Post on 18-Nov-2020
Universitas Kristen Petra
9
2. IDENTIFIKASI DAN ANALISIS DATA
2.1. Landasan Teori Tentang Fotografi
Fotografi berasal dari kata dalam bahasa Yunani yaitu photos yang berarti
cahaya dan grafo yang berarti melukis. Fotografi berarti proses atau metode untuk
menghasilkan gambar atau foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan
cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling
populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera. Tanpa cahaya, tidak ada foto
yang bisa dibuat.
Pada awalnya pencahayaan fotografi berasal dari sumber cahaya matahari
(alam). Namun seiring dengan perkembangan teknologi, saat ini dunia fotografi
telah menggunakan dan memanfaatkan cahaya buatan seperti lilin, obor, senter,
sampai lampu khusus untuk kepentingan fotografi (lampu kilat). Peranan cahaya
dalam fotografi sangat penting untuk menghasilkan foto yang baik. Seorang
pemotret selain harus memperhatikan kualitas cahaya, juga harus memperhatikan
arah dan efek yang dihasilkan dari sumber cahaya, baik cahaya alam (matahari)
maupun cahaya buatan (artifisial).
Pengertian arah pencahayaan adalah bagaimana memposisikan sumber
cahaya terhadap objek yang akan difoto. Sedangkan efek pencahayaan adalah
menyangkut akibat yang ditimbulkan dari memposisikan sumber cahaya tersebut
terhadap objek yang akan kita potret. Arah sumber cahaya memiliki 5 posisi
pokok yakni :
1. Front Light
Sumber cahaya terletak di depan objek foto. Kita letakkan lampu di belakang
atau berdekatan dengan posisi kamera. Sudut antara objek foto dan kamera tidak
lebih dari 15 derajat. Pencahayaan ini akan menghasilkan foto yang relatif tanpa
bayangan, sehingga tercipta efek yang mengurangi tekstur benda yang kita foto.
Pencahayaan front light ini biasanya digunakan untuk menonjolkan make-up
model serta untuk menampilkan objek foto dengan kulit halus dan warna make-up
yang natural.
Universitas Kristen Petra
10
2. Side Light
Pencahayaan dari arah samping dapat dihasilkan bila sudut sumber cahaya,
posisi objek foto dan posisi kamera adalah 45-90 derajat. Side light dapat
diletakkan di samping kiri atau kanan objek foto. Efek yang dihasilkan adalah
menonjolkan bentuk dan permukaan atau tekstur obyek foto ini. Ini disebabkan
karena bayangan yang kuat dari sumber cahaya. Efek ini dipakai bila kita ingin
menampilkan profil dan menonjolkan lebih banyak karakter dan profil objek yang
kita foto. Misalnya pada foto-foto potrait.
3. Top Light
Ini dilakukan dengan menempatkan sumber cahaya di atas objek yang
akan kita foto sehingga arah cahaya jatuh dari atas. Arah pencahayaan ini akan
memberikan efek yang dramatis. Efek top light dapat dibandingkan dengan
cahaya matahari yang trepancar pada tengah hari. Top light sangat baik digunakan
pemotretan still life dan pemotretan makanan untuk ilustrasi tulisan tentang resep
makanan dalam majalah. Hampir semua fotografi makanan menggunakan metode
ini.
4. Bottom Light
Sumber cahaya yang diletakkan di bawah akan menghasilkan arah
pencahayaan yang disebut bottom light atau base light. Cara pencahayaan seperti
ini banyak digunakan sebagai fill-in light (cahaya pengisi) untuk mengurangi
kontras dari main light (cahaya utama). Pencahayaan seperti ini efektif digunakan
untuk pemotretan still life.
5. Back Light
Pencahayaan dari arah belakang ini disebut sebagai back lighting. Arah
sumber cahaya ini letaknya berlawanan dengan posisi kamera. Posisi sumber
cahaya diletakkan di belakang obyek, dipantulkan atau langsung mengenai obyek.
Efek yang dihasilkan secara umum akan menciptakan siluet, atau objek dikelilingi
oleh rim light yakni cahaya yang ada di sekitar objek foto. Perlu diperhatikan juga
bahwa cahaya yang langsung mengenai kamera akan menimbulkan pantulan
cahaya dan flare (masuknya cahaya yang tidak diinginkan). Untuk itu arah sumber
cahaya dari belakang perlu dikontrol dengan baik.
