Post on 21-Oct-2015
PERENCANAAN LINK TRANSMISI MIKROWAVE
Perencanaan Mikrowave link transmisi merupakan hal yang penting untuk
menghasilkan sebuah jaringan transmisi yang handal untuk meningkatkan
performansi dan pelayanan kepada pelanggan. Dengan melakukan perencanaan radio
link transmisi, diharapkan untuk sepuluh tahun ke depan dapat mengatasi
permasalahan kapasitas link, rute link transmisi dan proteksi jaringan.
1 Konsep Dasar Perencanaan Link Transmisi.
Perencanaan link transmisi pada system komunikasi bergerak GSM
merupakan proses dalam menentukan kapasitas link transmisi apakah perlu
diupgrade atau tidak, jenis-jenis konfigurasi, tipe-tipe antena microwave, penentuan
diameter antena, pemilihan frekuensi, rute transmisi (link), LOS (Line Of Sigt) dan
link Budget.
Adanya pertumbuhan pelanggan yang semakin besar, maka akan
menyebabkan trafik semakin besar sehingga diperlukan perencanaan link transmisi
microwave yang baik dan dapat mengikuti kebutuhan dan pertumbuhan pelanggan.
Oleh karena itu, perencanaan link transmisi microwave merupakan suatu proses yang
tidak pernah berhenti karena harus dapat mengikuti pertumbuhan untuk selalu
menjaga kepuasan pelanggan.
Hal 1
2. Dasar Perencanaan.
Dalam perencanaan link transmisi microwave secara teknis ada beberapa hal
yang harus diperhatikan, yaitu:
a) Kapasitas Link Transmisi
Kapasitas link transmisi yang dibutuhkan, biasanya disesuaikan terhadap
trafik pelanggan. Semakin besar trafiknya, semakin besar pula link transmisi
yang dibutuhkan. Penentuan jenis-jenis konfigurasi juga mutlak diperlukan
dalam hal ini. Data trafik pelanggan biasanya diperoleh dari divisi RNP
(Radio Network Planning) yang berhubungan dengan parameter kesuksesan
panggilan dan coverage area.
b) Tipe Antena
Pemilihan tipe antena sangat berpengaruh terhadap kehandalan jaringan
transmisi microwave. Tipe antena yang dimaksud berhubungan dengan
pemilihan diameter antena, pemilihan frekuensi serta system proteksi antena.
c) Kondisi Topografi
Kondisi topografi suatu daerah yang berbeda-beda dengan daerah yang
lainnya erat kaitannya terhadap kondisi link transmisi yang LOS (Line Of
side) tanpa ada halangan diantara link transmisi tersebut. Sehingga pada
perakteknya diperlukan survey lapangan.
Hal 2
Secara umum perencanaan link transmisi microwave dapat digambarkan
dalam langkah kerja proses sebagai berikut :
Gambar 2.1 Langkah kerja proses perencanaan Link Transmisi.
3 Perencanaan Link Transmisi.
Dalam perencanaan link transmisi semua dilakukan berdasarkan data dari
master planning, kapasitas trafik pelanggan sangat berpengaruh terhadap kapasitas
link transmisi. Data mengenai kapasitas trafik pelanggan biasanya diperoleh dari
divisi RNP (Radio Network planning). Data-data tersebut berisi asumsi prediksi
jumlah pelanggan, intensitas trafik, dan sebagainya. Berdasarkan data-data tersebut,
maka dibuat sebuat design link transmisi.
Dalam perencanaan link transmisi pada system selular, ditentukan oleh
kapasitas link transmisi, jenis-jenis konfigurasi, tipe-tipe antena microwave,
Hal 3
penentuan diameter antena, pemilihan frekuensi, rute transmisi (link), LOS (Line Of
Side), dan Link budget.
3.1 Kapasitas Link Transmisi.
Merupakan salah satu faktor yang penting dalam perencanaan link transmisi
yang erat kaitannya terhadap prediksi jumlah pelanggan untuk jangka waktu kedepan.
Perencanaan tersebut dilakukan berdasarkan informasi, analisa dan pertimbangan
tentang segala sesuatu yang menyangkut dan mempunyai pengaruh dalam
perencanaan link transmisi. Perencanaan yang akurat merupakan faktor penting
dalam menentukan kebijakan dan menyusun strategi dalam pelaksanaan perencanaan
selanjunya.
