Post on 02-Jun-2018
8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
1/16
8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
2/16
menghasilkan matriks protein yang merupakan toksik ketika berada di saluran mesonteron
serangga, sehingga menyebabkan kematian pada serangga. Dalam tulisan ini akan diulas secara
singkat mengenai pengendalian hama penggerek batang padi pada tanaman padi dengan
memanfaatkan agensi hayati, berupa bakteri entomopathogen Basilus thuringiensis beserta
teknik pengembangannya.
Tujuan dan Manfaat
Penulisan ini mempunyai tujuan untuk:
Memberikan solusi alternatif kepada lembaga terkait mengenai teknik pengendalian
hama yang efektif serta memperhatikan aspek ekologis beserta ekonomisnya
Mengetahui langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mengimplementasikan
solusi tersebut
Mengetahui teknik implementasi mengenai pengendalian hama yang dilakukan
Adapun manfaat yang dapat dicapai dari penulisan ini adalah:
8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
3/16
GAGASAN
Kondisi Kekinian
Penggunaan bahan kimia sebagai pengendali organisme penganggu tanaman mulai
banyak dikenal petani pada pertengahan dekade 1960-an hingga pada saat ini marak digunakan.
Hal ini sejalan dengan berbagai program pemerintah pada saat itu untuk meningkatkan produkasi
beras yang banyak dikenal dengan istilah revolusi hijau (Iman M.Fahmid. 2004).
Gambar 1. Penyemprotan pestisida sebagai salah satu upaya pengendalian hama
penggerek batang padi
Pengendalian Hama Penggerek Batang Padi yang umum dilakukan sejauh ini adalah
pengendalian fisik berupa memunguti telur atau paket telur yang terdapat di persemaian dan
daun padi di lapang, dimana sesudah panen, dilakukan penggenangan air 1-2 minggu, lalu
dibajak dalam keadaan basah, agar ulat atau pupa yang bersembunyi pada pangkal batang
menjadi mati (Riyadi, 2008). Dan pengendalian kimiawi dengan insektisida berupa
penggunaanWinGran 0,5GR, Matrix 200EC, dan Trisula 450SL secara bergantian sejak
tanaman mengalami pertumbuhan vegetatif. Akan tetapi, ketidakefektifan dalam memilih sasaran
justru menyebabkan organisme yang bukan menjadi sasaran ikut mati, OPT menjadi resisten dan
menyebabkan degradasi lahan secara berkelanjutan.
http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=264:wingran-05-gr&catid=274:wingran-05-gr&Itemid=75http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=264:wingran-05-gr&catid=274:wingran-05-gr&Itemid=75http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=268:matrix-200-ec&catid=278:matrix-200-ec&Itemid=75http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=268:matrix-200-ec&catid=278:matrix-200-ec&Itemid=75http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=268:matrix-200-ec&catid=278:matrix-200-ec&Itemid=75http://www.tanindo.com/index.php?option=com_content&view=article&id=264:wingran-05-gr&catid=274:wingran-05-gr&Itemid=758/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
4/16
Bioinsektisida Sebagai Teknik Pengendalian Hama Secara Terpadu
Pengendalian hama secara terpadu muncul sebagai akibat dari penerapan pertanian secara
konvensional, yang mana terjadi ketergantungan penggunaan pestisida sebagai usaha dalam
pengendalian hama. Konsep PHT sendiri merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir
tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan ekologi dan efisiensi
ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang
berkelanjutan (Sunarno, 2004). Pengendalian Hama Terpadu adalah upaya pengendalian
populasi atau tingkat serangan organisme pengganggu tumbuhan dengan menggunakan satu atau
lebih dari berbagai teknik pengendalian yang dikembangkan dalam suatu kesatuan, untuk
mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup (Dikjen
Perkebunan, 2009). Komponen pengendalian yang menjadi acuan dalam PHT adalah
pengendalian alami atau hayati, cara bercocok tanam, varietas tahan, fisik ataupun mekanik, dan
pestisida selektif. Pestisida selektif sebagai komponen pengendali seyogianya digunakan sebagai
langkah terakhir dan komponen pengendalian hayati ataupun alami seharusnya mendapat
perhatian pertama (Baco, 2005).
Gambar 2. Pemanfaatan agen hayatiBeauveria bassianasebagai salah satu teknik
implementasi pengendalian hama secara terpadu.