Universitas Kristen Petra
11
Untuk food photography, menurut Young (56) hampir seluruh fotografer
makanan setuju bahwa sumber pencahayaan yang paling baik adalah pencahayaan
dari belakang (back light). Back light berfungsi untuk menciptakan pemisahan
antara objek utama dengan objek pendukung. Dengan diletakkan pada bagian
belakang benda, back light menciptakan garis pemisah antara objek utama dengan
latar belakang pendukungnya.
Food photography atau fotografi makanan adalah spesialisasi still life dari
fotografi komersial yang bertujuan untuk memproduksi foto-foto makanan yang
menarik untuk digunakan dalam iklan, kemasa, menu, atau buku masak.
(Wikipedia, par. 1)
Foto-foto makanan mulai bermunculan di awal abad ke-19 dalam bentuk
still lives, pemfokusan pada realisme, komposisi dan efek-efek penting dari
cahaya yang penting sekali untuk menghasilkan foto apapun. Ada juga aspek dari
pelukis yang digunakan yang kemudian digunakan oleh fotografer makanan
kontemporer, seperti aspek realisme, keterampilan painterly, efek cahaya,
komposisi dan susunan, alegori dan makna, indikator gaya hidup dan kelas
merupakan semua unsur modern lukisan still life yang tercermin dalam fotografi
makanan komersial pada masa ini.
Fotografi pertama still life adalah sebuah penataan meja untuk makan yang
dibuat oleh Nicephore Niepce pada tahun 1827. Louis-Jacques-Mande Daguerre
menghasilkan sebuah foto still life di tahun 1837, sementara Talbot dan Hippolyte
Bayard menghasilkan karya mereka di tahun 1840. Di antara pencapaian tersebut,
Henry Fox Talbot mengambil potret sebuah kerajang buah yang melimpah di
tahun 1842 dan kemudian menghasilkan seri foto still life yang berjudul ‘Pencils
of Nature’ di tahun 1846 yang menampilan gambar-gambar dari kerajang buah di
atas taplak meja yang bermotif. Komposisi yang terdapat pada gambar tersebut
mengingatkan pada lukisan still life Flemish dari abad ke-17.
Universitas Kristen Petra
12
Gambar 2.1 Henry Fox Talbot ‘Pencils of Nature’ (1846)
sumber : http://thefoodiebugle.com/article/food-photography/history-of-food-
photography
Gambar 2.2 Nicephore Niepce ‘Table Set’ (1827)
sumber : http://thefoodiebugle.com/article/food-photography/history-of-food-
photography
Di tahun 1867, chromolithograps (gambar berwarna yang dicetak oleh
banyak pemakaian bahan seperti batu litograf, masing-masing menggunakan tinta
warna yang berbeda) ditampilkan dalam ‘Le Livre de cuisine’ (“The Royal
Cookery Book”) yang ditulis oleh Jules Gouffe, seorang koki Perancis yang
ternama. Dicetak di Paris, buku masakan tersebut berisi 25 chromolitograph yang
dicetak warna.
Universitas Kristen Petra
13
Gambar 2.3 Jules Gouffe ‘Le Livre de cuisine’ (1867)
sumber : http://thefoodiebugle.com/article/food-photography/history-of-food-
photography
Meskipun gambar hitam-putih mulai muncul di awal pencetakkan buku
masak, tetapi prosesnya terbilang lama. Fotografer profesional menggunakan
proses pencetakan setengah warna pokok agar proses produksi lebih murah.
Ketika fotografi menjadi sebuah sarana yang populer, kemajuan dalam teknik
cetak membuka jalan untuk produksi yang lebih mudah.
Meski makanan telah disesuaikan sebagai sebuah subjek di dalam
fotografi, pelukis still life di abad ke-20 melanjutkan melukis makanan sebagai
aliran mempertahankan popularitas tersebut.
Perkembangan di dalam teknik percetakan membuka jalan untuk
pencetakan foto di koran dan majalah, namun estetika lukisan still life masih
terlihat dan tercermin pada majalah fotografi makanan komersial di abad ke-20.
Untuk food photography, ada beberapa alat penunjang yang biasanya
digunakan pada saat pemotretan :
1. Tripod
Biasa disebut dengan kaki tiga yang digunakan untuk menyangga kamera,
biasanya dipergunakan pada saat pemotretan yang kecepatan rananya rendah atau
fasilitas B (bulb) sehingga menghindari kamera berguncang dan gambar kabur.
