Post on 18-Jan-2016
description
KONSEP LUKA DAN PERAWATAN LUKA
1. Pengertian
Luka adalah keadaan hilang/terputusnya
kontinuitas jaringan (Mansjoer, 2000:396). Menurut
InETNA, luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang
mengganggu proses selular normal, luka dapat juga
dijabarkan dengan adanya kerusakan pada
kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya
disertai dengan kehilangan substansi jaringan.
2. Klasifikasi Luka
Luka dibedakan berdasarkan :
1) Berdasarkan penyebab
a) Ekskoriasi atau luka lecet
b) Vulnus scisum atau luka sayat
c) Vulnus laseratum atau luka robek
d) Vulnus punctum atau luka tusuk
e) Vulnus morsum atau luka karena gigitan binatang
f) Vulnus combotio atau luka bakar
2) Berdasarkan ada/tidaknya kehilangan jaringan
a) Ekskoriasi
9
b) Skin avulsion
c) Skin loss
3) Berdasarkan derajat kontaminasi
a) Luka bersih
a) Luka sayat elektif
b) Steril, potensial terinfeksi
c) Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus
respiratorius,traktus elimentarius, traktus
genitourinarius.
b) Luka bersih tercemar
a) Luka sayat elektif
b) Potensi terinfeksi : spillage minimal, flora
normal
c) Kontak dengan orofaring, respiratorius,
elimentarius dan genitourinarius
d) Proses penyembuhan lebih lama
c) Luka tercemar
a) Potensi terinfeksi: spillage dari traktus
elimentarius, kandung empedu, traktus genito
urinarius, urine
b) Luka trauma baru : laserasi, fraktur terbuka,
luka penetrasi.
10
d) Luka kotor
a) Akibat proses pembedahan yang sangat
terkontaminasi
b) Perforasi visera, abses, trauma lama.
3. Tipe Penyembuhan luka
Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana
pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah
jaringan yang hilang.
1) Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer)
yaitu penyembuhan yang terjadi segera setelah
diusahakan bertautnya tepi luka biasanya dengan
jahitan.
2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka
sekunder) yaitu luka yang tidak mengalami
penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan
oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan
dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi
lebih kompleks dan lebih lama. Luka jenis ini
biasanya tetap terbuka.
3) Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka
tertier) yaitu luka yang dibiarkan terbuka selama
11
beberapa hari setelah tindakan debridement. Setelah
diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari).
Luka ini merupakan tipe penyembuhan luka yang
terakhir (Mansjoer,2000:397 ; InETNA, 2004:4).
4. Fase Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu
fase inflamasi, proliferasi dan maturasi. Antara satu
fase dengan fase yang lain merupakan suatu
kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.
1) Fase Inflamasi
Tahap ini muncul segera setelah injuri dan
dapat berlanjut sampai 5 hari. Inflamasi berfungsi
untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi
bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang
luka dan mempersiapkan proses penyembuhan lanjutan.
2) Fase Proliferasi
Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai
dengan 3 minggu. Fibroblast (sel jaringan
penyambung) memiliki peran yang besar dalam fase
proliferasi.
3) Fase Maturasi
12
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21
dan dapat berlangsung sampai berbulan-bulan dan
berakhir bila tanda radang sudah hilang. Dalam fase
ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil
dari peningkatan jaringan kolagen, pemecahan
kolagen yang berlebih dan regresi vaskularitas luka
(Mansjoer,2000:397 ; InETNA, 2004:1).
5. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang
kompleks dan dinamis karena merupakan suatu kegiatan
bioseluler dan biokimia yang terjadi saling
berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya
terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal
saja pada luka, namun dipengaruhi pula oleh faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik (InETNA,2004:13).
1) Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang
dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan meliputi
: usia, status nutrisi dan hidrasi, oksigenasi dan
perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit
penyerta (hipertensi, DM, Arthereosclerosis).
13
2) Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari
luar penderita yang dapat berpengaruh dalam proses
penyembuhan luka, meliputi : pengobatan, radiasi,
stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma
jaringan (InETNA,2004:13).
6. Komplikasi Penyembuhan Luka
Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam
manifestasi yang berbeda-beda. Komplikasi yang luas
timbul dari pembersihan luka yang tidak adekuat,
keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak
adanya reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post
operatif dan adanya infeksi.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah
: hematoma, nekrosis jaringan lunak, dehiscence,
keloids, formasi hipertropik scar dan juga infeksi
luka (InETNA,2004:6).
