Post on 08-Jul-2016
description
MAKALAHGlaukoma
Dosen pembimbing: Eka Afdi, S.Kep.,Ns
Disusun oleh
Kelompok: 1
Dewi Susyanti : 14201.06.14007
Siti Khofidatur rofiah : 14201.06.14035
Sandi Dwi F.U :14201.06.14034
Ummy khoirun nisak : 14201.06.14042
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
STIKES HAFSHAWATY ZAINUL HASAN GENGGONG PROBOLINGGO
2016
HALAMAN PENGESAHAN
GLUKOMA
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Ajar
Sistem Persepsi Sensori
Mengetahui,
Dosen Mata Ajar
Ns. Eka Afdi, S.Kep
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah kami panjatkan puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Atas segala
limpah rahmat dan hidayahnya. Sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini, dan sholawat serta salam semoga selalu tercurah limpahkan kepada proklamator sedunia,
pejuang tangguh yang tak gentar menghadapi segala rintangan demi umat manusia, yakni
Nabi Muhammad SAW.
Adapun maksud penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas di STIKES
Hafshawaty, kami susun dalam bentuk kajian ilmiah dengan judul “GLUKOMA”dan dengan
selesainya penyusunan makalah ini, kami juga tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih
kepada:
1. KH. Moh. Hasan Mutawakkil Alallah, SH.MM. Selaku pengasuh pondok pesantren
Zainul Hasan Genggong
2. Ns. Iin Aini Isnawati,S.Kep.,M.Kes. Selaku ketua STIKES Hafshawaty Zainul Hasan
Genggong
3. Achmad khusyairi,S.kep,Ns.M.Kep. Selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan
4. Ns. Eka Afdi, S.Kep. Selaku dosen mata ajar sistem persepsi sensori
Pada akhirnya atas penulisan materi ini kami menyadari bahwa sepenuhnya belum
sempurna.Oleh karena itu kami dengan rendah hati mengharap kritik dan saran dari pihak
dosen dan para audien untuk perbaikan dan penyempurnaan pada materi makalah ini.
Probolinggo, Februari 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
CoverHalaman Pengesahan ...............................................................................................................iKata Pengantar ........................................................................................................................iiDaftar Isi ................................................................................................................................iiiBAB 1 PENDAHULAAN
1.1 LatarBelakang ....................................................................................... .......1
1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................1
1.3 Tujuan ............................................................................................................1
1.4 Manfaat ................................................................................................... .......2
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA2.1 Pengertian ............................................................................................................
2.2 Etiologi................................................................................................................
2.3 Patofisiologi .........................................................................................................
2.4 Manifestasi klinis .................................................................................................
2.5 Pemeriksaan penunjang ………….…………………………………………..…..
2.6 Penatalaksanaan …………………………………………………………………
2.7 Komplikasi ……………………………………………………………………...
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian………………………………………………………………………
3.2 pemeriksaan fisik………………………………………………………………..
3.3 Diagnosa keperawatan………………………………………………………….
3.4 Intervensi Keperawatan………………………………………………….….
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan……………………………………………………………….…
4.2 Saran………………………………………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Glaukoma adah penyebab utama kebutaan di masyarakat barat. Di peringatkan di
amerika serikat ada 2 juta orang yang menderita glukoma. Diantara mereka, hampir
setengahnya mengalami gangguan penglihatan, dan hampir 70.000 benar benar buta;
bertambah sebanyak 5500 orang buta tipa tahun.
Bila glaukoma didiagnosis lebih awaldan di tangani dengan benar , ke butaan hampir
selalu dapat di cegah. Namun kebanyakan kasus glaukoma tiadak bergejala sampai sudah
terjadi kerusakan ekstensi dan ireversibal. Maka pemeriksaan rutin dan skrining mempunyai
peran penting yang memiliki faktor risiko penderita glaukoma dan yang berusia di atas 35
tahun menjalani pemerikasaan berkala pada oftalmologis untuk menkaji TIO, lapang
pandang, dan kaput nervi optisi.