2. Cable Release
Alat ini berfungsi sebagai pengganti tombol pelepas rana. Alat ini
mempermudah fotografer ketika menekan tombol pelepas rana yang biasanya
Universitas Kristen Petra
14
terletak pada badan kamera. Fungsi alat ini mengurangi resiko bergoyangnya
kamera terutama pada pemotretan dengan kecepatan rana di posisi B (bulb).
3. Reflector
Alat ini bekerja dengan memantulkan kembali cahaya ke objek untuk
menambah cahaya ke area yang terlalu gelap atau area yang berbayang. Sebuah
reflektor yang layak tidak seharusnya mahal, karena yang dibutuhkan hanyalah
permukaan yang terang dan mengilap. Selembar kain atau Styrofoam dapat juga
dijadikan sebagai reflektor.
Menurut Young (64), satu hal penting tentang pencahayaan untuk
memotret makanan dalam still life photography yaitu bahwa pengaturan cahaya
sederhana akan menciptakan hasil yang luar biasa. Tidak perlu menggunakan
banyak peralatan mahal dan mewah atau bahkan pencahayaan yang rumit untuk
menciptakan suatu gambar. Terkadang satu pencahayaan saja merupakan dasar
dari semua yang dibutuhkan untuk memberi cahaya ke sebuah makanan yang
lezat.
Fotografi makanan professional merupakan karya kolaboratif yang
biasanya melibatkan art director, fotografer, food stylist (penata makanan), prop
stylist (penata objek untuk fotografi) dan asisten-asisten lainnya. Peran food stylist
sendiri adalah untuk membuat makanan agar telihat menarik di dalam sebuah foto.
Waktu dan usaha seorang stylist untuk mengatur makanan dengan hati-hati dan
agar terlihat berseni merupakan penyebab perbedaan cara penyajian makanan oleh
seorang stylist dengan penyajian makanan rumahan atau koki yang menyajikan
makanan tersebut. Berikut ada beberapa alat yang digunakan oleh fotografer dan
food stylist untuk membuat makanan terlihat optimal :
1. Alat penjepit digunakan untuk meletakkan benda-benda kecil seperti daun
mint atau biji wijen atau untuk mengubah posisi benda yang ada di piring.
2. Prep bowls atau ramekins (sejenis piring atau mangkok kecil untuk saus);
benda-benda ini sangat berguna untuk mengisi garnishes (hiasan pada makanan)
dan saus di dekat makanan atau bidang kerja. Benda-benda tersebut juga dapat
diletakkan terbalik di dalam mangkok dengan tujuan untuk menaikkan volume
makanan agar terlihat tinggi dan lebih berisi.
3. Sendok plastik untuk mencampur dan mengaduk dan juga untuk
Universitas Kristen Petra
15
membubuhi saus, krim, atau segala jenis cairan. Penggunaan sendok plastik lebih
efektif daripada sendok logam dikarenakan benda tersebut sangat ringan dan tipis,
sehingga dapat memberikan kendali atau kontrol yang lebih.
4. Kertas tisu atau serbet berguna untuk membersihkan noda di piring.
5. Kuas digunakan untuk mengoleskan minyak agar makanan biasanya pada
sayuran yang dimasak atau daging agar terlihat mengilap.
6. Botol semprotan yang diisi air dan digunakan untuk memberikan percikan
air pada makanan seperti salad, buah segar atau sayuran.
7. Parutan atau alat pengupas baik untuk menyiapkan garnish (hiasan pada
makanan) seperti keju parmesan atau parutan kulit jeruk.
2.2. Tinjauan Permasalahan Tentang Obyek Dan Subyek Perancangan
Pada saat ini popularitas negara Korea sedang tinggi dan sangat terkenal di
seluruh penjuru dunia. Selain teknologi, musik dan film, masakannya juga mulai
populer di manca negara. Makanan Korea atau hansik adalah masakan unik yang
tumbuh dari budaya, lingkungan, geografi, dan iklim negara Korea itu sendiri.
Meskipun makanan Korea berbagi bahan dan aspek tertentu dengan negara
tetangganya, yaitu Cina dan Jepang, makanan Korea memiliki rasa, rempah-
rempah, bahan, dan teknik tersendiri. Masakan Korea adalah segalanya
mengandung tentang keseimbangan. Sebuah hidangan dibuat bertujuan untuk
memelihara ide harmoni di dalam pikiran dengan rasa yang sedikit manis dan
asin, pedas dan ringan, panas dan dingin. Makanan tradisionalnya biasanya terdiri
dari nasi, sup, kimchi dan berbagai macam makanan tambahan yang disebut
banchan.