Kekhawatiran akan adanya pengaruh negatif tentang pemakaian pestisida kimia telah
meningkatkan perhatian masyarakat kepada bioinsektisida sebagai alternatif teknologi untuk
menurunkan populasi hama.Bioinsektisida adalah bahan-bahan alami yang bersifat racun serta
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan,
kesehatan, memengaruhi hormon, penghambat makan, membuat mandul, sebagai pemikat,
8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
5/16
penolak, dan aktivitas lainnya yang dapat memengaruhi organisme pengganggu tanaman. Lebih
lanjut Djunaedy (2009) menambahkan mikroba yang digunakan haruslah mempunyai sifat yang
spesifik, artinya hanya menyerang pada serangga yang menjadi sasaran.
Gambar 3. Pemanfaatan bakteriBeauveria spdanMetarrhizium sp sebagai bahan dasar
bioinsektisida
Kelebihan dan Kekurangan Bioinsektisida
Bioinsektisida dapat dijadikan sebagai solusi pemecahan masalah
penggunaan insektisida. Hal ini dikarenakan aplikasi bioinsektisida pada umumnya tidak
menimbulkanresidu sehingga aman bagi kesehatan manusia. Selain itu konsumen dalam negeri
maupun luar negeri banyak yang mensyaratkan bahwa produk yang mereka beli harus bebas dari
pengaruh insektisida. Peningkatan permintaan terhadap bahan organik ini tidak ditentukan oleh
pendapatan konsumen melainkan kesadaran akan pentingnya komoditasorganik Hal inilah yang
menjadi keunggulan bioinsektisida.
Jumar (2000) menambahkan, pengendalian hama menggunakan bioinsektisida memiliki
beberapa keuntungan yaitu:
Aman artinya tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan keracunan pada
manusia dan ternak
Tidak menyebabkan resistensi pada hama sasaran
http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Residu&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Organik&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Organik&action=edit&redlink=1http://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Residu&action=edit&redlink=18/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
6/16
Musuh alami bekerja secara selektif terhadap inangnya atau mangsanya
Bersifat permanen untuk jangka waktu panjang lebih murah, apabila keadaan
lingkungan telah setabil atau telah terjadi keseimbangan antara hama dan musuh
alaminya.
Selain keuntungan pengendalian hayati juga terdapat kelemahan atau kekurangan seperti :
Hasilnya sulit diramalkan dalam waktu yang singkat
Diperlukan biaya yang cukup besar pada tahap awal baik untuk penelitian maupun
untuk pengadaan sarana dan prasarana
Dalam hal pembiakan di laboratorium kadang-kadang menghadapi kendala karena
musuh alami menghendaki kondisi lingkungan yang khusus
Teknik aplikasi dilapangan belum banyak dikuasai.
Bacill us Thuri ngiensisSebagai Bahan Dasar Bioinsektisida
Bacillus thuringiensis merupakan bakteri berbetuk batang yang tergolong kedalam
bakteri gram positif, dan tersebar secara luas di berbagai negara. Bakteri yang namanya diambil
dari lokasi ditemukannya ini termasuk patogen fakultatif dan dapat hidup di daun tanaman
konifer maupun pada tanah. Berbeda dengan bakteri Bacillus pada umumnya, Bacillus
thuringiensis ini dapat mengalami sporulasi atau pembentukkan kristal paraspora yang bersifatendotoksin (Khetan, 2001).
Gambar 4. BakteriBacillus thuringiensis
Sasaran bakteri ini adalah serangga dari golongan Lepideptera, namun berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Margino (2002), bakteri ini juga menyerang dari golongan
Diptera dan Coleoptera. Bakteri ini mempunyai endospora subterminal berbentuk oval dan
8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
7/16
selama masa sporulasi menghasilkan satu kristal protein dalam setiap selnya. Kristal protein ini
dikenal juga sebagai -endotoksin yang merupakan komponen utama yang menyebabkan bersifat
insektisidal. Menurut Faust dan Bulla (1982), -endotoksin tersebut bersifat termolabil karena
dapat terdenaturasi oleh panas (walaupun lebih stabil dibandingkan eksotoksin yang terlarut) dan
tidak larut dalam pelarut organik namun larut dalam pelarut alkalin.
