Post on 17-Mar-2019
ADAPTASI MASYARAKAT PERMUKIMAN PELANTAR
DALAM MENGHADAPI KESULITAN AIR BERSIH
DI KELURAHAN TANJUNG UNGGAT
NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
AFRIL HADI
NIM : 120569201100
PROGRAM STUDI SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
SURAT PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING
Yang bertanda tangan dibawah ini adalah Dosen Pembimbing Skripsi mahasiswa yang
disebut dibawah ini :
Nama : AFRIL HADI
NIM : 120569201100
Jurusan/ Prodi : SOSIOLOGI
Alamat : JL. SULTAN MACHMUD. NO 30 GANG SWADAYA
Nomor Telp : 0856 6657 0832
Email : afrilhadi18@gmail.com
Judul Naskah : ADAPTASI MASYARAKAT PERMUKIMAN PELANTAR
DALAM MENGHADAPI KESULITAN AIR BERSIH DI KELURAHAN
TANJUNG UNGGAT
Menyatakan bahwa judul tersebut sudah sesuai dengan aturan tata tulis naskah ilmiah dan
untuk dapat diterbitkan.
Tanjungpinang, 19 Agustus 2017
Yang menyatakan,
Dosen Pembimbing I
Nanik Rahmawati, M.Si
NIDN. 1013048002
Dosen Pembimbing II
Tri Samnuzulsari,S.Sos.,M.Si
NIP. 198406182014042001
1
ADAPTASI MASYARAKAT PERMUKIMAN PELANTAR DALAM MENGHADAPI
KESULITAN AIR BERSIH DI KELURAHAN
TANJUNG UNGGAT
AFRIL HADI
afrilhadi18@gmail.com
Program Studi Sosiologi Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSRTAK
Kesulitan yang dialami masyarakat permukiman pesisir yang berada di atas pelantar di
Kelurahan Tanjung Unggat, terjadi karena berbagai faktor seperti kondisi tempat tinggal masyarakat
merupakan daerah dengan topografis tanah yang tidak bisa untuk mendapatkan sumber mata air
bersih yang baik, faktor perubahan cuaca dan ditambah lagi dengan kondisi perekonomian
masyarakat pesisir yang cenderung berpenghasilan rendah dan tidak menentu. Dengan kesulitan
yang terjadi tersebut, masyarakat berusaha melakukan berbagai tindakan adaptasi (penyesuian)
secara kolektif untuk mengatasi permasalahan air bersih yang telah sejak lama terjadi hingga sampai
saat ini. Adapatsi dilakukan dengan tujuan tertentu, diantaranya adalah sabagai cara bertahan hidup.
(Aminuddin, 2000:38).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bentuk modal sosial yang timbul dari
proses adapatasi yang di lakukan masyarakat. Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif dengan
teknik pengambilan sampel (purposive sampling) menetapkan 10 orang masyarakat dari 2 Rukun
Tetangga (RT) sebagai informan penelitian. Teknik analisis data dianalisi secara kualitatif,
berdasarkan dukungan teori yang berkaitan dengan objek penelitian dan hasil wawancara serta
observasi yang kemudian akan ditarik suatu kesimpulan hasil penelitian.
Adapun hasil temuan dalam penelitian ini adalah menggambarkan sumber dan kapasitas
penggunaan air bersih masyarakat permukiman pelantar di Kelurahan Tanjung Unggat yang cukup
jauh dari permukiman serta air tersebut tidak dapat di nikmati secara berlebihan. Sehingga dengan
upaya berdaptasi masyarakat mencoba mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Tindakan
adapatasi timbul karena adanya modal sosial yang sangat kuat di dalam masyarakat permukiman
pelantar di Kelurahan Tanjung Unggat yang berupa jaringan (kerjasama) membangun sarana air
bersih, kepercayaan antar sesama dalam menjaga dan merawat fasilitas yang ada, dan nilai (etos
kerja) yang timbul dari kesulitan yang terjadi, serta norma sebagai dasar ketaatan masyarakat dalam
menjaga kerukunan dan tujuan keberhasilan pembangunan.
Kata Kunci : Air Bersih, Adaptasi, Modal Sosial.
2
ABSRTAK
The difficulties experienced by the coastal settlement communities that are above the
pelantar in Tanjung Unggat Urban Village, occur due to various factors such as the condition of
the community residence is an area with topographic land that can not get a good source of clean
water, weather change factor and added with the condition The economies of coastal communities
that tend to be low-income and uncertain. With the difficulties that occur, the community tried to
perform various acts of adaptation (penyesuian) collectively to overcome the problem of clean water
that has long been happening to the present. Adapatsi done with a specific purpose, such as sabagai
way of survival. (Aminuddin, 2000: 38).
The purpose of this study is to analyze the form of social capital arising from the adaptation
process in the community. This research is descriptive qualitative with sampling technique
(purposive sampling) set 10 community people from 2 Rukun Tetangga (RT) as research informant.
Data analysis technique was analyzed qualitatively, based on the support of theory related to the
object of research and the result of interview and observation which then will be drawn a conclusion
of research result.
The findings in this study is to describe the source and capacity of clean water use of
abandoned settlement communities in Tanjung Unggat Village which is quite far from the settlement
and the water can not be enjoyed excessively. So with the efforts of people to bertaptasi try to
maintain their survival. Adapatasi action arises because of the strong social capital in the
community of settlement settlements in Tanjung Unggat Village in the form of network (cooperation)
to build clean water facilities, trust among others in maintaining and maintaining existing facilities,
and value (work ethic) arising from Difficulties that occur, as well as norms as the basis of
community obedience in maintaining harmony and development success goals.
Keywords: Water Supply, Adaptation, Social Capital.
3
I. PENDAHULUAN
Krisis air bersih sudah melanda
diberbagai belahan dunia, tidak terkecuali di
Indonesia. Indonesia merupakan negara
kepulauan terbesar di dunia. Indonesia
memiliki luas wilayah 5.193.252 km2 dua
pertiga luas wilayahnya merupakan lautan,
yaitu sekitar 3.288.683 km2. Sehingga
Indonesia juga memiliki julukan sebagai
benua maritim. Ironinya di tengah kepungan
air laut itu ternyata masih ada beberapa
tempat yang mengalami kekurangan air,
termasuk mengenai ketersedian air bersih
diwilayah pesisir.
Air bersih merupakan kebutuhan
dasar manusia yang dapat berdampak
langsung kepada kesejahteraan fisik, sosial,
dan ekonomi masyarakat. Tidak hanya bagi
masyarakat yang tinggal di pusat-pusat kota
demikian juga dengan masyarakat yang
tinggal pada wilayah pesisir, air bersih
merupakan kebutuhan dasar yang sangat
penting (Indriatmoko, 2005). Wilayah pesisir
merupakan salah satu wilayah yang
tergolong sangat sering mengalami kesulitan
untuk mengakses air bersih. Wilayah pesisir
adalah daerah peralihan antara ekosistem
darat dan laut yang dipengaruhi oleh
perubahan di darat dan di laut. Pengaruh
perubahan di darat dan di laut tersebut
kemudian mempengaruhi fenomena
peningkatan salinitas (bercampurnya air
tanah dengan kadar garam air laut) yang
mengancam ketersediaan sumber daya air
khususnya air bersih di wilayah pesisir
(Pramushinto dan Ma’rif, 2013).
Kota Tanjungpinang merupakan
daerah yang memiliki ciri sebagai kawasan
pesisir. Wilayah pesisir laut kota
Tanjungpinang memegang peranan penting
sebagai sarana mobilitas antar pulau.
Pertumbuhan dan berkembangnya kota
Tanjungpinang sebagai ibukota Provinisi
Kepulauan Riau memberikan efek domino
yang cukup mempengaruhi ketersediaan
pemenuhan kebutuhan air bersih masyarakat
sehari-hari. Perkembangan infrastruktur
dasar sering kali tidak menjadi skala prioritas
dalam perencanaan pembangunan.
Kelurahan Tanjung Unggat
merupakan kampung tua di Kota
Tanjungpinang yang termasuk kedalam
wilayah Kecamatan Bukit Bestari merupakan
kawasan yang sebagian besar daerahnya
adalah wilayah pesisir, fenomena yang patut
diperhatikan mengenai kesulitan air bersih
yang terjadi dilingkungan ini, khususnya di
permukiman yang berada di atas luat atau
pelantar. Kesulitan tersebut terjadi karena
kondisi tempat tinggal mereka merupakan
daerah perairan yang tidak dapat
dimanfaatkan masyarakat untuk
mendapatkan sumber mata air bersih yang
baik, ditambah lagi dengan kondisi
perekonomian masyarakat yang cenderung
berpenghasilan rendah dan tidak menentu,
masyarakat yang sebagian besar bekerja
sebagai buruh, tukang dan nelayan hanya
berpenghasilan berkisar Rp.700.000,- hingga
Rp 1.000.000,- perbulan. Sehingga sulit bagi
masyarakat dalam mengupayakan
kemudahan dibandingkan dengan wilayah
4
permukiman pelantar lainnya yang berada di
kota Tanjungpinang.