3.2 Jenis – jenis Konfigurasi (Network Topologi).
Pada dasarnya penentuan jenis – jenis konfigurasi jaringan erat kaitannya
terhadap penentuan node-node atau concentrator (pusat) link transmisi mana yang
membawa jumlah kapasitas trafik yang besar. Ada beberapa jenis-jenis konfigurasi
jaringan link transmisi, yaitu Chain (rantai), star (bintang), tree (pohon), ring
(lingkaran), protection (perlindungan) dan meshed (jaring).
3.2.1 Chain (rantai), star (bintang), dan tree (pohon).
Tipe chain (rantai) merupakan bentuk konfigurasi dasar link transmisi. Dalam
implementasinya sering juga disebut sebagai konfigurasi star (bintang) dan tree
(pohon).
Hal 4
Untuk tipe chain (rantai), star (bintang) atau tree (pohon) biasanya terdapat
satu buah node (titik) yang menjadi pusat link transmisi. Sementara BTS-BTS yang
berada dibelakang pusat node disebut sebagai anak-anaknya dan BTS-BTS tersebut
secara lansung berhubungan kepada pusat node. Pemilihan bentuk topologi chain,
star, atau tree biasanya berdasarkan pada kapasitas link transmisi (jumlah BTS-BTS)
pengikutnya. Jika kapasitas trafik BTS-BTS yang berada dibelakang pusat node tidak
terlalu besar, maka pemilihan bentuk topologi chain (rantai), star (bintang), atau tree
(pohon) lebih efisien dari segi biaya. Tetapi kekurangannya dari topologi bentuk
chain (rantai), star (bintang) atau tree (pohon) adalah jika node (titik) pusat link
transmisi putus maka BTS-BTS yang ada dibelakang pusat node ikut terputus juga.
Hal ini dikarenakan bentuk topologi chain (rantai), star (bintang) atau tree (pohon)
tidak terdapat system proteksi atau perlindungan untuk mengalihkan BTS-BTS yang
berada di belakang pusat node.
Gambar 3.1 Bentuk-bentuk Topology Link Transmisi.
Hal 5
3.2.2 Ring (Lingkaran).
Pemilihan topologi jaringan link transmisi dengan bentuk ring (lingkaran) bila
dalam jaringan link transmisi terdapat baberapa pusat node (titik). Hal ini dikarenakan
beberapa pusat node tersebut membawa kapasitas`link transmisi dengan jumlah E1
yang besar. Untuk itu diperlukan sebuah topology jaringan yang bentuknya mirip
seperti lingkaran (ring). Biasanya beberapa pusat node tersebut akan terhubung satu
sama lainnya dengan pusat node yang lain secara bolak-balik. Dengan kata lain
dengan topologi ring (lingkaran) akan terdapat dua buah rute link transmisi yang
beroperasi secara bergantian jika jalur utama link transmisi pusat putus, maka dengan
otomatis jalur cadangan link transmisi akan berfungsi. Dengan demikian BTS-BTS
yang ikut dibelakang node pusat masih dapat beroperasi. Biasanya digunakan untuk
hubungan antara BTS ke BTS dengan kapasitas link transmisi yang besar atau antara
BTS ke BSC.
3.2.3 Protection (perlindungan).
Pemilihan topologi dengan bentuk protection (perlindungan) lebih
difokuskan kepada hubungan antara BTS-BTS yang menjadi node pusat ke BSC. Hal
ini dikarenakan BTS yang menjadi pusat node sudah pasti membawa kapasitas link
transmisi yang jumlahnya besar. Makanya jika link transmisi antar BTS-BTS yang
pusat node tidak diberi topologi proteksi, maka dapat dibayangkan berapa jumlah
subscriber yang tidak dapat dilayani oleh BTS. Proteksi yang disebut disini adalah
dengan menggunakan tipe antena yang berfungsi sebagai link active dan bisa juga
berfungsi sebagai standbye link.
Hal 6
3.2.4 Meshed (jaring).
Topologi jaringan dengan bentuk meshed (jaring) adalah sebuah topologi
dimana pada jalur link transmisi menggunakan bentuk ring (lingkaran), star (bintang)
dan chain (rantai). Topologi Meshed (jaring) biasanya digunakan untuk link transmisi
antara intra BSC dan MSC. Topologi Meshed (jaring) sangat efisien jika digunakan
komunikasi link transmisi yang jamak.