Kepopuleran masakan tersebut tidak terlepas dari peranan fermentasi.
Tujuan fermentasi adalah untuk menghancurkan atau memecah makanan menjadi
komponen yang lebih mudah dicerna melalui bakteri alami yang hidup di sekitar
kita. Cara ini sudah dilakukan masyarakat Korea Selatan sejak lama karena
dipercaya dapat memberikan manfaat kesehatan. Untuk makanan Korea sendiri
terdiri dari 3 jenis umum yaitu :
1. Side dish merupakan makanan tambahan atau makanan sampingan yang
terdiri dari berbagai macam jenis dan disajikan dalam piring-piring kecil.
Universitas Kristen Petra
16
2. Staple food atau main dish merupakan hidangan utama biasanya yang
memiliki bahan dasar nasi atau sup.
3. Dessert merupakan hidangan terakhir yang disajikan berupa beberapa
makanan atau terkadang minuman manis.
Dalam penyajian makanan tersebut biasanya disajikan dengan minuman
beralkohol seperti soju atau makgeolli (rice wine) sebagai pendampingnya. Di
negara ini juga terdapat beberapa penataan meja tradisional yang biasa digunakan.
Semua hidangan disajukan dalam satu meja dengan waktu bersamaan. Dasar dari
penataan meja digunakan oleh satu orang. Menurut Oficial Korea Tourism
Organization, penataan meja diklasifikasikan menjadi 6 jenis menurut hidangan
utamanya yaitu :
1. Bap-sang atau Ban-sang
Penataan meja ini memiliki ciri-ciri nasi sebagai hidangan utamanya.
Banchan (lauk atau side dishes) disusun sesuai dengan resep, bahan, warna dan
suhu makanan dengan penekanan pada keseimbangan. Ada pengaturan meja
dengan 3, 5, 7, 9 dan 12 yang sesuai dengan jumlah lauk.
Gambar 2.4. 3-cheop bansang (3-dish table setting)
sumber : http://english.visitkorea.or.kr/enu/FO/FO_EN_7_1_3.jsp
Universitas Kristen Petra
17
Gambar 2.5. 5-cheop ban-sang (5-dish table setting)
sumber : http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/CU/CU_EN_8_1_2_2_1.jsp
Gambar 2.6. susunan 5-cheop ban-sang (5-dish table setting)
sumber : http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/CU/CU_EN_8_1_2_2_1.jsp
Gambar 2.7. 9-cheop ban-sang (9-dish table setting)
sumber : http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/CU/CU_EN_8_1_2_2_1.jsp
Universitas Kristen Petra
18
Gambar 2.8. susunan 9-cheop ban-sang (9-dish table setting)
sumber : http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/CU/CU_EN_8_1_2_2_1.jsp
Gambar 2.9. 12-cheop bansang (12-dish table setting) atau Surasang (Royal
Table)
sumber : http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/CU/CU_EN_8_1_2_2_1.jsp
Universitas Kristen Petra
19
Gambar 2.10. susunan 12-cheop bansang (12-dish table setting) atau
Surasang (Royal Table)
sumber : http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/CU/CU_EN_8_1_2_2_1.jsp
2. Juk-sang (porridge table setting)
Penataan meja ini menampilkan bubur sebagai hidangan utamanya. Lauk
dengan pedas sedang seperti nabak-kimchi (kimchi berair yang dibuat dari irisan
tipis lobak putih Korea dan kubis nappa yang diasinkan dengan campuran sayur
dan bumbu), bugeo-bopuragi (serpihan ikan pollack yang dikeringkan dan diberi
bumbu), dan jeotguk-jjigae (sup dengan ikan asin) merupakan hidangan yang
cocok jika disantap dengan bubur dikarenakan bubur termasuk makanan yang
berair, sehingga side dish yang berasa asin dan pedas sekaligus yang memiliki
tekstur yang kuat tidak cocok untuk disajikan.
