala-
kendala pemberian bank garansi dalam sistem syariah (Kafalah) di PT.
Bank Muamalat Indonesia, Tbk.
Adapun manfaat dari penulisan skripsi ini antara lain :
a. Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan membandingkan hasil yang
diterima pada waktu perkuliahan secara klasikal dengan pada saat aplikasi
ekonomi islam, serta memberikan nuansa baru tentang bagaimana cara
membuat karya ilmiah yang baik.
b. Kepada Bank, dapat dijadikan sebagai tolak ukur dalam proses yang telah
dilaksanakan dan dapat dijadikan sebagai sumbangan pikiran untuk
kemudahan dalam transaksi bank garansi dalam sistem syariah kafalah
untuk kedepan.
c. Secara Akedemisi penulisan skripsi ini juga merupakan wujud dari
tanggungjawab penulis pada Fakultas Syariah Jurusan Muamalah dalam
rangka untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana
Starata Satu (S1) Ekonomi Islam. dan sebagai rujukan dan referensi untuk
penulisan skripsi berikutnya.
d. Bagi pihak lain, dapat juga digunakan sebagai informasi dan sumber ilmu
pengetahuan serta memberikan gambaran proses dan prosedur bank
garansi dalam sistem syariah kafalah, dan diharapkan juga akan
memberikan kemudahan untuk masyarakat yang belum mengetahui
produk kafalah secara syariah.
E. Metode Penelitian Dan Teknik penelitian
Menurut Robert Bogdan dan Steven J. Taylor, yang dimaksud dengan
metodologi penelitian ilmiah adalah : “The process, principles and procedures by
which approach problems and seek answers. In the social sciences the term
applies to how one conducts research”4. Metodologi pada hakekatnya berusaha
untuk memberikan pedoman tentang cara-cara seseorang ilmuwan untuk
mempelajari, menganalisa dan memahami lingkungan-lingkungan yang
dihadapinya. Sedangkan yang dimaksud dengan penelitian ialah usaha untuk
untuk menghimpun serta menemukan hubungan-hubungan yang ada antara fakta-
fakta yang diamati secara seksama.
4 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), cet.3, h.46.
Apabila dikaitkan dengan ilmu pengetahuan Jenis penelitian penulisan
skripsi ini yang utama adalah Field Research ialah penelitian lapangan langsung
kepada objek penelitian ialah PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. Selain itu juga
dilakukan penelitian Library Research ialah studi pustaka yang berkaitan dengan
objek penulisan atau penelitian terutama tentang Bank garansi pada sistem
Perbankan Syariah5.
Adapun jenis data yang dikumpulkan adalah Data Kualitatif ialah data
yang disuguhkan dalam bentuk dua parameter “abstrak”, atau data yang tidak
didasarkan dalam angka-angka (Kuantitatif)6.
Sedangkan teknik Pengumpulan data dilakukan dengan :
1. Wawancara, adalah suatu proses tanya jawab lisan, dimana 2 orang atau lebih
berhadapan secara fisik, yang satu dapat melihat muka yang lain dan
mendengar dengan telinga sendiri dari suaranya7.
2. Studi Dokumentasi, menurut Irawan (2000; 70), studi dokumentasi
merupakan teknik pengumpulan data yang ditujukan kepada subyek
penelitian8.
5 Wawancara pribadi dengan Pak Dedy Nursyamsi. Tangerang, 18 Maret 2008.
6 Boediono dan Wayan Koster, Teori Dan Aplikasi: Statistika dan Probabilitas (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2002), h. 6.
7 Sukandarrumidi, Metodologi Penelitian: Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004), h. 88.
8 Sukandarrumidi, Metodelogi Penelitian, h. 100.
Penyajian data dilakukan dengan diskriptif kualitatif, artinya data
kualitatif yang diperoleh dengan secara dokumentasi. Sedangkan analisa data,
dilakukan dengan analisa content, analisa data yang didasarkan data yang terkait
dengan obyek penelitian9.
Teknik penulisan berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum Tahun 2007 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan penulisan dan memahami isi penelitian
sebagaimana gambaran diatas, penulis mencoba mengaplikasikan bahasan dalam
bentuk tulisan yang sistematis sebagai berikut :
BAB I Pembahasan diawali dengan pendahuluan yang
menguraikan argumentasi seputar signifikasi studi ini.
Selain itu, pendahuluan diisi dengan latar belakang
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, metode penelitian dan teknik penelitian,
dan Sistematika Penulisan.
BAB II Selanjutnya pembahasan diarahkan kepada bank garansi
dalam bank syariah (kafalah) yang mencakup tentang :
9 Wawancara pribadi dengan Pak Dedy Nursyamsi. Tangerang 18 Maret 2008.
pengertian umum dan dasar hukum bank syariah, produk –
produk perbankan syariah, bank garansi dalam bank
konvensional, bank garansi (kafalah) dalam bank syariah.
BAB III Gambaran umum dan konsep jaminan pelaksanaan bank
garansi (kafalah) pada PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk
menguraikan tentang: Gambaran umum PT Bank Muamalat
Indonesia, Tbk: Lokasi riset, sejarah singkat, visi dan misi,
strategi usaha, struktur organisasi, produk dan jasa, serta
penghargaan yang diperoleh PT Bank Muamalat Indonesia,
Tbk. Konsep jaminan pelaksanaan bank garansi di PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk.
BAB IV Praktek dan kendala pelaksanaan bank garansi pada PT
Bank Muamalat Indonesia, Tbk menguraikan tentang:
Praktek jaminan pelaksanaan bank garansi dalam sistem
syariah (kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk,
kendala-kendala dan penyelesaian jaminan pemberian
bank garansi dalam sistem syariah (kafalah) di PT. Bank
Muamalat Indonesia, Tbk, kemudian analisa dari penulis.
BAB V Terdiri dari kesimpulan dan saran sebagai penutup.
BAB II
BANK GARANSI DALAM BANK SYARIAH (KAFALAH)
G. Pengertian Umum Dan Dasar Hukum Bank Syariah
Keterpurukan ekonomi Bangsa Indonesia yang mulai terlihat pada tahun
1997 adalah disebabkan banyak faktor. Satu diantaranya adalah faktor
keterpurukan perbankan Indonesia seperti yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya. Pada saat itu bank yang berjatuhan adalah bank dengan sistem
konvensional. Sehingga banyak terjadi ketidakpuasan terhadap sistem perbankan
konvensional maka terdapat beberapa pemikiran para pakar perbankan untuk
mencari sistem perbankan yang lebih baik. Dan pilihannya jatuh pada sistem
perbankan syariah. Yang dianggap paling tangguh menghadapi krisis moneter
saat itu.
Sistem ekonomi Islam sering disebut juga dengan sebutan ekonomi
syariah. Ekonomi syariah ini dalam konsepnya meletakkan nilai-nilai Islam
sebagai dasar dan landasan dalam aktivitas perekonomian dalam rangka
mewujudkan kesejahteraan masyarakat lahir dan batin. Dan salah satu bentuk
realisasi dari nilai-nilai ekonomi Islam atau ekonomi syariah dalam aktivitas
nyata masyarakat adalah dengan mendirikan lembaga-lembaga keuangan yang
beroperasi berdasarkan syariat Islam. Dari sekian jenis lembaga keuangan,
perbankan adalah salah satu sektor yang besar pengaruhnya dalam aktivitas
perekonomian masyarakat moderen. Sehingga dapat dikatakan bahwa untuk
menerapkan sistem ekonomi Islam salah satu cara yang efektif adalah dengan
mendirikan perbankan syariah atau perbankan Islam.
Bank Islam adalah bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip
syariah Islam atau bank yang tata cara beroperasinya mengacu pada ketentuan Al-
Quran dan Hadits10
. Di sinilah kemudian perbankan syariah harus menjadi
alternatif bahkan solusi bagi perkembangan pembangunan ekonomi nasional.
Dasar pemikiran terbentuknya bank dengan prinsip syariah ini adalah bersumber
dari adannya pelarangan riba dalam Al-Quran dan Hadits, seperti yang disebutkan
dalam bab sebelumnya. Walaupun institusi bank ini tidak dikenal dalam kosakata
fiqih Islam, pada masa Rasulullah, Khulafaur Rasyidin, Bani Umayyah, maupun
Bani Abbas telah melakukan praktek-praktek yang tergolong sebagai fungsi
perbankan. Fungsi-fungsi itu seperti menerima deposit, menyalurkan dana dan
transfer dana yang dilakukan dengan akad yang sesuai syariah. Jelas bahwa pada
zaman Rasulullah SAW telah terdapat individu-individu yang melaksanakan
fungsi perbankan. Berdasarkan kenyataan ini dan dari adanya ketentuan-ketentuan
dalam Al-Quran dan Hadits yang melarang pemungutan riba dan menyerukan
agar umat manusia saling bekerjasama dengan jalan yang halal, maka para
pemikir Islam mencoba menggali dan mengkaji sebuah konsep perbankan Islam
yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah sehingga terciptalah sistem perbankan
Islam atau syariah yang bertitik tolak dari ketentuan-ketentuan Al-Quran dan
10 Karnaen A. Perwaatmadja dan Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam,
(Yogyakarta: Dana Wakaf, 1992), h.1.
Hadits serta fungsi-fungsi perbankan kuno yang dijalankan oleh Rasulullah dan
sahabat-sahabatnya.
H. Produk – produk Perbankan Syariah
Menurut Adiwarman Karim, pada dasarnya produk yang ditawarkan oleh
perbankan syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu 11
: 1. Produk
Penyaluran Dana (financing), 2. Produk Penghimpunan Dana (funding), 3. Produk
Jasa (service).
Dibawah ini akan dijelaskan produk-produk yang ditawakan perbankan
syariah diatas.
1. Penyaluran Dana, dalam penyaluran dananya pada nasabah, secara garis
besar produk pembiayaan syariah terbagi kedalam empat kategori yang
dibedakan berdasarkan tujuan penggunannya, yaitu 12
:
a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli (ba’i), prinsip jual beli
dilaksanakan sehubungan dengan adannya perpindahan kepemilikan
barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan bank
ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas nama barang yang
dijual. Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk
pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yaitu :
11 Ir. Adiwarman A Karim, SE, MBA, MAEP, Bank Islam Analisis Fiqih dalam Keuangan,
edisi ketiga (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.2007), h.97.
12 Ibid, Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dalam Keuangan, h.97.
1) Pembiayaan Murabahah adalah transaksi jual beli dimana bank
menyebut jumlah keuntungannnya. Bank bertindak sebagai
penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah
harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin).
2) Pembiayaan Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang
diperjual belikan belum ada. Oleh karena itu,barang diserahkan
secara tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai.
3) Pembiayaan Istishna, menyerupai produk Salam, tapi dalam
Istishna pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam
beberapa kali (termin) pembayaran.
b. Pembiayaan dengan prinsip sewa (Ijarah), transaksi ijarah dilandasi
adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama
saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek
transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang pada
ijarah objek transaksinya adalah jasa.
c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (syirkah), produk pembiayaan
syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah,
1) Pembiayaan Musyarakah, transaksi musyarakah dilandasi adannya
keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai
asset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha
yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara
bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang
berwujud maupun tidak berwujud.
2) Pembiayaan Mudharabah, adalah bentuk kerja sama antara dua atau
lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan
sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu
perjanjian pembagian keuntungan.
d. Pembiayaan dengan akad pelengkap, untuk mempermudah pelaksanaan
pembiayaan, biasanya diperlukan juga akad pelengkap. Akad pelengkap
ini tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, tapi ditujukan untuk
mempermudah pelaksanaan pembiayaan. Uraian berikut ini akan
membahas akad-akad pelengkap, antara lain :
1) Hiwalah (alih utang-piutang) adalah untuk membantu supplier
mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya.
Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
2) Rahn (gadai), adalah untuk memberikan jaminan pembayaran
kembali kepada bank dalam memberikan pembiayaan.
3) Qardh, adalah pinjaman uang.
4) Wakalah (perwakilan), dalam aplikasi perbankan terjadi apabila
nasabah memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C, inkaso
dan transfer uang.
5) Kafalah (garansi bank), garansi bank dapat diberikan dengan tujuan
untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.
2. Produk Penghimpunan Dana, penghimpunan dana di bank syariah dapat
berupa giro, tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang
diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip wadi’ah dan
mudharabah. Antara lain 13
:
a Prinsip wadi’ah, prinsip wadi’ah yang diterapkan disini adalah wadi’ah
yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadi’ah
dhamanah berbeda dengan wadi’ah amanah. Dalam wadi’ah amanah
prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi,
sedangkan wadi’ah dhamanah pihak yang dititipi (bank) bertanggung
jawab atas keutuhan harta titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta
titipan tersebut.
b Prinsip mudharabah, dalam mengaplikasikan prinsip mudharabah,
penyimpanan atau deposan bertindak sebagai sahibul maal (pemilik
modal) dan bank sebagai mudharib (pengelola). Dana tersebut digunakan
bank untuk melakukan murabahah atau ijarah seperti yang telah
dijelaskan terdahulu. Dapat pula tersebut digunakan bank untuk
melakukan mudharabah kedua. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan
berdasarkan nisbah yang disepakati. Dalam hal bank menggunakannya
13 Ibid, Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dalam Keuangan, h.107.
untuk melakukan mudharabah kedua, maka bank bertanggung jawab
penuh atas kerugian yang terjadi.berdasarkan kewenangan yang diberikan
oleh pihak penyimpan dana, prinsip mudharabah terbagi dua yaitu :
1) Mudharabah Mutlaqah (URIA), tidak ada pembatasan bagi bank
dalam menggunakan dana yang dihimpun.