3.3 Tipe-tipe Antena Microwave.
Pemilihan tipe antena yang tepat dalam sebuah design link transmisi sangat
berpengaruh terhadap kualitas link itu sendiri. Pemilihan tipe antena microwave yang
dimaksud adalah penentuan system proteksi perangkat. Pada system antena
microwave dibagi atas dua system yaitu IDU (Indoor Unit) dan ODU (Outdoor Unit).
IDU biasanya terpasang dibawah (dalam shelter) dan berfungsi sebagai interface
antara notebook dan perangkat. Semua software yang berkaitan dengan system
perangkat yaitu setting frekuensi, setting Tx power, setting Rx power,remote control,
kondisi alarm, dan E1 (PCM 2 Mbps) dapat diakses malalui IDU. Sedangkan ODU
terpasang diluar biasanya dekat dengan antena dan berfungsi sebagai pendistribusi
semua hasil yang diproses oleh IDU. Interface yang digunakan antara IDU dan ODU
adalah kabel coaxial. Ada beberapa system porteksi biasa digunakan pada antena
microwave, yaitu : 1+0, 1+1 HSBY (Host Stand Bye ), 1+1 S/D (Space Diversity), 1+1
F/D (Frequency Diversity ).
Hal 7
3.3.1 Antena 1+0.
Antena dengan tipe 1+0 adalah sebuah system tanpa menggunakan proteksi.
Dalam 1 hop (sisi Tx dan Rx) hanya terdiri dari satu buah antena microwave, satu
buah IDU, satu buah ODU. Dan hanya menggunakan kanal frekuensi yang sama. Jika
terjadi perputusan (link putus) yang diakibatkan kegagalan perangkat maka BTS yang
berada dalam link tersebut ikut terputus. Sehingga subscriber yang berada dalam
jangkauan service area BTS tersebut tidak dapat dilayani. Hal ini dikarenakan antena
microwave tersebut tidak memiliki backup proteksi.
Gambar 3.2 Antena 1 + 0
3.3.2 Antena 1+1 HSBY (Host Stand Bye ).
Antena dengan tipe 1+1 HSBY adalah sebuah system antena yang
menggunakan proteksi. Dalam 1 hop (sisi Tx dan Rx) terdiri atas satu buah antena
microwave, satu buah IDU (1+1 HSBY), dua buah ODU (active dan standbye). Dan
menggunakan kanal frekuensi yang sama. Cara kerjanya adalah berdasarkan ODU 1
dipilih sebagai ODU working (main). Apabila ODU 1 mengalami gangguan yang
disebabkan oleh kegagalan perangkat maka dengan otomatis ODU 2 akan bekerja.
Sehingga ODU 1 menjadi standbye. Demikian seterusnya cara kerja perangkat ini.
Hal 8
Jika benar masalahnya ODU 1 tadi mengalami kerusakan perangkat maka ODU 1
harus diganti. Kerugiannya dari system perangkat dengan proteksi 1+1 HSBY adalah
tidak bisa mengatasi gangguan propagasi. Dengan adanya system perangkat dengan
menggunakan system proteksi 1+1 HSBY, diharapkan pada saat terjadi masalah pada
link transmisi BTS yang berada dalam link tersebut tidak mengalami gangguan yang
berarti. Sehingga BTS tersebut masih bisa melayani subscriber yang berada dalam
service areanya.
Gambar 3.3 Antena 1 + 1 MHSB.
Cara kerja radio 1 + 1 MHSB
Gambar 3.4 Cara kerja radio 1 + 1.
Hal 9
Cara kerjanya : Pada saat local site transmitte (mengirimkan sinyal), sinyal
dikirimkan sekaligus (simultan) dan di sisi remote sinyal yang dikirim tersebut akan
diseleksi berdasarkan kualitas receive level yang terbaik, sebaliknya pada saat sisi
remote mengirimkan sinyal ke local site, maka sinyal akan diterima berdasarkan
kualitas receive level yang tebaik.