Terdapat berbagai perbedaan
kondisi lingkungan dan akses sumber air
bersih masyarakat permukiman pelantar di
kota Tanjungpinang. Dari hasil observasi
untuk membandingkan sumber dan kondisi
air bersih di permukiman pelantar peneliti
mengambil sampel di empat wilayah
kelurahan kota Tanjungpinang yaitu :
Kelurahan Dompak, Kelurahan Tanjung
Ayun Sakti, Kelurahan Sei Jang dan
Kelurahan Kampung Bulang. Didapati
kondisi yang terjadi di permukiman pelantar
lain masyarakat sangat terbantu dengan
lingkungan terdekat wilayah pesisir mereka
yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air
bersih, dan terdapat juga masyarakat yang
menikmati air dari tempat penampungan
(DAK) yang mengaliri secara rutin ke
permukiman masyarakat.
Dimana keadaan ini berbeda dengan
kondisi air bersih di lingkungan masyarakat
permukiman pelantar kelurahan Tanjung
Unggat yang sangat mudah terkontaminasi
air laut sehingga warga harus mengakses
fasilitas sumur umum dengan jarak yang
cukup jauh dari permukiman. Hal ini
dibenarkan dengan hasil penelitian
sebelumnya (Galih Lumaksono, 2013:52)
masalah air bersih yang terjadi pada
masyarakat tidak dapat terpisahkan dengan
adanya aspek fasilitas, dan juga jarak yang
mempengaruhi masyarakat dalam
pemenuhan kebutuhan air bersih. Masalah
fasilitas yaitu berkaitan dengan terbatasnya
sarana untuk menyalurkan air dari sumber
mata air ke rumah warga karena faktor medan
yang sulit dan juga keterbatasan dana untuk
membeli saluran yang layak, masalah jarak
yaitu tentang seberapa jauh jarak antara
sumber mata air dengan rumah warga.
Berbagai macam kesulitan seperti
ini lah yang membuat masyarakat berusaha
melakukan berbagai macam tindakan
adaptasi berupaya memenuhi kebutuhan air
bersih di lingkungannya. Adaptasi
merupakan sebuah proses terjalinnya dan
terpeliharannya hubungan yang saling
menguntungkan antara organisme dan
lingkungannya. Adaptasi prosesual adalah
sistem tingkah laku yang terbentuk sebagai
akibat dari proses penyesuaian manusia
terhadap perubahan-perubahan lingkungan di
sekitarnya (Alland,1975:60). Masyarakat
harus mampu mengupayakan berbagai
tindakan dalam menyesuaikan proses
kehidupan terhadap setiap perubahan-
perubahan yang terjadi dilingkungannya.
Kenyataannya, tindakan kolektif
yang tinggi dalam menyelesaian
pembangunan bersama pada masyarakat
tidak hadir begitu saja. Partisipasi dan kerja
sama yang secara nyata terlihat pada
masyarakat permukiman pelantar nyatanya
timbul dalam kondisi modal sosial yang kuat.
Kerja sama dan partisipasi ini terus dinamis
menyesuaikan modal sosial yang hadir di
masyarakat. Implikasinya dapat disimpulkan
bahwa modal sosial yang hadir sebelum
adanya tindakan kolektif merupakan
mekanisme penyesuaian diri masyarakat
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi
di luar sistem mereka. Mengacu pada
5
Armitage dan Plummer (2010), mekanisme
penyesuaian diri lebih lanjut dikatakan
sebagai mekanisme adaptasi. Mekanisme ini
menjelaskan bahwa masyarakat mempunyai
kemampuan sistem sosial secara sosial-
ekologi untuk tetap siap dan tegap dalam
menghadapi dan merespon perubahan dari
faktor internal dan eksternal.
Dengan adanya jaringan kerjasama
di dalam masyarakat ini berfungsi
memudahkan setiap anggota masyarakat
memperoleh akses ke sumber daya yang
tersedia di lingkungan. Terlebih dari hasil
penelitian sebelumnya terkait tindakan
adaptasi masyarakat, Hernaningsih dan
Satmoko Yudo (2007) dalam penelitiannya
berkesimpulan bahwa sumber air desa di
daerah pesisir berasal dari sumur galian hasil
swadaya masyarakat yang memanfaatkan
daerah daratan yang memiliki sumber mata
air yang bersih, dan air dari sumur tersebut
digunakan sebagai sumber air bersih sehari-
hari bagi masyarakat di desa tersebut.
Sikap kegotong-royongan secara
terorganisir untuk mencapai keadilan melalui
kemandirian dapat dianjurkan sebagai visi
revitalisasi modal sosial baik di semua daerah
pesisir kota Tanjungpinang seperti hal yang
terjadi di kelurahan Tanjung Unggat, dan
tidak terjadi di permukiman pesisir lain di
kota Tanjungpinang, ini lah yang menurut
penulis menjadi menarik untuk di teliti. Hal
yang seharusnya menjadi perhatian besar
bagi pemangku kebijakan menyangkut
kebutuhan vital sehari-hari warga masyarakat
kota Tanjungpinang, khusus didalam
penelitian ini adalah masyarakat kelurahan
Tanjung Unggat yang mendiami
permukiman di wilayah pelantar Rukun
Tetangga (RT) 03 dan 07.
Masyarakat secara mandiri berkerja
sama untuk membangun sarana maupun
prasarana untuk menyalurkan air bersih bagi
warga setempat. Berdasarkan masalah di
atas, peneliti tertarik untuk mengkaji lebih
dalam mengenai bagaimana bentuk-bentuk
modal sosial (sosial capital) dalam tindakan
penyesuaian (adaptasi), cara mengakses dan
mengelola air bersih pada Kelurahan
Tanjung Unggat dengan kondisi lingkungan
daerah dan ketersediaan air seperti itu.
Peneliti kemudian menuangkannya dalam
sebuah penelitian yang berjudul: ‘‘Adaptasi
Masyarakat Permukiman Pelantar dalam
Menghadapi Kesuliatan Air Bersih di
Kelurahan Tanjung Unggat”
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Air Bersih
Air bersih adalah salah satu jenis
sumber daya berbasis air yang bermutu baik
dan bisa dimanfaatkan oleh manusia untuk
dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas
mereka sehari-hari termasuk diantaranya
adalah sanitasi. Untuk konsumsi air minum
menurut departemen kesehatan, syarat-syarat
air minum adalah tidak berasa, tidak berbau,
tidak berwarna, dan tidak mengandung
logam berat. Walaupun air dari sumber alam
dapat diminum oleh manusia, terdapat risiko
bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri
(misalnya Escherichia coli) atau zat-zat
berbahaya. Walaupun bakteri dapat dibunuh
dengan memasak air hingga 100 °C, banyak
6
zat berbahaya, terutama logam, tidak dapat
dihilangkan dengan cara ini. Karena
pentingnya kebutuhan akan air bersih, maka
adalah hal yang wajar jika sektor air bersih
mendapatkan prioritas penanganan utama
karena menyangkut kehidupan orang banyak.
1. Prasarana Air Bersih dalam
Permukiman
Prasarana permukiman adalah
merupakan kelengkapan dasar fisik suatu
lingkungan yang memungkinkan lingkungan
permukiman tersebut dapat berfungsi
sebagaimana mestinya. Menurut Catanese,
Anthony J dan James C.S (1979) dalam
bukunya perencanaan kota mengatakan
bahwa keberadaan prasarana mempunyai
dampak cukup besar pada mutu kehidupan
masyarakat, pertumbuhan dan prospek
ekonominya.Keberadaan prasarana berfungsi
untuk pengembangan dan peningkatan
kehidupan ekonomi, sosial dan budaya.
Dalam pengembangan wilayah, kegagalan
pembangunan prasaran permukiman lebih
disebabkan karena tidak adanya keterlibatan
masyarakat sebagai penguna prasarana
tersebut dalam hal perumusan tujuan,
perencanaan, pelaksanaan sampai pada
pemeliharaan.
2. Kebutuhan Air Bersih
Kebutuhan air dapat didefinisikan
sebagai jumlah air yang dibutuhkan untuk
keperluan rumah tangga, industri,
pengelolaan kota dan lain – lain. Kebutuhan
air bersih berbeda antara kota yang satu
dengan kota yang lainnya.
Untuk memproyeksi jumlah
kebutuhan air bersih dapat dilakukan
berdasarkan perkiraan kebutuhan air untuk
berbagai macam tujuan ditambah perkiraan
kehilangan air.
3. Fluktuasi kebutuhan air
Kebutuhan air tidak selalu sama
untuk setiap saat tetapi akan berfluktuasi.
Fluktuasi yang terjadi tergantung pada suatu
aktivitas penggunaan air dalam keseharian
oleh masyarakat. Pada umumnya kebutuhan
air dibagi dalam tiga kelompok, yaitu,
kebutuhan rerata, kebutuhan harian
maksimum dan kebutuhan pada jam puncak.