Bacillus thuringiensis dapat menghasilkan dua jenis racun endotoksin, yaitu toksin kristal
(Crystal, Cry) dan toksin sitolitik (Cyt). Toksin Cry merupakan protoksin, yang harus diaktifkan
terlebih dahulu dengan enzim protease yang terdapat di usus sebelum dapat memberikan dampak
negatif. Toksin ini tidak akan aktif pada kondisi normal, sehingga tidak akan membahayakan
manusia, tetapi akan teraktivasi ketika nilai pH tinggi atau kondisi sekitarnya bersifat basa,
seperti yang ditemui pada kebanyakan hewan tingkat tinggi ataupun insekta yang tergolong
dalam ordo Lepidoptera. Berikut merupakan tabel klasifikasi toksin yang dihasilkan oleh bakteri
Bacillus thuringiensis.
Gen Bentuk Kristal Bobot Protein
(Kda)
Insekta Yang
Dipengaruhi
Cry I [Several Subgrup:A(A), A(B),
A(C), B, C, D, E, F, G]
Bipiramida 130-138 Larva Lepidoptera
Cry II [Subgrup A, B, C] Kuboid 69-71 Lepidoptera dan
Diptera
Cry III [Subgrup A, B, C] Datar/Tidak
Teratur
73-74 Koleoptera
Cry IV [Subgrup A, B, C, D] Bipiramida 73-134 Diptera
Cry V-IX Berbagai
Macam
35-129 Berbagai Macam
Tabel 1. Klasifikasi kristal protein (Cry)Bacillus thuringiensis dan spesifikasi terhadap serangga
dan nematoda (Margino dan Mangundihardjo, 2002)
8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
8/16
Toksisitas dan Proses Infeksi Bacill us thuri ngiensis
Proses toksisitas kristal protein sebagai bioinsektisida serangga dimulai saat serangga
memakan kristal tersebut. Kristal tersebut selanjutnya larut dalam usus tengah serangga. Setelah
itu, dengan bantuan enzim protease pada pencernaan serangga, maka kristal protein tersebut akan
terpecah struktur kristalnya.
Gambar 5. A. Spora bakteriBacillus thuringiensisyang tengah mengalami sporulasi. B.
Isolasi sporaBacillus thuringiensis yang mengandung kristal protein. C. InfeksiBacillus
thuringiensis terhadap larva nyamuk.
Toksin aktif yang dihasilkan akan berinteraksi dengan reseptor pada sel-sel epitelium
usus tengah larva serangga, sehingga akan membentuk pori-pori kecil berukuran 0.5-1.0 nm. Hal
ini akan mengganggu keseimbangan osmotik sel di dalam usus serangga sehingga ion-ion dan air
8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
9/16
dapat masuk ke dalam sel dan menyebabkan sel mengembang dan mengalami lisis (hancur).
Larva akan berhenti makan dan akhirnya mati (Hofte dan Whiteley 1989; Gill et al. 1992).
Pada umumnya kristal Bt di alam bersifat protoksin, karena adanya aktivitas proteolisis
dalam sistem pencernaan serangga dapat mengubah Bt-protoksin menjadi polipeptida yang lebih
pendek dan bersifat toksin. Toksin yang telah aktif berinteraksi dengan sel-sel epithelium di
midgut serangga. Bukti-bukti telah menunjukkan bahwa toksin Bt ini menyebabkan terbentuknya
pori-pori di sel membran di saluran pencernaan dan mengganggu keseimbangan osmotik dari sel-
sel tersebut. Karena keseimbangan osmotik terganggu, sel menjadi bengkak dan pecah dan
menyebabkan matinya serangga (Hofte dan Whiteley, 1989).
Kristal ini sebenarnya hanya merupakan pro-toksin yang jika larut dalam usus serangga
akan berubah menjadi polipeptida yang lebih pendek (27-149 kd) serta mempunyai sifat
insektisidal. Feitelson (1992) menyebutkan toksisitasnya berlipat kali dibandingakan dengan
pestisida, misalnya 300 kali dibandingkan dengansintetik pyrethroid. Lebih lanjut lagi, Bt sudah
dikomersialkan di Amerika Serikat dalam bentuk spora yang membentuk inklusi bodi. Inklusi ini
mengandung protein yang dikeluarkan pada saat bakteri lisis pada phase stationary. Produk
tersebut digunakan sebanyak 10-50 g per acreatau 1020 molekul per acre.