Glaukoma mengenai semua usia namun lebih banyak sesuai bertambahnya usia,
mengenai sekitar 2% orang berusia 35. Risiko lainnya adalah diabetes, orang Amrika
keturunan Afrika, yang mempunyai riwayatkeluarga penderita glaukoma, dan mereka yang
pernah mengalami trauma atau pembedahan mata, atau yang pernah mendapat terapi kortikos
teroid jangka panjang.
Istilah glaukoma merujuk pada kelompok penyakit yang berbeda dalam patofisiologi,
presentasi klinis, dan penanganannya. Biasanya di tandai dengan berkurangnya lapang
pandangakibat kerusakan saraf optikus. Kerusakan ini berhubungan dengan derajat TIO, yang
terlalu tinggi untuk berungsinya saraf optikus secara normal. Semakin tinggi tekanannya,
semakin cepat kerusakan saraf optikus tersebut berlangsung. Peningkatan TIO terjadi akibat
perubahn patologis yang menghambat peredaran normal humor aquesus.
Meskipun tak ada penanganan untuk glaukoma, namun dapat dikontrol dengan obat.
Kadang diperlukan pembedahan laser atau konvensional (insisional). Tujuan penanganan
adalah untuk menghentikan atau memperlambat perkembangan agar dapat mempertahankan
perkembangan agar dapat mempertahakan penglihatan yang baik sepanjang hidup. Dapat
dilakukan denagan menurunkan TIO. (Smeltzer, Susanne C. 2001.)
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Menjelaskan tentang Definisi dari penyakit glukoma.
1.2.2 Menjelaskan tentang Etiologi dari penyakit glukoma.
1.2.3 Menjelaskan tentang Patofisiologi dari penyakit glukoma.
1.2.4 Menjelaskan tentang Manifestasi klinis dari penyakit glukoma.
1.2.5 Menjelaskan tentang Pemeriksaan penunjang dari glukoma.
1.2.6 Menjelaskan tentang Penatalaksanaan dari penyakit glukoma.
1.2.7 Menjelaskan tentang Komplikasi dari penyakit glukoma.
1.2.8 Menjelaskan tentang teori dari Asuhan keperawatan pada penyakit glukoma.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.3.1.1 Untuk mengetahui asuhan keperawatan Glukoma.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Bagaimana definisi dari glukoma
1.3.2.2 Bagaimana etiologi dari Glukoma.
1.3.2.3 Bagaimana patofisiologi dari glukoma.
1.3.2.4 Bagaimana manifestasi klinis dari Glukoma.
1.3.2.5 Bagaimana klasifikasi dari Glukoma.
1.3.2.6 Apa saja yang dapat menjadi data penunjang Glukoma.
1.3.2.7 Bagaimana penatalaksanaan penanganan glukoma.
1.3.2.8 Apa saja yang dapat menjadi komplikasi Glukoma.
1.3.2.9 Bagaimana asuhan keperawatan pada kasus glukoma.
1.4 Manfaat
1.4.1. Bagi Institusi Pendidikan
Makalah ini bagi Institusi pendidikan kesehatan adalah untuk mengetahui tingkat
kemampuan mahasiswa sebagai peserta didik dalam menelaah suatu fenomena kesehatan
yang spesifik tentang Glukoma
1.4.2 Bagi Profesi Keperawatan
Makalah ini bagi masyarakat adalah sebagai penambah wawasan terhadap fenomena
kesehatan yang saat ini menjadi momok tersendiri di kalangan masyarakat ini.