7. Penatalaksanaan/Perawatan Luka
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa
tahap yang dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan
14
antiseptik, pembersihan luka, penjahitan luka,
penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan
pengangkatan jahitan.
a. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan
fisik (lokasi dan eksplorasi).
b. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk mensucihamakan
kulit. Untuk melakukan pencucian/pembersihan luka
biasanya digunakan cairan atau larutan antiseptik
seperti:
1) Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat
(efektif dalam 2 menit).
2) Halogen dan senyawanya
a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat,
berspektrum luas dan dalam konsentrasi 2%
membunuh spora dalam 2-3 jam
b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan
isodine), merupakan kompleks yodium dengan
polyvinylpirrolidone yang tidak merangsang,
mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil
karena tidak menguap.
15
c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan
biasanya untuk antiseptik borok.
d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane),
merupakan senyawa biguanid dengan sifat
bakterisid dan fungisid, tidak berwarna, mudah
larut dalam air, tidak merangsang kulit dam
mukosa, dan baunya tidak menusuk hidung.
3) Oksidansia
a) Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan
funngisida agak lemah berdasarkan sifat
oksidator.
b) Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat
untuk mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan
membunuh kuman anaerob.
4) Logam berat dan garamnya
a) Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat
menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
b) Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%.
Sifatnya bakteriostatik lemah, mempercepat
keringnya luka dengan cara merangsang
timbulnya kerak (korts)
16
5) Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah
(konsentrasi 3%).
6) Derivat fenol
a) Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya
sebagai antiseptik wajah dan genitalia
eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
b) Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk
mencuci tangan.
2) Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin
(rivanol), merupakan turunan aridin dan berupa
serbuk berwarna kuning dam konsentrasi 0,1%.
Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah,
kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer,
2000:390).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka
yang perlu diperhatikan adalah pemilihan cairan
pencuci dan teknik pencucian luka. Penggunaan
cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat
pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu
rawat dan meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan
cairan dalam pencucian luka harus cairan yang
efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan
17
antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada
cairan pencuci luka lain yang saat ini sering
digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline atau
disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan
cairan yang bersifat fisiologis, non toksik dan
tidak mahal. NaCl dalam setiap liternya mempunyai
komposisi natrium klorida 9,0 g dengan
osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na+
154 mEq/l dan Cl- 154 mEq/l (InETNA,2004:16 ; ISO
Indonesia,2000:18).
c. Pembersihan Luka
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah
meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses
penyembuhan luka; menghindari terjadinya infeksi;
membuang jaringan nekrosis dan debris (InETNA,
2004:16).
Beberapa langkah yang harus diperhatikan
dalam pembersihan luka yaitu :
3) Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan
untuk membuang jaringan mati dan benda asing.
18
4) Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua
jaringan mati.
5) Berikan antiseptik
6) Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan
dengan pemberian anastesi lokal
7) Bila perlu lakukan penutupan luka (Mansjoer,2000:
398;400)
d. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami
infeksi serta berumur kurang dari 8 jam boleh
dijahit primer, sedangkan luka yang terkontaminasi
berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya
dibiarkan sembuh per sekundam atau per tertiam.
e. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang
baik pada luka sehingga proses penyembuhan
berlangsung optimal.
f. Pembalutan
19
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka
sangat tergantung pada penilaian kondisi luka.
Pembalutan berfungsi sebagai pelindung terhadap
penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang
baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai
fiksasi dan efek penekanan yang mencegah
berkumpulnya rembesan darah yang menyebabkan
hematom.
g. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu
diberikan antibiotik dan pada luka terkontaminasi
atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.
h. Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak
diperlukan lagi. Waktu pengangkatan jahitan
tergantung dari berbagai faktor seperti, lokasi,
jenis pengangkatan luka, usia, kesehatan, sikap
penderita dan adanya infeksi (Mansjoer,2000:398 ;
Walton, 1990:44)..
Tabel 1. Waktu Pengangkatan Jahitan
20
No Lokasi Waktu
1 Kelopak mata 3 hari
2 Pipi 3-5 hari
3 Hidung, dahi, leher 5 hari
4 Telinga,kulit kepala 5-7 hari
5 Lengan, tungkai, tangan,kaki 7-10+ hari
6 Dada, punggung, abdomen 7-10+ hari
Sumber. Walton, 1990:44
DAFTAR PUSTAKA
Indonesia Enterostomal Therapy Nurse Association (InETNA) & Tim Perawatan Luka dan Stoma Rumah Sakit Dharmais. 2004,Perawatan Luka, Makalah Mandiri, Jakarta
Mansjoer.Arif, dkk. Eds.2000.Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Walton,Robert L. 1990. Perawatan Luka dan Penderita Perlukaan Ganda, Alih bahasa. Sonny Samsudin, Cetakan I. Jakarta : EGC.