Kebutuhan harian maksimum dan jam
puncak sangat diperlukan dalam perhitungan
besarnya kebutuhan air baku, karena hal ini
menyangkut kebutuhan pada hari-hari
tertentu dan pada jam puncak pelayanan.
4. Sumber Air
Sumber air baku bagi suatu
penyediaan air bersih sangat penting, karena
selain kuantitas harus mencukupi juga dari
segi kualitas akan berpengaruh terhadap
proses pengolahan. Secara umum sumber air
dapat dikategorikan sebagai berikut :
1. Air Hujan
Air hujan adalah uap air yang sudah
mengalami kondensasi, kemudian
jatuh ke bumi berbentuk air
2. Air Permukaan
Air permukaan dapat berasal dari
sungai, danau dan air tanah yang
mengalir keluar dari bumi (mata
air).
7
3. Air Tanah
Air tanah merupakan air hujan atau
air permukaan yang meresap ke
dalam tanah dan bergabung dalam
pori-pori tanah yang terdapat pada
lapisan tanah yang biasanya disebut
aquifer.
B. Konsep Adaptasi
Tentang adaptasi, Hardesty
mengemukakan bahwa: “Adaptation is the
process through which beneficial
relationships are established and maintained
between an organism and its environment”.
Sehingga dapat diartikan bahwa adaptasi
adalah sebuah proses menguntungkan yang
dibangun dan dipelihara antara organisme
dengan lingkungan yang ada di sekitarnya.
Ini berarti bahwa adaptasi harus selalu dijaga
dan terus menerus dibangun serta
ditingkatkan kemampuannya. Sementara itu
para ahli ekologi budaya (cultural ecologists)
mendefinisikan bahwa adaptasi adalah suatu
strategi penyesuaian diri yang digunakan
manusia selama hidupnya untuk merespon
terhadap perubahan-perubahan lingkungan
dan sosial. Perubahan-perubahan yang terjadi
dalam lingkungan tersebut terkadang bukan
atas kehendak dari organisme tetapi adalah
kehendak alam yang bisa terjadi kapan saja
dan dimana saja.
Menurut Soerjono Soekanto
(Soekanto, 2000) memberikan beberapa
batasan pengertian dari adaptasi sosial,
yakni:
1. Proses mengatasi halangan-
halangan dari lingkungan.
2. Penyesuaian terhadap norma-
norma untuk menyalurkan
ketegangan.
3. Proses perubahan untuk
menyesuaikan dengan situasi
yang berubah.
4. Mengubah agar sesuai dengan
kondisi yang diciptakan.
5. Memanfaatkan sumber-sumber
yang terbatas untuk
kepentingan lingkungan dan
sistem.
6. Penyesuaian budaya dan aspek
lainnya sebagai hasil seleksi
alamiah.
Dari batasan-batasan tersebut, dapat
disimpulkan bahwa adaptasi merupakan
proses penyesuaian. Penyesuaian dari
individu, kelompok, maupun unit sosial
terhadap norma-norma, proses perubahan,
ataupun suatu kondisi yang diciptakan.
Aminuddin menyebutkan bahwa
penyesuaian dilakukan dengan tujuan-tujuan
tertentu (Aminuddin, 2000: 38), di antaranya:
1. Mengatasi halangan-halangan
dari lingkungan.
2. Menyalurkan ketegangan
sosial.
3. Mempertahankan
kelanggengan kelompok atau
unit sosial.
4. Bertahan hidup.
Di dalam adaptasi juga terdapat
pola-pola dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungan. Menurut Suyono (1985), pola
8
adalah suatu rangkaian unsur-unsur yang
sudah menetap mengenai suatu gejala dan
dapat dipakai sebagai contoh dalam hal
menggambarkan atau mendeskripsikan
gejala itu sendiri. Dari definisi tersebut
diatas, pola adaptasi dalam penelitian ini
adalah sebagai unsur-unsur yang sudah
menetap dalam proses adaptasi yang dapat
menggambarkan proses adaptasi dalam
kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi,
tingkah laku maupun dari masing-masing
norma dan nilai yang ada. Proses adaptasi
berlangsung dalam suatu perjalanan waktu
yang tidak dapat diperhitungkan dengan
tepat.
C. Modal Sosial
Hasbullah (2006:11)
mendefinisikan modal sosial sebagai suatu
rangkaian proses hubungan antar manusia
yang ditopang oleh jaringan, norma-norma
dan kepercayaan sosial yang memungkinkan
efesien dan efektifnya koordinasi dan
kerjasama untuk keuntungan dan kebajikan
bersama. Modal sosial (sosial capital) dapat
didefinisikan sebagai kemampuan
masyarakat utuk bekerja sama, demi
mencapai tujuan-tujuan bersama di dalam
berbagai kelompok dan organisasi (Coleman,
1999).
Hubungan yang terjadi dan diikat
oleh suatu kepercayaan (trust), kesaling
pengertian (mutual understanding), dan
nilai-nilai bersama (shared value) yang
mengikat anggota kelompok untuk membuat
kemungkinan aksi bersama dapat dilakukan
secara efesien dan efektif. Senada dengan
pendapat Cohen dan Prusak L, Hasbullah
(2006:13) menjelaskan, modal sosial sebagai
segala sesuatu hal yang berkaitan dengan
kerjasama dalam masyarakat atau bangsa
untuk mencapai kapasitas hidup yang lebih
baik, ditopang oleh nilai-nilai dan norma
yang menjadi unsur-unsur utamanya seperti
trust (kepercayaan), timbal balik
(resiprositas), aturan-aturan kolektif dalam
suatu masyarakat atau bangsa dan sejenisnya.
Pengertian modal sosial yang
berkembang selama ini mengarah pada
terbentuknya tiga level modal sosial, yakni
pada level nilai, institusi, dan mekanisme,
sebagaimana tergambar berikut ini (Pratikno,
dkk., 2001: 56).
Gambar 2.3
Level Modal Sosial
Nilai, Kultur, Presepsi :
Sympathy, sense of obligation, trust,
resiprositas, mutual
Institusi Mekanisme
Civic engagement, instituonal rites
Tingkah Laku, kerja sama, sinergi
(Sumber : Pratikno dkk, 2001)
Dengan demikian, dalam pengertian
yang luas, modal sosial bisa berbentuk
jaringan sosial atau sekelompok orang yang
9
dihubungkan oleh perasaan simpati,
kewajiban, norma pertukaran, dan civic
engagement yang kemudian diorganisasikan
menjadi sebuah intitusi yang memberikan
perlakuan khusus terhadap mereka yang
dibentuk oleh jaringan untuk mendapatkan
modal sosial dari jaringan tersebut.
Merujuk pada Ridell (dalam
Suharto 2007), ada tiga parameter modal
sosial, yaitu :
1. Jaringan Sosial (Sosial Network)
Secara sederhana, jaringan sosial
sebenarnya merupakan salah satu bentuk
eksistensi dan tindakan bersama yang
dilakukan oleh individu, kelompok maupun
masyarakat dalam menghadapi lingkungan
pekerjaannya yang tidak menentu atau
diliputi oleh berbagai keterbatasan-
keterbatasan yang dimiliki (Kusnadi, 2000).
Adapun hubungan vertikal (hirarkis) adalah
hubungan dua pihak yang berlangsung secara
tidak seimbang karena satu pihak
mempunyai dominasi yang lebih kuat
dibanding pihak lain, atau terjadi hubungan
patron-klien. Putman (1995:69) beragumen
bahwa jaringan-jaringan sosial yang erat
akan memperkuat perasaan kerjasama para
anggotanya serta manfaat-manfaat dari
partisipasinya itu.
2. Trust (Kepercayaan)
Trust (kepercayaan) dalam suatu
bentuk keinginan untuk mengambil resiko
dalam hubungan-hubungan sosialnya yang
didasari perasaan yakin bahwa yang lain akan
senantiasa bertindak dalam satu poal
tindakan yang saling mendukung, paling
tidak yang lain tidak akan bertindak
merugikan kelompoknya (Putnam, 2002).
Dalam padangan Fukuyama (2002) trust
adalah sikap saling mempercayai di
masyarakat memungkinkan masyarakat
tersebut bersatu dengan yang lain dan
memberikan konstribusi pada peningkatan
sosial.
Akan tetapi hanyalah norma-norma
dan nilai-nilai kepercayaan bersama yang
dibangkitkan oleh kepercayaan (trust).
Dimana trust ini adalah harapan-harapan
terhadap keteraturan, kejujuran, dan prilaku
kooperatif yang muncul dari dalam sebuah
komunitas masyarakat yang didasarkan pada
norma-norma yang dianut bersama oleh para
anggotanya. Norma-norma terseebut bisa
berisi pernyataan-pernyataan yang berkisar
pada nilai-nilai luhur (kebijakan) dan
keadilan.
3. Nilai dan Norma
Menurut Hasbullah (2006:14), nilai
adalah suatu ide yang dianggap benar dan
penting oleh anggota komunitas dan
diwariskan secara turun temurun. Nilai-nilai
tersebut antara lain mengenai etos kerja
(kerja keras), harmoni (keselarasan),
kompetisi dan prestasi. Selain sebagai ide,
nilai-nilai juga menjadi motor penggerak
bagi anggota-anggota komunitas.