1.4.3 Bagi Mahasiswa
Manfaat makalah ini bagi mahasiswa baik menyusun maupun pembaca adalah untuk
menambah wawasan terhadap seluk beluk tentang glukoma
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Glaucoma adalah sekelompok gangguan yang melibatkan beberapa perubahan atau
gejala patologis yang ditandai dengan peningkatan tekanan intraocular (TIO) dengan segala
akibatnya. Saat peningkatan TIO lebih besar daripada toleransi jaringan, kerusakan terjadi
pada sel ganglion retina, merusak diskus optikus, menyebabkan atrofi saraf optic dan
hilangnya pandangan perifer. Glaucoma dapat timbul perlahan dan menyebabkan hilangnya
pandangan ireversibel tanpa timbulnya gejala lain yang nyata atau dapat timbul secara tiba-
tiba dan menyebabkan kebutaan dalam beberapa jam. Derajat peningkatan TIO yang mampu
menyebabkan kerusakan organic bervariasi. Beberapa orang dapat menoleransi tekanan yang
mungkin bagi orang lain dapat menyebabkan kebutaan.
Glaucoma terbagi menjadi tipe primer, sekunder, dan congenital. Tipe primer terbagi
lagi menjadi glaucoma sudut terbuka dan glaucoma sudut tertutup. (Istiqomah, Indriana N.
2004.)
2.2.1 Klasifikasi
Glaukoma Primer (Istiqomah, Indriana N. 2004.)
Glaucoma jenis ini merupakan bentuk yang paling sering terjadi, struktur yang terlibat
dalam sirkulasi dan/ atau reabsorpsi akuos humor mengalami perubahan patologi langsung.
Glaukoma Sudut Terbuka
Glaucoma sudut terbuka/glaucoma kronik/glaucoma simpleks/ open angle glaucoma
merupakan bentuk glaucoma primer yang lebih tersembunyi dan membahayakan serta paling
sering terjadi (kurang lebih 90% dari klien glaucoma). Seringkali merupakan gangguan
herediter yang menyebabkan perubahan degeneratif. Bentuk ini terjadi pada individu yang
mempunyai sudut ruang (sudut antara iris dan kornea) terbuka normal tetapi terdapat
hambatan pada aliran keluar akuos humor melalui sudut ruangan. Hambatan dapat terjadi
dijaringan trabekular, kanal Schlemn atau vena-vena akueos.
Keadaan ini terjadi pada klien usia lanjut (>40 tahun) dan perubahan karena usia
lanjut memegang peranan penting dalam proses sklerosa badan silier dan jaringan trabekel.
Karena akuoes humor tidak dapat meninggalkan mata pada kecepatan yang sama dengan
produksinya. TIO meningkat secara bertahap. Bentuk ini biasanya bilateral dan dapat
berkembang menjadi kebutaan komplet tanpa adanya serangan akut.
Gejalanya relatif ringan dan banyak klien tidak menyadarinya hingga terjadi
kerusakan visus yang serius. Suatu tanda berharga yang dikemukakan oleh Downey yaitu jika
di antara kedua mata selalu terdapat perbedaan TIO 4 mmHg atau lebih, dianggap
menunjukkan kemungkinan glaucoma simpleks meskipun tensinya masih normal (Wijana N,
1993). Tanda klasik bersifat bilateral, herediter, TIO meninggi, sudut COA terbuka, bolamata
yang tenang, lapang pandang mengecil dengan macam-macam skotoma yang khas,
perjalanan penyakit progresif lambat.
Glaucoma Sudut Tertutup
Glaucoma sudut tertutup/ angle-closure glaucoma/ close-angle glaucoma/ narrow-
angle glaucoma awitannya mendadak dan harus ditangani sebagai keadaan emergensi.
Mekanisme dasar yang terlibat dalam patofisiologi glaucoma ini adalah menyempitnya sudut
dan perubahan letak iris yang terlalu ke depan. Perubahan letak iris menyebabkan kornea
menyempit atau menutup sudut ruangan, yang akan menghalangi aliran keluar akueos humor.
TIO meningkat dengan cepat, kadang-kadang mencapai tekanan 50-70 mmHg (deWit, 1998).