21
LAPORAN PENDAHULUAN
VULNUS
Definisi
Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan,
Klasifikasi Luka
Dibedakan macam luka berdasarkan:
A. Berdasarkan penyebab, berhubungan dsngan kepentingan forensik, antara
lain:
1. Ekskoriasi atau luka lecet atau gores adalah cedera pada permukaan
epidermis akibat bersentuhan dengan benda berpermukaan kasar atau
runcing.
2. Vulnus scissum adalah luka sayat atau luka iris yang ditandai dengan tepi
luka berupa garis lurus dan beraturan.
3. Vulnus laceratum atau luka robek adalah luka dengan tepi yang tidak
beraturan atau compang-camping biasanya karena tarikan atau goresan
benda tumpul.
4. Vulnus punctum atau luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing
yang biasanya kedalaman luka lebih daripada lebarnya.
5. Vulnus morsum adalah luka karena gigitan binatang.
6. Vulnus combutio atau luka bakar
B. Berdasarkan ada/tidaknya kehilangan jaringan:
1. Ekskoriasi
2. Skin avulsion, degloving injury
22
3. Skin loss
C. Berdasarkan derajat kontaminasi:
1. Luka bersih
o Luka sayat elektif
o Steril, potensial terinfeksi
o Tidak ada kontak dengan orofaring, traktus respiratorius, traktus
alimentarius, traktur genitourinarius
2. Luka bersih tercemar
o Luka sayat elektif
o Potensi terinfeksi: spillage minimal, flora normal
o Kontak dengan orofaring, traktus respiratorius, traktus alimentarius, traktur
genitourinarius
o Proses penyembuhan lebih lama
o Contoh: apendektomi, operasi vaginal, dsb.
3. Luka tercemar
o Potensi terinfeksi: spillage dari traktus alimentarius, kandung empedu,
traktus genitourinarius, urin
o Luka trauma baru: laserasi, fraktur terbuka, luka penetrasi
4. Luka kotor
o Akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi
23
o Perforasi visera, abses, trauma lama
Proses Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka dapat terjadi secara:
1. Per primam yaitu penyembuhan yang terjadi setelah segera diusahakan
bertautnya tepi luka biasanya dengan jahitan.
2. Per sekundam yaitu luka yang tidak mengalami penyembuhan per primam.
Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama. Lukajenis ini
biasanya tetap terbuka. Biasanya dijumpai pada luka-luka dengan kehilangan
jaringan, terkontaminasi/terinfeksi. Penyembuhan dimulai dari lapisan dalam
dengan pembentukan jaringan granulasi.
3. Per tertiam atau per primam tertunda yaitu luka yang dibiarkan terbuka
selama beberapa hari setelah tindakan debridemen. Setelah diyakini bersih,
tepi luka dipertautkan (4 – 7 hari).
Proses penyembuhan luka yang alami:
1. Fase inflamasi atau lag phase. Berlangsung sampai hari ke-5.
Akibat luka terjadi perdarahan. Ikut keluar trombosit dan sel-sel radang.
Trombosit mengeluarkan prostaglandin, tromboksan, bahan kimia tertentu
dan asam amino tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur
tonus dinding pembuluh darah dan kemotaksis terhadap leukosit.
Terjadi vasokonstriksi dan proses penghentian perdarahan. Sel radang keluar
dari pembuluh darah secara diapedesis dan menuju daerah luka secara
kemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamin yang
meninggikan permeabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema. Dengan
24
demikian timbul tanda-tanda radang. Leukosit, limfosit dan monosit
menghancurkan dan memakan kotoran dan kuman.
Pertautan pada fase ini hanya oleh fibrin, belum ada kekuatan pertautan luka
sehingga disebut fase tertinggal (lag phase).
2. Fase proliferasi atau fibroplasi. Berlangsung dari hari ke-6 sampai dengan 3
minggu. Terjadi proses proliferasi dan pembentukan fibroblas yang berasal
dari sel-sel mesenkim.
Fibroblas menghasilkan mukopolisakarida dan serat kolagen yang terdiri dari
asam -asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin. Mukopolisakarid mengatur
deposisi serat- serat kolagen yang akan mempertautkan tepi luka.
Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut, yang tak diperlukan
dihancurkan, dengan demikian luka mengkerut/mengecil.
Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serai-serta kolagen,
kapiler- kapiler baru; membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tak
rata disebut jaringan granulasi.
