14 | Hari Batik · sia (YBI) Tumbu Ramelan, di Jakarta, Sabtu (2/10). Perempuan yang juga istri...

Post on 15-Jun-2019

219 views 0 download

Transcript of 14 | Hari Batik · sia (YBI) Tumbu Ramelan, di Jakarta, Sabtu (2/10). Perempuan yang juga istri...

14 | Hari Batik SELASA, 5 OKTOBER 2010 | MEDIA INDONESIA | EDISI KHUSUS

JIKA Anda termasuk yang tidak ingat bahwa 2 Ok-tober adalah Hari Batik Nasional, Anda bukan

sen diri. Banyak teman, dan termasuk diri sendiri, pun agak terkejut ketika menjelang hari itu baru teringat bahwa ada pen-capaian bangsa yang pen ting.

Manusia memang mudah lupa, namun kealpaan untuk soal yang ini sebenarnya ironi. Bagaimana tidak. Jika kita ingat setahun lalu batik berhasil me-nyandang status warisan buda-ya dunia dan dimaknai banyak orang sebagai kemenangan, bukan hanya perjuangan yang berliku untuk memenuhi per-syaratan UNESCO. Perang klaim dengan negara tetangga juga membuat status itu makin terasa bagai kemenangan.

Namun, kini setahun ber-lalu dengan kenyataan hampir terlupakan, rasanya sudah saatnya merefleksi kembali kemenangan itu dan apa yang harus dilakukan untuk itu? “Yang lebih penting adalah me-lestarikannya. Status ini juga bisa dicabut kalau kita sendiri tidak melestarikannya,” kata Ketua Bidang Pengembangan Budaya Yayasan Batik Indone-sia (YBI) Tumbu Ramelan, di Jakarta, Sabtu (2/10).

Perempuan yang juga istri Rahardi Ramelan ini menam-bahkan lestari untuk batik juga berarti terus lahir batik baru dan orang Indonesia paham

betul pada batiknya. YBI sendiri pada 2 Oktober

memulai satu langkah usaha pelestarian itu. Dengan be-kerja sama dengan Pemerin-tah Provinsi DKI Jakarta, YBI mendirikan Galeri Batik yang diharapkan menjadi cikal bakal Museum Batik.

Galeri yang diresmikan Men-teri Kebudayaan dan Pari-wisata (Menbudpar) Jero Wacik itu menempati bangunan yang semula diperuntukkan un-tuk tekstil kontemporer di area Museum Tekstil, Jakarta. Bangunan seluas 405 meter persegi itu kini berisi 120 batik dari berbagai daerah dan dari berbagai zaman.

Batik-batik itu dikumpulkan dari koleksi anggota YBI dan donatur para pecinta batik, koleksi yang dipajang mulai dari 1900 hingga batik baru asal Papua.

“Dengan galeri ini, di mana batik-batik dipajang dengan keterangannya, paling tidak orang bisa tahu batik apa dari daerah mana,” lanjut Tumbu.

Saat ini YBI telah memiliki 690 batik dari berbagai daer-ah. Bukan hanya mengetahui asal daerah, di galeri yang peng operasiannya bergabung dengan Museum Batik itu, pengunjung juga bisa meng-gali lebih dalam soal batik, termasuk soal peralatan dan tahapan pembuatannya.

Pengunjung juga bisa menge-tahui perkembangan batik lewat informasi yang disiarkan di televisi.

Harus lahir batik baruMenbudpar Jero Wacik yang

menyambut baik galeri ini mengatakan akan mengusa-hakan Museum Batik yang diidamkan segera terwujud. “Ini (museum) memang pent-ing sebagai sarana dan edukasi batik. Saya usahakan segera terwujud,” katanya.

Begitu pun, tentunya, peles-tarian batik tidak hanya dapat

dilakukan lewat museum.Desainer yang juga anggota

YBI, Carmanita, mengatakan pelestarian yang paling pen-ting ialah dengan mengenakan batik itu sendiri.

“Yang penting sebenarnya bagi bangsa kita sendiri apa sih, kan bagaimana batik ini terus ada berarti perajinnya terus hidup. Jadi caranya ya pakai batik,” tutur desainer yang

sudah fokus di batik puluhan tahun ini.

Namun, Carmanita menya-dari agar batik terus dikena-kan, tidak bisa hanya berbekal nasionalisme. Batik harus se-layaknya fesyen masa kini yang memang dipakai karena disukai orang.

Soal mode ini pula yang menjadi salah satu tantangan. Carmanita mengkhawatirkan

para desainer dan pengusaha batik tidak bisa mengembang-kan batik sesuai zaman. Batik akan kembali turun pamor dan citranya hanya sebagai seragam orang kantoran. Jika boleh jujur, kondisi ini sebe-narnya mulai lagi terasa.

Batik memang terus ada, namun hanya sering dikenakan seminggu sekali, yakni ketika tempat kerja mewajibkannya.

Di hari-hari biasa, orang yang bergaya dengan mengena-kan batik sudah sangat jauh berkurang jika dibandingkan dengan tahun lalu.

Desainer pun, kecuali yang sejak awal fokus pada batik, sudah beralih menggarap kain lainnya. Memang, tren cepat berganti dan orang ce-pat jenuh, namun semestinya untuk batik kita bisa membuat pengecualian.

Carmanita sendiri terus berusaha membuat pengecua-lian. Desainer yang pernah mendesain batik untuk mobil Mercedes Benz ini terus mela-hirkan motif-motif baru dan memadukannya dengan siluet-siluet masa kini.

Memadukan motif baru de-ngan siluet muda juga di-lakukan Danar Hadi. “Tim kami meng ikuti perkembangan mode di Paris, Milan, dan kota mode lainnya. Modenya dipadukan ke batik agar yang muda-muda tetap suka,” kata pendiri Batik Danar Hadi, Santosa Dullah. Danar Hadi juga memadukan batik dengan tenun yang sekarang sedang naik pamor.

Desainer Edward Hutabarat juga terus melahirkan batik-ba-tik segar untuk kalangan muda. Dalam peragaan busana nya beberapa waktu lalu, desainer yang biasa disapa Edo ini me-madukan batik dengan motif garis-garis.

Paduan serupa juga dilaku-kan desainer muda Marysia Winarta dari label Geulis. De-ngan cara-cara inilah keme-nangan batik bukan sekadar status. Pun, tentunya, tidak akan mudah dilupakan bang-sanya sendiri. (S-1)

bintang@mediaindonesia.com

Bukan hanya pengakuan, batik sebenarnya lebih butuh pelestarian. Itu berarti harus lahir karya-karya batik baru yang benar-benar dipakai semua kalangan.

Bintang Krisanti

EKSPOR BATIK: Sejumlah perajin membuat batik druju dengan motif tanaman dan hewan di Desa Druju, Sumbermanjingwetan, Malang, Jawa Timur, kemarin. Batik druju tersebut dijual ke Singapura, Prancis, dan Amerika Serikat dengan harga Rp200 ribu hingga Rp7 juta per helai.

ANTARA/ARI BOWO SUCIPTO

Identitas Bangsa DalamIdentitas Baru Blue Bird Group Persembahan Blue Bird Group Untuk Warisan Budaya Indonesia