Gambar 6. Proses InfeksiBacillus thuringiensis terhadapErionota thrax yang termasuk dalam
ordo Lepidoptera
8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
10/16
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Schunemann (2012), proses infeksi Bacillus
thuringiensis diawali dengan proses Ingestion yaitu proses ditelannya bakteri Bacillus
thuringiensis oleh hama lepidoptera, lalu ketika bakteri tersebut berada dalam saluan pencernaan
hama yang memiliki pH antara 9-12, Bacillus thurigiensis akan melarutkan kristal proteinnya.
Tahapan ini disebut sebagai proses Solubilization. Kristal protein tersebut memiliki sifat yang
spesifik pada Lepidoptera, yaitu hanya akan larut ketika nilai pH diatas 9,5. Kondisi pH tersebut
memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap aktivitas Cry-toksin, beberapa toksin seperti
CryIII A akan teraktivasi ketika kondisi basa, dan kristal lainnya seperti Cry1b akan teraktivasi
ketika kondisi pH netral. Proses pelarutan kristal protein merupakan langkah yang penting dalam
aktivasi toksin, karena ketika toksin dilarutkan, protoksin akan dilepaskan dengan dibantu oleh
enzim protease dalam sistem pencernaan hama yang akan menghasilkan protein aktif 60-70 kDa.
Setelah terbentuk, protoksin akan mengalami proses Binding atau pengikatan di
membran sel hama, prooksin akan melintasi membran peritrofik dengan mengikatkan
reseptornya kepada membran apical sel usus hama yang akan menyebabkan pembukaan dan
pembukaan pori vakuola dan sitoplasma, sehingga terjadi ketidakseimbangan osmotik antara
intraseluler dan ekstraseluler lingkungan dan terjadi gangguan sel. Hal tersebut mengabikatkan
hancurnya Microvili, dan menyebabkan serangga akan berhenti makan yang menyebabkan
kematiannya.
KESIMPULAN
Gagasan yang Diajukan
Berdasarkan pembahasan yang telah disampaikan, dapat disimpulkan bahwa bakteri
Bacillus thuringiensis dapat dimanfaatkan sebagai bioinsektisida karena bakteri tersebut dapat
mengalami sporulasi dan menghasilkan protoksin yang dapat membunuh serangga jika
teraktivasi. Khususnya pada hama yang tergolong kedalam ordo Lepidoptera karena pada hama
ordo tersebut memiliki sistem pencernaan yang dapat mengaktivasi protoksin yang dihasilkan
Bacillus thuringiensis. Dengan asumsi bahwa mudahnya bakteri ini ditemukan di sekitar kita,
serta diperlukannya suatu teknik pengendalian yang memperhatikan aspek ekologi dan ekonomi
yang mendukung terciptanya suatu sistem pertanian yang berlanjut, maka gagasan ini dirasa
layak untuk diimplementasikan.
8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
11/16
Teknik Implementasi
Dalam proses implementasinya, dibutuhkan suatu teknik pengaplikasian yang efektif dan
efisien mengingat serangan hama penggerek batang padi dapat merusak komoditas tanaman padi
dalam skala yang luas, adapun teknik pengaplikasian bakteri Bacillus thuringiensis sebagai
bioinsektisida dapat diimplementasikan dengan metode formulasi untuk perbanyakan bakteri
Bacillus thuringiensis dalam media cair menggunakan fermentor.
Cara Perbanyakan
Perbanyakan bakteriB. thuringiensisdalam media cair dapat dilakukan dengan cara yang
mudah dan sederhana. Karena yang kita perlukan sebagai bioinsektisida adalah protein
kristalnya, maka diperlukan media yang dapat memicu terbentuknya kristal tersebut. Media yang
mengandung tryptose telah diuji cukup efektif untuk memicu sporulasiB. thuringiensis. Dalam
25 hariB. thuringiensisakan bersporulasi dalam media ini dengan pengocokan pada suhu 30C.
PerbanyakanB. thuringiensisini dapat pula dilakukan dalam skala yang lebih besar dengan
fermentor.