2) Mudharabah Muqayyadah (RIA), dibagi menjadi dua jenis, yaitu
a) Mudharabah Muqayyadah on Balance Sheet, jenis mudharabah ini
merupakan simpanan khusus (restricted investment) di mana
pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat tertentu yang harus
dipatuhi oleh bank. Misalnya disyaratkan digunakan untuk bisnis
tertentu, atau disyaratkan digunakan dengan akad tertentu atau
untuk nasabah tertentu.
b) Mudharabah Muqayyadah of Balance Sheet, jenis mudharabah ini
merupakan penyaluran dana mudharabah langsung kepada
pelaksana usahanya, dimana bank bertindak sebagai perantara
(arranger) yang mempertemukan antara pemilik dana dengan
pelaksana usaha. Pemilik dana dapat menetapkan syarat-syarat
tertentu yang harus dipatuhi oleh bank dalam mencari bisnis
(pelaksana usaha).
3. Jasa Perbankan, selain menjalankan fungsinya sebagai intermediasi
(penghubung) antara pihak yang membutuhkan dana (deficit unit) dengan
pihak yang kelebihan dana (surplus unit), bank syariah dapat pula melakukan
berbagi pelayanan jasa perbankan kepada nasabah dengan mendapat imbalan
berupa sewa atau keuntungan. Jasa tersebut berupa 14
:
a Sharf (Jual Beli Valuta Asing), pada prinsipnya jual beli valuta asing
sejalan dengan prinsip sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini,
penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama (spot). Bank
mengambil keuntungan dari jual beli valuta asing ini.
b Ijarah (Sewa), jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak
simpanan (safe deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen
(custodian). Bank mendapat imbalan sewa dari jasa tersebut.
I. Bank Garansi Dalam Bank Konvensional
Dalam dunia usaha, modal merupakan hal mutlak yang diperlukan untuk
berbagai tahapan kegiatan. Modal dalam bentuk uang dapat diberikan dalam
bentuk uang tunai, ataupun juga bisa melalui jaminan dalam bentuk surat
berharga. Terkadang pengusaha lebih memilih menggunakan surat berharga,
karena untuk memperoleh uang tunai bukanlah hal yang mudah. Surat-surat
berharga tersebut dapat dijadikan jaminan untuk membiayai suatu usaha atau
proyek. Jaminan semacam ini biasanya diberikan oleh bank dengan catatan
terlebih dahulu agar nasabah menyediakan jaminan lawan dimana besarnya
jaminan lawan biasanya melebihi nilai proyek yang dijaminkan. Hal ini dilakukan
14 Ibid, Adiwarman A Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dalam Keuangan, h.112.
guna menjamin nasabah apabila akan mengerjakan proyek. Jaminan yang
diberikan nasabah memiliki sejumlah uang sehingga si pemberi proyek akan
merasa yakin tidak akan dirugikan jika proyeknya dijalankan oleh si pengusaha
tersebut. Jaminan ini dikenal dengan nama Bank Garansi15
.
Jadi dapat disimpulkan pendapat Kasmir SE MM diatas bahwa pengertian
dasar dari bank garansi adalah merupakan jaminan pembayaran yang diberikan
oleh bank kepada suatu pihak, baik perorangan maupun perusahaan atau badan
dalam bentuk surat jaminan16
.
Pemberian jaminan ini maksudnya adalah bahwa bank menjamin akan
memenuhi (membayar) kewajiban-kewajiban dari pihak yang dijaminkan kepada
pihak yang menerima jaminan apabila yang dijaminkan di kemudian hari ternyata
tidak memenuhi kewajiban kepada pihak lain sesuai dengan yang diperjanjikan
atau cidera janji.
Bank Garansi terdapat pada beberapa peraturan antara lain pada Undang-
undang nomor 13 tahun 1968 Tentang Bank Sentral Bab XI Pasal 41 ayat 6
menyatakan bahwa bank memberikan jaminan bank dengan tanggungan yang
cukup. Hal yang sama pun disebutkan dalam UU Nomor 14 Tahun 1967 Tentang
Pokok-pokok Perbankan Bab V Pasal 23 ayat 7. Namun kedua Undang-undang
ini tidak berlaku lagi dan telah diganti dengan Undang-undang nomor 7 tahun
15 Kasmir, SE., MM, Dasar-Dasar Perbankan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004),
Cet. 1, h.194.
16 Ibid, Kasmir, SE., MM, Dasar-Dasar Perbankan, h.194.
1992 tentang Pokok-Pokok Perbankan yang kemudian diubah dengan melakukan
penambahan pada Undang-undang nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan
Undang-undang nomor 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Tetapi dalam
ketiga undang-undang ini pun tidak menjelaskan secara rinci tentang bank
garansi. Undang-undang ini hanya menyebutkan tentang jaminan, itupun sepintas
saja. Penjelasan secara rinci mengenai bank garansi ini dijelaskan pada peraturan
yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia yaitu dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia Nomor 11/ 110/ Kep./ Dir Tentang Pemberian Jaminan Oleh Bank dan
Pemberian Jaminan Oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank. Menurut Surat
Keputusan ini, jaminan tidak hanya diberikan oleh bank tetapi juga oleh lembaga
keuangan bukan bank, maka berdasarkan pasal 1 pada surat keputusan tersebut
dapat diketahui beberapa hal tentang jaminan yang dimaksud antara lain17
:
1. Jaminan adalah berbentuk warkat yang diterbitkan oleh Bank atau lembaga
keuangan bukan bank yang menimbulkan adanya kewajiban membayar
terhadap pihak yang menerima jaminan apabila yang dijamin melakukan
wanprestasi atau cidera janji.
2. Jaminan ini dilakukan dengan penandatanganan surat berharga dimana surat
berharga tersebut menimbulkan kewajiban membayar bagi bank atau lembaga
keuangan bukan bank apabila pihak yang dijamin melakukan cidera janji.
17 Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia, Tentang Pemberian Jaminan
Oleh Bank Dan Pemberian Jaminan Oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank, Nomor. 11/ 110/ Kep./
Dir, tanggal 28 Maret 1979, Pasal 1.
3. Jaminan ini adalah jaminan yang terjadi karena adanya perjanjian bersyarat
sehingga dapat menimbulkan kewajiban finansial bagi bank atau lembaga
keuangan bukan bank.
Pada Pasal 2 ayat 1 surat keputusan ini menyebutkan bahwa18
pemberian
jaminan sebagaimana dimaksud pada pasal 1 ayat 1 yang diterbitkan oleh bank
adalah bank garansi. Kemudian Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia ini
dicabut kemudian disempurnakan dan digantikan oleh surat Keputusan Direksi
Bank Indonesia Nomor 23/ 88/ Kep/ Dir. tanggal 18 Maret 1991 tentang
Pemberian Garansi Oleh Bank. Pada surat keputusan ini disebutkan pengertian
bank garansi yaitu disebut dalam pasal 1 ayat 3a yang bunyinya adalah 19
:
Garansi adalah garansi dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh bank yang
mengakibatkan kewajiban membayar terhadap pihak yang menerima garansi
apabila pihak yang dijamin cidera janji (wanprestasi). Kesimpulan yang dapat
ditarik dari pasal-pasal dalam surat keputusan tersebut adalah bahwa pengertian
bank garansi adalah suatu jaminan dalam bentuk warkat yang diterbitkan oleh
bank yang mengakibatkan kewajiban membayar terhadap penerima jaminan
apabila terjamin melakukan wanprestasi.
18 Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia, Tentang Pemberian Jaminan
Oleh Bank Dan Pemberian Jaminan Oleh Lembaga Keuangan Bukan Bank, Nomor. 11/ 110/ Kep./
Dir, tanggal 28 Maret 1979, pasal 2 ayat 1.
19 Bank Indonesia, Surat keputusan Direksi Bank Indonesia, Tentang Pemberian Garansi Oleh
Bank, Nomor 23/ 88/ Kep./ Dir, tanggal 18 Maret 1991, pasal 1.
J. Bank Garansi (Kafalah) Dalam Bank Syariah
1. Pengertian Kafalah
Kafalah secara etimologi berarti menjamin. Dan secara terminologi
muamalah adalah mengumpulkan tanggung jawab penjamin dengan tanggung
jawab yang dijamin dalam masalah hak atau hutang sehingga hak atau utang
itu menjadi tanggung jawab penjamin. Kemudian dalam teknis perbankan
kafalah adalah pemberian jaminan kepada nasabah atas usahanya untuk
melakukan kerjasama dengan pihak lain20
.
Dan menurut Syafi’i Antonio (1999), kafalah adalah jaminan yang
diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban
pihak kedua atau yang ditanggung21
.
Sedangkan menurut Adiwarman Karim, garansi bank dapat diberikan
dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran.
Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk
fasilitas ini sebagai rahn. Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan
prinsip wadi’ah. Untuk jasa-jasa ini, bank mendapatkan pengganti biaya atas
jasa yang diberikan22
.
20 Muamalat Institue, Research, Training, Consulting and Publiction (Jakarta : 08/06/2007),
h.32.
21 Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah (Jakarta: Zikrul Hakim,
2003), h. 31.
22 Ir. Adiwarman A Karim SE, MBA, MAEP, Bank Islam Analisis Fiqih dalam Keuangan, h
107.
Pendapat lain juga mengatakan bahwa yang dimaksud kafalah adalah
merupakan23
: Jaminan yang diberikan oleh penanggung (kafil) kepada pihak
ketiga dalam rangka memenuhi kewajiban dari pihak yang ditanggung (makful
anhu) apabila pihak yang ditanggung cidera janji atau wanprestasi.
Dengan berkembangnya perbankan syariah, kafalah dimasukkan
sebagai produk pelayanan jasa perbankan. Secara teknis perbankan dapat
dikatakan bahwa pihak bank memberikan jaminan kepada nasabahnya
sehubungan dengan kontrak kerja atau perjanjian yang telah disepakati antara
nasabah dengan pihak ketiga. Nasabah adalah penjamin. Pemberi jaminan ini
memberikan kepastian dan keamanan bagi pihak ketiga untuk melaksanakan
isi perjanjian atau kontrak yang telah disepakati tanpa ada rasa khawatir
terjadi sesuatu dengan nasabah misalnya cidera janji untuk memenuhi
prestasinya.
2. Dasar Hukum
Pemberian bank garansi dijadikan salah satu produk perbankan syariah
karena bank garansi sebagai suatu bentuk jaminan sesuai dengan nilai-nilai
Islam. Al-Quran dan Hadits membolehkan umat manusia untuk menolong
sesamanya dalam bentuk penjaminan.
23 Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk Dan
Implementasi Operasional Bank Syariah, (Jakarta: Djambatan, 2001).
Mengenai penjaminan dapat dilihat pada ayat-ayat Al-Quran yaitu24
:
a. Surat Yusuf ayat 72 yang berbunyi adalah :
�������U <1#u&L�j �����<n |B!P0☺&��� �0☺���� ���U0�
��?!� a��� ����>��
���j�'�� ��?!� M�W�09 )��س� :Br(
Artinya:”Penyeru-penyeru itu berkata: Kami kehilangan piala raja, dan
siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan
(seberat) beban unta, dan Aku menjamin terhadapnya”.(QS. Yusuf: 72)
b. Surat Al Ma’idah ayat 2 yang berbunyi :
����j���0>� �� Z � !��#�&��� l���&u�k����� �
+q�� ����j���0>� Z � #�&�[��� `J%��@1>&����� 7
���Ku) ���� V��� � )J!u V��� <1/�1⌧V #���u�>&���
)r : ا���! ة(
Arti ini adalah sebagian kutipan dari Surat diatas yang menerangkan
tentang Kafalah ”Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran”.
c. Surat Yusuf ayat 66 juga mengemukakan bahwa :
�$��U @��� �'��|c.�G' .HKR0>�� 7�y�0? `J�> �> �*u��.��� :���� 4��� �A)2> -F���
24 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Jakarta, 1995.
L��?!� �q!u J�' ⌧��t��� .H�l!� � ���☺ZP�- �Z.�� ���
�<h�u��.��� �$��U v��� 7 Z �
��� $�Ku�j �ab�8�� )��س� : RR(
Artinya: ”Ya'qub berkata: Aku sekali-kali tidak akan melepaskannya
(pergi) bersama-sama kamu, sebelum kamu memberikan kepadaku janji
yang teguh atas nama Allah, bahwa kamu pasti akan membawanya
kepadaku kembali, kecuali jika kamu dikepung musuh". tatkala mereka
memberikan janji mereka, Maka Ya'qub berkata: "Allah adalah saksi
terhadap apa yang kita ucapkan (ini)”.(QS. Yusuf: 66)
Selain ketentuan dari ayat-ayat Al-Qur’an, pemberian kafalah ini
berdasarkan pada beberapa Hadits, antara lain :
Hadist Nabi Riwayat Bukhari:
�س� �� 0��4 س2�3 ب0 ا/آ�ع ر,* ا( ��' &�ل آ�3ا��DC3: 8*�C ا( 73�' وسBC3 إذ أو?* ب<��زة ;����ا :89 �673� E ا���& �F7G ل ;96 ?�ك�& E ا�;��ل ه9 73�' د�0 &��
�� رس�ل ا( :CBN '73� DC3O; 89 أ?* ب<��زة أM�ى ;����ا�ا ��& �F7G ل ;96 ?�ك�& BP0 &97 ن��673� &�ل ه9 73�' د�ا :89 �673� ���; 2R��CRأ?* ب�� CBN �673� DC3O; �72 دن�نNSN
�ا E &�ل ;��& �F7G 2 &�ل ه9 ?�كNSN ا�96 73�' د�0 &���ا BU�V�: D3� &�ل أب� &�Tدة :89 73�' �� W3: دن�ن7� &�ل
'73� DC3O; '��د C*3�ل ا( و� رس
)رواZ ا���Yري (
Artinya: “Dari Salamah bin Akwa’ ra., berkata : ”Kami duduk di sisi
Nabi saw, tiba-tiba dibawa jenazah dan mereka berkata : ”Shalatkanlah
jenazah itu.” Beliau bersabda : ” Apakah ia mempunyai hutang ?”
mereka menjawab : ”Tidak” beliau bertanya lagi : ”Apakah ia
meninggalkan sesuatu ?” Mereka menjawab : ”Tidak”. Maka beliau
menshalatinya. Kemusian dibawa jenazah lain, mereka berkata : ”Wahai
Rasulullah, shalatkanlah ia.” Beliau bersabda : ”Apakah ia mempunyai
hutang ?” Dijawab : ”ya”, Beliau bersabda : ”Apakah ia meninggalkan
sesuatu ?” Mereka menjawab : ”Tiga Dinar.” Maka beliau
menshalatkannya. Kemudian dibawa jenazah yang ketiga dan mereka
berkata : ”Shalatkanlah ia.” Beliau bersabda : ”Apakah ia meninggalkan
sesuatu ?” mereka menjawab, ”Tidak !” Beliau bertanya : ”Adakah dia
mempunyai hutang ?” Mereka menjawab : ”Ada, tiga dinar !” Beliau
bersabda : ”Shalatkanlah temanmu”. Abu Qatadah berkata,
”Shalatkanlah ia wahai Rasulullah dan saya yang menanggung
hutangnya.” Maka beliau menshalatkannya.” (HR. Bukhari)25
.