Tindakan pada situasi ini harus cepat dan tepat atau kerusakan saraf optic akan menyebabkan
kebutaan pada mata yang terserang.
Tanda dan gejala meliputi nyeri hebat di dalam dan sekitar mata, timbulnya halo di
sekitar cahaya, pandangan kabur. Klien kadang mengeluhkan keluhan umum seperti sakit
kepala, mual, muntah, kedinginan, demam bahkan perasaan takut mati mirip serangan angina,
yang dapat sedemikian kuatnya sehingga keluhan mata (gangguan penglihatan, fotofobia dan
lakrimasi) tidak begitu dirasakan oleh klien. Peningkatan TIO menyebabkan nyeri yang
melalui saraf kornea menjalar ke pelipis, oksiput dan rahang melalui cabang-cabang nervus
trigeminus. Iritasi saraf vagal dapat mengakibatkan mual dan sakit perut.
Glaukoma Sekunder
Glaucoma sekunder adalah glaucoma yang terjadi akibat penyakit mata lain yang
menyebabkan penyempitan sudut atau peningkatan volume cairan di dalam mata. Kondisi ini
secara tidak langsung mengganggu aktivitas struktur yang terlibat dalam sirkulasi dan/atau
reabsorpsi akueos humor.
Gangguan ini terjadi akibat :
1. Perubahan lensa, dislokasi lensa, intumesensi lensa yang katarak, terlepasnya kapsul
lensa ada katarak.
2. Perubahan uvea, uveitis anterior, melanoma dari jaringan uvea, neovaskularisasi di
iris.
3. Trauma, hifema, kontusio bulbi, robeknya kornea/limbus disertai prolaps iris.
4. Operasi, pertumbuhan epitel yang masuk camera oculli anterior (COA), gagalnya
pembentukan COA setelah operasi katarak, uveitis pascaekstraksi katarak yang
menyebabkan perlengketan iris. (Istiqomah, Indriana N. 2004.)
Glukoma Kongenital
Glaucoma ini terjadi akibat kegagalan jarimgan mesodermal memfungsikan
trabekular. Kondisi ini disebabkan oleh ciri autosom resesif dan biasanya bilateral.
2.2 Etiologi
Penyebab dari glaukoma adalah sebagai berikut (sidharta ilyas 2004.)
1. Bertambahnya produksi cairan mata oleh badan cilliary.
2. Berkurangnya pengeluaran cairan mata di daerah sudut bilik mata atau dicelah pupil
(Amin, Hardhi. 2013.)
2.3 patofisiologi
TIO ditentukan oleh kecepatan produksi akueos humor dan aliran keluar akueos
humor dari mata. TIO normal adalah 10-21 mmHg dan dipertahankan selama terdapat
keseimbangan antara produksi dan aliran keluar akuoes humor. Akuoes humor diproduksi di
dalam badan silier dan mengalir ke luar melalui kanal Schlemn ke dalam system vena.
Ketidakseimbangan dapat terjadi akibat produksi berlebih badan silier atau oleh peningkatan
hambatan abnormal terhadap aliran keluar akuoes melalui camera oculi anterior (COA).
Peningkatan tekanan intraokuler >23 mmHg memerlukan evaluasi yang seksama.
Peningkatan TIO mengurangi aliran darah ke saraf optic dan retina. Iskemia menyebabkan
struktur ini kehilangan fungsinya secara bertahap. Kerusakan jaringan biasanya dimulai dari
perifer dan bergerak menuju fovea sentralis. Kerusakan visus dan kerusakan saraf optic dan
retina adalah ireversibel dan hal ini bersifat permanen. Tanpa penanganan, glaucoma dapat
menyebabkan kebuatan. Hilangnya penglihatan ditandai dengan adanya titik buta pada lapang
pandang. (Istiqomah, Indriana N. 2004.)