Norma-norma terdiri dari
pemahaman-pemahaman, nilai-nilai,
harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang
diyakini dan dijalankan bersama oleh
sekelompok orang. Norma-norma dapat
bersumber dari agama, panduan moral,
10
maupun standar-standar sekuler seperti
halnya kode etik profesional. Norma-norma
dibangun dan berkembang berdasarkan
sejarah kerjasama di masa lalu dan
diterpakan untuk mendukung iklim
kerjasama (Fukuyama, 1995).
Norma-norma dapat merupakan
pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan
sosial. Nilai dan norma adalah hal dasar yang
terdapat pada proses interaksi sosial. Nilai
dan norma mengacu pada bagaimana
seharusnya individu bertindak dalam
masyarakat. Nilai merupakan kumpulan
sikap, perasaan, anggapan terhadap sesuatu
hal tentang baik buruk, benar salah, patut
atau tidak patut, maupun penting atau tidak
penting.
Menurut Horton dan Hunt dalam
(Setiadi, Usman, 2011: 119) adalah gagasan
tentang apakah pengalaman itu berarti atau
tidak. Nilai merupakan bagian penting dari
kebudayaan, suatu tindakan dianggap sah
apabila harmonis dan selaras dengan nilai-
nilai yang disepakati dan dijunjung oleh
masyarakat dimana tindakan tersebut
dilakukan.
III. Metode Penelitian
A. Jenis Penelitian
Adapun metode penelitian yang
peneliti gunakan adalah metode kualitatif.
Menurut Sugiyono (2008:292) pada
umumnya alasan mengunakan metode
kualitatif yaitu permasalahan belum jelas,
holistic, komplek, dinamis dan penuh makna
sehingga tidak mungkin data pada situasi
sosial tersebut dijaring dengan metode
penelitian kualitatif. Selain itu penelitian
bermaksud memahami situasi sosial secara
mendalam.
B. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini yaitu
Kelurahan Tanjung Unggat Kecamatan Bukit
Bestari Kota Tanjungpinang. Peneliti
memilih lokasi penelitian ini karena
didasarkan oleh beberapa alasan sebagai
berikut:
a. Kelurahan Tanjung Unggat
merupakan salah satu kelurahan
yang berada di kawasan pesisir Kota
Tanjungpinang yang sulit memiliki
sumber daya air bersih dan
terlihatnya modal sosial (sosial
capital), kerjasama masyarakat
yang kompak dalam upaya
beradapatasi saat terjadi kesulitan
air bersih.
b. Kelurahan Tanjung Unggat
merupakan kelurahan yang letaknya
dekat dengan pusat kota
Tanjungpinang yang seharusnya
segala fasilitas sudah tersedia
lengkap, tetapi justru keadaan yang
ada di lapangan justru sebaliknya.
c. Kesulitan air bersih di permukiman
wilayah pelantar kelurahan Tanjung
Unggat sudah terjadi sejak lama dan
tidak ada tindak lebih lanjut dari
instansi terkait dalam upaya
mengatasinya.
C. Jenis dan Sumber Penelitian
11
Untuk memperoleh data yang
relevan atau yang sesuai dengan tujuan
penelitian ini, maka peneliti mengambil dari
dua sumber data, yaitu :
a. Data Primer
Data primer adalah data yang
diperoleh melalui informan dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
sudah tersedia alternatif jawabannya. Data ini
diperoleh melalui wawancara dan observasi.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang
diperoleh atau dikumpulkan oleh peneliti dari
sumber-sumber yang telah ada atau yang
diambil melalui keterangan atau informasi
yang diinginkan serta diperlukan untuk
memperjelas data atau permasalahan yang
akan diteliti. Data sekunder diperoleh dari
data-data instansi terkait yang berhubungan
dengan penelitian.
D. Teknik Pengambilan Informan
Menurut Sugioyono (2008:216)
dalam penelitian kualitatif tidak
menggunakan istilah populasi, tetapi oleh
Spradley dinamakan “social situation” atau
situasi sosial yang terdiri atas 3 element yaitu
: Tempat (place), Pelaku (actor), dan
Aktifitas (activity) yang berinteraksi secara
sinergis.
Dalam penelitian ini penulis
menggambarkan teknik purposive sampling.
Menurut Sugiyono (208:218-19) purposive
sampling merupakan teknik pengambilan
sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu. Adapun sampel yang peneliti
butuhkan dari informan untuk mendapatkan
informasi dengan menentukan informan
berdasarkan pertimbangan dan tujuan yang
dipandang dapat memberikan data secara
maksimal. Adapun pengambilan sampel ini
digunakan motode purposive sampling
kriteria informan yang di tetapkan adalah :
1. Masyarakat yang mengambil air
sumur.
2. Masyarakat yang mengambil di
Penampungan Air Hujan (PAH)
bersama.
3. Masyarakat yang mengunakan
gerobak.
4. Masyarakat yang memiliki
penampungan air di luar rumah.
5. Masyarakat yang memiliki
pendapatan tidak menentu atau
dibawah Upah Minimum Kota
(UMK).
E. Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian tentulah
diperlukan adanya suatu metode yang pada
nantinya digunakan sebagai landasan atau
acuan untuk melakukan pengumpulan data
dari subyek yang diteliti. Penelitian ini
metode pengumpulan data yang digunakan
yaitu:
1. Observasi
Metode pengumpulan data
berupa observasi adalah teknik
pengumpulan data yang kompleks,
suatu proses yang tersusun dari
12
pelbagai proses biologis dan
psikologis (Sugiyono, 2008:145).
2. Wawancara
Metode wawancara atau
metode interview mencakup cara
yang digunakan oleh seseorang
untuk tujuan tugas tertentu,
mencoba mendapatkan keterangan
atau pendirian secara lisan dari
seorang informan, dengan
bercakap-cakap berhadapan muka
dengan orang tersebut
(Koentjaraningrat, 1981:85).
3. Dokumentasi
Metode dokumentasi yaitu
mencari data mengenai hal-hal atau
variable-variabel yang berupa
catatan-catatan, transkip, buku,
surat kabar, dan sebagainya
(Arikunto, 2010:274). Metode
dokumentasi di sini berfungsi
melengkapi dan memperkuat data-
data yang diperoleh dari metode-
metode penelitian sebelumnya.
F. Teknik Analisis Data
Teknis analisis data pada penelitian
kualitatif adalah dengan hipotesis kerja,
dimana setiap penelitian terfokus pada
sebuah masalah penelitian yang dibuat
berlandaskan pada sebuah hipotesis yang
mengacu pada sebuah teori atau sejumlah
teori yang dijadikan kerangka atau model
teori untuk menjawab masalah pada
penelitian mengacu pada fakta-fakta sosial
(Purnomo, 2010: 11).
Teknik analisis data pada penelitian
ini. Peneliti melakukan observasi secara
mendalam terlebih dahulu dengan melihat
kondisi kehidupan masyarakat kelurahan
Tanjung Unggat khususnya masyarakat yang
berada di wilayah permukiman pelantar.
Dengan melakukan studi dokumentasi
dengan membuka bahan bacaan serta teori
dan konsep yang berkaitan, peneliti
melakukan pengumpulan data secara tepat.
Setelah melakukan pengumpulan data baik
berupa hasil observasi serta studi
dokumentasi, barulah peneliti menyusun
pedoman wawancara untuk menentukan
informasi yang diinginkan untuk melengkapi
penelitian tersebut agar lebih jelas.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Informan
Dalam penjelasan berikut ini akan
dibahas mengenai karakteristik informan
guna mendapatkan informasi yang akurat
dalam menganalisa tentang adaptasi
masyarakat permukiman pelantar dalam
menghadapi kesulitan air bersih. Kategori
dalam penelitian ini diambil masyarakat dari
2 Rukun Tetangga (RT) yaitu Rt 03 dan Rt 07
masing-masing 5 orang informan yang
mewakili masyarakat permukiman pelantar
yang dilihat berdasarkan keterlibatan
langsung pada proses adaptasi, masyarakat
yang mengambil di air sumur dan
Penampungan Air Hujan (PAH) bersama,
13
dengan mengunakan gerobak diisi kedalam
penampungan air di luar rumah. Ditambah
dengan masyarakat memiliki pendapatan
tidak menentu atau dibawah Upah Minimum
Kota (UMK).
Berikut ini juga dijelaskan
mengenai karakteristik informan penelitian
berdasarkan jenis pekerjaan. Adapun
karakteristik informan berdasarkan jenis
pekerjaan maka dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
Tabel IV.1
Karakteristik Informan
Berdasarkan Jenis Pekerjaan.