Mengenai pemberian kafalah ini selain disebutkan pada hadits di atas,
Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K Lubis menambahkan hadits lainnya
yang berkaitan dengan kafalah, yaitu hadits Rasulullah SAW yang
diriwayatkan oleh Abu Daud, At Tirmidzi yang yang menjelaskan bahwa
“Dari Abi Umamah, bahawa Rasulullah SAW besabda ‘Penjamin adalah
orang yang berkewajiban mesti membayar26
.
Selain ayat-ayat Al-Quran dan Hadits, ketentuan-ketentuan yang
menjadi dasar pemberian kafalah ini adalah berupa Kaidah Fiqih yang
berbunyi “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali
ada dalil yang mengharamkan dan bahaya (beban berat) harus dihilangkan”27
.
Dengan adanya ayat-ayat Al-Quran dan Hadits diatas, Dewan Syariah
Nasional mengeluarkan fatwa tentang kafalah dan menetapkan fatwa Dewan
25 Muhammad bin Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-Ja’fi, Shahih al-Bukhari, (Beirut : Daar
Ibnu Katsir, 1987), Juz II, h. 799.
26 Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta:
Sinar Grafika:1996),cet. 2.h 150.
27 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Bank Indonesia, h 76.
Syariah Nasional Nomor 11/DSN-MUI/ IV/2000 tentang kafalah yang
ditetapkan tanggal 08 muharram 1421H atau tanggal 13 April 2000. Fatwa ini
menetapkan bahwa pemberian jasa kafalah dilakukan dengan prosedur
masing-masing bank syariah yang memberikan, dengan mengacu pada
ketentuan umum bank garansi yang telah ditetapkan Bank Indonesia dan
rukun kafalah yang telah ditetapkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia. Pemberian fatwa ini didasarkan pada latar belakang yaitu
dalam menjalankan usaha, seseorang sering memerlukan penjaminan dari
pihak yang lain melalui akad kafalah. Pemberian kafalah ini diberikan dengan
maksud untuk memenuhi kebutuhan usaha seseorang. Maka Dewan Syariah
Nasional memandang perlu menetapkan fatwa tentang kafalah sebagai
pedoman bagi Lembaga Keuangan Syariah terutama Bank Syariah.
Bagi kafalah yang diterbitkan oleh bank syariah di Indonesia maka
harus tunduk pada ketentuan yang terdapat pada KUHPerdata, yaitu Buku III
Bab XVII Pasal 1820 sampai dengan Pasal 185028
. Pasal-pasal ini mengatur
masalah pertanggungan, baik sifatnya secara umum, akibat-akibat yang timbul
bagi kedua pihak dan hapusnya perjanjian ini. Pada bagian ini yang akan
memberikan perlindungan bagi para pihak yang membuatnya yaitu pihak bank
dan pihak yang dijamin. Karena kafalah adalah termasuk perkaitan accesoir,
28 Widjanarto, Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Ed. IV (Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti, 2003), h. 96.
maka terdapat pihak ketiga yang terkait didalamnya, yaitu pihak penerima
jaminan. Keberadaan pihak ketiga ini dilindungi oleh Pasal 1314 dan 1340
KUHPerdata. Selain harus tunduk pada ketentuan KUHPerdata, pemberian
kafalah juga harus tunduk pada Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan, Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia mengenai pemberian bank garansi dan
Surat Edaran Bank Indonesia mengenai pemberian bank garansi.
3. Jenis-jenis Kafalah
Menurut Syafi’i Antonio dalam buku Islamic Banking Bank Syariah
dari Teori ke Praktek menyebutkan kafalah dalam syariah dibagi menjadi 5
jenis yaitu 29
:
a. Kafalah bin-Nafs, merupakan akad memberikan jaminan atas diri
(personal quarantee). Sebagai contoh, dalam praktik perbankan untuk
bentuk kafalah bin-nafis adalah seseorang nasabah yang mendapat
pembiayaan dengan jaminan nama baik dan ketokohan seseorang atau
pemuka masyarakat. Walaupun bank secara fisik tidak memegang barang
apapun, tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan
pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan.
29 Muhammad Syafi’i Antonio, Islamic Banking Bank Syariah dari Teori ke Praktik, cet 1
(Jakarta: Gema Insani Press, 2001), h.124.
b. Kafalah bil-Maal, merupakan jaminan pembayaran barang atau pelunasan
utang.
c. Kafalah bit-Taslim, jenis kafalah ini biasa dilakukan untuk menjamin
pengembalian atas barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir.
Jenis jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan
nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan penyewaan
(leasing company). Jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposit/
tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah
itu.
d. Kafalah al-Munajazah, adalah jaminan mutlak yang tidak dapat dibatasi
oleh jangka waktu dan untuk kepentingan/ tujuan tertentu. Salah satu
bentuk kafalah al-munajazah adalah pemberian jaminan dalam bentuk
performance bonds ’jaminan prestasi’, suatu hal yang lazim di kalangan
perbankan dan hal sesuai dengan bentuk akad ini.
e. Kafalah al-Muallaqah, bentuk jaminan ini merupakan penyederhanaan
dari kafalah al-munajazah, baik boleh industri perbankan maupun
asuransi. Secara umum, skema 1.1 aplikasi al-kafalah dalam perbankan
syariah dapat digambarkan sebagai berikut :
PENANGGUNG
(Lembaga
Keuangan)
DITANGGUNG
(Nasabah)
TERTANGGUNG
(Jasa/Objek)
JAMINAN KEWAJIBAN
Skema 1.1 al-Kafalah
Keterangan :
1) Bank sebagai lembaga keuangan menjamin pihak yang ditanggung
(nasabah), dengan menyerahkan jaminan (Garansi Bank) kepada
tertanggung (pihak ketiga/ pemilik proyek) apabila di kemudian hari
nasabah melakukan cidera (ingkar) janji/ wanprestasi.
2) Nasabah (pihak yang ditanggung) memiliki kewajiban kepada pemilik
proyek untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian
kerja yang disepakati antara pihak yang ditangggung/ pihak pelaksana
kerja dengan pihak tertanggung/ pihak pemberi kerja.
4. Syarat-syarat Kafalah
Kafalah sebagai suatu jasa penjaminan merupakan salah satu bentuk
perikatan dalam Islam. sebagai suatu bentuk perikatan dalam Islam, maka
syarat sahnya suatu perikatan berupa kafalah haruslah berdasarkan pada
ketentuan-ketentuan dalam Islam. Menurut pendapat Sayyid Sabiq dalam
buku Hukum Perikatan Islam, menyebutkan bahwa syarat sahnya suatu
perikatan adalah 30
:
a. Tindak hukum syariah yang disepakati; Maksudnya bahwa perjanjian
yang diadakan oleh para pihak itu bukanlah perbuatan yang bertentangan
30 Chairuman Pasaribu dan Suhrawadi K Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, h. 2.
dengan hukum atau bertentangan dengan hukum syariah, sebab perjanjian
yang bertentangan dengan ketentuan hukum syariah adalah tidak sah.
Maka dengan sendirinya tidak ada kewajiban bagi masing-masing pihak
untuk menepati atau melaksanakan perjanjian tersebut. Dengan kata lain
segala bentuk perjanjian yang bertentangan dengan hukum syariah dengan
sendirinya batal demi hukum. Dasar hukum mengenai hal ini adalah pada
Hadist Rasulullah SAW yang berbunyi “Segala bentuk persyaratan yang
tidak ada dalam kitab Allah adalah batil, sekalipun seribu syarat”.
b. Harus sama ridha dan ada pilihan; Maksudnya perjanjian yang diadakan
para pihak haruslah didasarkan kepada kesepakatan kedua belah pihak,
yaitu masing-masing pihak ridha atau rela akan isi perjanjian tersebut atau
dengan kata lain isi perjanjian tersebut adalah kehendak para pihak. Dalam
hal ini tidak boleh ada paksaan dari pihak yang satu kepada pihak yang
lain. Apabila perjanjian terdapat unsur pemaksaan, maka dengan
sendirinya perjanjian yang diadakan tidak mempunyai kekuatan hukum.
c. Harus jelas dan gamblang; Maksudnya apa yang di perjanjikan oleh para
pihak harus terang tentang apa yang menjadi isi perjanjian, sehingga tidak
mengakibatkan terjadinnya kesalahpahaman diantara para pihak tentang
apa yang mereka perjanjikan di kemudian hari. Dengan demikian maka
pada saat perjanjian dibuat maka masing-masing pihak harus mempunyai
interpretasi yang sama tentang apa yang telah mereka perjanjikan baik
terhadap isi maupun akibat yang ditimbulkan oleh perjanjian itu.
Syarat-syarat mengenai perikatan Islam di atas merupakan syarat mutlak
yang harus dipenuhi oleh segala jenis perikatan yang dilakukan dalam
kehidupan masyarakat termasuk didalamnya perikatan dalam hal kafalah.
Lebih tepatnya disebut sebagai syarat umum bagi perikatan kafalah. Secara
khusus kafalah memiliki syarat mutlak tersendiri yang lebih tepat bila disebut
sebagai syarat khusus perikatan kafalah. Dikatakan sebagai syarat khusus
karena syarat-syarat isi berisikan hal-hal yang teknis mengenai kafalah dan
syarat-syarat ini tidak dapat disamakan dengan syarat bagi perikatan lainnya.
Menurut fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia,
Rukun dan Syarat Kafalah terdiri dari 31
:
1. Pihak Penjamin (Kafil)
a Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
b Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan
hartanya dan dengan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
2. Pihak Orang yang berhutang (Ashiil makfuul’anhu) :
a Sanggup menyerahkan tanggunganya (piutang) kepada penjamin.
b Dikenal oleh penjamin.
3. Pihak Orang yang berpiutang (Makfuul Lahu) :
a Diketahui identitasnya.
b Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
c Berakal sehat.
31 Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Bank Indonesia, h.76.
4. Obyek Penjaminan (Makful Bihi) :
a Merupakan tanggungan pihak/ orang yang berhutang, baik berupa
uang, benda, maupun pekerjaan.
b Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
c Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin
hapus kecuali setelah dibayar atau di bebaskan.
d Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
e Tidak bertentangan dengan syariah (diharamkan).
Dari segi hukum Islam adanya penjaminan kafalah ini dibenarkan
karena banyak mendatangkan keuntungan bagi masyarakat dalam
bermu’amalah. Sahnya kafalah bergantung kepada syarat-syarat yang
ditentukan dalam perundang-undangan Islam.
5. Peranan Kafalah
Peranan kafalah pada dasarnya adalah untuk meningkatkan hubungan
mu’amalah sesama umat muslim pada khususnya dan umuat manusia pada
umumnya yang didalamnya terkandung unsur tolong menolong. Memberikan
penjaminan merupakan salah satu bentuk tolong menolong.
Kemudian pada era moderen sekarang berkembanglah peranan kafalah,
bukan hanya berperan sebagai bentuk usaha untuk mengingkatkan hubungan
mu’amalah umat manusia, tetapi sekarang peranan kafalah adalah untuk
memberikan kemudahan dan kelancaran bagi pelaku usaha dalam
pengembangan usahanya. Peranan kafalah secara umum adalah untuk
memperlancar transaksi atau kerjasama bagi pihak-pihak yang akan
melakukan suatu transaksi maupun kerjasama yang bernilai besar dan
mengandung risiko. Selain itu peranan kafalah adalah untuk meningkatkan
produktifitas perbankan dan produktifitas pengusaha.
Secara khusus peranan kafalah bagi para pihak adalah 32
:
a. Bagi pihak yang dijamin selaku nasabah bank ;
Artinya bahwa dengan diberikannya kafalah oleh bank, maka nasabah bisa
mendapatkan atau mengerjakan proyek dari pihak ketiga, karena biasanya
pemilik proyek menentukan syarat-syarat tertentu dalam mengerjakan
proyek yang mereka miliki.
b. Pihak terjamin ( pemillik proyek ) biasa disebut sebagai pihak ketiga,
Artinya bahwa dengan adanya kafalah yang diberikan oleh bank maka
pemilik proyek akan mendapat suatu jaminan bahwa proyeknya yang akan
dikerjakan oleh si nasabah bank tadi akan diselesaikan sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan. Karena kafalah merupakan pengambilalihan
risiko oleh bank apabila nasabah cidera janji dalam melaksanakan
kewajibannya.
c. Pihak yang menjamin hal ini adalah pihak bank,
Artinya bahwa dengan adanya kafalah yang diterbitkan oleh bank maka
pihak bank akan memperoleh fee atau imbalan yang diperhitungkan dari
32 Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, h 241.
nilai risiko yang ditanggung oleh bank atas kafalah yang telah diberikan,
selain itu juga penjamin akan memperoleh pahala karena melakukan
penjaminan bagi orang lain Karena penjaminan ini merupakan suatu sifat
kebajikan.
Pemberian kafalah sangatlah mendukung transaksi bisnis yang
dilakukan oleh pihak-pihak pelaksana transaksi, karena dapat menimbulkan
dan memberikan rasa aman dan kondusif bagi kelangsungan bisnis. Dengan
adanya rasa aman dan percaya ini akan mengembangkan usaha yang
dilaksanakan oleh masyarakat. Selain itu peranan yang terdapat dalam
pemberian kafalah adalah meningkatnya kerjasama antara masyarakat dengan
bank.