Epitel sel basal di tepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menutupi dasar
luka, tempatnya diisi hasil mitosis sel lain. Proses migrasi epitel hanya
25
berjalan ke permukaan yang rata atau lebih rendah, tak dapat naik.
Pembentukan jaringan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan luka
tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka:
pengaturan kembali, penyerapan yang berlebih.
3. Fase remodeling atau fase resorpsi. Dapat bertangsung berbulan-bulan dan
berakhir bila tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya berwarna
pucat, tipis, lemas, tak ada rasa sakit maupun gatal.
Penatalaksanaan
Evaluasi Luka
1. Anamnesis
Penting untuk menentukan cara penanganan dengan menanyakan
bagaimana, di mana, dan kapan luka terjadi. Hal ini dilakukan untuk
memperkirakan kemungkinan terjadinya kontaminasi dan menentukan
apakah luka akan ditutup secara primer atau dibiarkan terbuka.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Lokasi. Penting sebagai petunjuk kemungkinan adanya cedera pada
struktur yang lebih dalam.
b. Eksplorasi. Dikerjakan untuk menyingkirkan kemungkinan cedera pada
struktur yang lebih dalam, menemukan benda asing yang mungkin tertinggal
pada luka serta menentukan adanya jaringan yang telah mati.
Tindakan Antisepsis
Daerah yang disucihamakan harus lebih besar dari ukuran luka. Prinsip saat
mensucihamakan kulit adalah mulai dari tengah dan bekerja ke arah luar
dengan pengusapan secara spiral, di mana daerah yang telah dibersihkan
tidak boleh diusap lagi menggunakan kasa yang telah digunakan tersebut.
26
Larutan antiseptik yang dianjurkan adalah povidone iodine 10%
atau klorheksidine glukonat 0,5%.
Pembersihan Luka
o Irigasi sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk membuang jaringan mati
dan benda asing (debridement) sehingga akan mempercepat penyembuhan.
Irigasi dilakukan dengan menggunakan cairan garam fisiologis atau air bersih.
Lakukan secara sistematis dari lapisan superfisial ke lapisan yang lebih
dalam.
o Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan mati. Tepi yang
compang- camping sebaiknya dibuang.
o Berikan antiseptik.
o Bila perlu tindakan ini dilakukan dengan pemberian anestesi lokal.
Penjahitan Luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta berumur kurang dari 8
jam boleh dijahit primer. Sedangkan luka yang terkontaminasi berat dan/atau
tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan sembuh per secundam atau per
tertiam.
Jenis-jenis jahitan:
1. Jahitan kulit
a. Jahitan interrupted:
i. Jahitan simple interrupted (jahitan satu demi satu). Merupakan jenis jahitan
yang paling dikenal dan paling banyak digunakan. Jarak antar jahitan
sebaiknya 5-7 mm dan batas jahitan dari tepi luka sebaiknya 1-2 mm.
27
Semakin dekat jarak antara tiap jahitan, semakin baik bekas luka setelah
penyembuhan.
ii. Jahitan matras:
o Jahitan matras vertikal. Jahitan jenis ini digunakan jika eversi tepi luka tidak
bisa dicapai hanya dengan menggunakan jahitan satu demi satu, misalnya
didaerah yang tipis lemak subkutisnya dan tepi luka cenderung masuk ke
dalam.
o Jahitan matras horizontal. Jahitan ini digunakan untuk menautkan fasia dan
aponeurosis. Jahitan ini tidak boleh digunakan untuk menjahit lemak subkutis
karena membuat kulit di atasnya terlihat bergelombang.
b. Jahitan continous:
i. Running suture, simple continuous, continuous over & over, atau jelujur.
Jahitan jelujur lebih cepat dibuat, lebih kuat dan pembagian tekanannya lebih
rata bila dibandingkan dengan jahitan terputus. Kelemahannya jika benang
putus atau simpul terurai seluruh tepi luka akan terbuka. Jangan digunakan
untuk menjahit luka terinfeksi karena dapat menghambat pengeluaran pus
atau darah.
ii. Jahitan interlocking, feston
iii. yang khas: jahitan kantung tembakau (tabac sac)
c. Jahitan dengan stepler (skin steples)
2. Jahitan subkutis
a. Jahitan continuous: Jahitan terusan subkutikuler atau intradermal.