No Jenis
Pekerjaan
Jumlah Present
ase (%)
1 Nelayan 3 Orang 30 %
2 Karyawan
Swasta
2 Orang 20 %
3 Buruh 1 Orang 10 %
4 IRT 2 Orang 20 %
5 Tukang 2 Orang 20 %
Jumlah 10 Orang 100 %
Sumber Data : Hasil Pengolahan
Wawancara (Tahun 2017)
Berdasarkan tabel diatas maka dapat
dilihat karakteristik informan berdasarkan
jenis pekerjaan, dimana nelayan adalah jenis
pekerjaan yang memiliki presentase paling
banyak pada masyarakat permukiman
pelantar kelurahan Tanjung Unggat, hal ini
dikarenakan permukiman masyarakat yang
berada di atas laut membuat pekerjaan
tersebut mudah didapatkan oleh masyarakat.
Selain itu pekerjaan lain seperti tukang,
buruh dan karyawan pabrik juga merupakan
pekerjaan yang ditempuh masyarakat dengan
penghasilan yang terkadang tidak menentu
bahkan di bawah Upah Minimum Kota
(UMK). Hal ini tentunya akan
mempengaruhi kemampuan masyarakat
tersebut dalam mengakses, membeli, dan
juga mengolah air yang digunakan sebagai
keperluan rumah tangga sehari-hari terkait
fasiltas air bersih yang lebih mudah seperti
berlangganan air yang di jual oleh PDAM
mengingat dari segi biaya yang mahal. Ini
tentu saja menunjukkan bahwa secara tidak
langsung tingkat profesi dan juga pendapatan
yang dimiliki oleh seseorang atau keluarga
akan berpengaruh pada konsumsi air bersih.
B. Kebutuhan Air Bersih
Masyarakat Permukiman Pelantar RT 03
dan RT 07 Kelurahan Tanjung Unggat.
Sumber air yang digunakan
penduduk ada permukiman pelantar di
Kelurahan Tanjung Unggat didapati dengan
2 (dua) cara yaitu melalui penyediaan air
bersih yang diambil dari sumur yang berjarak
kurang lebih 1 km (Kilo Meter) dari
permukiman penduduk dan pemanfaatan air
hujan yang ditampung dalam sebuah wadah
atau tempat penampungan. Air tersebut
biasanya digunakan masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari meraka
untuk memenuhi kebutuhan mandi, cuci dan
kaskus (MCK dan lain-lain ), yang sifatnya
tidak dikonsumsi atau pemakaian luar,
karena kualitas air tanah tidak enak untuk
dikonsumsi karena terasa hambar dan rasa air
asin. Untuk pemanfaatan kedua sumber air
yang ada masyarakat sendiri yang berupaya
membangun sarana-sarana kebutuhan
14
tersebut. Dengan gotong royong dan
kerjasama masyarakat dalam mengatasi
kesulitan yang telah lama terjadi
dipermukiman tempat tinggal mereka.
Namun untuk kebutuhan air minum
sebagian dari masyarakat permukiman
pelantar terdapat juga yang menggunakan air
kemasan isi ulang (galon) menjadi pilihan
supply air bersih sebagian besar masyarakat
di permukiman pelantar kelurahan Tanjung
Unggat untuk memenuhi kebutuhan minum,
karena sifatnya yang praktis. Maka
masyarakat dilingkungan ini lebih memilih
menggunakan air galon sebagai sumber air
minum tanpa memasaknya terlebih dahulu
dan untuk keperluan konsumsi mereka.
Adapun air yang didapatkan
masyarakat permukiman pelantar digunakan
untuk keperluan minum, memasak, dan
mandi, cuci, kaskus (MCK). Ada beberapa
warga yang membedakan antara air untuk
kebutuhan minum dan memasak dengan air
untuk kebutuhan mandi, cuci, kaskus (MCK),
tetapi ada juga warga yang menyamaratakan
air untuk keperluan minum, memasak, dan
juga mandi, cuci, kaskus (MCK). Apabila air
tersebut disamaratakan antara untuk
keperluan minum, memasak, dan mandi,
cuci, kaskus (MCK) tetapi tetap ada
pembedaan wadah atau tempat untuk
menampung air tersebut. Kebanyakan air
untuk keperluan mandi, cuci, kaskus (MCK)
ditampung di dalam drum, sedangkan untuk
keperluan minum dan memasak ditampung
di dalam gentong plastik yang tertutup.
Selanjutnya, masyarakat yang ada
di permukiman pelantar kelurahan Tanjung
Unggat ini tergolong sebagai masyarakat
yang padat. Hal ini terlihat dari jumlah rata-
rata anggota dalam satu Kepala Keluarga
yang mencapai 4 orang. Ini menandakan
bahwa tingkat kepadatan masyarakat di
wilayah ini cukup tinggi. Jumlah anggota
dalam satu keluarga tentunya berbanding
lurus dengan tingkat konsumsi air bersih
untuk keperluan sehari-hari.
Kesulitan dari sisi lain yang juga
menjadi dampak kepada masyarakat dalam
memenuhi kebutuhan air bersih mereka yang
lebih layak karena sebagian besar masyarakat
dipermukiman tersebut yang hanya bekerja
sebagai buruh dan nelayan membuat
kemampuan ekonomi masyarakat sangat
terbatas. Jangankan untuk memasang saluran
air yang memadai, untuk biaya hidup sehari-
hari saja terkadang masyarakat serba pas-
pasan dan membutuhkan pertimbangan
ekonomi yang rumit. Pemerintah di sini yang
seharusnya bertindak sebagai pemimpin
justru kurang memberikan kontribusi yang
maksimal bagi masyarakat permukiman
pelantar di Kelurahan Tanjung Unggat ini
terkait penyediaan fasilitas memadai dan
murah untuk memenuhi kebutuhan air
masyarakat.
C. Analisis Kemampuan Adaptasi
Masyarakat Permukiman Pelantar Rukun
Tetangga (RT) 03 dan 07 dalam
Mengahadapi Kesulitan Air Bersih.
Berdasarkan beberapa pendapat
mengenai adaptasi, maka dapat disimpulkan
15
bahwa adaptasi merupakan upaya
penyesuaian diri terhadap perubahan
lingkungan yang dikarenakan masyarkat
mengalami kesulitan dalam melangsungkan
kehidupan mereka. Dalam penelitian ini
kesulitan air bersih tersebut nyata terjadi
pada masyarakat yang telah lama dan turun
menurun menetap dilingkungan permukiman
pelantar yang tidak memiliki sumber dan
fasilitas yang baik.
Dari pernyataan informan
menjadikan bukti gambaran kesulitan air
yang terjadi dilingkungan permukiman
pelantar sudah lama terjadi yang dialami oleh
semua masyarakat yang tinggal di wilayah
tersebut, kesulitan air bersih pada umumnya
memang sering terjadi tidak hanya di
lingkungan permukiman laut (pesisir) yang
memang tidak memiliki sumber mata air
bahkan juga terjadi di lingkungan tengah
perkotaan yang tidak jauh berjarak dengan
berbagai sumber air bersih, seperti (sungai,
danau dan lain sebagainya). Dalam hal ini air
adalah salah satu sumber daya alam yang
memiliki fungsi yang sangat vital bagi
kehidupan makhluk hidup yang ada di muka
bumi, jika hal tersebut sulit untuk terpenuhi
maka akan menjadi ancaman untuk
kelangsungan hidup masyarakat, termasuk
permukiman pelantar yang sangat jelas
mengalami kesulitan. Pengertian tersebut
menunjukkan bahwa air memiliki peran yang
sangat strategis dan harus tetap tersedia dan
lestari, sehingga mampu mendukung
kehidupan dan pelaksanaan pembangunan di
masa kini maupun di masa mendatang.
Kondisi air bersih di lingkungan
masyarakat permukiman pelantar Kelurahan
Tanjung Unggat sangat mudah
terkontaminasi air laut sehingga warga harus
mengakses fasilitas sumur umum dengan
jarak yang cukup jauh dari permukiman dan
juga keterbatasan dana untuk membeli
saluran yang layak.
Berbagai macam hal tersebut lah
yang membuat tindakan penyesuaian timbul
dalam memenuhi kebutuhan air bersih
sehari-hari oleh masyarakat. Adaptasi atau
penyesuaian yang dilakukan masyarakat
pesisir di permukiman pelantar ini terhadap
dampak kesulitan air bersih yang disebabkan
oleh beberapa hal tersebut diatas ini lah
sebagi tujuan dari masyarakat untuk bertahan
hidung dengan menjaga kelangsungan hidup
mereka dengan berbagai cara penyesuaian.
Masyarakat di sini yang sangat
berperan besar dalam hal pengerahan tenaga,
waktu, dan biaya untuk memenuhi kebutuhan
air bersih masyarakat tersebut. Di dalam
adaptasi juga terdapat pola-pola dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Menurut Suyono (1985), pola adalah suatu
rangkaian unsur-unsur yang sudah menetap
mengenai suatu gejala dan dapat dipakai
sebagai contoh dalam hal menggambarkan
atau mendeskripsikan gejala itu sendiri. Dari
definisi tersebut diatas, pola adaptasi dalam
penelitian ini adalah sebagai unsur-unsur
yang sudah menetap dalam proses adaptasi
yang dapat menggambarkan proses adaptasi
dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam
interaksi, tingkah laku maupun dari masing-
masing norma dan nilai yang ada. Proses
16
adaptasi berlangsung dalam suatu perjalanan
waktu yang tidak dapat diperhitungkan
dengan tepat. Pola-pola tersebut juga lah
yang makin membuat masyarakat merasa
saling membutuhkan dalam setiap tindakan
yang mereka lakukan dalam menghadapi
kesulitan.