6. Subjek Hukum dalam Hukum Positif dan Hukum Islam
a. Subjek Hukum dalam Hukum Positif
Subjek hukum adalah sesuatu badan yang mempunyai hak dan kewajiban
untuk melakukan sesuatu perbuatan hukum, baik perbuatan sepihak maupun
perbuatan dua pihak. Pada dasarnya subjek hukum terdiri dari manusia
(natuurlijke persoon) dan badan hukum (rechtspersoon)33
.
33 H.R Daeng Naja, Hukum Kredti dan Bank Garansi, Bandung, PT. Citra Adiya Bakti, 2005,
Cet pertama, h. 25.
Namun melihat pada kenyataan pada prakteknya disini Daeng Naja
membagi subjek hukum sebagai pihak-pihak (lawan dari bank) dalam suatu
perjanjian kredit dan atau bank garansi, yaitu34
:
1) Perorangan dan perusahaan perorangan
2) Badan usaha dan badan hukum :
a) Badan usaha yang berbadan hukum dan
b) Badan usaha yang tidak berbadan hukum.
Ada beberapa hal yang perlu dikemukakan sehubungan dengan pembagian
subjek hukum tersebut diatas, yaitu35
:
1) Ditinjau dari segi jumlah pemiliknya, perusahaan dikelompokkan menjadi:
a) Perusahaan perseorangan yang dimiliki oleh seorang pengusaha saja
dan
b) Perusahaan persekutuan yang dimiliki oleh lebih dari seorang atau
beberapa orang pengusaha yang bekerja sama dalam suatu
persekutuan.
2) Ditinjau dari segi status pemiliknya, perusahaan akan di kelompokkan
menjadi36
:
a) Perusahaan swasta yang dimiliki oleh pengusaha swasta termasuk
koperasi dan,
34 Ibid, H.R Daeng Naja, Hukum Kredti dan Bank Garansi, h. 25.
35 Ibid, H.R Daeng Naja, Hukum Kredti dan Bank Garansi, h. 25.
36 Ibid, H.R Daeng Naja, Hukum Kredti dan Bank Garansi, h. 26.
b) Perusahaan negara yang dimiliki oleh negara atau Badan Usaha Milik
Negara (BUMN).
3) Ditinjau dari segi bentuk hukumnya, perusahaan akan dibagi menjadi37
:
a) Perusahaan berbadan hukum yang selalu berupa persekutuan dan,
b) Perusahaan tidak berbadan hukum yang selain dapat berupa
perusahaan persekutuan yang dapat pula berupa perusahaan
perseorangan.
b. Subjek Hukum dalam Hukum Islam (Mahkum ‘Alaih),
Subjek hukum atau pelaku hukum (Mahkum ‘Alaih) ialah orang-orang
yang dituntut oleh Allah untuk berbuat, dan segala tingkah lakunya telah
diperhitungkan berdasarkan tuntutan Allah itu. Didalam istilah Fiqih, subjek
hukum itu disebut mukallaf atau orang-orang yang dibebani hukum, atau
mahkum ‘alaih yaitu orang yang kepadanya diperlakukan hukum38
.
Seperti yang diterangkan bahwa definisi hukum taklif adalah “titah Allah
yang menyangkut perbuatan mukallaf yang berhubungan dengan tuntutan atau
pilihan untuk berbuat”39
.
Dari definisi diatas dapat dipahami bahwa ada dua hal yang harus
terpenuhi pada seseorang untuk dapat disebut mukallaf (subjek hukum), yaitu
dia mengetahui tuntutan Allah itu dan ia mampu melaksanakan tuntutan
37 Ibid, H.R Daeng Naja, Hukum Kredti dan Bank Garansi, h. 26.
38 Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, Jakarta, Kencana , 2008, Cet. Ketiga, h. 389.
39 Ibid, Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, h. 389.
tersebut. Dua hal tersebut merupakan syarat taklif atas subjek hukum. Adapun
penjelasannya sebagai berikut40
:
a. Ia memahami atau mengetahui titah Allah tersebut yang menyatakan
bahwa ia terkena tuntutan Allah.
b. Ia telah mampu menerima beban taklif atau beban hukum yang dalam
istilah ushul fiqih disebut ahlu li al-taklif. Kecakapan menerima taklif
atau yang disebut ahliyah yaitu kepantasan untuk menerima taklif.
Kepantasan itu ada dua macam yaitu41
:
1) kepantasan untuk dikenai hukum (ahliyah al-wujub), kecakapan
dalam bentuk ini berlaku bagi setiap manusia ditinjau dari segi ia
adalah manusia, semenjak ia dilahirkan sampai menghembuskan
nafas terakhir dalam segala sifat, kondisi dan keadaanya.
Kemudian para ahli Ushul membagi ahliyah al-wujub itu kepada
dua tingkatan :
a) Ahliyah al-wujub naqisah atau kecakapan dikenai hukum
secara lemah, yaitu kecakapan seorang manusia untuk
menerima hak, tetapi tidak menerima kewajiban atau
kecakapan untuk dikenai kewajiban tatapi tidak pantas
mnerima hak.
40 Ibid, Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, h. 389.
41 Ibid, Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, h. 390.
b) Ahliyah al-wujub kamilah atau kecakapan dikenai hukum
secara sempurna, yaitu kecakapan seseorang untuk dikenai
kewajiban dan juga untuk menerima hak.
2) kepantasan untuk menjalankan hukum .(ahliyah al-ada’), terdiri
dari tiga tingkat. Setiap tingkat ini dikaitkan kepada batas umur
seorang manusia yaitu42
:
a) Adim al-ahliyah atau tidak cakap sama sekali, yaitu manusia
semenjak lahir sampai mencapai umur tamyiz sekitar umur 7
tahun.
b) Ahliyah al-ada’ naqishah atau cakap berbuat hukum secara
lemah, yaitu manusia yang telah mencapai umur tamyiz (kira-
kira 7 tahun) sampai batas dewasa.
c) Ahliyah al-ada’ kamilah atau kecakapan berbuat hukum secara
sempurna, yaitu manusia telah mencapai usia dewasa.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang
mendasar antara hukum Islam dan hukum Positif berkaitan dengan apa yang
dimaksud subjek hukum, menurut hukum Positif subjek hukum itu adalah
manusia dan badan hukum, sedangkan menurut hukum Islam subjek hukum
itu hanyalah manusia mukallaf saja. oleh karena itu apabila bank dalam hal
ini, Bank Syariah ingin disebut sebagai Bank Syariah yang sesuai dengan
aturan hukum Islam. Maka setiap perjanjian, setiap transaksi yang dilakukan,
42 Ibid, Prof. Dr. H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqih, h. 392.
apabila perbankan menyebut atas nama bank, atau bank sebagai pihak, yang
dimaksud adalah penanggung jawab atau pimpinan, pengurus, pemilik,
pemegang saham dari bank tersebut, apabila yang dimaksud terbatas pada
bank sebagai badan hukum, maka bank tersebut belum dapat disebut sebagai
bank syariah43
.
43 Wawancara Pribadi dengan Pak Abdurrahman Dahlan. Jakarta 09 Desember 2008.
BAB III
GAMBARAN UMUM DAN KONSEP JAMINAN PELAKSANAAN BANK
GARANSI (KAFALAH) PADA PT BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk
A. Gambaran Umum PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk
1. Lokasi Riset
Penulis menjadikan PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk tepatnya di
Muamalat Institue yang berkantor di Ruko Pinangsia Jl. Futuris No. 2/3
Karawaci Office Park, Karawaci – Tangerang sebagai lokasi riset.
2. Sejarah Singkat PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk
PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk didirikan pada 24 Rabius Tsani 1412
H atau 1 Nopember 1991, diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI)
dan pemerintah Indonesia, dan memulai kegiatan operasinya pada bulan Mei
1992. dengan dukungan nyata dari eksponen Ikatan Cendikiawan Muslim se-
Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha Muslim, pendirian Bank Muamalat
juga menerima dukungan masyarakat, terbukti dari komitmen pembelian
saham perseroan senilai Rp. 84 milyar pada saat penandatanganan akta
pendirian perseroan. Selanjutnya, pada saat silahturrahmi peringatan pendirian
tersebut di Istana Bogor, diperoleh tambahan komitmen dari masyarakat Jawa
Barat yang turut menanam modal senilai Rp. 106 milyar.
Pada tanggal 27 Oktober 1994, hanya dua tahun setelah didirikan, Bank
Muamalat berhasil menyandang predikat sebagai Bank Devisa. Pengakuan ini
semakin memperkokoh posisi perseroan sebagai bank syariah pertama dan
terkemuka di Indonesia dengan beragam jasa maupun produk yang terus
dikembangkan.
Pada tahun 1997-1998, Indonesia dilanda krisis mioneter yang
memporakporandakan sebagian besar perekonomian Asia Tenggara. Sektor
perbankan nasional tegulung oleh kredit macet di segmen korporasi. Bank
Muamalat pun terimbas dampak krisis. Ditahun 1998, rasio pembiayaan
macet (NPF) mencapai lebih dari 60%. Perseroan mencatat rugi sebesar Rp.
105 miliar. Ekuitas mencapai titik terendah, yaitu Rp. 39,3 miliar, kurang dari
sepertiga modal setor awal.
Dalam upaya memperkuat permodalannya, Bank Muamalat mencari
pemodal yang potensial, dan ditanggapi secara positif oleh Islam
Development Bank (IDB) yang berkedudukan di Jeddah, Arab Saudi. Pada
RUPS tanggal 21 Juni 1999 IDB secara resmi menjadi salah satu pemegang
saham Bank Muamalat. Oleh karenanya kurun waktu antara 1999 dan 2002,
Bank Muamalat berhasil membalikkan kondisi dari rugi menjadi laba berkat
upaya dan dedikasi setia Kru Muamalat, ditunjang oleh kepemimpinan yang
kuat, strategi pengembangan usaha yang tepat, serta ketaatan terhadap
pelaksanaan perbankan syariah secara murni.
Melalui masa yang sulit ini, Bank Muamalat berhasil bangkit dari
keterpurukan . diawali dari pengangkatan kepengurusan baru dimana seluruh
anggota direksi diangkat dari dalam tubuh Muamalat, Bank Muamalat
kemudian menggelar rencana kerja lima tahun yang berhasil mengembalikan
Bank muamalat ke kondisi keuangan dan pertumbuhan yang
berkesinambungan.
Dari tahun 1998 hingga 2007, total asset Bank Muamlat meningkat
mendekati 2.100% dan ekuitas tumbuh sebesar 2.000%. perkembangan
tersebut menambah jumlah asset Bank Muamalat menjadi Rp10,57 triliun di
akhir tahun 2007, dengan modal pemegang saham mencapai Rp 846,16 miliar
dan pencapaiam laba bersih sebesar Rp 145,33 miliar – menjadikannya bank
syari’ah yang paling menguntungkan di Indonesia. Hingga akhir tahun 2005,
Bank Muamalat tetap merupakan bank syariah terkemuka di Indonesia dengan
jumlah aktiva sebesar Rp. 7,43 triliun, modal pemegang saham sebesar Rp.
492,79 miliar serta perolehan laba bersih sebesar Rp. 106,66 miliar pada tahun
200544
.
3. Visi dan Misi PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk
a. Visi
Menjadi bank syariah utama di Indonesia, dominan di pasar
spritual, dikagumi di pasar rasional.
44 Annual Report PT Bank Muamalat Indonesia 2007, h. 4.
b. Misi
Menjadi Role Model lembaga keuangan syariah dunia dengan
penekanan pada semangat kewirausahaan keunggulan menajemen dan
orientasi investasi yang inovatif untuk memaksimalkan nilai bagi
stakeholders45
.
4. Strategi Usaha PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Untuk mencapai visi dan misinya, Bank Muamalat Indonesia
mempunyai strategi usaha sebagai berikut 46
:
a. Meningkatkan pendapatan melalui ekspansi pembayaran secara selektif
dan prudent dengan menekan pada usaha kecil dengan pemanfaatan
jaringan lembaga keuangan syariah tanpa mengabaikan pembiayaan
kepada usaha menengah dan besar dengan penekanan pada perusahaan
yang mendukung pengembangan usaha kecil.
b. Meningkatkan mutu pelayanan dan pengembangan produk unggulan.
c. meningkatkan kualitas profesionalitas sumber daya insani.
d. Meningkatkan jumlah kantor pelayanan baru pada daerah-daerah strategi.
e. Mengembangkan teknologi informasi dan teknologi pelayanan.
f. Meningkatkan intensitas pengawasan dan menumbuhkan budaya patuh
kepada peraturan.
45 Ibid, Annual Report, h. 1. 46 Ibid, Annual Report, h. 64.
5. Struktur Organisasi PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Struktur organisasi sebagai penjabaran dari segala kegiatan yang
mendukung jalannya kegiatan operasional dari suatu organisasi yang ingin
mendapatkan tujuan secara bersama. Adapun struktur organisasi yang baik
adalah struktur dimana karyawan tersebut mengetahui dengan jelas tugas dan
tanggungjawabnya, sehingga tidak akan terjadi kesimpangsiuran di dalam
melaksanakan tugasnya masing-masing47
.
Dewan Pengawas Syariah (DPS) adalah badan independen yang
ditempatkan oleh Dewan Syariah Nasional (DSN) pada bank. Anggota DPS
harus terdiri dari pakar di bidang syariah muamalah yang juga memiliki
pengetahuan umum dibidang perbankan48
.
47 Ibid, Annual Report, h. 55.
48 Siamat Dahlan, Manajemen Lembaga Keuangan, Edisi ke 4 (Jakarta: Fakultas Ekonomi
Universita Indonesia, 2004), h. 187.