2.4 Manifestasi klinis
1. Nyeri pada mata dan sekitarnya (orbita, kepala, gigi,telinga)
2. Pandangan kabut, melihat halo sekitar lampu
3. Mual, muntah, berkeringat
4. Mata merah, hyperemia konjungtiva, dan siliar
5. Visus menurun
6. Edema kornea
7. Bilik mata depan dangkal (mungkin tidak ditemui pada glaukoma sudut terbuka)
8. Pupil lebar lonjong, tidak ada reflex terhadap cahaya
9. TIO meningkat (Tamsuri, Anas. 2010.)
Menurut Nanda Nic-Noc 2013.
1. Glaucoma sudut lebar berkembang dengan pelan dan biasanya asimtomatik sampai
onset kehilangan jarak pandang. Kerusakan jarak pandang termasuk konstriksi jarak
pandang peripheral general skotomas terisolasi atau bintik buta, penurunaan
sensitivitas kontras penurunan akuitas, peripheral, dan perubahan penglihantan
warna .
2. Glaucoma sudut sempit, paien biasanya mengalami symptom prodromal intermittent
(seperti pandangan kabur dengan halos sekitar cahaya dan, biasaya sakit kepala) tahap
akut memiliki gejala berhubungan dengan kornea berawan, edematous, nyeri pada
ocular, mual muntah, nyeri abdominal, dan diaphoresis.
2.5 pemeriksaan penunjang1. kartu snellen/ mesin telebinoklear
Digunakan untuk mengetahui ketajaman mata dan sentral penglihatan
2. Lapang penglihatan
Terjadi penurunan disebkan oleh CSS, masa tumor pada hipofisis atau otak, karosis
atau patofisiologis, arteri serebral atau glaukoma.
3. Pengukuran sonografi
Mengkaji intraokuler (TIO) (normal 12-25 mmhg)
4. Pengukuran gonoskopy
Membantu membedakan sudut terbuka dan sudut tertutup
5. Tes profokasi
Digunakan dalam menentukan tipe glukoma jika TIO normal atau hanya meningkat
ringan
6. Pemeriksaan aftalmosmuskop
Menguji struktur internal okuler, mencatat atropi lempeng optic, papiledema,
perdarahan retina dan mikroaneuresme
7. Darah lengkap, LED
Menunjukkan anemia sistemik atau infeksi
8. EKG, kolesterol serum dan pemeriksaan lipid
Memastikan arterosklerosis, PAK
9. Tes toleransi glukosa
Menentukan adanya DM
2.6 penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan glaucoma adalah menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten
dengan mempertahankan penglihatan. Penatalaksanaan bias berbeda tergantung pada
klasifikasi penyakit dan responsnya terhadap terapi, tetapi obat, pembedahan laser,
pembedahan konvensional dapat dipergunakan untuk mengontrol kerusakan progresif yang
diakibatkan oleh glaucoma. (Istiqomah, Indriana N. 2004.)
2.6.1 Farmakoterapi
Terapi obat merupakan penanganan awal dan utama untuk penanganan glaucoma
sudut terbuka – terbuka primer. Meskipun program ini dapat diganti, terapi diteruskan
seumur hidup. Bila terapi ini gagal menurunkan TIO dengan adekuat, pilihan berikutnya pada
kebanyakan pasien adalah trabekuloplasti laser dengan pemberian obat tetap dilanjutkan.
Beberapa pasien memerlukan trabekulotomi. Namun pembedahan laser atau insisional
biasanya merupakan ajuvan bagi terapi obat dan bukannya menggantikannya.
Glaukoma penutupan – sudut akut dengan sumbatan pupil basanya jarang merupakan
kegawatan bedah. Obat di gunakn untuk mengurangi TIO sebanyak mungkin sebelum
iridektomi laser atau insisional. Pada beberapa kasus, hanya obat saja dapat menghentikan
serangan, namun terdapat insidensi kekambuhan yang tinggi. Terdapat insidensi tinggi
keterlibatan mata sebelah di kemudian hari. Maka iridotomi laser bilateral di lanjutkan.