Adaptasi oleh masyarakat
permukiman pelantar bisa dikatakan sebagai
suatu cara yang digunakan masyarakat
sekitar untuk mempertahankan hidup
(survival). Pada dasarnya, individu- individu
akan hidup bersama dalam suatu lingkungan
sosial, maka dari itu, antar individu harus
dapat mempertahankan hidup dengan
melakukan pemecahan permasalahan
bersama yang ada dalam lingkungan sosial.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan bahwa adaptasi merupakan
suatu proses yang dilakukan oleh masyarakat
permukiman pelantar di Kelurahan Tanjung
Unggat dalam menyesuaikan diri dengan
keadaan lingkungan, yang dilakukan dengan
cara mengubah atau melakukan penyesuaian
dalam rangka mengatasi hambatan dan
kesulitan yang dihadapi dilingkungan
sekitarnya. Selain itu, sebagian besar dari
proses penyesuaian diri yang dilakukan oleh
individu-individu maupun kelompok pada
umumnya ditunjukkan melalui perilaku yang
diperlihatkan dalam menghadapi suatu
permasalahan yang ada di lingkungan. Hal
ini dapat dilakukan dengan cara membangun
hubungan sosial yang baik dengan
lingkungan sekitar. Dalam penelitian ini
lebih memfokuskan pada adaptasi siasat
(Adaptiv Strategy), perilaku yang digunakan
oleh individu digunakan sebagai cara-cara
untuk menyiasati suatu kesulitan yang
terdapat dilingkungan sekitar.
D. Modal Sosial Masyarakat
Permukiman Pelantar RT 03 dan RT 07
Kelurahan Tanjung Unggat.
Adapun fenomena yang terjadi di
masyarakat permukiman pelantar di
kelurahan Tanjung Ungggat merupakan
tindakan para anggota masyarakat yang
menetap dilingkungan tersebut dalam
bekerjasama membangun fasilitas sarana dan
prasarana air bersih untuk beradapatsi dalam
melangsungkan kehidupan mereka dengan
kesulitan air bersih yang telah lama turun
temurun terjadi. Dengan melakukan
tindakan-tindakan adaptasi tersebut yang
terbentuk oleh karena modal sosial
masyarakat yang sangat kuat maka kesulitan
tersebut dapat disesuaikan oleh masyarakat
berbagai macam tindakan kerjasama yang
mereka bangun dilingkungan sekitar.
Modal sosial yang tumbuh pada
masyarakat permukiman pelantar ini adalah
yang didalamnya berisi nilai dan
kepercayaan serta pola-pola interaksi sosial
dalam mengatur kehidupan keseharian warga
dalam beradaptasi mengatasi kesulitan yang
terjadi. Oleh karena modal sosial yang
terbangun diantara warga adalah merupakan
gambaran dari keterikatan internal yang
mewarnai struktur kolektif dan memberikan
kohesifitas dan keuntungan-keuntungan
bersama dari proses jaringan kerjasama yang
terjadi didalam masyarakat. Dimensi modal
17
sosial masyarakat permukiman pelantar di
Kelurahan Tanjung Unggat menggambarkan
segala sesuatu yang membuat masyarakat
bersekutu untuk mencapai tujuan bersama
atas dasar kebersamaan, serta kepercayaan
yang didalamnya diikat oleh nilai-nilai yang
tumbuh dan dipatuhi oleh sesama
masyarakat.
1. Jaringan (Partisipasi Masyarakat
Dalam Suatu Jaringan Kerjasama)
Jaringan kerjasama yang
berlangsung pada masyarakat permukiman
pelantar di Kelurahan Tanjung Unggat disini
berkaitan dengan sesama masyarakat
berhubungan secara langsung antara satu
sama lain dan bagaimana ikatan sesama
mereka dalam memperoleh sesuatu yang
dikerjakan sebagai jembatan untuk
memudahkan mereka dalam berhubungan
mengahadapi kesulitan untuk memenuhi
kebutuhan antara satu pihak warga dengan
pihak warga lainnya, maupun sebagai perekat
yang memberikan tatanan dan makna pada
kehidupan sosial. Jaringan-jaringan sosial
yang erat memperkuat perasaan kerjasama
para anggota masyarakat serta manfaat-
manfaat dari partisipasinya. Dalam hal ini
melalui jaringan kerjasama yang dilakukan
dapat membantu upaya beradapatasi
masyarakat dalam mengahadapi berbagai
macam kesulitan yang kerap terjadi di
lingkungan tempat tinggal mereka.
Masyarakat disini merasakan hal
yang berbeda dengan warga yang tinggal di
wilayah lain, hubungan yang terjalin tersebut
dirasakan melebihi dengan apa yang
dilakukan masyarakat kebanyakan.
Hubungan yang telah turun temurun terjalin
membuat masyarakat permukiman pelantar
lebih merasa terbantu berkat hubungan
kerjasama tersebut terlebih dengan kesulitan
air bersih yang sudah lama terjadi di
permukiman mereka, hubungan jaringan
sosial yang ada dalam masyarakat
permukiman pelantar terjalin secara baik dan
terbentuk secara spontan dalam upaya
penyesuain mereka menghadapi kesulitan air
bersih dengan cara-cara membangun fasilitas
sarana air bersih, hubungan tersebut tidak
diatur-atur serta diupayakan kerjasama,
koordinasi dan saling membantu sesama
masayarakat memaksimalkan pemanfaatan
sumber daya yang tersedia dilingkungan.
Selanjutnya, manusia dalam
kehidupannya tidak pernah dapat hidup
sendiri, dikarenakan manusia merupakan
mahkluk sosial yang membutuhkan orang
lain dalam kehidupannya. Kebutuhan akan
orang lain dalam kehidupan manusia
bertujuan untuk terjalin intraksi antar
individu dan atau kelompok guna pemenuhan
kebutuhan hidup manusia. Adanya intraksi
antar individu dan atau kelompok akan
membentuk kelompok-kelompok sosial,
perwujudan kelompok sosial ini tercipta
melalui jaringan sosial. Dengan kata lain,
adanya jaringan sosial akan menciptakan
kelompok sosial. Begitu pula yang dialami
masyarakat yang berada di lingkungan
permukiman pelantar disini masyarakat juga
saling berhubungan baik satu sama lain
dengan masyarakat yang memiliki modal
yang lebih yaitu masyarakat yang tinggal di
18
daerah permukiman lebih ke darat yang
memiliki kemampuan serta fasilitas air bersih
yang lebih baik.
Dalam penelitian ini melalui
jaringan sosial, masyarakat akan mudah
mendapatkan akses terhadap sumberdaya
yang tersedia di lingkungannya untuk
mencapai tujuan kebutuhan bersama. Oleh
karenanya, terbentuknya jaringan sosial
biasanya dikaitkan dengan persamaan
kepentingan dan tujuan yang hendak dicapai
semua masyarakat. Jaringan sosial
merupakan salah satu dimensi modal sosial
selain kepercayaan, nilai dan norma. Konsep
jaringan sosial dalam modal sosial lebih
menfokuskan pada aspek ikatan antar simpul
yang bisa berupa hubungan antar orang atau
kelompok (Mudiarta, 2009). Selanjutnya
dikemukakan bahwa pada dasarnya jaringan
sosial terbentuk adanya rasa saling tahu,
saling menginformasikan, saling
mengingatkan dan saling membantu dalam
melaksanakan dan mengatasi kesulitan
bersama.
2. Kepercayaan (Trust)
Trust (kepercayaan) yang hinggap
di masyarakat permukiman pelantar
Kelurahan Tanjung Unggat disini terbangun
dalam suatu bentuk keinginan untuk
mengambil resiko dalam hubungan-
hubungan sosialnya mereka yang didasari
perasaan yakin bahwa yang lain akan
senantiasa bertindak dalam satu pola
tindakan yang saling mendukung, paling
tidak yang lain tidak akan bertindak
merugikan kelompoknya, yaitu tentang
bagaimana masyarakat mempercayai sesama
diantara mereka dalam setiap peroses
adaptasi dalam memghadapi kesulitan air
bersih. Dalam padangan Fukuyama (1997)
trust adalah sikap saling mempercayai di
masyarakat memungkinkan masyarakat
tersebut bersatu dengan yang lain dan
memberikan konstribusi pada peningkatan
hubungan sosial. Bentuk kepercayaan
tersebut di jelaskan oleh masyarakat dalam
berbagai macam tindakan saling mengerti
dan memahami.