3.3.3 Antena 1+1 Frequency / SD (Space Diversity).
Antena dengan tipe 1+1 Frekuensi S/D (Space Diversity) adalah sebuah
system antena yang menggunakan proteksi. Dalam 1 hop (sisi Tx dan Rx) terdiri atas
dua buah antena microwave, dua buah IDU, dan masing-masing antena terdiri atas 1
buah ODU. Dan menggunakan kanal Frekuensi yang berbeda. Cara kerjanya adalah
berdasarkan pemilihan kanal frekuensi yang secara kualitas sangat baik. Dengan kata
lain masing-masing ODU bekerja bersamaan dan tidak saling mengganggu karena
beda frekuensi. Frekuensi yang secara kualitas baik akan dipakai sebagai frekuensi
kerja. Demikian seterusnya cara kerja perangkat ini.
Gambar 3.5 Gambar cara kerja radio 1 + 1 frekuensi SD.
Hal 10
Biasanya system 1+1 Frekuensi S/D digunakan untuk link transmisi yang jaraknya
jauh dan membawa kapasitas E1 yang sangat besar, dan jalur link transmisi yang
melalui perairan, laut karena adanya efek cermin yang ditimbulkan oleh permukaan
air. Antena dengan system 1+1 Frekuensi S/D dapat menangani gangguan perangkat
dan propogasi.
3.3.4 Antena 2x (1+1) dengan fitur XPIC.
Gambar 3.6 Cara Kerja Radio 2 x (1+1) dengan fitur XPIC.
Antena dengan type 2x(1+1) atau 2 x STM_1 dengan fitur XPIC (Cross Pole)
adalah sebuah system yang menggukan satu channel frekuensi dan dual polarisasi (V
dan H) dengan tidak menimbulkan interferensi. Dalam satu hop terdiri atas 8 buah
ODU, 2 buah antena dan 2 buah IDU.
Tujuan menggunakan fitur XPIC selain menghemat pemakaian channel
frekuensi adalah untuk mengetahui seberapa besar interferensi yang diakibatkan oleh
sinyal pada frekuensi yang sama tetapi dengan polarisasi (Cross Pole) yang
berseberangan. Cara umum yang dilakukan adalah dengan mengirim sinyal carrier
murni (tanpa pemodulasi) dengan daya pancar yang cukup, supaya sinyal dapat
diterima dengan baik pada receiver. Pada polarisasi yang sama akan diperoleh level
Hal 11
sinyal yang besar sedangkan pada polarisasi yang berseberangan akan diperoleh level
sinyal yang jauh lebih kecil. Level kedua sinyal tersebut kemudian dapat diukur
perbedaanya, jika perbedaanya lebih kecil dari 30dB berarti polasasi antena belum di
kalibrasi (proses kalibrasi polarisasi sering disebut cross pole interferensi (X-pole
Polarization). Untuk mengatasi kalibrasi polarisasi yang lebih kecil dari 30dB maka
feedhorn dari antena harus diputra-putar sedemikan rupa sehingga diperoleh
polarisasi yang tepat (perbedaan level lebih besar atau sama dengan 30dB). Nilai
30dB cukup untuk mengisolasi dua buah sinyal yang berasal dari polarisasi yang
berbeda dengan frekuensi yang sama. Dengan demikian kedua sinyal tersebut tidak
akan saling interferensi.
3.4 Penentuan Diameter Antena.
Penentuan diameter antena biasanya terkait dengan jarak link transmisi dalam
1 hop (komunikasi link antara Tx dan Rx) serta gain antena. Diameter antena
berbanding lurus dengan jarak. Semakin jauh jarak sebuah link transmisi maka
semakin besar pula diameter antena yang akan digunakan. Diameter antena juga
berbanding lurus dengan gain antena. Semakin besar diameter antena maka semakin
besar pula gain antenanya.
3.5 Pemilihan Kanal Frekuensi.
CCIR (ITU-R) merekomendasikan pemakaian band frekuensi radio, yang
disebut Perencanaan Alokasi Kanal RF. Rekomendasi tersebut menjelaskan tentang
penggunaan band frekuensi, jumlah maksimum kanal RF yang bisa digunakan, lebar
Hal 12
spasi antar kanal RF dan polarisasi frekuensi kanal RF. Ada beberapa hal yang perlu
dipertimbangkan dalam pengaturan kanal RF yaitu :
1) Untuk pemakaian multikanal dalam tiap hop, maka antar kanal yang
berdekatan tidak boleh saling mengganggu.
2) Hop yang satu dengan yang lainnya tidak boleh saling mengganggu.