DEWAN PENGAWAS SYARI'AH
Ketua : K.H. Sahal Mahfudz
Anggota : K.H. Ma'ruf Amin
Anggota : Prof. DR. H. Muardi Chatib
Anggota : Prof. DR. H. Umar Shihab
DEWAN KOMISARIS
Komisaris Utama : Drs. H. Abbas Adhar
Komisaris : Prof. H. Korkut Ozal
Komisaris : Dr. Ahmed Abisourour
Komisaris : Drs. Aulia Pohan, MA
Komisaris : H. Iskandar Zulkarnain, SE, Msi
DEWAN DIREKSI
Presiden Direktur : H. A. Riawan Amin, Msc
Direktur Bisnis : Ir. H. Arviyan Arivin
Direktur Keungan : H. M. Hidayat, SE, Ak
& Administrasi
Direktur Kepatuhan : Ir. H. Andi Buchari, MM
& Pendukung Perusahaan
Direktur : Drs. U. Saefuddin Noer
Direktur : Ir. H. Herbudhi S. Tomo
6. Produk dan jasa PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk
a Produk Dana 49
:
1) Shar-e, merupakan tabungan instant investasi Syariah yang
memadukan kemudahan akses ATM, debit dan phone banking dalam
satu kartu dan dapat dibeli di kantor pos seluruh Indonesia. Hanya
dengan Rp 125.000 langsung mendapatkan paket kartu Shar-e dengan
saldo awal tabungan Rp 100.000, sebagai sarana menabung dan
berinvestasi di Bank Muamalat. Diinvestasikan hanya untuk usaha
halal dengan bagi hasil kompetitif.
2) Tabungan Ummat, merupakan investasi tabungan yang penarikannya
dapat dilakukan setiap saat di seluruh cabang maupun ATM Bank
Syariah Muamalat sesuai ketentuan yang berlaku. Segmen yang dituju
adalah semua kalangan tanpa batas usia. Dengan kartu ATM
Muamalat, nasabah dapat melakukan penarikan di seluruh mesin ATM
Bank Syariah Muamalat, ATM BCA dan ATM bersama. Nasabah
memperoleh bagi hasil yang berasal dari pendapatan bank atas dana
tersebut.
49 Ibid, Annual Report, h. 56.
3) Tabungan Arafah, merupakan tabungan yang dimaksudkan untuk
mewujudkan niat nasabah dalam menunaikan ibadah haji sesuai dengan
kemampuan keuangan pelaksanaan yang diinginkan. Dengan fasilitas
asuransi jiwa, Insya Allah pelaksanaan ibadah haji tetap terjamin.
Keistimewaan tabungan Arafah antara lain menguntungkan, terencana,
dan aman.
4) Deposito Fulinves, merupakan investasi yang dikhususkan bagi
nasabah perseorangan dengan bagi hasil yang menarik. Tersedia dalam
jangka waktu 1, 3, 6 dan 12 bulan. Fasilitas asuransi jiwa diberikan
kepada nasabah yang memiliki jangka waktu 6 dan 12 bulan.
5) Giro Wadi’ah, merupakan titipan dana pihak ketiga berupa simpanan
giro yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan
menggunakan cek atau bilyet giro dan pemindahbukuan. Bank akan
memberikan bonus kepada nasabah berdasarkan pendapatan bank.
6) Dana Pensiun Muamalat, dana pensiun Muamalat dapat diikuti oleh
mereka yang berusia minimal 18 tahun atau sudah menikah dan berusia
maksimal 60 tahun. Iuran sangat terjangkau yaitu minimal Rp 20.000
perbulan dan pembayaran dapat di debet secara otomatis dari rekening
nasabah di Bank Syariah Muamalat atau dapat ditransfer dari bank lain.
Peserta juga dapat mengikuti program WASIAT UMAT, dimana
peserta dilindungi asuransi jiwa sebesar nilai tertentu. Dengan asuransi
ini keluarga peserta akan memperoleh dana pensiun sebesar yang
diproyeksikan sejak awal jika peserta meninggal dunia sebelum
memasuki masa pensiun.
b Produk Pembiayaan 50
:
1) Murabahah, adalah akad jual beli antara nasabah dan bank. Bank
membiayai kebutuhan investasi nasabah dengan harga pokok ditambah
keuntungan yang disepakati bersama. Pembayaran dilakukan dengan
cara tertunda atau mengangsur selama jangka waktu yang telah
ditentukan.
2) Istisna, adalah akad jual beli antara nasabah dan bank, dimana
kebutuhan nasabah tersebut dilakukan berdasarkan pesanan (barang
belum jadi) dengan kriteria tertentu seperti: jenis, tipe, model, kualitas
dan jumlah barangnya. Bank memesan barang pesanan nasabah
kepada produsen. Setelah barang jadi, maka bank menjual barang
tersebut kepada nasabah dengan kesepakatan yang sudah ditentukan
sebelumnya.
3) Salam, adalah pembelian dengan pembayaran di muka atas hasil
pertanian dengan kriteria tertentu dari petani (nasabah 1) dan dijual
kembali kepada pihak lain (nasabah 2) yang membutuhkan dengan
jangka waktu yang ditentukan bersama. Sebelum membeli hasil dari
nasabah 1, bank terlebih dahulu menawarkan kepada nasabah kedua
untuk membeli hasil pertanian dari nasabah 1 dan ketetapan harga
50 Ibid, Annual Report, h. 58.
pembelian dan penjualan disepakati bersama antara nasabah 1 dan
nasabah 2.
4) Ijarah Muntahia bit Tamlik (IMBT), adalah perjanjian antara bank
sebagai lessor (yang menyewakan barang) dengan nasabah sebagai
penyewa (lessee): Penyewa setuju akan membayar uang sewa dimana
pada akhir perjanjian terjadi pemindahan hak kepemilikan dari bank
kepada penyewa.
5) Mudharabah, adalah kerjasama pembiayaan antara bank sebagai
pemilik dana dengan nasabah sebagai pelaksana usaha. Proyek
tersebut adalah usaha yang produktif serta halal. Pembagian hasil
keuntungan dari proyek dilakukan sesuai nasabah yang disepakati
bersama.
6) Mudharabah Muqayyadah, adalah perjanjian kerjasama antara
nasabah dengan bank dimana nasabah hanya boleh menggunakan
modal yang diberikan untuk melaksanakan proyek yang telah
ditentukan. Pembagian hasil keuntungan dari proyek dilakukan sesuai
nasabah yang disepakati bersama.
7) Musyarakah, adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih dimana
keduanya menyediakan modal untuk membiayai suatu proyek. Proyek
ini boleh dikelola oleh salah satu dari pemberi dana atau pihak lainnya.
Untuk jenis pembiayaan ini, pemilik dana boleh melakukan intervensi
dalam manajemen proyek tersebut, pembagian keuntungan dilakukan
sesuai dengan kesepakatan bersama, namun kerugian dibagikan
berdasarkan porsi atau besarnya modal yang diberikan.
8) Qardh, adalah perjanjian pemberian pinjaman bank kepada pihak
kedua, dimana pinjaman tersebut dikembalikan dengan jumlah yang
sama (sebesar pinjaman semula). Pengembalian ditentukan dalam
jangka waktu tertentu (sesuai kesepakatan) dan pembayaran bisa
dilakukan secara angsuran maupun sekaligus.
9) Rahn, adalah perjanjian penyerahan barang atau harta nasabah kepada
bank sebagai jaminan atau gadai. Jika emas digadaikan, maka fisik
emas diserahkan kepada pihak bank, sedangkan agunan berupa rumah
atau kendaraan, cukup menyerahkan sertifikat atau surat bukti
kepemilikan saja.
10) Wakalah, adalah perjanjian pemberian kepercayaan dan hak dari
lembaga atau perorangan kepada pihak lain sebagai wakil dalam
melakukan transaksi. Segala hak dan kewajiban yang diemban wakil
harus mengatasnamakan kepercayaan. Wakil boleh mendapatkan
keuntungan dari transaksi yang telah disepakati bersama.
11) Hawalah, adalah perjanjian penagihan hak dan kewajiban (piutang)
nasabah (pihak pertama) kepada bank (pihak kedua) dari nasabah lain
(pihak ketiga). Pihak pertama meminta bank untuk membayar terlebih
dahulu piutang yang timbul, baik dari jual beli maupun dari transaksi
lainnya. Setelah piutang tersebut jatuh tempo pihak ketiga akan
membayar kepada bank. Bank akan mendapatkan keuntungan berupa
fee dari pemindahan piutang tersebut.
c Jasa Layanan Lainnya 51
:
1) ATM, merupakan layanan online 24 jam yang memberikan
kemudahan kepada nasabah dalam melakukan transaksi penarikan
tunai, pemindahbukuan antar rekening, pemeriksaan saldo,
pembayaran zakat, infaq dan shodaqoh (ZIS), pembayaran
tangguhan telepon, maupun perubahan PIN atas kartu ATM. Khusus
untuk penarikan tunai kartu ATM Bank Syariah Muamalat dapat
diakses melalui seluruh ATM BCA dan ATM bersama. Selain itu
kartu ATM Bank Syariah Muamalat juga dapat dipakai untuk
bertransaksi di 18.000 merchant debit BCA.
2) SalaMuamalat, merupakan layanan phone banking 24 jam yang
memberikan kemudahan kepada nasabah dalam mengakses Bank
Syariah Muamalat dan memperoleh informasi mengenai produk,
saldo dan informasi transaksi terakhir, pemindahbukuan antar
rekening, serta kemudahan untuk mengubah PIN.
3) Pembayaran Zakat, Infak dan Shadaqoh (ZIS), merupakan jasa yang
memberikan kemudahan kepada masyarakat muslim dan berzakat,
baik ke lembaga pengelolaan ZIS Bank Syariah Muamalat Indonesia
51 Ibid, Annual Report, h.60.
maupun ke lembaga-lembaga ZIS lainnya yang bekerjasama dengan
Bank Syariah Muamalat. Pembayaran ZIS ini dapat dilakukan
melalui ATM dari seluruh kantor cabang Bank Syariah Muamalat.
4) Jasa-jasa lain, merupakan produk jasa lain Bank Syariah Muamalat
Indonesia yaitu seperti transfer, inkaso/ collection, standing
instruction, bank garansi, dan lain-lain.
7. Penghargaan yang Di Peroleh PT Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Dibawah ini merupakan penghargaan yang diperoleh PT Bank
Muamalat Indonesia, Tbk 52
:
a MUI AWARDS 2004, penghargaan sebagai terbaik yang menjalankan
operasional secara Syariah.
b KLIFF AWARD 2004, The Most Outstanding Performance by an Islamic
Bank. Dikeluarkan oleh Islamic Fiancial Forum yang berbasis di Kuala
Lumpur melalui CERT (Center for Research and Training) bekerjasama
dengan Dow Jones Islamic Indec, New York dan Konsultan Penilaian
Doloitte, Desember 2004.
52 Ibid, Annual Report, h. 44.
c AS/NZS ISO 9001 : 2000, mengenai Quality Manajemen Syistem
Requrements.
d Majalah Pilars, memberikan penghargaan kepada Bank Syariah Muamalat
Indonesia sebagai Sepuluh besar bank dengan Predikat Ternama versi
Majalah Pilars Bisnis Edisi No. 10/VII, 12 Mei 2003.
e Info Bank Award 2002, sebagai bank yang memiliki rating peringkat ke
17 dengan predikat SANGAT BAGUS.
Info Bank Award 2003, sebagai bank yang memiliki rating peringkat ke 7
dengan predikat SANGAT BAGUS untuk kategori bank beraset Rp 1
trilyun – Rp 20 trilyun.
Info Bank Award 2004, sebagai bank dengan predikat SANGAT BAGUS.
f Majalah SWA Edisi No. 10/XVI/16-29 Mei 2000, sebagai bank yang
memiliki peringkat ke 2 Terbaik dalam tingkat KEPUASAN NASABAH.
Majalah SWA Edisi 18 April 2001, sebagai bank yang memiliki peringkat
ke 6 sebagai bank paling dikenal masyarakat dan bank paling aman di atas
bank asing dan bank swasta lain.
g SUPERBRANDS, memberikan penghargaan kepada Bank Syariah
Muamalat Indonesia sebagai satu dari 101 perusahaan yang memiliki
brand/ merek yang kuat (superbrands) di Indonesia.
h Majalah MODAL, memberikan penghargaan kepada Bank Syariah
Muamalat Indonesia sebagai peringkat 1 ketegori The TOP of Mind (Bank
Syariah yang mudah diingat) berdasrkan hasil survey Karim Business
Consultant (KBC) dan Majalah MODAL Edisi Maret 2004.
B. Konsep Jaminan Pelaksanaan Bank Garansi Di PT. Bank Muamalat
Indonesia, Tbk
Jaminan pelaksanaan (Performance Guarantee) PT. Bank Muamalat
Indonesia, Tbk dalam menerbitkan jaminan pelaksanaan adalah sebagaimana
yang telah difatwakan oleh DSN-MUI yaitu merupakan surat yang diterbitkan
untuk menjamin kepastian (mutu dan ketepatan) pengerjaan suatu proyek ataupun
untuk menjamin kinerja (Performance) salah satu pihak dalam suatu transaksi53
.
Adapun ketentuan konsep jaminan yang digunakan akad kafalah yang
harus memenuhi rukun dan syaratnya :
1. Rukun Kafalah 54
:
b. Kafil = Pemberi Jaminan/ Penjamin/ Gurantor.
1) Baligh (dewasa) dan berakal sehat.
2) Berhak penuh untuk melakukan tindakan hukum dalam urusan hartanya dan
rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
c. Makful Bih = Sesuatu yang dijadikan sebagai jaminan atau setiap hak yang boleh
diwakilkan kepada orang lain, atau utang (harta) yang dijaminkan/ objek.
Berdasarkan Fatwa DSN No: 11/ DSN-MUI/IV/2000 :
53 Wawancara Pribadi dengan Pak Mochammad Andriansyah, sebagai Project Manager
Transformation Management Office PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. 27 Agustus 2008.
54 Muamalat Institue, Research, Training, Consulting and Publition 08 Juni 2007.
1) Merupakan tanggungan pihak/ orang yang berhutang, baik berupa uang,
benda, maupun pekerjaan.
2) Bisa dilaksanakan oleh penjamin.
3) Harus merupakan piutang mengikat (lazim), yang tidak mungkin hapus
kecuali setelah dibayar atau dibebaskan.
4) Harus jelas nilai, jumlah dan spesifikasinya.
5) Tidak bertentangan dengan syariah (diharamkan)
d. Makful Anhu = Yang meminta jaminan/ orang yang dituntut dengan harta/
nasabah. Berdasarkan Fatwa DSN No: 11/ DSN-MUI/IV/2000 :
1) Sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin.