Penanganan glaucoma sekunder di tunjukan untuk kondisi yang mendasarinya
begitu pula untuk menurunkan tingginya TIO. Misalnya, glaukoma yang di sebabkan oleh
terapi kortikostiroid ditangani dengan menghentikan pengobatan kortikosteroid. Uveitis
dengan glaukomadi terapi dengan bahan antiinflamasi. Bahan antivirus, sikloplegik, dan
kortikosteroid topical diresepkan bagi pasien glaukoma yang berhubungan dengan erper
simpleks dan herpes zoster.
2.6.2 Non Farmakologi
Bedah Laser untuk Glaukoma
Pembedahan laseruntuk memperbaiki aliran humor aqueus dan menurunkan TIO dapat di
indikasikan sebagai penanganan primer untuk glaukoma, atau bias juga di pergunakan bila
terapi obat tidak bias di toleransi, atau tidak tidak dapat menurunkan TIO dengan adekuat.
Laser dapat di unakan pada berbagai prosedur yang berhubungan dengan penanganan
glaukoma.
Bedah Konvensional
Prosedur badah konvensional di lakuan bila tehnik laser tidak berhasil ata peralatan laser
tidak tersedia, atau bila pasien tidak cocok untuk di lakukan bedah laser, atau tidak dapat
menurunkan TIO pada 80 sampai 90% pasien.
Iridektomi perifer atau sektoral di lakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk
memungkinkan aliran humor aqueus dari kamera posterior ke kamera anterior. Di indikasikan
pada penangan glaukoma dengan penyumbatan pupil bila pembedahan lasert tidak berhasil
atau tidak tersedia.
Trabekulekfomi (prosedur filtrasi) di lakukan untuk mencipakan saluran pengaliran
baru melalui sklera. Dilakukan dengan melakukan diseksi flap ketebalan setengah (half-
tickness) sclera dengan engsel di limbus. 1 sekmen jaringan tradekula di angkat, flap sclera di
tutp kembali, dan konjung tifa di jahit rapat untuk mencegah kebocoran cairan aques.
Trabekulektomi meningkatkan aliran keluar humoe aqueus dengan memintas struktur
pengaliran alamiah. Ketika cairan mengalir melalui saluran baru ini, akan terbentuk bleb
(gelembung). Di observasi pada pemeriksaan konjung tifa. Komplikasi setelah prosedur
filtrasi meliputi hipotoni (TIO rendah yang tidak normal), hivema (darah di kamera anterior
mata) infeksi, dank ke gagalan filtrasi.
Prosedur seton meliputi penggunaan berbagai alat pintasan aqueus sintetis untuk
menjaga kepatenan fistula pengaliran. Tabung terbuak di inplantasi ke kamera enterior dan
menghubungakan dengan medan pengaliran episklera. Alat ini paling sering di gunakn pada
pasien dengan TIO tinggi, pada mereka ang beresiko tinggi terhadap pembedahan, atau
mereka yang prosedur filtrasi awalnya gagal. Kemungkinan komplikasi implant pengaliran
meliputi pembentukan katarak, hipotoni, dekompensasi kornea dan erosi apparatus.
2.7 komplikasi
1. Peningkatan TIO
Ditandai dengan nyeri ocular, nyeri diatas alis dan mual. Cegah klien
membungkuk, mengangkat benda berat, mengejan saat buang air besar, batuk dan
muntah.
2. Hipotoni (penurunan TIO)
Dapat menyebabkan perdarahan koroid, atau lepasnya koroid, ditandai dengan
nyeri yang dalam di dalam mata dengan awitan pasti, diaphoresis atau perubahan
tanda vital.
3. Infeksi
Pantau tanda vital. Infeksi harus dicegah karena klien dapat mengalami
kehilangan pandangan atau kehilangan mata itu sendiri.
4. Jaringan parut.
Dapat mengurangi keefektifan jalur baru, steroid topical dapat digunakan karena
efek samping penggunaan steroid adalah memperpanjang pemulihan luka.