3) Dua arah transmisi dalam tiap hop juga tidak boleh saling mengganggu.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka tiap-tiap vendor telekomunikasi yang
beroperasi di Indonesia telah mendapat alokasi frekuensi masing-masing untuk
perangkat antena MW. Biasanya kanal frekuensi yang dipakai untuk microwave
adalah 2 GHz, 7 GHz,8 GHz, 15 GHz, 18 GHz, 23 GHz. Yang membedakan kanal-
kanal frekuensi yang digunakan antara masing-masing vendor terletak pada sub-band
frekuensi tersebut.
3.6 Polarisasi Antena.
Polarisasi antena yang dimaksud adalah polarisasi vertikal dan polarisasi
horizontal. Polarisasi merupakan model perambatan gelombang di udara. Polarisasi
terkait dengan gelombang listrik dan gelombang magnet. Jika gelombang listrik (E)
merambat secara tegak lurus maka polarisasinya adalah horisontal. Tidak masalah
polarisasi jenis apa yang dipilih, selama link transmisi tidak ada masalah.
3.7 Rute Transmisi.
Penentuan rute link transmisi ditentukan oleh kapasitas E1 pada BSC, factor
LOS, dan topologi jaringan. Dalam menentukan rute link transmisi , harus ditentukan
Hal 13
terlebih dahulu BSC mana yang akan melayani BTS (site) tersebut. Kemudian
menentukan BTS mana yang akan menjadi concentrator (pusat node), apakah terdapat
LOS antara masing-masing site, dan bagaimana bentuk topologi jaringannya.
3.8 LOS (Line Of Side).
Pemilihan jalur komunikasi dilakukan berdasarkan hasil dari field survey
dengan study map dengan menggunakan peta topografi (countur) yang dikeluarkan
oleh BAKOSURTANAL. Hasil dari field survey biasanya terdiri atas koordinat site,
evaluasi permukaan tanah (altitude), kondisi topografi lintasan link apakah daerah
pegunungan, dataran rendah, atau perairan, tinggi tower yang akan digunakan dan
sebagainya. Pada tahapan study map meliputi :
1. Pemilihan lokasi untuk New site
2. Data Koodinat site yang diperoleh dari GPS (Global Positioning System).
3. Perhitungan dengan menggunakan software pathloss ver 4.0
3.9 Perhitungan Link Budget.
Link Budget adalah besarnya level nominal penerimaan dalam satu hop.
Biasanya dalam satuan dBm.
Hal 14
Gambar 3.7 Perhitungan Link Budget untuk satu hop.
Link Budget dapat dihitung secara bertahap dengan menggunakan persamaan
dibawah ini :
Menghitung LFS ( Loss Free Space ) berdasarkan persamaan (2.2)
𝐿𝐹𝑆 = 92,5 + 20 log𝑑 + 20 log 𝑓
dimana :
𝐿𝐹𝑆 = Loss pada Free Space (dB)
𝑑 = Jarak antara pemancar dan penerima (km)
𝑓 = Frekuensi (GHz)
Setelah menghitung LFS, kemudian menghitung Rx power dengan menggunakan
persamaan dibawah ini :
Hal 15
𝑅𝑥 = (𝑑𝐵𝑚)𝑛𝑒𝑎𝑟 𝑒𝑛𝑑 = 𝐺𝑇𝑋+𝐺𝑅𝑋 + 𝑇𝑋 − 𝐿𝐵𝑅1 − 𝐿𝐵𝑅2 − 𝐿𝐹𝐸𝐸1 − 𝐿𝐹𝐸𝐸2− 𝐿𝐹𝑆 ...(3.1)
𝑅𝑥 = (𝑑𝐵𝑚)𝑓𝑎𝑟 𝑒𝑛𝑑 = 𝐺𝑇𝑋+ 𝐺𝑅𝑋 + 𝑇𝑋 −𝐿𝐵𝑅1 − 𝐿𝐵𝑅2 − 𝐿𝐹𝐸𝐸1− 𝐿𝐹𝐸𝐸2− 𝐿𝐹𝑆......(3.2)
dimana :
𝑇𝑋 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 = Tx Power (dBm)
𝐿𝐵𝑅1 = Loss Branching / filter pada sisi Tx (dB)
𝐿𝐹𝐸𝐸1 = Loss Feeder pada sisi Tx (dB)
𝐿𝐵𝑅2 = Loss Branching / filter pada sisi Rx (dB)
𝐿𝐹𝐸𝐸2 = Loss Feeder pada sisi Rx (Ghz)
𝐺𝑇𝑋 = Gain antena pada sisi Tx (dB)
𝐺𝑅𝑋 = Gain antena pada sisi Rx (dB)
𝑅𝑋 = Level penerimaan sinyal
4 Perencanaan system backbone radio link transmisi DESA KOHA >< MGW
MANADO.