Gambar 2.11. Juksang (porridge table setting)
sumber : http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/CU/CU_EN_8_1_2_2_1.jsp
Universitas Kristen Petra
20
Gambar 2.12. susunan Juksang table setting
sumber : http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/CU/CU_EN_8_1_2_2_1.jsp
3. Myeon-sang (noodle table setting)
Di dalam myeon-sang, mi, tteokguk (sup kue beras) atau mandu (pangsit)
merupakan hidangan utama. Penataan meja ini baik untuk makan siang atau
santapan yang sederhana.
Gambar 2.13. Myeonsang (noodle table setting)
sumber : http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/CU/CU_EN_8_1_2_2_1.jsp
4. Juan-sang (liquor table setting)
Liquor table setting ini menyuguhkan minuman keras atau alkohol untuk
para tamunya. Beberapa lauk seperti daging kering, irisan ikan, jeon (pancake
sayuran atau daging ala Korea yang dibuat dari tepung dan telur), pyeon-yuk
Universitas Kristen Petra
21
(irisan daging tipis yang telah direbus), jjim (daging sapi, ikan, atau ayam yang di
tim atau direbus yang sebelumnya telah diasinkan di dalam saus atau sup), saeng-
chae (salad Korea yang tidak dimasak yang terdiri dari campuran sayur seperti
lobak dan bahan lainnya seperti daging ayam atau ubur-ubur), kimchi, buah, kue
beras atau kue ala Korea disajikan dengan alkohol.
Gambar 2.14. Juan-sang (liquor table setting)
sumber : http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/CU/CU_EN_8_1_2_2_1.jsp
Gambar 2.15. susunan Juan-sang (liquor table setting)
sumber : http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/CU/CU_EN_8_1_2_2_1.jsp
5. Dagwa-sang (refreshment table setting)
Dagwa-sang merupakan table setting untuk menikmati minuman non-
alkohol. Gaksaek-pyeon (variasi dari kue beras manis ala Korea yang berbentuk
persegi), yu-gwa atau yumilgwa (variasi dari yak-gwa; kue tradisional ala Korea
yang terbuat dari tepung dan madu), cha (teh) atau hwa-chae (minuman campuran
Universitas Kristen Petra
22
tradisional Korea yang terdiri dari berbagai macam buah yang direndam di dalam
omija; buah berry schisandra chinensis atau jus yang dicampur madu).
Gambar 2.16. Juan-sang (liquor table setting)
sumber : http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/CU/CU_EN_8_1_2_2_1.jsp
Gambar 2.17. susunan Juan-sang (liquor table setting)
sumber : http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/CU/CU_EN_8_1_2_2_1.jsp
6. Gyoja-sang (large dining table setting)
Penataan meja ini menyediakan makanan untuk orang banyak dalam satu
meja besar secara bersamaan ketika pesta, perayaan, atau perjamuan tertentu.
Berbagai hidangan yang disiapkan terbuat dari bahan-bahan yang berkualitas.
Kualitas dari menu utama lebih penting daripada jumlah makanan yang disajukan.
Hal tersebut adalah gagasan yang tepat untuk memfokuskan beberapa hidangan
Universitas Kristen Petra
23
utama dan lauk yang cocok dalam hal warna, bahan, resep atau nutrisi.
Gambar 2.18. Gyoja-sang (large dining table setting)
sumber : http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/CU/CU_EN_8_1_2_2_1.jsp
Gambar 2.19. susunan Gyoja-sang (large dining table setting)
sumber : http://asiaenglish.visitkorea.or.kr/ena/CU/CU_EN_8_1_2_2_1.jsp
Di Indonesia sendiri, termasuk di Surabaya, sudah banyak sekali restoran
Korea dan peminatnya tidak bisa dibilang sedikit. Hampir seluruh masyarakat
mulai dari remaja sampai dewasa telah mengonsumsi makanan Korea. Namun
yang sangat disayangkan beberapa dari mereka yang mengonsumsi makanan
tersebut diakibatkan karena terbawa tren Hallyu.
Kebanyakan dari mereka hanya mengetahui beberapa jenis makanan khas
Korea karena melihat dari drama atau film yang mereka tonton. Selain itu,
Universitas Kristen Petra
24
pengetahuan mereka akan manfaat kesehatan makanan khas Korea juga masih
terlihat kurang. Untuk itu, perancangan buku pengenalan makanan khas Korea
dirasa perlu dalam pengembangan pengetahuan masyarakat khususnya
masyarakat kota Surabaya mengenai makanan khas Korea tersebut.