2) Dikenal oleh penjamin.
e. Makful Lahu = Pihak yang menerima surat jaminan dari kafil. Berdasarkan Fatwa
DSN No: 11/ DSN-MUI/IV/2000 :
1) Diketahui identitasnya.
2) Dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa.
3) Berakal sehat.
2. Syarat Kafalah 55
:
a. Kafil = Penjamin atas kewajiban Makful Anhu.
1) Kafil akan mengeluarkan Bank Garansi apabila diminta dengan izin yang sah
dari makful anhu (nasabah).
2) Ketika kafil menjamin ulang makful anhu, maka jaminan itu atas nama
makful anhu.
55 Ibid, Muamalat Institue, Research, Training, Consulting and Publition.
3) Kafil tidak mempunyai hutang kepada makful anhu.
4) Mampu melunasi (membayar) kewajiban makful anhu.
5) Orang yang ditanggung (dijamin) tidak bebas tanggung jawab, kecuali
tanggung jawab penjaminnya bebas. Jika orang yang ditanggung bebas
tanggung jawabnya, maka bebas pula tanggung jawab penjaminnya.
6) Kafil dizinkan memberikan jaminan lebih dari satu pihak dan diperbolehkan
sebagai penjamin kedua dari makful anhu yang sama dan juga dalam proyek/
usaha yang sama.
7) Jika dalam pertanggungan berupa harta lalu orang yang ditanggungnya
meninggal dunia, maka kafil bertanggung jawab dalam harta tersebut.
8) Diperbolehkan memberi persyaratan khusus kepada makful anhu untuk
menitipkan hartanya.
b. Makful Anhu = Nasabah/ nama yang dijaminkan oleh kafil dan disebut dalam
surat jaminan.
1) Dikenal secara baik oleh kafil dan mempunyai reputasi yang baik
sebelumnya.
2) Mempunyai kemampuan untuk membayar dan menyerahkan hutangnya
kepada kafil.
3) Tidak ada jaminan kecuali ada hak (kewajiban) atau yang akan timbul seperti
akad ju’alah (upah).
4) Makful Anhu diperbolehkan meminta lebih dari satu kafil (pihak yang
menjaminnya).
c. Makful Lahu = Penerima surat jaminan.
Kafil
3. Kirim
Surat
Jaminan
5. Tagihan
karenaKarena
2. AKAD KAFALAH
1) Mempunyai hubungan yang jelas dengan makful anhu.
2) Mempunyai hak untuk menagih kewajiban yang telah dilalaikan oleh makful
anhu kepada kafil.
d. Makful Bih
1) Jumlah hutang dan jatuh tempo hutang harus jelas dan benar.
2) Bersifat mengikat dan tidak bisa digugurkan kecuali dengan cara
membayarnya atau terjadinya pengguguran hak yang dilakukan oleh pemilik
hak.
3) Ketika makful anhu mengalami cidera janji dengan makful lahu, maka pihak
kafil diperbolehkan meminta komisi (fee). Besar komisi sesuai dengan
kesepakatan besama.
Skema 1.2 Kafalah – Fiqih
Skema 1.3 Kafalah – Teknis Perbankan
Makful
Lahu Makful
Bih
Makful
Anhu
4. Melaksanakan tugas investasi
dana
1. Akad Proyek
4. Melaksanakan /
investasi/ dana
PEMILIK
PROYEK USAHA/PROYEK
1. Akad
Proyek
3. Kirim BANK GANSI
5. Tagihan
Karena
Default
6. Bayar Jika
Wanprestasi
e. Persyaratan Khusus untuk Makful Anhu (Nasabah) 56
:
1) Mepunyai reputasi (track record) yang bagus dalam menjalankan usahanya.
2) Telah berpengalaman dalam menjalankan usahanya.
3) Bersedia menanggung resiko terhadap usaha yang akan dijalankan dan
menanggung resiko apabila default (cidera janji).
4) Memberikan jaminan senilai 100% dari nilai bank garansi sebagai kontra
jaminan (Counter Guarantee).
f. Biaya/ Jasa/ Komisi 57
:
1) Nasabah (makful anhu) bersedia membayar biaya administrasi akibat
timbulnya akad bank garansi yang ditetapkan oleh kafil.
2) Apabila makful anhu melakukan cidera janji dengan makful lahu, maka
pihak bank (kafil) akan mencairkan/ menunaikan kewajiban makful anhu
sebesar nilai yang disepakati, karena itu makful anhu besedia membayar
komisi kepada kafil.
56 Ibid, Muamalat Institue, Research, Training, Consulting and Publition.
57 Ibid, Muamalat Institue, Research, Training, Consulting and Publition.
g. Berakhirnya Akad 58
:
Akad kafalah berakhir apabila :
1) Hutang telah lunas, baik oleh makful anhu maupun kafil.
2) Makful lahu menghapuskan piutangnya kepada makful anhu.
3) Apabila salah satu ingkar : umpamanya makful anhu dengan sengaja
melakukan wanprestasi agar kafil membayar hutangnya kepada makful lahu.
4) Batas tanggal berakhirnya masa klaim bank garansi telah dilampaui tanpa
ada klaim dari penerima bank garansi.
5) Terjadinya cacat hukum.
6) Adanya pernyataan dari penerima bank garansi tentang pelepasan hak klaim
atas bank garansi yang bersangkutan.
7) Dikembalikannya bank garansi asli kepada kafil atau bank garansi tersebut
hilang.
h. Perpanjangan jangka waktu bank garansi 59
:
1) Apabila jangka waktu bank garansi telah jatuh tempo dan proyek atau usaha
belum selesai, maka makful anhu diperbolehkan mengajukan perpanjangan
masa jaminannya kepada kafil.
2) Kafil mengizinkan perpanjangan masa bank garansi, apabila persyaratan
yang diminta memenuhi persyaratan yang wajar.
3) Bank garansi hanya diperbolehkan diperpanjang sebanyak satu kali, dan
masa perpanjangan maksimal sama sebelumnya.
58 Ibid, Muamalat Institue, Research, Training, Consulting and Publition.
59 Ibid, Muamalat Institue, Research, Training, Consulting and Publition.
4) Apabila terjadi perpanjangan masa bank garansi, kafil diperbolehkan
meminta biaya administrasi tambahan akibat timbulnya masa perpanjangan.
i. Dokumentasi 60
:
1) Akad induk perjanjian antara makful anhu (nasabah) dengan makful lahu.
2) Perjanjian pengikatan jaminan (Counter Guarantee).
3) Surat atau bukti-bukti lain yang diperlukan sehingga terbitnya bank garansi.
4) Surat pernyataan klaim dari penerima bank garansi (makful lahu).
60 Ibid, Muamalat Institue, Research, Training, Consulting and Publition.
BAB IV
PRAKTEK DAN KENDALA PELAKSANAAN BANK GARANSI PADA
PT BANK MUAMALAT INDONESIA, Tbk
A. Praktek Jaminan Pelaksanaan Bank Garansi Dalam Sistem Syariah
(Kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Akad kafalah merupakan akad penjaminan yang diberikan oleh
penanggung (kafil) kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban pihak
kedua atau yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berarti
mengalihkan tanggung jawab seseorang yang dijamin dengan berpegang pada
tanggung jawab orang lain sebagai penjamin61
.
Dalam transaksi jaminan pelaksanaan pihak Bank Syariah Muamalat
bertindak sebagai penanggung (kafil) dimana Bank Syariah Muamalat akan
menanggung pembayaran kepada pihak penerima jaminan (makful lahu) apabila
dalam proyek pihak nasabah (makful anhu) melakukan wanprestasi. Adapun
biaya-biaya yang timbul dan harus dibayarkan oleh nasabah atas diterbitkannya
jaminan pelaksanaan terdiri atas biaya administrasi dimana penentuan besarnya
ditentukan oleh overhead cost yaitu biaya-biaya yang timbul atas
dikeluarkannya jaminan pelaksanaan seperti biaya ATK (alat tulis kantor),
pendapatan fee base income dan kebijakan komite. Hasil dari akumulasi
61 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah: Dari Teori ke Praktek, Cet I (Jakarta: Gema
Insani Press, 2001), h. 123.
ketiganya adalah berupa biaya nominal. Selain biaya administrasi, nasabah juga
dikenakan biya materai sebesar Rp 6000,-62
.
Contoh Riil: Pada tanggal 18 November 2005 PT Perkasa Jaya
mengajukan fasilitas kafalah performance bond kepada Bank Syariah Muamalat
guna menjamin pelaksanaan pengadaan bahan bakar batu bara untuk PT Inti
Cemerlang dengan nilai proyek sebesar Rp 399.000.000,- (tiga ratus sembilan
puluh sembilan juta rupiah). Setelah menerima pengajuan permohonan, maka
pihak marketing melakukan analisa terhadap pengajuan tersebut, baik analisa
berdasarkan 5 C dan analisa kontrak antara PT Perkasa Jaya dengan PT Inti
Cemerlang. Setelah diketahui hasil analisa tersebut dan dinyatakan pengajuan
tersebut dapat dikabulkan, maka pada tanggal 03 Desember 2005 pihak komite
pembiayaan memberikan surat perstujuan prinsip fasilitas al-kafalah/
performance bond dengan keterangan didalamnya yaitu mengenai plafon
pembiayaan al-kafalah/ performance bond sebesar Rp 399.000.000,- (tiga ratus
sembilan puluh sembilan juta rupiah), atas nama PT Perkasa Jaya, kegunaan
dari performance bond tersebut adalah untuk menjamin pelaksanaan
pengadaaan bahan bakar batu bara untuk PT Inti Cemerlang dengan surat
keputusan penunjukan, jangka waktu 5 bulan, biaya administrasi sebesar Rp
50.000,- setiap bulan atau Rp 250.000,- selama masa berlakunnya jaminan
62 Wawancara Pribadi dengan Pak Mochammad Andriansyah, sebagai Project Manager
Transformation Management Office PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. 27 Agustus 2008.
pelaksanaan yaitu 5 bulan, biaya materai sebesar Rp 6.000,- dan jaminan berupa
deposito atas nama PT Perkasa Jaya yang diblokir sebesar Rp 399.000.000,-
(tiga ratus sembilan puluh sembilan juta rupiah)63
.
Di dalam pemberian jaminan pelaksanaan oleh pihak Bank Syariah
Muamalat Indonesia, pihak pemohon (nasabah) harus melalui sesuatu urutan-
urutan atau syarat-syarat yang harus dipenuhi.
Adapun tahap-tahap dalam pemberian jaminan pelaksanaan adalah
sebagai berikut 64
:
1. Tahap permohonan pemberian fasilitas kafalah
Dalam tahap ini nasabah mengisi form permohonan jaminan
pelaksanaan yang disertai dengan penjelasan-penjelasan mengenai :
a. Nama pemohon, nomor rekening di Bank Syariah Muamalat, nomor
NPWP pemohon dan alamat pemohon.
b. Nama dan alamat penjamin (apabila ada pihak lain sebagai penjamin).
c. Besarnya jumlah jaminan pelaksanaan yang diminta.
d. Nama dan alamat pihak penerima jaminan pelaksanaan.
e. Jenis dan waktu keperluan transaksi yang dijamin.
f. Jangka waktu berlakunya jaminan pelaksanaan.
63 Wawancara Pribadi dengan Pak Mochammad Andriansyah, sebagai Project Manager
Transformation Management Office PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. 27 Agustus 2008.
64 Wawancara Pribadi dengan Pak Mochammad Andriansyah, sebagai Project Manager
Transformation Management Office PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. 27 Agustus 2008.
g. Jumlah setoran jaminan yang diberikan serta jasa yang diberikan oleh
nasabah kepada Bank Syariah Muamalat atas penerbitan jaminan
pelaksanaan.
h. Perincian dari kontra jaminan yang disertai oleh nasabah kepada pihak
bank.
i. Dengan melampirkan surat perjanjian atau kontrak yang mendasari
permintaan jaminan pelaksanaan.
2. Tahap analisa pemberian fasilitas kafalah
Dalam tahap ini bagian marketing mulai melakukan analisa terhadap
data-data pemohon jaminan pelaksanaan pada poin (1). Adapun analisa yang
digunakan adalah berdasarkan analisa 5 C dan juga analisa terhadap
kontrak.
Berkaitan dengan analisa 5 C hal-hal yang dianalisa oleh bagian
marketing adalah :
a. Character, hal ini berkaitan dengan sifat dan karakter nasabah. Untuk
memperoleh informasi mengenai karakter nasabah pemohon ini, pihak
marketing melakukan dengan cara mencari informasi antara lain
melalui:
1) Daftar riwayat hidup pemohon.
2) Bank lain dimana pemohon pernah mengajukan permohonan
jaminan pelaksanaan maupun jaminan yang lain.
3) Nasabah bank yang memiliki bidang usaha yang sama dengan
pemohon.
4) Asosiasi dari perusahaan sejenis.
b. Capacity, hal ini berkaitan dengan :
1) Kemampuan pembayaran sangat tergantung pada faktor-faktor yang
mempengaruhi volume penjualan, harga jual, biaya dan pengeluaran.
Hal ini bertumpu pada kualitas produk dan layanan, efektifitas
tenaga kerja, harga dan tersedianya bahan baku serta kualitas
manajemen.
2) Kemampuan membayar merupakan pendapatan dari hasil usaha,
maka bank harus yakin bahwa nasabah mampu memenuhi kewajiban
finansialnya.
3) Integritas nasabah pemohon harus memuaskan dan dapat dibuktikan
serta tidak ada perbedaan dari hasil bank checking BI yang
dilakukan oleh Compliance and Corporate Support Director, juga
pengalaman masa silam yang bersangkutan.