(Istiqomah, Indriana N. 2004.)
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
Anamnesis
Anamnesis mencakup data demografi yang meliputi: (Istiqomah, Indriana N. 2004.)
1. Umur, glaukoma primer terjadi pada individu berumur > 40 tahun.
2. Ras, kulit hitam mengalami kebutaan akibat glaukoma paling sedikit 5 kali dari kulit
putih (Dewit,1998).
3. Pekerjaan, terutama yang berisiko besar mengalami trauma mata. Selain itu harus
diketahui adanya masalah mata sebelumnya atau yang ada saat ini, riwayat
penggunaan antihistamin (menyebabkan dilatasi pupil yang akhirnya dapat
menyebabkan angle-closure glaucoma), riwayat keluarga dengan glaukoma, riwayat
trauma (terutama yang mengenai mata), riwayat penyakit lain yang sedang diderita
(diabetes militus, arteriosklerosis, myopia tinggi).
Riwayat psikososial mencakup adanya ansietas yang ditandai dengan bicara cepat,
mudah berganti topic, sulit berkonsentrasi dan sensitive; dan berduka karena
kehilangan penglihatan.
3.2 Pemeriksaan fisik
1. Pemeriksaan fisik dilakukan dengan menggunakan oftalmoskopuntuk mengetahui
adanya cupping dan atrofi diskus optikus. Diskus optikus menjadi lebih luas dan
lebih dalam. Pada glaukoma akut primer, kamera anterior dangkal, akueus humor
keruh dan pembuluh darah menjalar keluar dari iris.
2. Pemeriksaan lapang pandang perifer, pada keadaan akut, lapang pandang cepat
menurun secara signifikan dan keadaan kronik akan menrun secara bertahap.
3. Pemeriksaan fisik melalui inspeksi untuk mengetahui adanya inflamasi mata,
sklera kemerahan, kornea keruh, dilatasi pupil sedangyang sedang gagal bereaksi
terhadap cahaya. Sedangkan dengan palpasi untuk memeriksa mata yang
mengalami peningkatan TIO, terasa lebih keras dibanding mata yang lain.
4. Uji diagnostik menggunakan tonometri, pada keadaan kronik atau open angle
didapat nilai 22-23 mmHg, sedangkan keadaan akut atau angle closure ≥30
mmHg. Uji dengan menggunkan gonioskopi akan didapat sudut normal pada
glaukoma kronik. Pada stadium lanjut, jika telah timbul goniosinekia
(perlengketan pinggir iris pada kornea/trabekula) maka sudut dapat tertutup. Pada
glaukoma akut ketika TIO meningkat, sudut COA akan tertutup, sedang pada
waktu TIO normal sudutmya sempit.
3.3 Diagnosa Keperawatan
KP: Increased intraocular pressure (peningkatan TIO)
1. Nyeri akut berhubungan dengan (contoh-contoh) inflamasi (kelopak mata, struktur
lakrimal, konjungtiva, traktus uveal,retina, kornea, sklera), infeksi, peningkatan
tekanan intraocular, tumor ocular.
2. Ansietas berhubungan dengan kemungkinan atau kenyataan kehilangan penglihatan
ditandai dengan ketakutan .
3. Kesiapan meningkatkan tidur ditandai dengan penggunaan obat penginduksi tidur
hanya kadang-kadang saja.
3.4 Intervensi Keperwatan
1. Diagnosa keperawatan: Nyeri berhubngan dengan peningkatan tekanan intra okuler
(TIO) yang ditandai dengan mual muntah.
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7 x 24 jam diharapkan nyeri
pasien teratasi.