2.3. Analisa Data
2.3.1. Wawancara dengan manajer restoran
Dari wawancara yang telah dilakukan kepada beberapa manajer restoran
Korea ternama di Surabaya, beliau mengatakan bahwa rata-rata restoran Korea
besar di Surabaya memiliki pengunjung lokal dengan masyarakat menengah
keatas yang berjenis kelamin baik laki-laki atau perempuan yang biasanya datang
dengan keluarga besar atau teman-teman mereka. Selain pengunjung lokal,
biasanya restoran ini juga dikunjungi langsung oleh masyarakat asli dari Korea,
Jepang, atau bahkan dari Cina.
Untuk bahan-bahan makanan yang digunakan di restoran ini mereka
mengatakan bahwa kebanyakan diimpor langsung dari Korea dan untuk daging
biasanya diimpor dari Australia. Selain itu, restoran Korea ini memiliki keunikan
bahwa mereka membuat banchan atau side dish di pagi hari sebelum restoran
dibuka dan beberapa jenis side dish juga dibuat beberapa menit sebelum banchan
disajikan kepada pengunjung. Hal ini dilakukan untuk menjaga rasa dan
kesegaran makanan tersebut yang memang kebanyakan berbahan dasar sayuran
(seperti contoh kimchi). Salah satu manajer restoran ini mengatakan bahwa
semenjak adanya tren K-Pop menyebar di Indonesia jumlah pengunjung di
Surabaya terhadap restorannya semakin meningkat, khususnya ketika lagu
Gangnam Style tenar di Indonesia. Kedua manajer dari masing-masing restoran
juga sempat mengatakan bahwa kebanyakan pengunjung lokal hanya memesan
makanan yang biasa mereka lihat pada umumnya seperti bibimbap, jajangmyeon,
japchae, tteokbokki, dan kimchi-jjigae, dan tidak banyak dari mereka yang
memiliki keinginan untuk mencoba makanan lainnya dikarenakan bahwa mereka
takut jika makanan tersebut tidak sesuai dengan seleranya.
Selain itu pengetahuan pengunjung akan cara makan terhadap menu
tertentu juga sepertinya terlihat kurang (hal ini berlaku untuk makanan seperti
Universitas Kristen Petra
25
ssambap; dimana menu ini menyediakan daging untuk dibakar dan biasanya
dimakan dengan cara dibungkus oleh daun) sehingga biasanya mereka
mengarahkan waiter atau waitress untuk memberitahukan bagaimana cara makan
daging bakar yang baik yang sesuai dengan etika makan masyarakat Korea pada
umumnya.
2.3.2. Wawancara dengan ahli gizi
Wawancara dengan ahli gizi ini guna untuk melengkapi data kandungan
gizi yang dimiliki oleh makanan khas Korea. Menurut Ibu Eny Ulfasari, Amd.
Gz., selaku ahli gizi di salah satu rumah sakit yang terletak di Surabaya Barat,
beliau mengatakan bahwa makanan Korea tergolong makanan sehat karena di
dalam makanan Korea sendiri sudah terdiri 4 jenis standart gizi yang cukup untuk
kesehatan manusia yang berupa karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral;
dimana pada makanan khas Korea biasanya karbohidrat terdapat pada nasi yang
merupakan makanan pokok masyarakat Korea, protein dan vitamin yang dapat
ditemukan pada daging-dagingan dan tofu (tahu), dan juga mineral yang
terkandung pada sayur dan buah.
2.3.3. Survey
Dari sepuluh restoran Korea yang ada di Surabaya, baik restoran besar
maupun kecil, dipilih dua restoran tradisional Korea yang cukup terkenal di
kalangan masyarakat menengah keatas yang letaknya di Surabaya bagian barat.
2.3.3.1. Myoung Ga Traditional Korean Restaurant
Restoran ini merupakan salah satu restoran Korea yang sudah ada di
Surabaya cukup lama sejak tahun 1999. Sebelumnya, restoran ini sudah tiga kali
berpindah tempat dan sampai akhirnya sekarang menetap di Jl. H.R. Muhammad
181, tepatnya di dalam Puri Matahari Apartment, Surabaya. Restoran ini
merupakan restoran yang harganya agak tinggi, sehingga pengunjung Myoung Ga
biasanya datang bersama dengan kerabat atau keluarga mereka. Selain itu juga
dikarenakan makanan yang dihidangkan di restoran ini memiliki porsi yang cukup
banyak jika disantap seorang diri. Seperti restoran Korea pada umumnya, Myoung
Universitas Kristen Petra
26
Ga menyajikan berbagai macam side dish sebelum makanan utama dihidangkan.