Berdasarkan data master planning PT. HCPT, maka dipilih link DESA
KOHA >< MGW MANADO sebagai rute backbone untuk link transmisi yang ada
dibawahnya karena faktor LOS.
Berikut tahap-tahap perencanaan link DESA KOHA >< MGW MANADO dengan
menggunakan software Pathloss:
Hal 16
1. Memasukan data-data hasil survey lapangan seperti letak koordinat (Longitude
dan Latitude), tinggi tower, tinggi antena, type radio, kapasitas radio.
Gambar 3.8 Data summary link DESA KOHA >< MGW MANADO
2. Melakukan Terrain data base untuk mengechek skala, elevasi dan jarak antara
Near End sampai dengan Far End, serta menentukan tinggi pohon atau gedung
yang berada dalam lintasan kedua site tersebut.
Gambar 3.9 Terrain data link link DESA KOHA >< MGW MANADO.
Hal 17
3. Melakukan print profile untuk menampilkan hasil LOS atau tidaknya suatu link
transmisi.
Gambar 3.10 Link profile DESA KOHA >< MGW MANADO.
4. Menampilkan hasil link budget yang dibutuhkan untuk dijadikan acuan
implementasi atau proses instalasi perangkat.
Gambar 3.11 Data link budget DESA KOHA >< MGW MANADO.
Hal 18
Dari tahapan-tahapan diatas dapat dilihat bahwa link DESA KOHA >< MGW
MANADO terdapat faktor LOS, dalam skripsi ini saya juga membahas satu link
transmisi yang tidak terdapat faktor LOS, yaitu link KEC. TARERAN >< MGW
MANADO.
Tahapan-tahapan perencanaannya sebagai berikut :
1. Memasukan data-data hasil survey lapangan seperti letak koordinat (Longitude
dan Latitude), tinggi tower, tinggi antena, type radio, kapasitas radio.
Gambar 3.12 Data summary link DESA KOHA >< MGW MANADO.
2. Melakukan Terrain data base untuk mengechek skala, elevasi dan jarak antara Near
End sampai dengan Far End, serta menentukan tinggi pohon atau gedung yang
berada dalam lintasan kedua site tersebut.
Hal 19
Gambar 3.13 Terrain data link KEC. TARERAN >< MGW MANADO.
3. Melakukan print profile untuk menampilkan hasil LOS atau tidaknya suatu link
transmisi.
Gambar 3.14 Link profile KEC. TARERAN >< MGW MANADO.
Hal 20
5 Faktor Degradasi.
Pada system radio gelombang mikro digital, kita harus mempertimbangkan
adanya degradasi perangkat, degradasi fading terhadap gelombang dikehendaki
(desired) dan degradasi non fading terhadap gelombang dikehendaki yang
semuanya merupakan faktor yang mengakibatkan adanya Bit error. Pengukuran
Bit error dengan menggunakan alat ukur Bit Error Test. Satu dari tiga
komponen diatas, degradasi perangkat sangat bergantung pada perangkat
radionya bersifat tetap (fixed). Degradasi fading dengan gelombang yang
diinginkan disebut ’’Non Variable Component” sedangkan degradasi non fading
disebut ’’variable Component”.
Ada 3 jenis faktor degradasi yaitu :
1) Degradasi perangkat
2) Degradasi karena propagasi
3) Degradasi variable component.
Degradasi perangkat terjadi pada perangkat yang kurang sempurna
pembuatannya yang berasal dari inter-symbol interference (ISI) akibat
pembatasan bandwidth, jitter, degradasi karena temperature ruangan. Sedangkan
degradasi karena propagasi terjadi karena faktor residual hasil proses transversal
equalizer pada sinyal Baseband bagian terima. Dan degradasi variable
component terjadi karena faktor non-fading dengan gelombang yang
dikehendaki, dimana gelombang gelombang yang tidak dikehendaki (undesired)
merambat pada jalur yang berbeda seperti gelombang yang dikehendaki.
Hal 21