Kreteria hasil : 1. Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan
tehnik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen
nyeri
3. Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
4. Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
5. Tanda vital dalam rentang normal
6. Tidak mengalami gangguan tidur
Intervensi :
1. Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
2. Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
3. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan kebisingan
4. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
5. Ajarkan tentang teknik non farmakologi: napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres
hangat/ dingin
6. Tingkatkan istirahat
7. Berikan informasi tentang nyeri seperti penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari prosedur.
8. Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
2.Diagnosa keperawatan : Ansietas berhubungan dengan kemungkinan atau kenyataan
kehilangan penglihatan ditandai dengan ketakutan .
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam ansietas pasien dapat
diatasi.
Criteria hasil :
1. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan dan menunjukkan tehnik untuk mengontol cemas
3. Vital sign dalam batas normal
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan
berkurangnya kecemasan
Intervensi :
1. Gunakan pendekatan yang menenangkan
2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut
5. Berikan informasi faktual mengenai diagnosis, tindakan prognosis
6. Libatkan keluarga untuk mendampingi klien
7. Instruksikan pada pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi
8. Dengarkan dengan penuh perhatian
9. Identifikasi tingkat kecemasan
10. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan
11. Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
12. Kelola pemberian obat anti cemas:........
kesiapan meningkatkan tidur
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, diharapakan pasien dapat
meningkatkan tidur.
Kriteria hasil:
1. tingkat kenyamanan : tingkat persepsi positif tentang kenyamanan fisik dan
psikologis.
2. Konsentrasi
3. Istirahat :kuantitas dan pola penurunan aktivitas untuk oenyegaran fisik dan jiwa.
4. Tidur : terputusnya kesadaran periodikdan alami saat tubuh dipulihkan.
5. Daya tahan tubh meningkat.
6. Kondisi kesehatan personal adekuat
7. Mendemonstrasikan kesejahteraan fisik dan psikologis
8. Kualtas hidup meningkat
9. Keseimbangan jiwa
10. Mengidentifikasikan tindakan yang akan meningkatkan istirahat dan tidur
11. Kelelahan berkurang
12. Istirahat teratur
13. Energi optimal
Intervensi
Sleep Enhancement
1. Anjurkan pasien menghindari konsumsi makanan dan minuman yang apat menggangu
tidur
2. Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
3. Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
4. Fasilitas untuk mempertahankan aktivitas sebelum tidur (membaca)
5. Ciptakan lingkungan yang nyaman
6. Kolaborasi pemberian obat tidur
7. Diskusikan dengan pasien dan keluarga tentang teknik tidur pasien
8. Instruksikan untk memonitoring tidur pasien
9. Monitor makan da minum da waktu tidur
10. Monitor/catat kebutuhan tidur pasien setiap hari dan jam
11. Diskusikan dengan dokter tentang pentingnya merefisi program obat jika program
menggangu pola tidur
12. Dorong penggunaan obat tidur yang tidak mengandung supresor tidur REM.
BAB 4
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
1.2 Saran
1.2.1 Bagi Institusi Pendidikan
Seharusnya pihak yang bersangkutan memberikan pengarahan yang lebih intensif
mengenai Glukoma & Asuhan Keperawatan Pada Kasus Glukoma.
1.2.2 Bagi Mahasiswa
Mengenai makalah yang kami buat, bila ada kesalahan maupun ketidaklengkapan
materi pada Glukoma & Asuhan Keperawatan Pada Kasus Glukoma menurut hukum
islam dan hukum Negara, kami mohon maaf. Kami pun sadar bahwa makalah yang kami
buat tidaklah sempurna. Oleh karena itu kami mengharap kritik dan saran yang
membangun.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Susanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & suddarth. Ed
8. Jakarta:EGC.
Istiqomah, Indriana N. 2004. Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Mata . Jakarta:EGC
Amin, Hardhi. 2013. Nanda Nic-Noc. Jilid 1. Yogyakarta.
Tamsuri, Anas. 2010. Klien gangguan mata & penglihatan keperawatan medical bedah.
Jakarta :EGC.
Carpenito,Lynda juall. 2000. Buku saku diagnose.Ed. 8.Jakarta: EGC