Hampir 10 macam side dish disediakan di meja dengan menggunakan piring-
piring kecil.
Di restoran ini juga terdapat dua macam tempat duduk yang dapat dipilih,
yang pertama berupa lesehan dan kedua berupa meja kursi biasa. Di meja lesehan
biasanya ditempati oleh pengunjung yang ingin menikmati grill sehingga di
mejanya terdapat alat untuk membakar daging. Suasana di dalam restoran ini
cukup terasa suasana Korea, karena selain interiornya juga ada tayangan televisi
yang menayangkan macam-macam acara televisi Korea. Beberapa hidangan
utama yang menjadi favorit pengunjung di restoran ini adalah bibimbap,
jajangmyeon dan samgyeopsal.
Gambar 2.20. Beberapa banchan atau side dish yang disediakan di Myoung Ga
Traditional Korean Restaurant
Gambar 2.21. Salah satu hidangan utama dan banchan (side dish) yang disediakan
di Myoung Ga Traditional Korean Restaurant
Universitas Kristen Petra
27
Gambar 2.22. Jajangmyeon (mi dengan pasta kedelai hitam); salah satu hidangan
utama yang disajikan oleh Myoung Ga Traditional Korean Restaurant
2.3.3.2. Gojumong Korean Traditional Grill
Restoran ini terletak di Jl. Bukit Darmo Boulevard no. 181, 2D-E,
Surabaya. Melihat nama dari restorannya, dapat ditebak bahwa di restoran ini
yang paling unggul adalah grill-nya. Selain dari namanya, dapat juga dilihat dari
suasana di dalam restoran ini bahwa di setiap meja terdapat alat grill beserta
penghisap asapnya sama seperti kebanyakan restoran grill di Korea sendiri.
Dibandingkan dengan Myoung Ga, harga main dish di restoran ini sedikit lebih
terjangkau dengan porsi yang dapat disantap oleh seorang diri, namun untuk harga
daging yang akan dibuat grill memiliki harga yang cukup tinggi. Tak jauh dari
Myoung Ga, restoran ini juga menyediakan berbagai macam side dish yang terdiri
sekitar 10 macam sebelum hidangan utama didatangkan.
Gambar 2.23. Suasana dan interior di Gojumong Korean Traditional Grill
Universitas Kristen Petra
28
Gambar 2.24. Dwaeji bulbaek (daging babi yang dimasak dengan saus pedas);
salah satu hidangan utama yang disajikan oleh Gojumong Korean Traditional
Grill
2.3.4. Kepustakaan dan Internet
Pencarian buku tentang informasi makanan khas Korea pun dilakukan
demi perancangan ini, namun keberadaannya di peredaran baik di toko buku yang
menjual buku lokal maupun yang menjual buku impor sangatlah susah ditemukan,
melainkan kebanyakan merupakan buku resep masakan Korea. Sehingga tanpa
disengaja akhirnya ditemukan dua buah ebook berbahasa inggris yang berisikan
tentang sejarah dan informasi tentang makanan khas Korea yang sangatlah cocok
menjadi referensi untuk perancangan ini.
Selain buku, kelengkapan data dan sumber juga diperoleh dari internet
dimana terdapat beberapa website yang berhubungan tentang Korea yang
langsung diolah oleh orang yang bersangkutan dengan negara Korea itu sendiri.
2.4. Kesimpulan Analisis Data
Dari hasil analisa data dapat disimpulkan bahwa makanan khas Korea
merupakan makanan dari bahan-bahan yang berkualitas dan dapat berguna bagi
kesehatan tubuh dan sesuai untuk referensi makanan sehari-hari masyarakat. Hal
ini dikarenakan bahwa makanan khas Korea memiliki standard gizi sehari-hari
yang dibutuhkan oleh masyarakat. Selain itu ada penyebab kekurangan
pengetahuan masyarakat mengenai makanan khas Korea daripada makanan
lainnya seperti :
Universitas Kristen Petra
29
1. Hampir tidak adanya buku tentang makanan khas Korea yang beredar di
kota Surabaya yang dapat dijadikan referensi bagi masyarakatnya.
2. Persepsi masyarakat mengenai makanan khas Korea merupakan sebuah
makanan tren akibat munculnya tren K-Pop di Indonesia