4) Nasabah pemohon harus memiliki rekening di Bank Syariah
Muamalat (giro, tabungan, atau deposito minimal enam bulan
terakhir). Untuk giro jumlah yang tersimpan hendaknya memadai
sesuai dengan jumlah pembiayaan yang diperoleh.
c. Capital, yaitu modal yang dimiliki pemohon atau debitur untuk
menjalankan dan memelihara kelangsungan usahanya. Besarnya modal
sendiri ini menunjukkan tingkat resiko yang dipikul oleh debitur dalam
pembiayaan suatu proyek. Hal tersebut dapat dilihat dari akte pendirian,
neraca dan laporan laba rugi perusahaan pada waktu lampau dan analisa
keadaan untuk waktu yang akan datang.
d. Collateral, yaitu penilaian terhadap jaminan/ kontra jaminan yang
diserahkan oleh pemohon atas diterbitkannya jaminan pelaksanaan.
Besarnya nilai kontra jaminan yang harus disetor oleh pemohon jaminan
pelaksanaan adalah 100% atau lebih dari nilai jaminan pelaksanaan,
kontra jaminan ini bisa berupa cash collateral yaitu berupa rekening
giro dan atau deposito pemohon yang diblokir, yang nilainya 100% dari
nilai jaminan pelaksanaan, fixed asset yaitu berupa tanah atau bangunan
yang nilainya 125% dari nilai jaminan pelaksanaan maupun kombinasi
dari kedua jenis jaminan tersebut.
e. Condition of Economy, yaitu analisa yang meliputi variabel mikro yang
meliputi perusahaan. Variabel yang terutama diperhatikan adalah
variabel ekonomi meskipun bank juga memperhatikan variabel lainnya
seperti kondisi politik, perundang-undangan.
Berkaitan dengan analisa terhadap kontrak antara pihak nasabah
dengan bouwheer, hal-hal yang dianalisa antara lain adalah :
1) Kontrak tersebut tidak melanggar kaidah-kaidah Syar’i atau dalam artian
kontrak tersebut harus halal.
2) Melihat cara kerja dari pelaksanaan proyek tersebut.
3) Melihat tingkat resiko yang dimiliki dari pelaksanaan proyek tersebut.
3. Tahap keputusan pemberian fasilitas kafalah
Setelah dilakukan analisa oleh bagian marketing baik analisa
mengenai 5 C maupun analisa mengenai kontrak, ditambah dengan
keterangan mengenai nominal biaya administrasi yang diberikan oleh
nasabah atas penerbitan jaminan pelaksanaan tersebut, maka hasil dari
analisa tersebut diserahkan kepada komite pembiayaan untuk kemudian
diambil keputusan apakah permohonan jaminan pelaksanaan tersebut dapat
dikabulkan atau tidak.
Pihak komite di samping memperhatikan kepada analisa 5 C dan
analisa terhadap kontrak juga memperhatikan apakah nominal biaya
administrasi yang diberikan oleh nasabah tersebut sesuai dengan tarif yang
dikehendaki. Apabila nominal biaya administrasi yang diberikan oleh
nasabah masih kurang dari tarif yang dikehendaki, maka pihak komite
mengembalikan kepada marketing yang selanjutnya pihak marketing
melakukan bargaining kepada nasabah jaminan pelaksanaan untuk
menyesuaikan nominal biaya administrasi dengan tarif yang ada. Tetapi
apabila nilai nominal biaya administrasi telah sesuai dengan tarif yang ada,
dan analisa terhadap 5 C dan analisa terhadap kontrak tidak ada masalah,
maka komite pembiayaan mengeluarkan surat persetujuan prinsip
penyediaan fasilitas al kafalah/ performance bond.
4. Tahap pengikatan akad pemberian fasilitas kafalah
Setelah pihak komite pembiayaan memutuskan untuk memberikan
fasilitas al kafalah kepada nasabah pemohon, maka langkah selanjutnya
adalah dengan penandatanganan akad sekaligus pengikat kontra jaminan,
yaitu dengan cara memblokir rekening giro dan atau deposito nasabah
pemohon atau dengan menyerahkan sertifikat kepemilikan aktiva tetap
nasabah. Akad yang digunakan adalah akad kafalah. Pihak-pihak yang
terlibat adalah bagian legal, marketing dan nasabah pemohon itu sendiri.
Pembayaran atas biaya-biaya yang timbul dari penerbitan jaminan
pelaksanaan tersebut pada saat pengikatan akad.
Adapun biaya-biaya tersebut adalah :
a. Biaya administrasi, yang besar nominalnya didasarkan pada bargaining
antara pihak marketing dengan nasabah pemohon jaminan pelaksanaan.
Adapun dasar bargaining pihak marketing adalah :
1) Overhead Cost yaitu biaya-biaya yang timbul atas dikeluarkannya
jaminan pelaksanaan seperti biaya ATK (alat tulis kantor).
2) Pendapatan Fee Base Income.
3) Kebijakan komite.
b. Biaya materai, sebesar Rp 6.000,-
5. Tahap penyelesaian pemberian fasilitas kafalah
Dalam tahap penyelesaian ini terdapat 2 (dua) macam penyelesaian
yaitu penyelesaian jaminan pelaksanaan tanpa klaim dan penyelesaian
jaminan pelaksanaan dengan klaim.
a. Penyelesaian Jaminan Pelaksanaan Tanpa Klaim
Penyelesaian jaminan pelaksanaan tanpa klaim adalah apabila
pihak bouwheer tidak mengajukan klaim kepada Bank Syariah
Muamalat sampai dengan 14 hari kalender setelah berakhirnya jaminan
pelaksanaan. Apabila jaminan pelaksanaan tersebut telah berakhir dan
segala sesuatunya telah diselesaikan, maka dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut :
1) Bank garansi yang asli dikembalikan kepada Bank Syariah
Muamalat sebagai penerbit segera setelah selesai masa klaim bank
garansi berakhir.
2) Setelah bank garansi diterima, dicocokkan nomor, tanggal, nominal
dan keperluan bank garansi dengan copy yang ada di Bank Syariah
Muamalat sebagai arsip, maka selanjutnya penyelesaian dan
pengembalian kontrak jaminan kepada pemohon/ nasabah dapat
dilaksanakan.
3) Penyelesaian Jaminan Pelaksanaan Dengan Klaim
Penyelesaian dengan klaim ini terjadi apabila pihak yang dijamin
tidak dapat menyelesaikan/ melaksanakan seluruh kewajibannya
seperti yang telah tercantum dalam perjanjian atau dengan kata lain
pihak yang dijamin wanprestasi. Adapun hal-hal yang dilakukan
oleh bank apabila si terjamin ternyata wanprestasi adalah :
4) Jaminan pelaksanaan dicairkan melalui penyediaan pinjaman qardh.
5) Pihak Bank Syariah Muamalat melakukan penagihan kepada si
terjamin agar melaksanakan kewajibannya.
6) Apabila pihak terjamin tidak sanggup melaksanakan kewajibannya
sebagaimana klaim yang diajukan oleh bouwheer, maka pihak Bank
Syariah Muamalat melakukan likuidasi jaminan.
B. Kendala – kendala Dan Penyelesaian Jaminan Pemberian Bank Garansi Dalam
Sistem Syariah (Kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk
Pemberian jasa kafalah yang dilakukan oleh PT. Bank Muamalat Indonesia,
Tbk pada umumnya berjalan mulus tanpa ada kendala-kendala yang sifatnya sulit
dipecahkan. Umumnya kendala yang sering timbul adalah kendala yang mudah
untuk diselesaikan. Dari beberapa permasalahan yang timbul, terdapat beberapa
permasalahan yang sering sekali terjadi65
.
Permasalahan di antara kedua pihak yaitu pihak nasabah selaku pihak yang
dijamin dengan pihak yang menerima jaminan. Permasalahannya yang terjadi
yaitu66
:
65 Wawancara Pribadi dengan Pak Mochammad Andriansyah, sebagai Project Manager
Transformation Management Office PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. 27 Agustus 2008.
1. Mengenai klaim yang diajukan oleh pihak penerima jaminan kepada Bank
Muamalat Indonesia. Klaim tersebut diajukan oleh penerima jaminan dengan
alasan bahwa pihak yang dijamin atau nasabah tidak melakukan prestasi
sesuai dengan yang diperjanjikan atau terjamin dianggap telah wanprestasi.
Sedangkan pihak yang dijamin atau nasabah sendiri menyangkal adanya
wanprestasi yang dilakukan olehnya dan ia (nasabah) merasa telah melakukan
prestasi yang telah diperjanjikan.
Penyelesaian: Apabila terjadi permasalahan semacam ini maka Bank
Muamalat Indonesia adalah :
a. Bank Muamalat Indonesia akan melakukan pendekatan kepada kedua
belah pihak untuk melakukan musyawarah bersama dalam penyelesaian
masalah yang terjadi agar tercapai kata mufakat di antara masing-masing
pihak. Biasanya Bank Muamalat Indonesia bersedia membantu dalam hal
musyawarah ini, tetapi musyawarah bisa juga dilakukan oleh para pihak
tanpa keikutsertaan Bank Muamalat Indonesia di dalamnya. Musyawarah
yang dilakukan ini adalah bertujuan untuk memberikan kesempatan bagi
para pihak untuk mencari jalan keluar sebelum jangka waktu kafalah
berakhir.
b. Apabila tidak juga sampai pada waktu jatuh tempo kafalah terlampau dan
bank belum menerima permintaan atau pemberitahuan secara tertulis
66 Wawancara Pribadi dengan Pak Mochammad Andriansyah, sebagai Project Manager
Transformation Management Office PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk. 27 Agustus 2008.
tentang perubahan atau pembatalan tuntutan pembayaran kafalah maka
bank segera akan melakukan pembayaran atau pencairan kafalah kepada
pihak penerima kafalah.
c. Dan bila kafalah telah dicairkan atau dibayarkan sampai dengan jatuh
tempo dan tidak ada pemberitahuan pembatalan klaim maka bank
melakukan langkah-langkah operasional terhadap nasabah yaitu
melakukan pemberitahuan kepada nasabah secara tertulis tentang telah
cairnya kafalah yang ia mintakan. Dan diberitahukan pula kepada nasabah
bahwa pencairan tersebut dilakukan karena adanya pengajuan klaim dari
penerima jaminan karena nasabah dianggap telah melakukan wanprestasi.
d. Langkah selanjutnya bank akan memblokir dan memperhitungkan hutang
atau kewajibannya nasabah berupa giro milik nasabah maupun jaminan
dalam bentuk lainnya. Namun apabila sebelum jatuh tempo kafalah para
pihak melakukan pemberitahuan atau pembatalan mengenai klaim maka
sampai dengan kafalah jatuh tempo maka bank tidak akan melakukan
pembayaran pada pihak manapun, dan jaminan yang telah disetorkan oleh
nasabah akan tetap menjadi milik nasabah.
2. Kafalah telah jatuh tempo tetapi surat asli kafalah belum dikembalikan oleh
nasabah.
Penyelesaian: Apabila terjadi permasalahan semacam ini maka solusi
yang dilakukan oleh Bank Muamalat Indonesia adalah:
a. Memberitahukan kepada pihak yang dijamin atau nasabah untuk
mengembalikan surat tersebut kepada bank.
b. Apabila telah dilakukan pemberitahuan namun nasabah belum juga
melakukan pengembalian maka pihak bank akan menyegel dokumen
kafalah tersebut yang masih tersimpan di bank dengan pernyataan tidak
berlaku. Kemudian nasabah diminta untuk menandatangani kertas
bermaterai yang berisi keterangan bahwa nasabah tidak mampu
menyerahkan kembali surat asli kafalah dengan diikuti penjelasan alasan-
alasannya. Dalam surat tersebut disebutkan bahwa nasabah atau pihak
yang dijamin akan bertanggung jawab atas segala akibat yang mungkin
akan timbul karena tidak kembalinya surat kafalah asli tersebut ke tangan
bank. Maka sejak saat itu jaminan dapat diambil lagi oleh nasabah namun
bank tidak akan bertanggung jawab lagi apabila terjadi sesuatu yang
berkenaan dengan warkat kafalah yang pernah dimohonkan oleh nasabah
tersebut.
C. Analisa Dari Penulis
Jaminan pelaksanaan (Performance Guarantee) Bank syariah Muamalat
Indonesia merupakan surat yang diterbitkan untuk menjamin kepastian (mutu dan
ketepatan) pengerjaan suatu proyek ataupun untuk menjamin kinerja
(performance) salah satu pihak dalam suatu transaksi.
Konsep dan implementasi jaminan pelaksanaan yang dimiliki dan telah
diaplikasikan oleh Bank Syariah Muamalat Indonesia tunduk pada fatwa Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang mengatur tentang kafalah. Hal
ini karena fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia menjadi
pedoman ataupun rujukan bagi Bank Syariah Muamalat Indonesia dalam
mengimplementasikan berbagai produk yang dimilikinya, sehingga dalam setiap
pengambilan keputusan terkait dengan produk-produk yang dimiliki pihak Bank
Syariah Muamalat Indonesia senantiasa berusaha agar produk yang dimiliki selalu
terjaga kemurnian dan kehalalannya dan terbebas dari transaksi-transaksi haram
termasuk dalam mengimplementasikan jaminan pelaksanaan.
Pada dasarnya implementasi bank garansi dan dalam sistem syariah hampir
sama. Yang membedakannya adalah pada pengelolaan jaminan lawan yang
diserahkan nasabah kepada bank yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya.
Sebagaimana jenis-jenis pembiayaan yang lain, mekanisme penerbitan
jaminan pelaksanaan yang dalam implementasinya menggunakan akad kafalah,
juga memerlukan suatu tahapan-tahapan yang harus dilalui sebelum Bank Syariah
Muamalat Indonesia memutuskan untuk menerbitkan surat jaminan pelaksanaan
sebagaimana yang diajukan oleh nasabah pemohon. Meskipun kafalah merupakan
jenis fasilitas non cash loan yaitu suatu jenis fasilitas dimana bank tidak
mengeluarkan uang tunai, namun demikian Bank Syariah Muamalat Indonesia
harus senantiasa berhati-hati agar segala jenis risiko sekecil apapun dapat
diminimalisir karena kemungkinan dalam pelaksanaan proyek nanti si nasabah
tidak dapat melaksanakan kewajiban sebagaimana yang telah diperjanjikan
dengan pihak pemilik proyek.