Semangat kolektivitas sesama
masyarakat yang didasari oleh saling
mempercayai akan dapat meningkatkan
partisipasi mereka dalam berbagai bentuk
untuk menjaga dan merawat hasil
pembangunan. Norma sosial dari hubungan
masyarakat yang yang terbentuk adalah
aturan-aturan yang diharapkan dipatuhi
diikuti oleh anggota kelompok masyarakat.
Aturan-aturan kelompok tersebut biasanya
tidak tertulis tapi dapat dipahami oleh setiap
anggota dan akan menentukan pola tingkah
laku yang diharapkan di antara sesama
mereka. Selain itu kepercayaan juga
memiliki dampak positif terhadap efisiensi
biaya-biaya perawatan fasiltas air bersih
masyarakat seperti gerobak, artinya antara
sesama warga masyarakat telah memiliki
kepercayaan (saling mempercayai) satu sama
lain. Adanya rasa kepercayaan akan
membuat perawatan serta pemeliharaan
kondisi gerobak akan selalu terjaga oleh
masyarakat atas dasar hal tersebut yaitu
sama-sama saling mengalami dan
membutuhkan.
19
Kepercayaan (Trust) menjadi unsur
yang paling penting proses adaptasi yang
dilakukan masyarakat permukiman pelantar
di Kelurahan Tanjung Unggat yang
merupakan perekat bagi langgengnya
hubungan sesama masyarakat yang
mengalami kesulitan. Dengan suatu
kepercayaan masyarakat bisa bekerjasama
secara efektif. Dari sisi lain unsur
kepercayaan tersebut juga menjadi
pertimbangan masyarakat dalam menyikapi
terhadap apa saja yang dilakukan sesama
mereka yang terlibat pada proses
penyesuaian dalam menghadapai kesuliatan.
Kepercayaan yang terbangun antar
sesama masyarakat adalah atas dasar saling
mengalami kesulitan maka akan timbul rasa
mempercayai dengan keinginan mengambil
resiko dalam hubungan sosial yang didasari
oleh keyakinan bahwa orang lain akan
bertingkah laku seperti yang diharapkan,
saling mendukung, dan untuk mencapai
tujuan bersama. Pentingnya faktor
kepercayaan juga akan menciptakan dasar
untuk “hubungan timbal balik” dengan
masyarakat lain dan akan mewujudkan
jaringan sosial dan asosiasi dalam suatu
kelompok. Hal yang sama, bahwa ciri
penting modal sosial adalah kepercayaan dan
hubungan timbal balik yang dibangun dalam
proses interaksi tersebut.
3. Nilai dan Norma
Nilai merupakan suatu ide turun
temurun dan dianggap benar dan penting oleh
anggota masyarakat. Misalnya, nilai
harmonis, prestasi, kerja keras, kompetisi dan
lainnya merupakan contoh-contoh nilai yang
sangat umum dikenal dalam masyarakat.
Nilai memiliki peran yang penting dalam
kehidupan manusia, modal sosial yang kuat
juga akan sangat ditentukan oleh konfigurasi
nilai yang tercipta pada suatu masyarakat.
Aturan-aturan atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat senantiasa
mengandung nilai-nilai baik, yang
dilandaskan pada agama, kebudayaan atau
yang lain.
Tradisi masyarakat permukiman
pelantar di Kelurahan Tanjung Unggat yang
telah berkembang secara turun temurun juga
sebagai sumber terciptanya nilai (values),
serta hubungan-hubungan rasional. Tatanan
keagamaan yang telah terbangun merupakan
produk kebiasaan yang turun temurun, dan
kemudian membentuk kualitas modal sosial.
Nilai dalam kehidupan senantiasa
ada dalam setiap diri individu, nilai ini dapat
dilihat dari hasil wawancara diatas yang
diungkapkan oleh sebagian besar informan
yaitu selain bekerja keras dalam
mengahadapi kesulitan masyarakat juga tidak
meninggalkan ketaatan mereka dalam
beragama, seperti berpartisifasi dalam
kegiatan seperti pengajian itu merupakan
sesuatu hal yang wajib diikuti, dan
masyarakat juga mengerti dan dapat
membagi waktu kapan harus sholat dan
kapan juga waktu dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari mereka.
Selain itu, juga terdapat norma atau
aturan yang ada dalam proses penyesuian
yang dilakukan masyarakat permukiman
pelantar di Kelurahan Tanjung Unggat
20
adalah aturan yang ditetapkan oleh sesama
masyarakat yang saling membutuhkan air
bersih seperti atuaran atau norma tentang
kewajiban masyarakat dalam mengumpulkan
iuran untuk pemeliharan gerobak dan
penampungan air hujan yang di miliki
masyarakat bersama. Iuran tersebut berfungsi
ketika fasiltas seperti hal nya gerobak pada
saat terjadi kerusakan maka iuran yang
dikumpulkan masyarakat tersebut lah yang
digunakan untuk biaya perbaikan, sebaliknya
masyarakat yang tidak ikut terlibat
mengumpulkan iuran tidak akan di berikan
akses untuk menggunakan gerobak yang
menjadi satu-satu nya alat pengambil air.
Setidaknya dengan mendasarkan
pada konsepsi-konsepsi sebelumnya, maka
dapat ditarik suatu pemahaman bahwa
dimensi dari modal sosial adalah
memberikan penekanan pada kebersamaan
masyarakat untuk mencapai tujuan
memperbaiki kualitas hidupnya, dan
senantiasa melakukan perubahan dan
penyesuaian secara terus menerus. Di dalam
proses perubahan dan upaya mencapai tujuan
tersebut, masyarakat senantiasa terikat pada
nilai-nilai dan norma-norma yang
dipedomani sebagai acuan bersikap,
bertindak, dan bertingkah-laku, serta
berhubungan atau membangun jaringan
dengan pihak lain. Beberapa acuan nilai dan
unsur yang merupakan roh modal sosial
antara lain: sikap yang partisipatif, sikap
yang saling memperhatikan, saling memberi
dan menerima, saling percaya mempercayai
dan diperkuat oleh nilai-nilai dan norma-
norma yang mendukungnya.
Masyarakat lebih bekerja keras
dalam menyikapi kondisi ekonomi dan
lingkungan yang serba terbatas adalah
dengan ikut serta berperan dalam
pembangunan infrastruktur air bersih. Kajian
dalam permasalahan ini ialah adanya
kerjasama yang baik antar sesama
masyarakat permukiman pelantar di
Kelurahan Tajung Unggat dalam proses-
proses penyesuian. Kerjasama yang baik
melahirkan solidaritas masyarakat yang
tinggi. Solidaritas masyarakat yang tinggal di
daerah pesisir (kampung atau pedesaan)
lebih tinggi dibandingkan solidaritas yang
ada dalam masyarakat perkotaan karena
masyarakat kota dalam hal ini lebih kepada
individulisme, jika dibandingkan dengan
masyarakat pesisir (kampung atau pedesaan)
yang hidup berkelompok sebagai arah
melahirkan tujuan bersama.
Nilai yang terbentuk melalui tradisi,
sejarah, tokoh kharismatik yang membangun
sesuatu tata cara prilaku seseorang atau suatu
kelompok masyarakat, didalamnya
kemudian akan timbul modal sosial secara
spontan dalam kerangka menentukan tata
aturan yang dapat mengatur kepentingan
pribadi dan kepentingan kelompok. Menurut
pandangan Fukuyama ( dalam
Hasbullah.2006) tingkah laku modal sosial
penduduk secara langsung digambarkan
melalui norma, nilai dan aturann yang
berlaku dalam masyarakat tersebut. Pada
nilai-nilai budaya yang dimiliki masyarakat
yang tinggal di permukiman pelantar di
Kelurahan Tanjung Unggat yang secara
tradisional terdapat keseimbangan antara
21
modal sosial yang mengatur keharmonisan
dan solidaritas hubungan internal sesama
masyarakat, yang disebut dengan istilah
bonding social capital atau modal sosial
pengikat, dengan modal sosial yang
memungkinkan terciptanya kerjasama dan
hubungan yang saling menguntungkan.
Faktor nilai budaya dalam masyarakat
terlihat dari adanya kebiasan turun-menurun.
Nilai dimaknai oleh masyarakat sebagai ide
yang telah turun-menurun yang dianggap
benar dijadikan pedoman hidup dalam
kehidupan mereka sehari-hari. Sebagai
contohnya, nilai kerja keras, kejujuran, dan
kerjasama (gotong-royong). Sistem nilai
yang dianut akan menjadi pegangan dan
pedoman dalam kehidupan individu,
hubungan individu dalam masyarakat serta
hubungan individu dengan alam
disekitarnya.
V. PENUTUP
1. KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukan bahwa
masyarakat permukiman pelantar di
Kelurahan Tanjung Unggat dalam
berdapatasi mengatasi kesulitan air bersih
yang terjadi dengan beberapa indikator
kesimpulan sebagai berikut :
1. Air bersih dalam kehidupan
masyarakat permukiman pelantar di
Kelurahan Tanjung Unggat
merupakan salah satu kebutuhan
paling vital, yang dipergunakan
masyarakat sebagai alat kosumsi,
serta mandi, cuci dan kaskus
(MCK). Namun demikian
ketersediaan air bersih yang
terdapat di permukiman pelantar
sulit untuk terpenuhi dikarenakan
kondisi lingkungan yang tidak
selalu dapat dimanfaatkan untuk
sumber air bersih.