Gambar 8. Skema teknik implementasiBacillus thuringiensis sebagai bioinsektisida
Isolasi Bakteri Seleksi Bakteri Karakterisasi danIdentifikasi
IdentifikasiPemeliharaan
Kultur
Propagasi Kulturdan Pembuatan
StarterFermentasi
PengembanganMutan
Formulasi Aplikasi
8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
12/16
Proses Pembuatan Bioinsektisida
1. Isolasi Bakteri
IsolatBacillus thuringiensisdapat diisolasi dari tanah, bagian tumbuhan, kotoran hewan,
serangga dan bangkainya dan sumber lain. Isolat yang diperoleh dan bersifat unggul akan
digunakan untuk memproduksi senyawa yang bernilai ekonomi.
Beberapa gram sumber isolat disuspensikan ke dalam media pertumbuhan bakteri (misalLB)
yang mengandung natrium asetat kemudian dikocok. Media asetat tersebut menghambat
pertumbuhan sporaB. thuringiensismenjadi sel vegetatif. Setelah beberapa jam media tersebut
dipanaskan pada suhu 80C selama beberapa menit. Pemanasan bertujuan membunuh sel-sel
bakteri atau mikroorganisme yang sedang tumbuh termasuk spora-spora bakteri lain yang
tumbuh. Kemudian sebagian kecil dari suspensi yang telah dipanaskan diratakan pada media
padat. Koloni-koloni yang tumbuh kemudian dipindahkan ke media sporulasiB. thuringiensis.
Koloni yang tumbuh pada media ini dicek keberadaan spora atau protein kristalnya untuk
menentukan apakah koloni tersebut termasuk isolatB. thuringiensis.
2. Seleksi Bakteri
Dari sejumlah isolat yang didapat, perlu dilakukan seleksi untuk memilih isolat terbaik atau
unggul dalam produksi. Sifat-sifat yang harus dimiliki isolat terpilih adalah:
1. Murni, bebas dari segala kontaminan
2.Dapat tumbuh dengan subur, fase adaptasi singkat atau tidak ada
3.Dapat menghasilkan produk yang diinginkan (aktivitas spesifik)
4.Mampu menghasilkan produk yang diinginkan dengan konsentrasi tinggi dalam waktu
singkat
5.Mudah disimpan dan dipelihara dalam jangka waktu lama
3. Karakterisasi dan Identifikasi
Identifikasi karakter mikroba meliputi: morfologi dan struktur sel (spora, flagel), sifat Gram,
morfologi koloni pada media padat, sifat petumbuhan pada medium cair, kebutuhan oksigen,
8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
13/16
kebutuhan energi dan nutrient, suhu dan pH optimal untuk pertumbuhan, serta kurva
pertumbuhan,
4. Identifikasi Pemeliharaan Kultur
Pemeliharaan kultur bertujuan untuk mencegah kontaminasi dan perubahan genetik serta
untuk mempertahankan tingkat aktivitas dan viabilitas sel serta mutu genetik. Mikroba mudah
sekali mengalami mutasi secara spontan, sehingga mutu genetik kultur relatif sulit dipertahankan
dan dapat menyebabkan penurunan kemampuan dalam menghasilkan metabolit.
5. Propagasi Kultur dan Pembuatan Starter
Propagasi kultur bertujuan untuk mendapatkan inokulum yang sehat dan aktif serta tersedia
dalam jumlah mencukupi. Inokulum yang berupa kultur kerja tidak dapat langsung digunakan
untuk fermentasi. Inokulum yang siap diinokulasikan ke fermentor disebut
denganstarter (biakan aktif). Starter biasanya dibuat dalam fermentor kecil dengan kondisi
medium terkendali menyerupai fermentor besar.
6. Fermentasi
Gambar 7. Proses FermentasiBacillus thuringiensis menggunakan bioreaktor
Fermentasi adalah suatu proses untuk menghasilkan produk dengan melibatkan aktivitas
mikroba secara terkontrol, baik dalam kondisi aerob maupun anaerob. Fermentasi dilakukan
http://aguskrisnoblog.files.wordpress.com/2011/12/a06fig01-copy.jpg8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
14/16
dalam fermentor yang berisi medium dengan kandungan nutrien yang cukup dan kondisi medium
yang optimal untuk pertumbuhan dan sintesis produk yang diinginkan, baik suhu, pH, aerasi
maupun homogenitas. Selanjutnya fermentor dihubungkan dengan monitor untuk mengatur
parameter-parameter yang terkait dengan proses fermentasi. Scale-up perlu dilakukan karena
selama fermentasi terjadi perubahan lingkungan internal fermentor, yang dapat mempengaruhi
aktivitas dan produktivitas mikroba. Pada fermentasi skala laboratorium digunakan fermentor
gelas 1-5 liter, skala pilot plan 300 3000 liter dan pada tahap industri digunakan fermentor
10.000400.000 liter.