Dalam prosedur penerbitan jaminan pelaksanaan nasabah harus memulai
tahapan tersebut dengan mengajukan permohonan bank garansi/ jaminan
pelaksanaan terlebih dahulu kepada Bank Syariah Muamalat Indonesia, dimana
dari data permohonan tersebut Bank Syariah Muamalat Indonesia sudah dapat
melakukan analisa awal apakah permohonan tersebut nantinya layak atau tidak
untuk diberikan surat jaminan pelaksanaan.
Berpedoman kepada fatwa Dewan Syariah Nasional bahwa obyek
penjaminan (makful bih) harus jelas nilainya, jumlah dan spesifikasinya dan
transaksinya harus tidak bertentangan dengan syariah (diharamkan), maka dua hal
inilah yang menjadi pedoman awal sebelum Bank Syariah Muamalat Indonesia
melakukan analisa yang lebih jauh terhadap permohonan tersebut.
Setelah diketahui bahwa 2 (dua) hal yang menjadi pedoman awal tersebut
terpenuhi, maka Bank Syariah Muamalat Indoneisa melakukan analisa yang lebih
jauh yaitu berkenaan dengan analisa 5 C. Hal ini merupakan suatu analisa standar
yang harus dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan watak,
kemampuan nasabah, modal yang dimiliki, jaminan yang diserahkan dan kondisi
ekonomi. Kesemuanya itu merupakan salah satu cara untuk meminimalisir resiko
yang akan terjadi di masa mendatang.
Setelah analisa mengenai kelayakan, baik analisa mengenai transaksi antara
nasabah pemohon dengan pemilik proyek dinyatakan tidak bertentangan dengan
syariah maupun analisa yang didasarkan 5 C juga dinyatakan telah memenuhi
ketentuan dari pihak Bank Syariah Muamalat Indonesia, maka pihak Bank
Syariah Muamalat Indonesia mengeluarkan Surat Persetujuan Prinsip Fasilitas
Pembiayaan Kafalah Performance Bond. Setelah itu pihak pemohon jaminan
pelaksanaan dan pihak Bank Syariah Muamalat Indonesia mendatangkan Surat
Perjanjian Penerbitan Bank Garansi. Bersamaan dengan itu, pihak pemohon
jaminan pelaksanaan menyerahkan jaminan lawan dan membayar biaya-biaya
sebagaimana yang telah disepakati antara kedua belah pihak. Berkaitan dengan
jumlah jaminan lawan yang harus diserahkan oleh nasabah pemohon jaminan
pelaksanaan kepada Bank syariah Muamalat Indonesia yang mana untuk cash
collateral senilai 100%.
Dengan adanya jaminan lawan tersebut Bank Syariah Muamalat dapat
meminimalisir kemungkinan resiko yang akan terjadi apabila nasabah yang
bersangkutan tidak dapat melaksanakan kewajibannya, di samping itu dengan
adanya jaminan lawan berupa cash collateral Bank Syariah Muamalat Indonesia
memperoleh dana gratis dengan adanya pengendapan dana dari jaminan lawan
yang diberikan oleh nasabah tanpa Bank Syariah Muamalat Indonesia
memberikan imbalan, sedangkan untuk pembebanan biaya, dalam implementasi
penerbitan jaminan pelaksanaan pihak Bank Syariah Muamalat Indoneisa
mendasarkan kepada biaya overhead, fee base income dan kebijakan dari komite
pembiayaan di samping itu juga biaya materai sebesar Rp 6.000,- yang juga
dibebankan kepada nasabah.
Sebagaimana kasus riil yang ada pada bab sebelumnya kita lihat bahwa
Bank Syariah Muamalat Indonesia membebankan biaya sebesar Rp 250.000,-
untuk masa berlaku jaminan nominal jaminan sebesar Rp 399.000.000,- (tiga
ratus sembilan juta rupiah). Biaya sebesar Rp 250.000,- untuk 5 bulan atau rata-
rata Rp 50.000,- setiap bulan merupakan akumulasi dari biaya yang didasarkan
pada overhead cost. Fee base income dan kebijakan dari komite pembiayaan
sebagai pihak yang mengurus atas diterbitkannya jaminan pelaksanaan.
Implementasi dari pembebanan biaya-biaya atas diterbitkannya jaminan
pelaksanaan tersebut oleh Bank Syariah Muamalat Indonesia didasarkan pada
ketentuan umum Kafalah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No.
11/ DSN-MUI/ IV/ 2000, di mana dalam fatwa tersebut disebutkan : dalam akad
kafalah, penjamin dapat menerima imbalan (fee) sepanjang tidak memberatkan.
Di samping pernyataan tersebut sebagaimana pada bab sebelumnya telah dibahas
bahwasanya kafalah merupakan salah satu jenis dari beberapa jenis akad tabarru’,
dimana Bank Syariah Muamalat Indonesia tidak berkewajiban menanggung biaya
yang timbul dari pelaksanaan akad tabarru’ tersebut. Artinnya, bank Syariah
Muamalat Indonesia boleh meminta pengganti atas biaya-biaya yang dikeluarkan
dalam melaksanakan akad tabarru’.
Dilihat dari dasar pembebanan biaya yang dibebankan Bank Syariah
Muamalat Indonesia kepada nasabahnya, maka dasar pembebanan tersebut
terhitung lebih ringan dibandingkan dengan pembebanan yang diberikan oleh
perbankan konvensional kepada nasabahnya, ini dapat dilihat dari jenis biaya
yang harus dikeluarkan oleh nasabah perbankan konvensional yaitu terdiri dari
biaya provisi di mana rata-rata 1% dari nilai bank garansi, biaya administrasi dan
biaya materai, sedangkan untuk Bank Syariah Muamalat Indonesia pembebanan
biaya diukur berdasarkan akumulasi dari komponen-komponen sebagaimana
disebutkan atas di mana hasil dari akumulasi tersebut adalah nilai nominal bukan
prosentase.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari tela’ah dan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan jaminan pelaksanaan yang mana PT Bank Syari’ah
Muamalat Indonesia, Tbk menggunakan akad kafalah, maka dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut :
1. Ketentuan bank garansi (kafalah) dalam sistem Perbankan Syariah
sebagaimana yang ada di PT Bank Syariah Muamalat Indonesia, Tbk telah
terkonsep sesuai dengan fatwa Dewan Syariah Nasional.
2. Pelaksanaan Pemberian jasa kafalah di Bank Muamalat Indonesia dilakukan
dengan adannya permohonan dari nasabah sebelumnya. Dilakukan dengan
melalui beberapa tahap antara lain :
a. Tahap pertama adalah permohonan penerbitan kafalah oleh nasabah yang
akan dijamin.
b. Tahap kedua adalah analisa pemberian fasilitas kafalah.
c. Tahap ketiga adalah keputusan pemberian kafalah.
d. Tahap keempat adalah pengikatan akad pemberian fasilitas kafalah.
e. Tahap kelima adalah penyelesaian pemberian fasilitas kafalah.
3. Kendala-kendala yang sering ditemui dalam pemberian jasa bank garansi
(kafalah) di Bank Muamalat Indonesia adalah :
a. Masalah Mengenai klaim yang diajukan oleh pihak penerima jaminan
kepada Bank Muamalat Indonesia. Klaim tersebut diajukan oleh penerima
jaminan dengan alasan bahwa pihak yang dijamin atau nasabah tidak
melakukan prestasi sesuai dengan yang diperjanjikan atau terjamin
dianggap telah wanprestasi. Sedangkan pihak yang dijamin atau nasabah
sendiri menyangkal adanya wanprestasi yang dilakukan olehnya dan ia
(nasabah) merasa telah melakukan prestasi yang telah diperjanjikan.
b. Masalah kafalah telah jatuh tempo tetapi surat asli kafalah belum
dikembalikan oleh nasabah.
4. Penyelesaian dalam mengatasi kendala-kendala pemberian jasa Bank Garansi
(Kafalah) di PT. Bank Muamalat Indonesia, Tbk yaitu :
a. Mengenai klaim yang diajukan oleh pihak penerima jaminan kepada Bank
Muamalat Indonesia di atas antara lain :
1) Bank Muamalat Indonesia akan melakukan pendekatan kepada kedua
belah pihak untuk melakukan musyawarah bersama dalam
penyelesaian masalah yang terjadi agar tercapai kata mufakat diantara
masing-masing pihak.
2) Apabila tidak juga sampai pada waktu jatuh tempo kafalah terlampau
dan bank belum menerima permintaan atau pemberitahuan secara
tertulis tentang perubahan atau pembatalan tuntutan pembayaran
kafalah maka bank segera akan melakukan pembayaran atau pencairan
kafalah kepada pihak penerima kafalah.
3) Dan bila kafalah telah dicairkan atau dibayarkan sampai dengan jatuh
tempo dan tidak ada pemberitahuan pembatalan klaim maka bank
melakukan langkah-langkah operasional terhadap nasabah yaitu
melakukan pemberitahuan kepada nasabah secara tertulis tentang telah
cairnya kafalah yang ia mintakan. Dan diberitahukan pula kepada
nasabah bahwa pencairan tersebut dilakukan karena adanya pengajuan
klaim dari penerima jaminan karena nasabah dianggap telah
melakukan wanprestasi.
4) Langkah selanjutnya bank akan memblokir dan memperhitungkan
hutang atau kewajibannya nasabah berupa giro milik nasabah maupun
jaminan dalam bentuk lainnya. Namun apabila sebelum jatuh tempo
kafalah para pihak melakukan pemberitahuan atau pembatalan
mengenai klaim maka sampai dengan kafalah jatuh tempo maka bank
tidak akan melakukan pembayaran pada pihak manapun, dan jaminan
yang telah disetorkan oleh nasabah akan tetap menjadi milik nasabah.
b. Kafalah telah jatuh tempo tetapi surat asli kafalah belum dikembalikan
oleh nasabah.
1) Memberitahukan kepada pihak yang dijamin atau nasabah untuk
mengembalikan surat tersebut kepada bank.
2) Apabila telah dilakukan pemberitahuan namun nasabah belum juga
melakukan pengembalian maka pihak bank akan menyegel dokumen
kafalah tersebut yang masih tersimpan di bank dengan pernyataan
tidak berlaku. Kemudian nasabah diminta untuk menandatangani
kertas bermaterai yang berisi keterangan bahwa nasabah tidak mampu
menyerahkan kembali surat asli kafalah dengan diikuti penjelasan
alasan-alasannya.
B. Saran
Mengenai kafalah ada beberapa hal yang perlu disempurnakan antara lain :
1. Kafalah selama ini diberikan oleh Bank syariah di Indonesia dengan
berpedoman pada peraturan bank garansi konvensional dengan kafalah tidak
mutlak sama, maka mengenai pemberian jasa kafalah ini diatur dalam suatu
peraturan tersendiri.
2. Jasa kafalah di Bank Muamalat Indonesia hendaknya dapat lebih ditingkatkan
lagi, hal yang perlu diperbaiki adalah mengenai promosi pengenalan terhadap
keberadaan jasa ini dan pelayanan yang efektif dan efisien terhadap jasa ini
agar dapat dikenal luas dan disosialisasikan kepada masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim
Annual Report PT Bank Muamalat Indonesia, 2007.
Antonio, Muhammad Syafi’i. Islamic Banking Bank Syariah dari Teori ke Praktik,
cet I. Jakarta : Gema Insani Press, 2001.
Bank Indonesia, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia, Tentang Pemberian
Jaminan Oleh Bank Dan Pemberian Jaminan Oleh Lembaga Keuangan Bukan
Bank, Nomor. 11/ 110/ Kep./ Dir, tanggal 28 Maret 1979.
Bank Indonesia, Surat keputusan Direksi Bank Indonesia, Tentang Pemberian
Garansi Oleh Bank, Nomor 23/ 88/ Kep./ Dir, tanggal 18 Maret 1991.
Boediono DR. dan Koster Wayan, M.M, DR. IR. Teori Dan Aplikasi: Statistik dan
Probabilitas. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002.
Dahlan, Siamat , Manajemen Lembaga Keungan, Edisi ke 4. Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2004.
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta, 1995.
Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia dan Bank Indonesia, Himpunan
Fatwa Dewan Syariah Nasional Untuk Lembaga Keuangan, cet II. Jakarta:
2003.
Huyarso dan Anwari Achmadi. Garansi Bank Menjamin Berhasilnya Usaha Anda,
Seri Mengenal Bank Ke 4. Jakarta: Balai Aksara, 1983.
Ismail Abu Abdillah al-Bukhari al-Ja’fi, Muhammad bin, Shahih al-Bukhari, (Beirut :
Daar Ibnu Katsir, 1987), Juz II.
Karim, Adiwarman A. Bank Islam Analisis Fiqih dalam Keuangan, edisi ketiga.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2007.
Kasmir SE MM. Dasar-Dasar Perbankan, Ed.I, Cet.I. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2004.
Muamalat Institue. Research, Training, Consulting and Publiction. Jakarta :
08/06/2007.
Muhammad, Bank Syariah Problem dan Prospek Perkembangan di Indonesia, ed.I.
Yogyakarta: Graha Ilmu, 2005.
Naja Daeng H.R, Hukum Kredit Dan Bank Garansi. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2005.
Pasaribu, Chairuman dan Lubis, Suhrawadi K. Hukum Perjanjian Dalam Islam, cet
II. Jakarta: Sinar Grafika, 1996.
Perwaatmadja, Karnaen A dan Antonio, Syafi’i. Apa dan Bagaimana Bank Islam.
Yogyakarta: Dana Wakaf, 1992.
Syarifuddin, Amir, Prof, Dr, H, Ushul Fiqih, Cet. Ketiga, Jakarta: Kencana, 2008.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, cet.III. Jakarta: UI Press, 1986.
Sukandarrumidi. Metodologi Penelitian Petunjuk Praktis untuk Peneliti Pemula.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004.
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia, Konsep, Produk
Dan Implementasi Operasional Bank Syariah. Jakarta: Djambatan, 2001.
Zuhri, Muh., Dr, Riba dalam Al-Qur’an dan masalah Perbankan (Sebuah Tilikan
Antisipatif), cet.I. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,1996.
Zulkifli, Sunarto, Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul
Hakim, 2003.