Digunakan jika ingin dihasilkan hasil kosmetika yang baik setelah luka
sembuh. Selain itu digunakan juga untuk menurunkan tegangan pada luka
yang lebar sebelum dilakukan penjahitan satu demi satu.
b. Jahitan interrupted dermal stitch
3. Jahitan dalam
28
Pada luka infeksi misalnya insisi abses, dipasang dren. Dren dapat dibuat
dari guntingan sarung tangan. Fungsi dren adalah mengalirkan cairan keluar
(darah atau senun) pada dead space (jika terbentuk).
Penutupan Luka
Prinsip dalam menutup luka adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang
baik pada luka sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal. Fungsi
kulit adalah sebagai sarana pengatur penguapan cairan tubuh dan sebagai
barier terhadap invasi bakteri patogen. Pada luka fungsi ini menurun oleh
karena proses inflamasi atau bahkan hilang sama sekali (misalnya pada
kehilangan kulit akibat luka bakar) sehingga untuk membantu
mengembalikan fungsi ini, perlu dilakukan penutupan luka. Penutupan luka
yang terbaik adalah dengan kulit (skin graft, flap). Bila tidak memungkinkan
maka sebagai alternatif digunakan kassa (sampai luka menutup atau
dilakukan penutupan dengan kulit)
Pembalutan
Fungsi balutan antara lain:
1. Sebagai pelindung terhadap penguapan, infeksi
2. Mengupayakan lingkungan yang baik bagi luka dalam proses
penyembuban: menciptakan kelembaban, sebagai kompres, menyerap
eksudat/produk lisis jaringan (adsorben)
3. Sebagai fiksasi, mengurangi pergerakan tepi-tepi luka sampai pertautan
terjadi
4. Efek penekanan (pressure): mencegah berkumpulnya rembesan darah
yang menyebabkan hematom
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat tergantung pada
penilaian kondisi luka. Luka sayat, bersih, ukuran kecil yang dapat mengalami
proses penyembuhan per primam tidak memerlukan penutup/pembalut.
Sebaliknya pada luka luas dengan kehilangan kulit atau disertai eksudasi dan
produk lisis jaringan memerlukan penggantian balutan sampai 5-6 kali sehari.
29
Pemberian Antibiotik dan ATS/Toksoid
Prinsipnya adalah pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada
luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik. Luka-luka
yang merupakan me dia yang baik bagi berkembang biaknya bakteri-bakteri
anaerob (misalnya luka tusuk, luka menggaung, terkontaminasi bahan-bahan
yang merupakan media yang baik dalam berkembangnya kuman-kuman
anaerob seperti karat, kotoran kuda) memerlukan pemberian ATS/toksoid.
Pengangkatan Jahitan
Jahitan diangkat bila fungsinya sudah tidak diperlukan lagi. Sebagaimana
diketahui fungsi jahitan adalah mempertautkan tepi-tepi luka. Bila pertautan
tepi-tepi luka sudah cukup kuat, di mana terjadi perlekatan tepi-tepi luka
dengan adanya serat-serat fibrin (jaring-jaring fibrin, fibrin mesh) yang secara
klinis tampak luka sudah menutup, maka fungsi jahitan sudah tidak
diperlukan lagi.
Hal ini tergantung pada beberapa faktor:
1. Vaskularisasi. Umumnya daerah yang memiliki vaskularisasi baik (misalnya
muka) proses penyembuhan berlangsung cepat, sementara daerah/jaringan
yang memiliki vaskularisasi kurang baik (misalnya tungkai, tendon) proses
penyembuhan membutuhkan waktu lebih lama.
2. Pergerakan. Daerah-daerah yang relatif sering bergerak (misalnya sendi)
proses penyembuhan terjadi lebih lama. Oleh karenanya proses
penyembuhan luka pada sendi/ persendian diupayakan dengan:
§ mengistirahatkan sendi bersangkutan (mengurangi pergerakan) dengan
pemasangan bidai atau perban elastik
§ mempertahankan jahitan lebih lama (dibandingkan tempat-tempat lain,
misalnya sampai 2-3 minggu)
30
3. Ketegangan tepi-tepi luka. Pada daerah-daerah yang loose maka jahitan
bisa lebih cepat diangkat, namun pada daerah yang tight (tegang) lebih lama.
4. Teknik penjahitan. Yang dimaksud dengan teknik penjahitan dalam hal ini
adalah jahitan yang dilakukan pada lapisan-lapisan jaringan (misalnya jahitan
otot, jahitan fasia, jahitan subkutis, dan jahitan intradermal menggunakan
benang yang tidak diserap) sebelum menjahit kulit.
- See more at: http://wikimed.blogbeken.com/penangangan-
luka#sthash.5kR7egLo.dpuf
31