2. Tindakan adapatasi masyarakat
permukiman pelantar di Kelurahan
Tanjung Unggat adalah upaya
masyarakat dalam melangsungkan
kehidupan mereka dengan
melakukan penyesuiaan terhadap
kondisi kesulitan yang terjadi
dikarenakan oleh berbagai macam
faktor, seperti kondisi topografis
lingkungan, ekonomi dan musim
cuaca.
3. Modal Sosial masyarakat
permukiman pelantar di Kelurahan
Tanjung Unggat merupakan aset
berharga yang terbangun dalam
upaya masyarakat mempertahankan
kelangsungan hidup mereka dengan
memanfaatkan sumber daya yang
terdapat dilingkungan sebagai
upaya dalam mencapai tujuan
bersama. Dalam hal ini jaringan
kerjasama masyarakat dalam
pembangunan infrastruktur
kebutuhan air bersih seperti
pembangunan sumur, dan
penampungan air hujan, dan unsur
kepercayaan (trust) pada aktivitas
penggunaan gerobak dan
pengambilan air bersih dari
penampungan-penampungan yang
22
digunakan masyarakat, serta nilai-
nilai semangat (etos kerja)
masyarakat dalam mengahadapi
kesulitan yang telah sejak lama
terjadi di lingkungan mereka.
2. SARAN
Melihat dari keadaan dilapangan
dan hasil uraian serta kesimpulan yang telah
disampaikan, maka penulis
merekomendasikan hal sebagai berikut :
Air bersih dalam kehidupan
manusia merupakan salah satu kebutuhan
paling vital, sehingga masyarakat yang
tinggal di permukiman pelantar Kelurahan
Tanjung Unggat sangat di harapakan agar
tetap menjaga kerjasama yang dapat
menjadikan sebuah kekuatan dalam
menghasilkan kapasitas adaptasi
(penyesuian) masyarakat dalam pengelolaan
dan pembangunan infrastruktur yang
dibangun oleh kemandirian masyarakat itu
sendiri untuk mengatasi kesulitan yang telah
lama terjadi.
Selanjutnya, Pemerintah dan pihak
PDAM Tirta Kepri khususnya, yang
memiliki kewenangan harus menciptakan
solusi cerdas bagi permasalahan air bersih
yang terjadi di Kelurahan Tanjung Unggat
terlebih di permukiman yang memiliki
masalah lingkungan yang tidak dapat
dimanfaatkan membuat sumber air bersih
seperti di daerah pesisir. Pemeberian bantuan
oleh pemerintah dimulai melalui dialog atau
sosialisasi kepada masyarakat secara
langsung agar tercapai kesepakatan bersama
untuk program bantuan pembangunan
tersebut lebih efisien dan efektif. Oleh sebab
itu kebijakan pengembangan prasarana suatu
wilayah tidak dapat dilepaskan dari
keikutsertaan masyarakat mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, hingga
pemeliharaan, walaupun penentu kebijakan
masih merupakan kewenangan pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Alland, A. Jr. (1975). “Adaptation”,Annual
Review of Anthropology Vol4:5973.
Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian
(Suatu Pendekatan Praktek).
Jakarta:Rineka Cipta.
Forkapi, 2009. Strategi Peningkatan
Kapasitas Modal Sosial dan
Kualitas Sumberdaya Manusia
Pendamping Pengembangan
masyarakat. 19
Fukuyama, Francis, 2003. Social Capital and
Economic Develpment. Routledge.
London
Hasbullah, J. 2006. Sosial Kapital: Menuju
Keunggulan Budaya Manusia
Indonesia. MR United Press:
Jakarta.
Haviland, W.A. 1985. Antropologi Jilid 1.
Terjemahan Rg.Soekadijo. Jakarta:
Erlangga.
Indriatmoko, R.H. 2005. Pengelolaan Air
tanah Dan Intrusi Air Laut.
Kelompok Teknologi Pengelolaan
Air Bersih dan Limbah Cair, Pusat
Pengkajian dan Penerapan
Teknologi Lingkungan, BPPT.
23
Koentjaraningrat. 1981. Metode-metode
Penelitian Masyarakat. Jakarta:
Gramedia.
Marsono. 1995. Undang-Undang dan
Peraturan Peraturan di Bidang
Perumahan dan Permukiman.
Jakarta: Penerbit Djambatan.
Masik, Agustomi, “Hubungan Modal Sosial
dan Perencanaan”, Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota 16
(3) : 1-23.
Moleong, J.L. 2002. Metode Penelitian
Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosda Karya.
Milles, M.B. dan A. Michael Huberman.
1992. Analisis Data Kualitatif.
Jakarta: UI Press.
Poerwanto, H. 2006. Kebudayaan dan
Lingkungan: Dalam Perspektif
Antropologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Putnam Rd. 1993, The Prosperouse
Community : Sosial Capital
and Publik Live dalam Tha
American Prospec. Volume 13
Soerjani, Moh Dkk. 1987. Lingkungan:
Sumber Daya Alam dan
Kependudukan dalam
Pembangunan. Jakarta: UI Press.
Soerjono Soekanto. 2000. Sosiologi Suatu
Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo
Persada (Rajawali Pers).
Silalahi, Ulber, 2010. Metode Penelitian
Sosial. Refika Aditama: Jakarta.
Sugiyono.2008. Metode Penelitian
Kuantitatif Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Suparlan.Parsudi, 1994. Manusia,
Kebudayaan, dan Lingkungannya.
Jakarta. Rajawali Press
WEBSITE DAN KUTIPAN:
Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 173 Tahun 1977 Tentang
Penyediaan air yang memenuhi kuantitas dan
kualitas, Jakarta. Air
Bersih.Availableat:http://one.indoskripsi.co
m/node/6062. Diakses 23 Maret 2017 pukul
19.30.
Studi National Action Plan Bidang Air
Bersih.Available.at:http://www.google.co.i
/searcclient.firefoxa.&.rlsorg.mozilla.Aen.U
SA.officialchannels&hld&sourcehp&qStudi
+National.Action.Plan.Bidang.Air.Bersih.20
03. Telusuri dengan Google. Diakses pada
tanggal 21 April 2017
TanjungpinangPos5Februari2015http://www
.tanjungpinangpos/2015/05/Seny Melihat
Tower Air Bersih. Diakses 04 November
2016 pukul 16.10 WIB
REFERENSI SKRIPSI:
Fiftidayah, 2014. “Modal Sosial Kelompok
Tani Bina Sehat Sejahtera
Kelurahan Kampung Bugis
Kecamatan Tanungpinang Kota”.
Skripsi Jurusan Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Haryani, Eda. 2007. Studi Aksesibilitas Air
Bersih Bagi Masyarakat Miskin
Kota Semarang. Tugas Akhir tidak
diterbitkan, Jurusan
Perencanaan Wilayah dan Kota,
Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro, Program Pascasarjana,
Semarang
Helmi, A. 2011. Strategi Adaptasi Nelayan
Terhadap Perubahan Ekologis
Kawasan Pesisir (Studi Kasus:
Desa Pulau Panjang, Kecamatan
24
Simpang Empat, Kabupaten Tanah Bumbu,
Kalimantan Selatan).
Hernaningsih, T. dan Yudo, S. 2007.
“Alternatif Teknologi Pengolahan
Air Untuk Memenuhi Kebutuhan Air
Bersih di Daerah Pemukiman
Nelayan (Studi Kasus Perencanaan
Penyediaan Air Bersih di Daerah
Pedesaan Nelayan Kabupaten
Psir,Kalimantan Timur)”. Dalam
JAI. Vol 3 No 1.
Lumaksono. Galih. 2013. Strategi Adaptasi
Masyarakat Dalam Menghadapi
Kekurangan Air Bersih (Studi
Kasus di Kampung Jomblang
Perbalan Kelurahan Candi
Kecamatan Candisari Kota
Semarang). Skripsi Jurusan
Sosiologi dan Antropologi Fakultas
Ilmu Sosial Universitas Negeri
Semarang.
Muniruzzaman. Muhammad. 2015.
Eksistensi Masyarakat Nelayan
Dalam MengatasiKemiskinan Di
Kelurahan Sungai Jang
Kecamatan Bukit Bestari Kota
Tanjungpinang. Skripsi Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Pramushinto, R dan Ma’rif, S. 2013. Pola
Pemanfaatan Sumber Daya Air
Bersih Oleh Masyarakat Sebagai
Antisipasi Dampak Salinisasi Di
Wilayah Pesisir Kecamatan Jepara
(Studi Kasus Kelurahan Bulu, Kel
Kauman, Kel Jobokutoda Kel
Ujungbatu). Jurnal Teknik PWK
Volume 2 No 3. Hal. 765-774.