7. Pengembangan Mutan
Mikroba yang berperan dalam industri perlu ditingkatkan aktivitas metabolismenya, sebab
isolat alami hanya mampu menghasilkan produk dalam jumlah sedikit. Pengembangan mutan
dapat dilakukan dengan transformasi lisogeni, rekombinasi dan pembuatan mutan auxotrof.
Sifat-sifat mutan yang diinginkan, yaitu waktu fermentasi lebih singkat, tidak memproduksi
senyawa yang tidak diinginkan, dapat menggunakan substrat yang lebih murah, mampu
menghasilkan produk dalam jumlah tinggi dan lain sebagainya.Selanjutnya mikroba dengan
sifat-sifat yang menguntungkan tersebut digunakan dalam industri, untuk menghasilkan produk
yang berkualitas dalam jumlah maksimal.
8. Formulasi
Bahan aktif Bt umumnya diformulasikan dalam bentuk wettable powder, dust atau granular.
Meskipun wettable powder kurang digemari karena mempunyai kelemahan tidak larut dan
menyebabkan sedimentasi. Namun sejak tahun 1980-an wettable powder ini dimodifikasi
sehingga banyak digunakan tanpa menyebabkan kesulitan dalam aplikasinya.
Dalam formulasi ini sering ditambahkan zat additive yang berfungsi memperbaiki
persistensi, mengurangi degradasi kristal Bt yang disebabkan kontaminasi dengan protease,
melindungi dari sinar UV dan mencegah berkecambahnya spora karena air atau larutan yang
berada pada permukaan daun tanaman. Beberapa additive merupakan feeding stimulant atau
materi yang memperbaiki aplikasi atau ritensinya. Semula persistensi Bt mempunyai jangka
waktu yang relatif pendek, yaitu sekitar 4 hari atau kurang,. Inaktivasi kristal Bt oleh sinar UV
8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
15/16
merupakan faktor pembatas utama dalam aplikasi di lapang. Salah satu solusi adalah
memberikan zat yang dapat melindungi dari sinar UV dalam formulasinya. Materi yang dapat
dipakai misalnya congo red, folic acid, dan paraamino benzoate. Enkapsulasi kristal Bt dengan
starch matrix dapat juga digunakan (Dunkle dan Shasha, 1989).
9. Aplikasi Bacill us thuri ngiensis di Lahan
Kelebihan dan Kelemahan Bioinsektisida Bacill us thur ingiensis
Keuntungan pemakaian Bt jika dibandingkan dengan pestisida kimiawi adalah Bt bersifat
toksin terhadap hama dari spesies tertentu sehingga tidak membunuh serangga dan hewan bukan
sasaran. Bt yang dikomersialkan dalam bentuk spora yang membentuk inklusi bodi. Inklusi bo-di
ini mengandung kristal protein yang dikeluarkan pada saat bakteri lisis pada masa phase
stationary. Produk ini digunakan sebanyak 10-50 g per acreatau 1020 molekul per acre. Potensi
toksisitasnya berlipat kali dibandingkan dengan pestisida, misalnya 300 kali dibandingkan
dengan sintetik pyrethroid (Feitelson et al., 1992). Setelah diaplikasikan ke suatu
ekosistem tertentu, sel vegetatif dan spora akan bertahan pada lingkungan sebagai komponen
alami mikroflora dalam hitungan minggu, bulan, atau tahunan dan perlahan-lahan akan
berkurang jumlahnya. Namun demikian, setelah pemakaian pestisida mikrobial ini selama
bertahun-tahun di lapang, ada indikasi hama menjadi resisten terhadap Bt. (Bahagiawati, 2002).
http://id.wikipedia.org/wiki/Ekosistemhttp://id.wikipedia.org/wiki/Ekosistem8/10/2019 229765927 Pemanfaatan Bacilus Thuringiensis Sebagai Bahan Dasar Bioinsektisida Terhadap Serangan Hama Pen
16/16
DAFTAR PUSTAKA